DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4
KELAS RB
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena dengan
berkat dan rahmat-Nya makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Tumor Tulang” dapat selesai pada tepat waktu.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, sehingga
saran dan kritik yang membangun diperlukan dalam makalah ini. Kami pun
berharap agar para pembaca dapat menambah wawasan melalui makalah ini.
Kelompok 4
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................................................iii
Bab I Pendahuluan..................................................................................................1
Bab II Pembahasan...................................................................................................3
Daftar Pustaka........................................................................................................52
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dari Tumor tulang Benigna & Maligna?
2. Bagaimana klasifikasi dari Tumor tulang Benigna & Maligna?
3. Bagaimana etiologi dari Tumor tulang Benigna & Maligna?
4. Bagaimana patofisiologi penyakit Tumor tulang Benigna & Maligna?
5. Bagaimana manifestasi klinis penyakit Tumor tulang Benigna & Maligna?
6. Bagaimana penatalaksanaan Tumor tulang Benigna & Maligna?
7. Bagaimana komplikasi penyakit Tumor tulang Benigna & Maligna?
8. Bagaimana asuhan keperawatan penyakit Tumor tulang Benigna &
Maligna?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengidentifikasi definisi dari Tumor tulang Benigna & Maligna;
2. Mengidentifikasi klasifikasi Tumor tulang Benigna & Maligna;
3. Mengidentifikasi etiologi dari Tumor tulang Benigna & Maligna;
4. Mengidentifikasi patofisiologi penyakit Tumor tulang Benigna & Maligna;
5. Mengidentifikasi manifestasi klinis penyakit Tumor tulang Benigna &
Maligna;
6. Mengidentifikasi penatalaksanaan penyakit Tumor tulang Benigna &
Maligna;
7. Mengidentifikasi komplikasi dari Tumor tulang Benigna & Maligna;
8. Mengidentifikasi asuhan keperawatan penyakit Tumor tulang Benigna &
Maligna.
BAB II
PEMBAHASAN
Tumor Tulang
8
2.5 Manifestasi Klinis
Asimtomatik atau nyeri (ringan, kadang-kadang sampai konstan, berat)
Pembengkakan di dalam atau sekitar tulang serta pergerakan terbatas
Teraba massa pada tulang
2.6 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Terapi
Terapi pada tumor jinak tulang baik tumor jaringan lunak maupun
tulang ditentukan oleh ukuran tumor, sifat biologis tumor, kerusakan
pada tulang yang terjadi, gangguan pada struktur disekitarnya dan
keluhan nyeri yang diderita pasien. Umumnya tumor jinak yang
ukurannya kurang dari 3 cm dan tidak aktif cukup dilakukan observasi
saja, begitu juga pada tumor tulang yang tidak aktif (Enneking stage1)
yang kadangkala ditemukan secara kebetulan pada pencitraan foto
sinar-X untuk kegunaan lain seperti osteochondroma, bone cyst,
fibrous dysplasia. Pada tumor jinak yang aktif, tumbuh membesar,
menimbulkan kerusakan tulang sehingga berpotensi menimbulkan
fraktur patologis, menekan jaringan sekitarnya sehingga menimbulkan
gangguan sesuai dengan jaringan yang terganggu serta menimbulkan
nyeri yang mengganggu pada penderita, maka dianjurkan untuk
diambil melalui proses pembedahan.
Pembedahan
Limb salvage surgery (LSS) merupakan suatu prosedur pembedahan
yang dilakukan untuk menghilangkan tumor, pada ekstremitas dengan
tujuan untuk menyelamatkan ekstremitas. Prosedur LSS merupakan
tindakan yang terdiri dari pengangkatan tumor tulang atau jaringan
lunak secara en-bloc dan rekonstruksi defek tulang atau sendi dengan
megaprostesis (endoprostesis), biological reconstruction (massive
bone graft baik auto maupun allograft) atau kombinasi megaprostesis
dan bone graft.
2. Penatalaksanaan Non Medis
9
Manajemen nyeri dengan mengajarkan teknik relaksasi untuk
menurun rasa nyeri
Mengontrol asupan makan klien dengan cara menentukan jumlah
nutrisi , jenis dan cara pemberian nutrisi sesuai dengan kebutuhan
Terapi latihan fisik: Mobilitas sendi, pengaturan posisi
Membantu klien perawatan diri: berpindah tempat
2.7 Komplikasi
1. Malignan Tranformation
2. Fraktur Patologik
3. Ansietas, ketakutan, dan stress keluarga mengenai tumor (terutama pada
anak-anak) (Smeltzer, 2011).
2.8 Asuhan Keperawatan
2.8.1 Pengkajian
c) Pemeriksaan Fisik:
Inspeksi. Massa jaringan lunak jarang terlihat sebagai
benjolan kecuali bila timbul pada daerah dimana massa
ototnya tidak besar atau tumor superfi sial. Bila tumor di
daerah yang massa ototnya besar seperti daerah paha atau
pada daerah yang berrongga seperti pelvis maka tumor baru
terlihat bila ukurannya sudah besar. Kulit di atas tumor
lebih sering terlihat normal.
Palpasi.
Letak tumor. Apakah superfi sial atau profunda (di
bawah fasia / pembungkus otot) sangat penting
ditentukan dalam pemeriksan fisik. Lesi yang terletak
superfi sial kemungkinan besar jinak sedangkan lesi
yang terletak di bawah fasia (profunda) sangat
mungkin ganas. Massa yang terletak di bawah fasia
bergerak bersamaan dengan gerakan otot.
Ukuran. Ukuran tumor bisa memberikan data tentang
kemungkinan tumor jinak atau ganas. Tumor dengan
ukuran kurang dari 5 cm dan terletak superfi sial
kemungkinan besar merupakan tumor jinak, sebaliknya
setiap tumor yang letaknya di bawah fasia harus
dicurigai sebagai tumor ganas apalagi dengan diameter
lebih dari 5 cm.
Konsistensi tumor. Konsistensi tumor bisa bervariasi
dari kistik, lunak, dan padat. Konsistensi tumor kistik
dan lunak lebih banyak dikaitkan dengan tumor jinak
sedangkan konsistensi padat sering dikaitkan dengan
tumor ganas.
Batas tumor. Umumnya tumor superfi sial dengan
pemeriksaan palpasi bisa ditentukan batas atau tepi
tumor. Tumor jinak biasanya berbatas tegas karena
memiliki kapsul sedangkan tumor ganas atau infeksi
batasnya sulit ditentukan. Sedangkan pada tumor
profunda, karena letaknya yang dalam, sulit untuk
ditentukan batasnya.
Nyeri. Umumnya tumor jaringan lunak tidak nyeri
atau nyeri minimal bila dilakukan manipulasi. Nyeri
lebih sering terjadi akibat tumor menekan organ lain
seperti syaraf.
Perlekatan. Merupakan informasi yang penting untuk
mengetahui infi ltrasi lokal tumor ke jaringan
sekitarnya. Tumor yang melekat ke jaringan di
bawahnya sebaiknya dicurigai sebagai tumor ganas.
Suhu kulit. Suhu kulit di atas tumor jaringan lunak
umumnya sama dengan suhu kulit dibagian tubuh
lainnya. Bila pada perabaan suhu lebih hangat dari
jaringan sekitarnya patut dicurigai sebagai tumor
jaringan lunak yang ganas dengan infeksi sebagai
diagnosis differensial.
Permukaan tumor. Umumnya tumor jaringan lunak
permukaan rata, tidak berdungkul-dungkul.
d) Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Tes darah seringkali diperlukan untuk menyingkirkan
kondisi lain, mis. Infeksi atau kelainan tulang metabolik
2. Pemeriksaan diagnostic
X-Rays : Pemeriksaan ini dapat memberi informasi
tentang asal tumor apakah berasal dari jaringan lunak atau
tulang dan juga informasi kerusakan tulang akibat
penekanan tumor jaringan lunak. Pemeriksaan ini adalah
pemeriksaan paling umum dan mudah. Pemeriksaan ini
biasanya untuk penampakannya yang patognomonik dan
masih perlu melakukaan pemeriksaan lebih lanjut.
CT Scan : memperluas jangkauan diagnosis x-ray. Ini
menunjukkan ekstensi tumor intraoseus dan ekstraosseus
secara lebih akurat dan hubungannya dengan struktur
sekitarnya.
MRI : memberikan informasi lebih lanjut. Nilai
terbesarnya adalah dalam penilaian penyebaran tumor di
dalam tulan, ke dalam sendi yang didekatnya, dan ke
dalam jaringan lunak. Pembuluh darah dan hubungan
tumor ke ruang perivaskular didefinisikan dengan baik.
MRI juga berguna untuk menilai tumor jaringan lunak dan
lesi tulang rawan
Ultrasonografi. Digunakan sebagai pemeriksaan penyaring
pada tumor jaringan lunak, digunakan untuk membedakan
apakah tumor jinak atau ganas, terutama pada tumor yang
kecil dan superfi sial
PET scan. Merupakan pemeriksaan yang relatif baru saat
ini menggunakan bahan radiofarmaka 18[F]-2-fl uoro2-
deoxy- D-glucose (18F-FDG). FDG bila diinjeksikan ke
dalam tubuh akan terperangkap di dalam sel tumor,
sehingga pemeriksaan ini sangat berguna untuk deteksi
dini keberadaan tumor jaringan lunak
3. Biopsi
Ini adalah metode yang paling pasti untuk mendeteksi tumor
tulang. Biopsi dari tulang dapat diambil oleh dua metode
yaitu inti biopsy jarum atau biopsy terbuka. Biopsi digunakan
untuk mengidentifikasi histologi; penetapan stadium
berdasarkan ukuran tumor, derajat, lokasi tumor (Solomon,
Warwick, & Nayagam, 2012)
2.8.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d massa pada tulang yang menekan syaraf
2. Hambatan mobilitas fisik b.d massa membesar dan kerapuhan
tulang
3. Gangguan citra tubuh b.d terlihat benjolan massa yang membesar
4. Risiko cedera b.d risiko fraktur patologis
2.8.3 Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA OUTCOME IINTERVENSI
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
gerak
jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
Kesulitan membolak
ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
balik posisi
dilakukan
Faktor yang berhubungan :
Kolaborasi:
Nyeri, penurunan kekuatan
Konsultasikan pada ahli terapi fisik
otot
Dukungan Ambulasi:
Kondisi terkait:
Observasi:
Gangguan Muskuloskeletal identifikasi adanya nyeri atau keluhan
fisik lainnya
identifikasi toleransi fisik melakukan
ambulasi
monitor kondisi umum selama
melakukan ambulasi
Terapeutik:
fasilitasi ambulasi dengan alat bantu
(mis. tongkat, kruk)
fasilitasi mobilisasi fisik, jika perlu
libatkan keluarga untuk membantu
pasien meningkatkan ambulasi
Edukasi:
jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
anjurkan melakukan ambu;lasi dini
ajarkan ambulasi sederhana
Kolaborasi:
mental tentang diri fisik Penyesuaian Monitor apakah pasien bisa melihat
Kolaborasi:
Kolaborasi:
1. Osteosarcoma
(c)
Kondrosaroma sentral (a) Foto rontgen khas kondrosarkoma sentral
femur.
(b) Dalam hal ini pasien disajikan dengan fraktur patologis humerus.
Sinar-X menunjukkan penghalusan tulang dengan bintik-bintik sentral
klasifikasi. Di lokasi fraktur, lesi meluas ke jaringan lunak. (c) Reseksi
radikal dilakukan. Pucat berkilau jaringan tulang rawan ditemukan di
rongga meduler dan, di beberapa tempat, menyebar ke luar korteks.
Sebagian besar tulang ditempati oleh jaringan hemoragik. (d) Bagian
histologis menunjukkan lobulus sel tulang rawan yang sangat atipikal,
termasuk sel binukleat.
Chondrosarcoma adalah salah satu tumor ganas yang paling umum
yang berasal dari tulang. Insiden tertinggi adalah dalam dekade keempat
dan kelima dan laki-laki terpengaruh lebih sering daripada wanita
(Solomon, Warwick, & Nayagam, 2012)
3. Ewing’s sarcoma
Sarkoma Ewing diyakini muncul dari endotel sel di sumsum tulang. Ini
paling sering terjadi antara usia 10 dan 20 tahun, biasanya di tulang
tubular dan terutama di tibia, fibula atau tulang selangka.
Pasien datang dengan rasa sakit - sering berdenyut dalam karakter - dan
bengkak. Penyakit umum dan demam, disertai dengan pembengkakan
yang hangat dan lembut. LED yang meningkat, mungkin menunjukkan
diagnosis osteomyelitis (Solomon, Warwick, & Nayagam, 2012).
4. Fibrosarcoma
(a) (b)
Fibrosarcoma (a) Area tulang kehancuran di femoralis kondilus tidak
ada hal khusus yang membedakan. (b) Hasil biopsi menunjukkan
fibroblastik yang sangat atipikal jaringan.
Berikut beberapa faktor yang dianggap sebagai faktor resiko dari tumor
tulang.
1) Usia
Pada kasus tumor tulang memang sedikit berbeda dengan kasus
kanker pada organ lainnya, insidensi tumor tulang lebih sering di jumpai
pada remaja. Seperti osteosarkoma yang secara umum dijumpai pada
remaja dan dewasa muda. Sangat jarang dijumpai pada saat sebelum usia
remaja dan kelihatannya berhubungan dengan pertumbuhan tulang pada
saat remaja (Cancer Research UK, 2014)
2) Riwayat kanker sebelumnya
Riwayat kanker sebelumnya dapat menjadi faktor resiko yang pasti
terjadinya kanker tulang karena dikhawatirkan sudah terjadi metastase ke
tulang. Dan apabila ini didapati tumor tulang dengan riwayat kanker
maka disebut sebagai tumor tulang yang sekunder (National Cancer
Institute, 2008).
3) Riwayat pengobatan kanker
Terpapar radiasi dapat menyebabkan tumor pada tulang. Di
sebutkan bahwa apabila didapati riwayat radioterapi pada area tubuh
yang terdapat tulang, maka ini meningkatkan resiko untuk terjadinya
osteosarcoma pada area tersebut. Resiko ini kecil kemungkinan pada
kebanyakan orang, tetapi beresiko tinggi pada remaja yang terpapar
radioterapi dengan dosis tinggi. (Cancer Research UK, 2014).
4) Penyakit tulang lainnya
Paget’s disease di tulang meningkatkan resiko terjadinya
osteosarcoma, ini terjadi pada pasien dengan usia diatas 60 tahun.
Kondisi langka yang disebut Ollier’s disease (disebut juga
enchondromatosis) meningkatkan resiko berkembangnya
chondrosarcoma. Orang dengan Ollier’s disease mengalami tumor jinak
pada tulang nya, dan 3 dari 10 orang yang terkena Ollier’s disease akan
menjadi chondrosarcoma (Cancer Research UK, 2014).
5) Genetik
Sebuah sindrom yang disebut sebagai Li-Fraumeni syndrome yang
mana terjadi karena kesalahan gen yang turunkan dari orang tua,
meningkatkan resiko terjadinya beberapa kanker, termasuk kanker tulang
(Cancer Research UK, 2014).
2.12 Patofisiologi
Adanya tumor di tulang menyebabkan reaksi tulang normal dengan
respons osteolitik (destruksi tulang) atau respons osteoblastik (pembentukan
tulang). Respon osteolitik merupakan proses destruksi atau penghancuran
tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan tulang. terjadi
destruksi tulang lokal. Pada proses osteoblastik, karena adanya sel tumor
maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru dekat tempat lesi
terjadi, sehingga
terjadi pertumbuhan tulang yang absortif. Beberapa tumor tulang sering
terjadi dan lainnya sangat jarang. Beberapa tidak menimbulkan masalah,
sementara lainnya ada yang segera mengancam jiwa.
Tumor tulang tidak diketahui, tetapi ada kaitan antara peningkatan
aktivitas tulang dan terjadinya tumor tulang primer, tumor tulang sering
terjadi ketika pertumbuhan tulang primer pada puncaknya pada remaja atau
terstimulasi berlebihan selama penyakit, seperti penyakit Pager.
Tumor tulang maligna menyerbu dan menghancurkan jaringan tulang yang
berdekatan dengan menghasilkan zat yang memicu resorpsi tulang atau
dengan menganggu suplai darah tulang. Tumor tulang benigna tidak seperti
maligna, memiliki pola pertumbuhan simetris dan terkendali. Karena mereka
tumbuh, mereka mendorong terhadap jaringan tulang yang berdekatan.
Kelemahan struktur tulang ini hingga menjadi tidak mampu menangani stres
pada penggunaan yang biasa, sering kali menyebabkan fraktur patologis
(LeMone, Burke, & Bauldoff, 2016)
Pathway
27
Destruksi / penghancuran Penatalaksanaa Pertumbuhan tulang Terlihat
tulang n medis abnormal benjolan
Kurang
Spasme otot, kekuatan tulang pengetahuan
serta kerapuhan tulang
Ansietas tentang penyakit Gangguan Citra Tubuh
dan program
terapeutik
Kemampuan gerak menurun Defisien Pengetahuan
Ketidakseimbangan nutrisi :
Kekurangan energi,
kurang dari kebutuhn tubuh
lemas Nyeri Kronis
2.13 Manifestasi Klinis
Pasien dengan tumor tulang datang dengan masalah yang berhubungan
dengan tumor tulang yang sangat bervariasi. dapat tanpa gejala atau dapat
juga nyeri (ringan dan kadang-kadang sampai konstan dan berat), kecacatan
yang bervariasi, dan pada suatu saat adanya pertumbuhan tulang yang jelas.
Kehilangan berat badan, malaise, dan demam dapat terjadi. Tumor kadang
baru terdiagnosis saat terjadinya patah tulang patologik.
Bila terjadi kompresi korda spinalis, dapat berkembang lambat atau cepat.
Defisit neurologik (mis. nyeri progresif, kelemahan, parestesia/kesemutan,
paraplegia/hilangnya kemampuan tubuh untuk menggerakkan anggota tubuh
bagian bawah, retensi urine) harus diidentifikasi awal dan ditangani dengan
laminektomi dekompresi untuk mencegah cedera korda spinalis permanen
(LeMone, Burke, & Bauldoff, 2016).
Tanda dan gejala utama dari tumor tulang maligna/kanker tulang ialah:
a. Nyeri (ringan dan kadang-kadang sampai konstan dan berat). Penderita
kanker tulang akan merasakan nyeri pada area tulang yang terkena.
awalnya, nyeri hanya terasa sesekali, namun akan menjadi semakin
sering seiring pertumbuhan kanker. Nyeri akan semakin terasa saat
bergerak, dan biasanya memburuk di malam hari.
b. Pembengkakan. pembengkakan dan peradangan muncul di area sekitar
tulang yang terkena kanker. apabila pembengkakan terjadi di tulang
dekat persendian, penderita akan sulit menggerakkan sendi.
c. Tulang rapuh. Kanker tulang menyebabkan tulang menjadi rapuh. Bila
semakin parah, cedera ringan saja dapat menyebabkan patah tulang.
Gejala lain yang dapat menyertai tiga tanda utama di atas ialah:
a. berat badan menurun tanpa sebab
b. berkeringat di malam hari
c. tubuh mudah lelah
d. demam
e. sensasi kebas atau mati rasa, bila kanker terjadi di tulang belakang dan
menekan saraf
29
f. sesak napas, bila kanker menyebar ke paru-paru.
2.14 Penatalaksaan
Sasaran penatalaksanaan adalah menghancurkan atau pengangkatan tumor,
Ini dapat dilakukan dengan eksisi bedah (berkisar dari eksisi lokal sampai
amputasi dan disartikulasi), radiasi bila tumor bersifat radiosensitif, dan
kemoterapi (preoperatif, pascaoperatif, dan anjuran untuk mencegah
mikromestastasis). Sasaran utama dapat dilakukan dengan eksisi luas dengan
teknik grafting restoratif, ketahanan dan kwalitas hidup merupakan
pertimbangan penting pada prosedur yang mengupayakan mempertahankan
ekstremitas yang sakit.
Pengangkatan tumor secara bedah sering memerlukan amputasi ekstremitas
yang sakit, dengan tinggi amputasi di atas tumor agar dapat mengontrol lokal
lesi primer. Prosedur mempertahankan ekstremitas hanya mengangkat tumor
dan jaringan di sekitarnya. Bagian yang direksi diganti dengan prostesa yang
telah diukur, artroplasti sendi total, atau jaringan tulang dari pasien sendiri
(autograft) atau dari donor kadaver (alograft). Jaringan lunak dan pembuluh
darah mungkin memerlukan grafting akibat luasnya eksisi. Komplikasi yang
mungkin timbul termasuk infeksi, pelonggaran atau dislokasi prostesis, non-
union alograft, fraktur, devitalisasi kulit dan jaringan lunak, fibrosis sendi,
dan kambuhan tumor. Fungsi dan rehabilitasi setelah pertahanan ekstremitas
bergantung pada kemampuan memperkecil komplikasi dan dorongan positif.
Karena adanya bahaya metastasis pada tumor maligna, maka kombinasi
kemoterapi dimulai sebelum dan dilanjutkan setelah pembedahan sebagai
usaha mengeradikasi lesi mikrometastasis. Harapannya adalah kombinasi
kemoterapi mempunyai efek yang lebih tinggi dengan tingkat toksitas yang
rendah sambil menurunkan kemungkinan resistensi terhadap obat. Terdapat
peningkatan angka bertahan hidup (60%) pada pengangkatan dan pemberian
kemoterapi (doksorubisin hidroklorida dan sisplatin atau metotreksat)
osteosarkoma yang masih terlokalisasi.
Sarkoma jaringan lunak diatas dengan radiasi, eksisi dengan
mempertahankan eksremitas, dan kemoterapi ajuvan.
Penanganan kanker tulang metastasis adalah paliatif, dan sasaran
terapeutiknya adalah mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan pasien
sebanyak mungkin. Terapi tambahan disesuaikan dengan metode yang
digunakan untuk menangani kanker asal. Fiksasi interna fraktur patologik
dapat mengurangi kecacatan dan nyeri yang timbul. Bila perlu, tulang besar
dengan lesi metastasis dapat diperkuat dengan fiksasi interna profilaksis.
Pembedahan dapat diindikasikan pada fraktur tulang panjang.
Bila terdapat hiperkalsemia, penanganan meliputi hidrasi dengan
pemberian cairan salin normal intravena, diuretika, mobilisasi, dan obat-
obatan seperti fosfat, mitramisin, kalsitonim, atau kortikosteroid (LeMone,
Burke, & Bauldoff, 2016).
2.15 Komplikasi
Komplikasi kanker tulang keras atau osteosarkoma pada stadium lanjut
dpat berupa metastase atau penyebaran ke paru atau organ lain. Akibatnya,
organ yang mendapat serangan metastase akan mengalami gangguan.
Berdasar data pengkajian, komplikasi potensial yang dapat timbul antara
lain.
Penyembuhan luka lambat
Defisiensi nutrisi
Infeksi
2.16 Asuhan Keperawatan
2.16.1 Pengkajian
a) Data Dasar, meliputi:
Identitas pasien (nama, jenis kelamin, umur, status
perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan,
alamat, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber informasi).
Identitas penanggung (nama, jenis kelamin, umur, status
perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan,
alamat, dan hubungan dengan pasien).
b) Riwayat Kesehatan, meliputi:
Data yang penting didapatkan dalam eksplorasi riwayat penyakit
adalah (Setiyawan, 2013):
c) Pemeriksaan Fisik
Staging
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan, jika perlu.
Terapeutik:
fasilitasi ambulasi dengan alat
bantu (mis. tongkat, kruk)
fasilitasi mobilisasi fisik, jika perlu
libatkan keluarga untuk membantu
pasien meningkatkan ambulasi
Edukasi:
jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
anjurkan melakukan ambu;lasi dini
ajarkan ambulasi sederhana
Gangguan Citra Tubuh b.d
Setelah dilakukan Peningkatan Citra Tubuh (5220)
pembengkakan akibat
perawatan selama ...x24
tumor, prosedur penanganan Aktivitas-aktivitas :
jam hasil yang
(bedah)
diharapkan dengan Observasi
Domain 6. kelas 3. kode
kriteria hasil:
diagnosis 00118
- Identifikasi dampak dari budaya
Citra Tubuh pasien, agama, ras, jenis kelamin, dan usia
Definisi
terkait dengan citra diri
Konfusi dalam gambaran Pasien dapat
Terapeutik
Edukasi
berinteraksi dengan sumber Tidak ada lecet pada Identifikasi risiko biologis,
Edukasi
Kolaborasi
Observasi:
Identifikasi pengetahuan tentang
pengobatan yang direkomendasikan
identifikasi penggunaan pengobatan
tradisional dan kemungkinan efek
terhadap pengobatan
Terapeutik:
Berikan dukungan untuk menjalani
program pengobatan dengan baik dan
benar
libatkan keluarga untuk memberikan
dukungan pada pasien selama
pengobatan
Edukasi:
Jelaskan manfaat dan efek samping
pengobatan
jelaskan strategi mengelola efek
samping obat
informasikan fasilitas kesehatan yang
dapat digunakan selama pengobatan
anjurkan memonitor perkembangan
keefektifan pengobatan
Observasi:
identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
Terapeutik:
Jadwalkan pendidikan kesehatan
sesuai kebutuhan
Edukasi:
jelaskan tujuan dan manfaat tindakan
yang akan dilakukan
jelaskan perlunya tindakan dilakukan
jelaskan keuntungan dan kerugian jika
tindakan dilakukan
anjurkan bertanya jika ada sesuatu
yang tidam dimengerti sebelum
tindakan dilakukan
anjurkan kooperatif saat tindakan
dilakukan
ajarkan teknik untuk
mengantisipasi/mengurangi
ketidaknyamanan akibat tindakan, jika
perlu
Ansietas b.d penatalaksanaan Reduksi Ansietas
Setelah dilakukan
medis, kurang pengetahuan
perawatan selama ...x24
penanganan Observasi
jam hasil yang
(Domain 9 Kelas 2 Kode Identifikasi saat tingkat ansietas
diharapkan dengan
Diagnosis 00146) berubah
kriteria hasil:
identifikasi kemampuan mengambil
Tingkat Pengatahuan: keputusan
Defisini: Perasaan tidak Perilaku sesuai
nyaman atau kekhawatiran yang anjuran Terapeutik
samar disertai respons otonom Pertanyaan Ciptakan suasana terpeutik untuk
(sumber seringkali tidak tentang masalah menumbuhkan kepercayaan
spesifik atau tidak diketahui yang dihadapi gunakan pendekatan yang tenang
oleh individu); perasaan takut persepsi yang dan meyakinkan
yang disebabkan oleh antisipasi keliru terhadap motivasi mengidentifikasi situasi
terhadap bahaya. hal ini masalah yang memicu kecemasan
merupakan isyarat kewaspadaan berkurang temanni pasien yuntuk mengurangi
yang memperingatkan individu kecemasan, jika memungkinkan
akan adanya budaya dan menjalani
Lampiran :
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tumor tulang benigna/jinak biasanya tumbuh secara lambat,
memiliki batas jelas, memiliki selubung. Tumor tulang jinak menimbulkan
sedikit gejala dan tidak menyebabkan kematian. Neoplasma primer
benigna system musculoskeletal meliputi, osteoma, osteokondroma,
osteoklastoma (giant cell tumor), enkondroma, fibroma, dan lain
sebagainya. Tumor benigna tulang dan jaringan lunak lebih sering
daripada tumor maligna/ganas. (brunner suddarth). Penyebab tumor tulang
jinak belum diketahui secara pasti namun diperkirakan karena adanya
mutasi kromosom RB-1 dan p53. Selain itu penyebabnya bisa karena
adanya trauma atau infeksi yang berulang misalnya Bone infract, paget
disease. Factor lingkungan berupa paparan radiasi/raadioterapi dosis tinggi
juga merupakan factor predisposisi terjadinya tumor tulang ini (Cancer
Research UK, 2014). Manifestasi klinis dari tumor tulang jinak yaitu
asimtomatik atau nyeri (ringan, kadang-kadang sampai konstan, berat),
pembengkakan di dalam atau sekitar tulang serta pergerakan terbatas,
teraba massa pada tulang.
Tumor muskuloskeletal maligna primer relatif jarang dan tumbuh
dari sel jaringan ikat dan penyokong (sarkoma) atau dari elemen sumsum
tulang (mieloma). Tumor muskuloskeletal primer maligna meliputi
osteosarkoma, kondrosarkoma, sarkoma ewing, dan fibrosarkoma.
Sarkoma jaringan lunak meliputi liposarkoma, fibrosarkoma jaringan
lunak, dan rabdomiosarkoma. Tumor tulang biasanya bermetastasis ke
tulang. Sarkoma osteogenik (osteosarkoma) merupakan tumor tulang
primer maligna yang paling sering dan paling fatal. Penyebab terjadinya
tumor tulang ganas yaitu genetika atau faktor keturunan (ada kelainan
genetik yang disebut sindrom Li-Fraumeni),riwayat kanker sebelumnya,
cedera pada tulang, dampak dari pengobatan antikanker yang digunakan
pada anak-anak, dampak dari pengobatan radiasi (overdosis), metastasis
(kanker yang menyebar) ke tulang, pernah menderita hernia umbilikalis,
penderita penyakit Paget, yaitu suatu kondisi dimana tulang menjadi
lemah.
Manifestasi klinis berupa nyeri (ringan dan kadang-kadang sampai
konstan dan berat), pembengkakan, tulang rapuh, berat badan menurun
tanpa sebab, berkeringat di malam hari, tubuh mudah lelah, demam,
sensasi kebas atau mati rasa, bila kanker terjadi di tulang belakang dan
menekan saraf, sesak napas, bila kanker menyebar ke paru-paru. Asuhan
keperawatan pada tumor tulang seperti pada umumnya mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
3.2 Saran
Dari penjelasan di atas, terdapat beberapa penjelasan terkait asuhan
keperawatan pada pasien dengan tumor tulang yang menurut penulis
sangat perlu untuk dipahami oleh perawat agar memberikan asuhan
keperawatan yang berkualitas, dan perawat juga perlu menerapkan peran-
peran agar tujuan meningkatkan kesehatan klien tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Jom, Wim De. 2001. Kanker? Apakah Itu? Pengobatan, Harapan Hidup, dan
Dukungan Keluarga. Jakarta: Arcan
LeMone, P., Burke, K., & Bauldoff, G. (2016). Buku ajar keperawatan medikal
bedah (5 ed., Vol. 4). Jakarta: EGC.
Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., & Bucher, L. (2014). Medical-
surgical nursing : assessment and management of clinical problems (14
ed.). Elsevier.
Prince, S.A., Lorraine MC. W., (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 6. Vol. 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S., & Bare, B. (2002). Buku ajar keperawatan medikal-bedah Brunner
& Suddarth (8 ed., Vol. 3). Jakarta: EGC.