Anda di halaman 1dari 2

Kode Etik Bimbingan dan Konseling

Untuk menyatukan pandanan tentang kode etik jabatan, berikut ini dikemukakan suatu rumusan dari
Winkel (1992) : “Kode etik jabatan ialah pola ketentuan/ aturan/ tata cara yang menjadi pedoman dalam
menjalankan tugas atau aktivitas suatu profesi ”

Menurut Walgito (2010:37) ada beberapa kode etik bimbingan dan konseling tersebut, antara lain:

1. Pembimbing atau pejabat lain yang memegang jabatan dalam bidang bimbingan dan konseling
harus memegah teguh prinsip bimbingan dan konseling.
2. Pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mencapai hasil yang baik-
baiknya, dengan membatasi diri pada keahliannya atau wewenangnya. Oleh karena itu,
pembimbing jangan sampai mencampuri wewenang dan tanggungjawab yang bukan wewenang
atau tanggung jawabnya.
3. Karena pekerjaan pembimbing berhubungan langsung dengan kehidupan pribadi orang maka
seorang pembing harus:
a. Dapat memegang atau menyimpan rahasia klien dengan sebaik-baiknya.
b. Menunjukkan sikap hormat pada klien.
c. Menghargai bermacam-macam klien. Jadi, dalam menghadapi klien, pembimbing harus
menghadapi klien dalam derajat yang sama.
4. Pembimbing tidak diperkenankan:
a. Menggunakan tenaga pembantu yang tidak ahli atau tidak terlatih.
b. Menggunakan alat-alat yang kurang dapat dipertanggung jawabkan.
c. Mengambil tindakan-tindakan yang mungkin dapat menimbulkan hal-hal yang tidak baik
bagi klien.
d. Mengalihkan klien kepada konselor lain tanpa persetujuan klien.
5. Meminta bantuan kepada ahli dalam bidang lain diluar kemampuan dan keahliannya atau di
luar keahlian staffnya yang diperlukan dalam bimbingan dan konseling.
6. Pembimbing harus selalu menyadari tanggungjawabnya yang berat, yang memerlukan
pengabdian sepenuhnya.

Di samping rumusan tersebut, terdapat rumusan kode etik bimbingan dan konseling yang dirumuskan
oleh Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia, yang dikutip oleh Syahril dan Riska Ahmad (1986) yaitu :

1. Pembimbing/konselor menghormati harkat pribadi, integritas dan keyakinan klien.


2. Pembimbing/konselor menempatkan kepentingan klien di atas kepentingan pribadi
pembimbing/konselor sendiri.
3. Pembimbng/konselor tidak membedakan klien atas dasar suku bangsa, warna kulit, kepercayaan
atau status sosial ekonominya.
4. Pembimbng/konselor dapat menguasai dirinya dalam arti kata berusaha untuk mengerti
kekurangan-kekurangannya dan prasangka-prasangka yang ada pada dirinya yang dapat
mengakibatkan rendahnya mutu layanan yang akan diberikan serta merugikan klien.
5. Pembimbng/konselor mempunyai serta memperlihatkan sifat-sifat rendah hati, sederhana,
sabar, tertib, dan percaya pada paham hidup sehat.
6. Pembimbng/konselor terbuka terhadap saran atau pandangan yang diberikan padanya, dalam
hubungannya dengan ketentuan-ketentuan tingkah laku profesional sebagaimana dikemukakan
dalam kode etik bimbingan dan konseling.
7. Pembimbng/konselor memiliki sifat tanggung jawab baik terhadap lembaga dan orang-orang
yang dilayani, maupun terhadap profesinya.
8. Pembimbng/konselor mengusahakan mutu kerjanya setinggi mungkin.
9. Pembimbng/konselor menguasai pengetahuan dasar yang memadai tentang hakikat dan tingkah
laku orang, serta tentang teknik dan prosedur layanan bimbingan guna dapat memberikan
layanan dengan sebaik-baiknya.
10. Seluruh catatan tentang klien merupakan informasi yang bersifat rahasia, dan pembimbing
menjaga kerahasiaan ini.
11. Sesuatu tes hanya boleh diberikan oleh petugas yang berwenang menggunakan dan
menafsirkan hasilnya.
12. Testing psikologi baru boleh diberikan dalam penanganan kasus dan keperluan lain yang
membutuhkan data tentang sifat dan diri kepribadian seperti taraf inteligensi, minat, bakat, dan
kecenderungan-kecenderungan dalam diri pribadi seseorang.
13. Data hasil tes psikologis harus diintegrasikan dengan informasi lainnya yang diperoleh dari
sumber lain, serta harus diperlakukan setaraf dengan informasi lainnya itu.
14. Konselor memberikan orientasi yang tepat kepada klien mengenai alasan digunakannya tes
psikologi dan apa hubungannya dengan masalah yang dihadapi klien.
15. Hasil tes psikologi harus diberitahukan kepada klien dengan disertai alasan-alasan tentang
kegiatan-kegiatannya dan hasil tersebut dapat diberitahukan pada pihak lain, sejauh pihak yang
diberitahukan itu ada hubungannya dengan usaha bantuan pada klien dan tidak merugikan klien
sendiri.

Walgito, Bimo.2010.bimbingan + Konseling (Studi & Karier). Yogyakarta:ANDI Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai