Anda di halaman 1dari 30

FRAKTUR TIBIA

A. Pengertian
Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak
disekitar tulang dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur
yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price & Wilson, 2006).
Menurut Mansjoer (2005:356), fraktur tibia (bumper fracture atau fraktur tibia
plateau) adalah fraktur yang terjadi akibat trauma langsung dari arah samping lutut
dengan kaki yang masih terfiksasi ke tanah.
Tibia dalah satu dari dua tulang yang lebih besar dan lebih kuat yang berada di
bawah lutut pada vertebrata (tulang yang satunya lagi adalah fibula), yang
menghubungkan lutut dengan tulang pergelangan kaki.
Jadi fraktur tibia (Fraktur/olles) adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia
sebelah kananakibat jatuh yang bertumpu pada tangan dorsifleksi terbuka. Fraktur
ini sering terjadi pada anak-anak dan wanita lanjut usia dengan tulang osteoporesis
dan tulang lemah yang takmampu menahan energi akibat jatuh (Oswari, 1995).

B. Klasifikasi (Suddarth, 2002)


Fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis, dibagi menjadi
beberapa kelompok, yaitu:
a. Berdasarkan sifat fraktur.
1. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi.
2. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.
b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
1. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2. Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
 Hair Line Fraktur (patah retidak rambut).
 Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
 Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma.
1. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.
d. Berdasarkan jumlah garis patah.
1. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
2. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
 Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping).
 Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
 Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
 Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
 Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis
tulang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam
dan pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement.

C. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan
pada tulang yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan
sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh
kendaraan bermotor.
Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada
anak-anak, apabila tulang melemah atau tekanan ringan. (Doenges, 2000)
Menurut Carpenito (2000:47) adapun penyebab fraktur antara lain:
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,
dan penarikan.
Menurut (Doenges, 2000) adapun penyebab fraktur antara lain:
1. Trauma Langsung
Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa
misalnya benturan atau pukulan pada anterbrachi yang mengakibatkan fraktur.
2. Trauma Tak Langsung
Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat kejadian kekerasan.
3. Fraktur Patologik
Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal(kongenital,peradangan,
neuplastik dan metabolik).

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dari faktur , menurut Brunner and Suddarth (2002)
1. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai almiah yang di
rancang utuk meminimalkan gerakan antar fregmen tulang
2. Setelah terjadi faraktur, bagian-bagian tidak dapat di gunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerak luar biasa) bukanya tetap rigid seperti
normalnya. Pergeseran fragmen tulang pada fraktur lengan dan tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstermitas yang bisa
diketahui membandingkan ekstermitas yang normal dengan ekstermitas yang
tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melingkupi satu samalain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi)
4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya (uji krepitus dapat mengaibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih
berat).
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal terjadi sebagai akibat trauma dari
pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cidera.
Menurut Santoso Herman (2000:153) manifestasi klinik dari fraktur adalah:
a) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema.
b) Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
c) Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
d) Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
e) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit.

E. Pemeriksaan Penunjang (Doenges, 2000)


a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma
b. Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d. Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal setelah
trauma). Hb, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah
(LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa
penyembuhan Ca dan P meengikat di dalam darah.
e. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan klien dengan fraktur dapat dilakukan dengan cara :
1. Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri
dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period).
Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan:
a. Pembersihan luka
b. Exici
c. Hecting situasi
d. Antibiotik
2. Seluruh Fraktur
a. Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.
b. Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula
secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasfanatomis
(Brunner, 2001).
Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk
mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur,
namun prinsip yang mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter melakukan
reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak
kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan.
Pada kebanyakan kasus, roduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera
sudah mulai mengalami penyembuhan.
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk
menjalani prosedur; harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan
analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anastesia.
Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan
dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan, sementara gips,
biadi dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan menjaga
reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x
harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam
kesejajaran yang benar.
Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imoblisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Sinar-x digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen
tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus pada sinar-x.
Ketika kalus telah kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan
imobilisasi.
Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka.
Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna
dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan
untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisnya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang
atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi
dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
3. OREF
Penanganan intraoperatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu dengan cara
reduksi terbuka diikuti fiksasi eksternal (open reduction and external fixation =
OREF) sehingga diperoleh stabilisasi fraktur yang baik. Keuntungan fiksasi
eksternal adalah memungkinkan stabilisasi fraktur sekaligus menilai jaringan
lunak sekitar dalam masa penyembuhan fraktur. Penanganan pascaoperatif
yaitu perawatan luka dan pemberian antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi,
pemeriksaan radiologik serial, darah lengkap, serta rehabilitasi berupa latihan-
latihan secara teratur dan bertahap sehingga ketiga tujuan utama penanganan
fraktur bisa tercapai, yakni union (penyambungan tulang secara sempurna),
sembuh secara anatomis (penampakan fisik organ anggota gerak; baik,
proporsional), dan sembuh secara fungsional (tidak ada kekakuan dan
hambatan lain dalam melakukan gerakan)
4. ORIF
ORIF (Open Reduction and Interna Fixation) adalah suatu bentuk
pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang yang mengalami
fraktur. Fungsi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap
menyatu dan tidak mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa Intra
Medullary Nail biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe
fraktur tranvers.
Reduksi terbuka dengan fiksasi interna (ORIF= open reduction and internal
fixation) diindikasikan pada kegagalan reduksi tertutup, bila dibutuhkan reduksi
dan fiksasi yang lebih baik dibanding yang bisa dicapai dengan reduksi tertutup
misalnya pada fraktur intra-artikuler, pada fraktur terbuka, keadaan yang
membutuhkan mobilisasi cepat, bila diperlukan fiksasi rigid, dan sebagainya.
Sedangkan reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna (OREF= open reduction and
external fixation) dilakukan pada fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan
lunak yang membutuhkan perbaikan vaskuler, fasiotomi, flap jaringan lunak,
atau debridemen ulang. Fiksasi eksternal juga dilakukan pada politrauma, fraktur
pada anak untuk menghindari fiksasi pin pada daerah lempeng pertumbuhan,
fraktur dengan infeksi atau pseudoarthrosis, fraktur kominutif yang hebat, fraktur
yang disertai defisit tulang, prosedur pemanjangan ekstremitas, dan pada
keadaan malunion dan nonunion setelah fiksasi internal.
Alat-alat yang digunakan berupa pin dan wire (Schanz screw, Steinman pin,
Kirschner wire) yang kemudian dihubungkan dengan batang untuk fiksasi. Ada 3
macam fiksasi eksternal yaitu monolateral/standar uniplanar, sirkuler/ring
(Ilizarov dan Taylor Spatial Frame), dan fiksator hybrid. Keuntungan fiksasi
eksternal adalah memberi fiksasi yang rigid sehingga tindakan seperti skin
graft/flap, bone graft, dan irigasi dapat dilakukan tanpa mengganggu posisi
fraktur. Selain itu, memungkinkan pengamatan langsung mengenai kondisi luka,
status neurovaskular, dan viabilitas flap dalam masa penyembuhan fraktur.
Kerugian tindakan ini adalah mudah terjadi infeksi, dapat terjadi fraktur saat
melepas fiksator, dan kurang baik dari segi estetikPenanganan pascaoperatif
meliputi perawatan luka dan pemberian antibiotik untuk mengurangi risiko
infeksi, pemeriksaan radiologik serial, darah lengkap, serta rehabilitasi.
Penderita diberi antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi dan dilakukan
kultur pus dan tes sensitivitas. Diet yang dianjurkan tinggi kalori tinggi protein
untuk menunjang proses penyembuhan.
Rawat luka dilakukan setiap hari disertai nekrotomi untuk membuang
jaringan nekrotik yang dapat menjadi sumber infeksi. Pada kasus ini selama
follow-up ditemukan tanda-tanda infeksi jaringan lunak dan tampak nekrosis
pada tibia sehingga direncanakan untuk debridemen ulang dan osteotomi. Untuk
pemantauan selanjutnya dilakukan pemeriksaan radiologis foto femur dan cruris
setelah reduksi dan imobilisasi untuk menilai reposisi yang dilakukan berhasil
atau tidak. Pemeriksaan radiologis serial sebaiknya dilakukan 6 minggu, 3 bulan,
6 bulan, dan 12 bulan sesudah operasi untuk melihat perkembangan fraktur.
Selain itu dilakukan pemeriksaan darah lengkap rutin
5. Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimun.
Imobilisasi fraktur, setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus
diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu,
pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk
fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi
fraktur.
6. Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan
pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian
peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi
diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan,
ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis.
meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk analgetika).
Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse
dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan harga-diri.
Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan
terapeutika. Biasanya, fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli
bedah yang memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya
gerakan dan stres pada ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan
tingkat aktivitas dan beban berat badan.

G. Komplikasi (Brunner & Suddarth, 2002)


1. Syok
Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke
jaringan yang rusak sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar
akibat trauma.
2. Mal union.
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan
dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik. Gerakan ujung patahan
akibat imobilisasi yang jelek menyebabkan mal union, sebab-sebab lainnya
adalah infeksi dari jaringan lunak yang terjepit diantara fragmen tulang,
akhirnya ujung patahan dapat saling beradaptasi dan membentuk sendi palsu
dengan sedikit gerakan (non union).

3. Non union
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion
ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang
membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena
aliran darah yang kurang.
4. Delayed union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan supai darah ke tulang.
5. Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID).
Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau
pada saat pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh pemasangan alat
seperti plate, paku pada fraktur.
6. Emboli lemak
Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum
tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan bergabung dengan
trombosit dan membentuk emboli yang kemudian menyumbat pembuluh darah
kecil, yang memsaok ke otak, paru, ginjal, dan organ lain.
7. Sindrom Kompartemen
Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang
dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Berakibat kehilangan fungsi ekstermitas
permanen jika tidak ditangani segera.
8. Cedera vascular dan kerusakan syaraf yang dapat menimbulkan iskemia, dan
gangguan syaraf. Keadaan ini diakibatkan oleh adanya injuri atau keadaan
penekanan syaraf karena pemasangan gips, balutan atau pemasangan traksi.
(Brunner & Suddarth, 2002)
H. Pathway (Asuhan Kperawatan Praktis NANDA NIC NOC, 2016)
Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan tahap yang paling
enentukan bagi tahap berikutnya. Kegiatan dalam pengkajian adalah pengumpulan
data (Rahmah, Nikmatur dan Saiful walid. 2009; 24).
Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses yang berisikan status kesehatan klien dengan
menggunakan teknik anamnesis (autoanamnesa dan aloanamnesa) dan observasi.
1. Biodata Klien
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin perlu dikaji karena biasanya
laki-laki lebih rentan terhadap terjadinya fraktur akibat kecelakaan bermotor,
pendidikan, pekerjaan, agama, suku/bangsa, tanggal masuk rumah sakit,
tanggal pengkajian, diagnosa medis, nomor medrek dan alamat.
2. Identitas penanggung jawab meliputi : nama, umur, pekerjaan, agama,
pendidikan, suku/bangsa, alamat, hubungan dengan klien.
3. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Keluhan utama adalah alasan klien masuk rumah sakit yang dirasakan saat
dilakukan pengkajian yang ditulis dengan singkat dan jelas, dua atau tiga kata
yang merupakan keluhan yang membuat klien meminta bantuan pelayanan
kesehatan.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan penjelasan dari permulaan klien merasakan keluhan sampai
dengan dibawa ke rumah sakit dan pengembangan dari keluhan utama
b) Riwayat Kesehatan Dahulu
Tanyakan mengenai masalah-masalah seperti adanya riwayat trauma, riwayat
penyakit tulang seperti osteoporosis, osteomalacia, osteomielitis, gout
ataupun penyakit metabolisme yang berhubungan dengan tulang seperti
diabetes mellitus (lapar terus-menerus, haus dan kencing terus–menerus),
gangguan tiroid dan paratiroid.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Hal yang perlu dikaji adalah apakah dalam keluarga klien terdapat penyakit
keturunan ataupun penyakit menular dan penyakit-penyakit yang karena
lingkungan yang kurang sehat yang berdampak negatif pada kesehatan
anggota keluarga termasuk klien.
5. Pola Aktivitas Sehari-hari
a. Pola Nutrisi
Kebiasaan makan klien sehari-hari dan kebiasaan makan-makanan yang
mengandung kalsium yang sangat berpengaruh dalam proses penyembuhan
tulang dan kebiasaan minum klien sehari-hari, meliputi frekwensi, jenis,
jumlah dan masalah yang dirasakan.
b. Pola Eliminasi
Kebiasaan BAB dan BAK klien, apakah berpengaruh terhadap perubahan
sistem tubuhnya yang disebabkan oleh fraktur.
c. Pola Istirahat Tidur
Kebiasaan klien tidur sehari-hari, apakah terjadi perubahan setelah mengalani
fraktur.
d. Personal Hygiene
Kebiasaan mandi, cuci rambut, gosok gigi dan memotong kuku perlu dkaji
sebelum klien sakit dan setelah klien dirawat dirumah sakit.
e. Pola Aktivitas
Sejauh mana klien mampu beraktivitas dengan kondisinya saat ini dan
kebiasaan klien berolah raga sewaktu masih sehat.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung
pada keadaan klien.
Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
b. TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah ataun
kuat. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
c. Kepala dan Rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, ada kelainan atau tidak,
pembekakan/edema
d. Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya
benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan.
e. Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, secret, Tidak ada deformitas, tak
ada pernafasan cuping hidung
f. Mulut
Mukosa bibir, sianosis, kondisi gigi, lidah, adanya stomatitis atau kelainan
lainnya
g. Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan
serumen
h. Leher
Catat adanya kelaianan, bentuk simetris atau tidak, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
i. Jantung
a. I : ic tidak nampak
b. Pa : apeks jantung pada mid klavikula kiri ic 5
c. Pe : pekak
d. A : BJ I,II, tidak ada mur mur
j. Thorax
a. I : inspeksi bentuk thorax, irama pernapasan
b. Pa : simetris tidak ada nyeri tekan, fremitus taktil
c. Pe : sonor
d. A : vesikular, wheezing, ronchi
k. Abdomen
a. I : adanya asietes, lesi, perdarahan
b. A : bising usus
c. Pa : nyeri tekan, distensi abdomen
d. Pe : tympani
l. Ekstermitas
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler à 5 P yaitu Pain,
Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah:
1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
a. Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
b. Cape au lait spot (birth mark).
c. Fistulae.
d. Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
e.  Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak
biasa (abnormal).
f. Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
g. Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai
dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa
maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
a. Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban
kulit. Capillary refill time à Normal > 3 detik
b. Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
c. Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,
tengah, atau distal).
Otot : tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau  permukaannya, nyeri atau tidak, dan
ukurannya.
3)  Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada
pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi
keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran
derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau
dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan
gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif
dan pasif.
m. Genetalia
Kebersihan, tampak ada kelainan atau tidak, terpasang alat bantu

7. Data Penunjang
Menurut Doengoes et. al (2002), pemeriksaaan diagnostik yang biasa dilakukan
pada pasien dengan fraktur:
a. Pemeriksaan rontgen
Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.
b. Computed Tomography (CT-SCAN).
Memperlihatkan fraktur dan dislokasi, dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak dan untuk mengetahui lokasi dan panjangnya patah
tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
c. Arteriogram
Dilakukan bila dicurigai terdapat kerusakan vaskuler.
d. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah lengkap meliputi kadar haemoglobin yang biasanya lebih
rendah karena perdarahan akibat trauma. Hematokrit mungkin meningkat atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh dari trauma
multiple). Kreatinin (trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal). Profil koagulasi (perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
tranfusi multipel atau cedera hati).
8. Terapi obat
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cidera fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cidera jaringan lunak, pemasangan traksi.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai darah
3. Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
4. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuskular, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
5. Resiko infeksi agen cidera, kerusakan integrits kulit
6. Resiko syok

C. Intervensi
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :


dengan:  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri
Agen injuri (biologi, kimia,  pain control, secara komprehensif
fisik, psikologis),  comfort level termasuk lokasi, karakteristik,
kerusakan jaringan Setelah dilakukan durasi, frekuensi, kualitas dan
tinfakan keperawatan faktor presipitasi
DS: selama …. Pasien tidak  Observasi reaksi nonverbal
- Laporan secara verbal mengalami nyeri, dengan dari ketidaknyamanan
DO: kriteria hasil:  Bantu pasien dan keluarga
- Posisi untuk menahan  Mampu mengontrol untuk mencari dan
nyeri nyeri (tahu penyebab menemukan dukungan
- Tingkah laku berhati- nyeri, mampu  Kontrol lingkungan yang
hati menggunakan tehnik dapat mempengaruhi nyeri
- Gangguan tidur (mata nonfarmakologi untuk seperti suhu ruangan,
sayu, tampak capek, mengurangi nyeri, pencahayaan dan kebisingan
sulit atau gerakan mencari bantuan)  Kurangi faktor presipitasi
kacau, menyeringai)  Melaporkan bahwa nyeri
- Terfokus pada diri nyeri berkurang dengan  Kaji tipe dan sumber nyeri
sendiri menggunakan untuk menentukan intervensi
- Fokus menyempit manajemen nyeri  Ajarkan tentang teknik non
(penurunan persepsi  Mampu mengenali nyeri farmakologi: napas dala,
waktu, kerusakan (skala, intensitas, relaksasi, distraksi, kompres
proses berpikir, frekuensi dan tanda hangat/ dingin
penurunan interaksi nyeri)  Berikan analgetik untuk
dengan orang dan  Menyatakan rasa mengurangi nyeri: ……...
lingkungan) nyaman setelah nyeri  Tingkatkan istirahat
- Tingkah laku distraksi, berkurang  Berikan informasi tentang
contoh : jalan-jalan,  Tanda vital dalam nyeri seperti penyebab nyeri,
menemui orang lain rentang normal berapa lama nyeri akan
dan/atau aktivitas,  Tidak mengalami berkurang dan antisipasi
aktivitas berulang- gangguan tidur ketidaknyamanan dari
ulang) prosedur
- Respon autonom  Monitor vital sign sebelum
(seperti diaphoresis, dan sesudah pemberian
perubahan tekanan analgesik pertama kali
darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
- Perubahan autonomic
dalam tonus otot
(mungkin dalam
rentang dari lemah ke
kaku)
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh
kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Ketidakefektifan Perfusi NOC : Perawatan Sirkulasi
jaringan : Perifer - Keseimbangan cairan  Kaji status sirkulasi perifer:
berhubungan dengan : - Fungsi otot adekuat nadi, edema, pengisian
- Perubahan Integritas jaringan: kapiler, warna, suhu
kemampuan Kulit dan membran ekstremitas
hemoglobine mengikat mukosa adekuat  Kaji tingkat nyeri atau rasa
oksigen Perfusi Jaringan tidak nyaman
- Penurunan konsentrasi Perifer efektif  Monitor status cairan :
hemoglobine dalam asupan dan haluaran
darah Setelah dilakukan  Pada gangguan aliran arteri
- Hipoventilasi asuhan keperawatan di ekstremitas rendahkan
- Hipovolemia selama ..............x 24 posisi ekstremitas untuk
/Hypervolemia jam. meningkatkan sirkulasi
- Gangguan aliran arteri - TD dalam rentang dengan tepat
- Gangguan aliran vena yang diharapkan  Pada gangguan aliran vena
- Reduksi mekanis dari Nadi perifer kuat dan di ekstremitas tinggikan 20
aliran darah vena dan simetris derajat untuk meningkatkan
atau arteri Edema perifer tidak aliran darah balik vena
- Kerusakan transportasi ada  Anjurkan latihan rentang
O2 melewati membran Kulit utuh gerak aktif atau pasif selama
kapiler & alveolar Membran mukosa tirah baring
- Tidak sebanding antara bebas lesi  Kolaborasi pemberian
ventilasi & aliran darah Tidak terjadi terapi anti trombosit dan
- ………. perubahan sensasi antikoagulan sesuai indikasi
Tidak terjadi  ........................
Data Subyektif perubahan warna
Klien mengatakan : Suhu ekstremitas
- Mengalami perubahan hangat Penatalaksanaan Sensasi
sensasi Tidak ada nyeri perifer
- ………………………… ekstremitas yang Monitor adanya parestesi:
….. terlokalisasi rasa kebas. Kesemutan
Fungsi otot penuh Monitor tanda-tanda
Data Obyektif ..................................... trombofebitis atau trombosis
- Kulit pucat saat ..................................... vena profunda
dinaikkan, tidak ..................................... Periksa adanya perubahan
kembali dengan ........................ integritas kulit
merendahkan bagian .................................................
tersebut .................................................
- Nadi lemah atau tidak .................................................
teraba .................................
- Edema
- Perlambatan
penyembuhan luka
- Perubahan warna kulit
Perubahan suhu kulit
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Kerusakan integritas NOC : NIC : Pressure Management


kulit - Tissue Integrity : Skin  Anjurkan pasien untuk
and Mucous menggunakan pakaian yang
Faktor-faktor risiko: Membranes longgar
Eksternal : - Status Nutrisi  Hindari kerutan padaa tempat tidur
- Hipertermia atau - Tissue  Jaga kebersihan kulit agar tetap
hipotermia Perfusion:perifer bersih dan kering
- Substansi kimia - Dialiysis Access  Mobilisasi pasien (ubah posisi
- Kelembaban udara Integrity pasien) setiap dua jam sekali
- Faktor mekanik  Monitor kulit akan adanya
(misalnya : alat yang Setelah dilakukan kemerahan
dapat menimbulkan tindakan keperawatan  Oleskan lotion atau minyak/baby oil
luka, tekanan, selama…. Gangguan pada derah yang tertekan
restraint) integritas kulit tidak  Monitor aktivitas dan mobilisasi
- Immobilitas fisik terjadi dengan kriteria pasien
- Radiasi hasil:  Monitor status nutrisi pasien
- Usia yang ekstrim  Integritas kulit yang  Inspeksi kulit terutama pada tulang-
- Kelembaban kulit baik bisa tulang yang menonjol dan titik-titik
- Obat-obatan dipertahankan tekanan ketika merubah posisi
- Ekskresi dan sekresi  Melaporkan adanya pasien.
Internal : gangguan sensasi  Jaga kebersihan alat tenun
- Perubahan status atau nyeri pada  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
metabolik daerah kulit yang pemberian tinggi protein, mineral
- Tulang menonjol mengalami dan vitamin
- Defisit imunologi gangguan Insision site care
- Berhubungan dengan  Menunjukkan  Membersihkan, memantau dan
dengan pemahaman dalam meningkatkan proses
perkembangan proses perbaikan penyembuhan pada luka yang
- Perubahan sensasi kulit dan mencegah ditutup dengan jahitan, klip atau
- Perubahan status terjadinya sedera straples
nutrisi (obesitas, berulang  Monitor proses kesembuhan area
kekurusan)  Mampu melindungi insisi
- Perubahan kulit dan  Monitor tanda dan gejala infeksi
pigmentasi mempertahankan pada area insisi
- Perubahan sirkulasi kelembaban kulit  Bersihkan area sekitar jahitan atau
- Perubahan turgor dan perawatan straples, menggunakan lidi kapas
(elastisitas kulit) alami steril
- Psikogenik  Status nutrisi  Ganti balutan pada interval waktu
adekuat yang sesuai atau biarkan luka tetap
 Sensasi dan warna terbuka (tidak dibalut) sesuai
kulit normal program

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Gangguan mobilitas NOC : NIC :


fisik  Joint Movement : Exercise therapy : ambulation
Berhubungan dengan : Active  Monitoring vital sign
- Gangguan metabolisme  Mobility Level sebelm/sesudah latihan dan lihat
sel  Self care : ADLs respon pasien saat latihan
- Keterlembatan  Transfer  Konsultasikan dengan terapi fisik
perkembangan performance tentang rencana ambulasi sesuai
- Pengobatan Setelah dilakukan dengan kebutuhan
- Kurang support tindakan keperawatan  Bantu klien untuk menggunakan
lingkungan selama….gangguan tongkat saat berjalan dan cegah
- Keterbatasan ketahan mobilitas fisik teratasi terhadap cedera
kardiovaskuler dengan kriteria hasil:  Ajarkan pasien atau tenaga
- Kehilangan integritas  Klien meningkat kesehatan lain tentang teknik
struktur tulang dalam aktivitas fisik ambulasi
- Terapi pembatasan  Mengerti tujuan dari  Kaji kemampuan pasien dalam
gerak peningkatan mobilisasi
- Kurang pengetahuan mobilitas  Latih pasien dalam pemenuhan
tentang kegunaan  Memverbalisasikan kebutuhan ADLs secara mandiri
pergerakan fisik perasaan dalam sesuai kemampuan
- Indeks massa tubuh meningkatkan  Dampingi dan Bantu pasien saat
diatas 75 tahun kekuatan dan mobilisasi dan bantu penuhi
percentil sesuai dengan kemampuan kebutuhan ADLs ps.
usia berpindah  Berikan alat Bantu jika klien
- Kerusakan persepsi  Memperagakan memerlukan.
sensori penggunaan alat  Ajarkan pasien bagaimana
- Tidak nyaman, nyeri Bantu untuk merubah posisi dan berikan
- Kerusakan mobilisasi (walker) bantuan jika diperlukan
muskuloskeletal dan
neuromuskuler
- Intoleransi
aktivitas/penurunan
kekuatan dan stamina
- Depresi mood atau
cemas
- Kerusakan kognitif
- Penurunan kekuatan
otot, kontrol dan atau
masa
- Keengganan untuk
memulai gerak
- Gaya hidup yang
menetap, tidak
digunakan,
deconditioning
- Malnutrisi selektif atau
umum
DO:
- Penurunan waktu
reaksi
- Kesulitan merubah
posisi
- Perubahan gerakan
(penurunan untuk
berjalan, kecepatan,
kesulitan memulai
langkah pendek)
- Keterbatasan motorik
kasar dan halus
- Keterbatasan ROM
- Gerakan disertai nafas
pendek atau tremor
- Ketidak stabilan posisi
selama melakukan ADL
- Gerakan sangat lambat
dan tidak terkoordinasi

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Risiko infeksi NOC : NIC :


 Immune Status  Pertahankan teknik aseptif
Faktor-faktor risiko :  Knowledge :  Batasi pengunjung bila perlu
- Prosedur Infasif Infection control  Cuci tangan setiap sebelum dan
- Kerusakan jaringan dan  Risk control sesudah tindakan keperawatan
peningkatan paparan Setelah dilakukan  Gunakan baju, sarung tangan
lingkungan tindakan keperawatan sebagai alat pelindung
- Malnutrisi selama…… pasien  Ganti letak IV perifer dan dressing
- Peningkatan paparan tidak mengalami infeksi sesuai dengan petunjuk umum
lingkungan patogen dengan kriteria hasil:  Gunakan kateter intermiten untuk
- Imonusupresi  Klien bebas dari menurunkan infeksi kandung
- Tidak adekuat tanda dan gejala kencing
pertahanan sekunder infeksi  Tingkatkan intake nutrisi
(penurunan Hb,  Menunjukkan  Berikan terapi
Leukopenia, kemampuan untuk antibiotik:.................................
penekanan respon mencegah  Monitor tanda dan gejala infeksi
inflamasi) timbulnya infeksi sistemik dan lokal
- Penyakit kronik  Jumlah leukosit  Pertahankan teknik isolasi k/p
- Imunosupresi dalam batas normal  Inspeksi kulit dan membran
- Malnutrisi  Menunjukkan mukosa terhadap kemerahan,
- Pertahan primer tidak perilaku hidup sehat panas, drainase
adekuat (kerusakan  Status imun,  Monitor adanya luka
kulit, trauma jaringan, gastrointestinal,  Dorong masukan cairan
gangguan peristaltik) genitourinaria dalam
 Dorong istirahat
batas normal
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
 Kaji suhu badan pada pasien
neutropenia setiap 4 jam

Diagnosa Rencana Keperawatan


Keperawatan/
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Masalah Kolaborasi
Hasil
Resiko Syok : Tujuan dan Kritera NIC
Beresiko terhadap Hasil :NOC Syok prevention
ketidakcukupan aliran         Syok prevention - Monitor status sirkulasi BP,
darah kejaringan tubuh,         Syok management warna kulit, suhu kulit,
yang dapat Kriteria Hasil : denyut jantung, HR, dan
mengakibatkan - Nadi dalam batas ritme, nadi perifer, dan
disfungsi seluler yang yang diharapkan kapiler refill.
mengancam jiwa - Irama jantung dalam - Monitor tanda inadekuat
batas yang oksigenasi jaringan
Faktor Resiko : diharapkan - Monitor suhu dan
- Hipotensi - Frekuensi nafas pernafasan
- Hipovolemi dalam batas yang - Monitor input dan output
- Hipoksemia diharapkan - Pantau nilai labor : HB, HT,
- Hipoksia - Irama pernapasan AGD dan elektrolit
- Infeksi dalam batas yang - Monitor hemodinamik invasi
- Sepsis diharapkan yng sesuai
- Sindrom respons - Natrium serum dalam - Monitor tanda dan gejala
inflamasi sistemik batas normal asites
- Kalium serum dalam - Monitor tanda awal syok
batas normal - Tempatkan pasien pada
- Klorida serum dalam posisi supine, kaki elevasi
batas normal untuk peningkatan preload
- Kalsium serum dalam dengan tepat
batas normal - Lihat dan pelihara
- Magnesium serum kepatenan jalan nafas
dalam batas normal - Berikan cairan IV dan atau
- PH darah serum oral yang tepat
dalam batas normal - Berikan vasodilator yang
Hidrasi tepat
         Indicator : - Ajarkan keluarga dan pasien
o Mata cekung tidak tentang tanda dan gejala
ditemukan datangnya syok
o Demam tidak - Ajarkan keluarga dan pasien
ditemukan tentang langkah untuk
o Tekanan darah dalam mengatasi gejala syok
batas normal Syok management
o Hematokrit dalam - Monitor fungsi neurotogis
batas normal - Monitor fungsi renal (e.g
BUN dan Cr : Lavel)
- Monitor tekanan nadi
- Monitor status cairan, input,
output
- Catat gas darah arteri dan
oksigen
- dijaringan
- Monitor EKG, sesuai
- Memanfaatkan pemantauan
jalur arteri untuk
meningkatkan akurasi
pembacaan tekanan darah,
sesuai
- Menggambar gas darah
arteri dan memonitor
jaringan oksigenasi
- Memantau tren dalam
parameter hemodinamik
(misalnya, CVP, MAP,
tekanan kapiler pulmonal /
arteri)
- Memantau faktor penentu
pengiriman jaringan oksigen
(misalnya, PaO2 kadar
hemoglobin SaO2, CO), jika
tersedia
- Memantau tingkat karbon
dioksida sublingual dan /
atau tonometry lambung,
sesuai
- Memonitor gejala gagal
pernafasan (misalnya,
rendah PaO2 peningkatan
PaCO2 tingkat, kelelahan
otot pernafasan)
- Monitor nilai laboratorium
(misalnya, CBC dengan
diferensial) koagulasi
profil,ABC, tingkat laktat,
budaya, dan profil kimia)
- Masukkan dan memelihara
besarnya kobosanan akses
IV
DAFTAR PUSTAKA

Huda, Amin & Hardhi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan
Penerapan Diagnosa NANDA NIC NOC Jilid 1. Jakarta : Mediaction

Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta

Doenges, Marilynn E. et.al. (2000) Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hadi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC: Yogyakarta : Mediaction
Publishing

Anda mungkin juga menyukai