Anda di halaman 1dari 17

Nama : Putri Eka Apriliana

Nim : 20191509
Kelas : 2B/D3 Keperawatan
Makul : Keperawatan Anak

OKSIGENASI

A. Pengertian
Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen O 2 ke dalam sistem (kimia atau
fisika). Oksigenasi merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat
dibutuhkan dalam proses metabolisme se. Sebagai hasilnya, terbentuklah karbon
dioksida, energi, dan air. Akan tetapi penambahan CO 2 yang melebihi batas normal pada
tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap aktifitas sel. (Wahid
Iqbal Mubarak, 2007)
B. Masalah Yang Berhubungan
1. Hypoxia (ketidak cukupan oksigen dalam tubuh, dari gas yang diinspirasi ke jaringan)
Penyebab :
a. Gangguan pernapasan
b. Gangguan peredaran darah
c. Gangguan sistem metabolisme
d. Gangguan permeabilitas jaringan untuk mengikat oksigen (nekrose)
2.Hyperventilasi (Jumlah udara dalam paru berlebihan)
Tanda dan gejala :
a. Pusing
b. Nyeri kepala
c. Henti jantung
d. Koma
e. Ketidakseimbangan elektrolit
3.Hypoventilasi (ventilasi tidak mencukupi kebutuhan tubuh)
Tanda dan gejala :
a. Napas pendek
b. Nyeri dada
c. Sakit kepala ringan
d. Pusing dan penglihatan kabur
4. Cheyne stroke (bertambah dan berkurangnya ritme respirasi)
5. Kusmaul’s (peningkatan kecepatan dan kedalaman bernapas)
6. Apneu (henti napas)
7. Biot’s (napas dangkal)
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Patologi
1. Penyakit pernapasan menahun (TBC, bronkitis, asma)
2. Infeksi, fibrosis kritik, influenza
3. Penyakit sistem saraf
4. Depresi SSP
5. Cedera serebrovaskular
Manurasional
1. Bayi prematur yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan.
2. Bayi dan taddler, adanya resiko infeksi saluran pernapasan dan merokok.
3. Anak usia sekolah dan remaja, resiko infeksi saluran pernapasan dan merokok.
4. Dewasa muda dan pertengahan, diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, stress yang
mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru.
5. Dewasa tua, adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan arterios
klerosis, elestisitas menurun, ekspansi paru menurun.
Situasional (personal, lingkungan)
1. Berhubungan dengan mobilitas sekunder akibat : pembedahan atau trauma nyeri,
ketakutan, ancietas, keletihan.
2. Berhubungan dengan kelembaban yang sangat tinggi atau kelembaban rendah.
3. Berhubungan dengan menghilangnya mekanisme pembersihan siliar, respon inflamasi,
dan peningkatan pembentukan lendir sekunder akibat rokok, pernapasan mulut.
D. Batasan Karakteristik
Mayor
 Perubahan frekuensi pernafasan atau pola pernafasan (dari biasanya)
 Perubahan nadi (frekuensi, Irama dan kualitas)
 Dispnea pada usahan napas
 Tidak mampu mengeluarkan sekret dijalan napas
 Peningkatan laju metabolik
 Batuk tak efektif atau tidak ada batuk
Minor
 Ortopnea
 Takipnea, Hiperpnea, Hiperventilasi
 Pernafasan sukar atau berhati-hati
 Bunyi nafas abnormal
 Frekuensi, irama, kedalaman. Pernafasan abnormal
 Kecenderungan untuk mengambil posisi 6 titik (dukuk, lengan pada lutut, condong
kedepan)
 Bernafas dengan bibir dimonyongkan dengan fase ekspirasi yang lama
 penurunan isi oksigen
 Peningkatan kegelisahan
 Ketakutan
 Penurunan volume tidal
 Peningkatan frekuensi jantung
E. Manifestasi Klinik 
- suara napas tidak normal.
- perubahan jumlah pernapasan.
- batuk tidak ada atau tidak efektif
- Penggunaan otot tambahan pernapasan.
- Dispnea.
- kesulitan untuk bernapas
- Penurunan ekspansi paru.
- Takhipnea
- sputum
F. Fokus Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
- Masalah keperawatan yang pernah dialami.
- pernah mengalami perubahan pola pernapasan.
- pernah mengalami batuk dengan sputum.
- Pernah mengalami nyeri dada.
- Aktivitas apa saja yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala diatas.
1. Riwayat kardiovaskuler
- Apakah sering mengalami ISPA, alergi, batuk, asma, TBC, dan lain-lain ?
- Bagaimana frekuensi setiap kejadian.
2. Riwayat kardiovaskuler
- Pernah mengalami penyakit jantung (gagal jantung, gagal ventrikel kanan, dll) atau
peredaran darah.
3. Gaya hidup
- Merokok, keluarga perokok, lingkungan kerja dengan perokok, lingkungan dekat
dengan polusi udara.
b. Pemeriksaan fisik
1. Mata
- konjungtiva pucat (karena anemia)
- konjungtiva sianosis (karena hipoksemia)
- konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak dan endokarditis)
2. Kulit
- sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer)
- penurunan turgor (dehidrasi)
- edema
- edema periorbital
3. Jari dan kuku
- sianosis
- clubbing finger
4. Mulut dan bibir
- membrane mukosa sianosis
- bernapas dengan mengerutkan mulut
5. Hidung
- pernapasan dengan cuping hidung.
6. Vena leher
- adanya distensi atau bendungan
7. Dada
- Reaksi otot bantu pernapasan (karena peningkatan aktivitas pernapasan, dispnea,
obstruksi jalan pernapasan)
- Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dan dada kanan.
- Tactil fremitus, thrills (getaran pada dada karena udara atau suara melewati saluran
atau rongga pernapasan)
- Suara napas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial)
- Suara napas tidak normal (rales, ronkhi, whezing, fiction rub/pleural friction)
- Bunyi perkusi (resonan, hiperesonan, dullnes)
8. Pola pernapasan
- Pernapasan normal (eupnea)
- Pernapasan cepat (tacypnea)
- Pernapasan lambat (bradypnea)
c. Pemeriksaan penunjang
- EKG
- Echocardiography
- Kateterisasi jantung
- Angiografi
G. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang biasa terjadi pada pasien dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi diantaranya adalah :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas
ditandai dengan spasme jalan napas, sekresi tertahan, penumpukan
sekret/banyaknya mukus, adanya benda asing di jalan napas.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, hipoventilasi,
kelelahan.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi,
perubahan membran kapiler alveolar.
H. Intervensi Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas ditandai
dengan spasme jalan napas, sekresi tertahan, penumpukan sekret/banyaknya mukus,
adanya benda asing di jalan napas.
 Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah bersihan jalan
napas tidak efektif teratasi dengan
 Kriteria hasil : mendemonstrasikan batuk efektif, dan suara nafas bersih, tidak ada
sianosis dan dispnea, menunjukkan jalan nafas yang paten.
 Intervensi :
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi misal : semifowler.
 Lakukan fisioterapi dada jika perlu.
 Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.
 Auskultasi suara nafas dan catat adanya suara nafas tambahan misal ronkhi.
 Berikan bronkodilator bila perlu.
 Kolaborasi dengan pemberian terapi O2.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, hipoventilasi, kelelahan.
 Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien menunjukkan
keefektifan pola nafas, dengan
 Kriteria hasil : suara nafas bersih, tidak ada sianosis, dispnea, menunjukkan jalan
nafas yang paten (tidak meraa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam
rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) dan TTV dalam rentang normal.
 Intervensi :
 Monitor vital sign.
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
 Lakukan fisioterapi dada jika perlu.
 Keluarkan sekret denggan batuk atau suction.
 Auskultasi suara nafas dan catat adanya suara nafas tambahan.
 Pertahankan jalan nafas yang paten.
 Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi.
 Berikan bronkodilator bila perlu.
 Kolaborasi dalam pemberian terapi O2.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi,
perubahan membran kapiler alveolar.
 Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah keperawatan
gangguan pertukaran gas teratasi dengan
 Kriteria hasil : mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang
adekuat, suara nafas bersih, tidak ada sianosis dan dispneu, TTV rentang normal.
 Intervensi :
 Beri posisi ventilasi maksimal.
 Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.
 Auskultasi suara nafas dan catat adanya suara nafas tambahan.
 Monitor pola nafas bradipnea, takipnea.
 Monitor TTV, AGD.
 Observasi sianosis.
 Kolaborasi bronkodilator, nebulezer, dan terapi oksigen.
I. Implementasi
1. Memonitor TTV
2. Mengubah posisi pasien untuk memaksimalkan dalam bernafas.
3. Memberikan terapi pada pasien untuk mengeluarkan sekret (jika perlu)
4. Berkolaborasi dengan tim medis lain.
J. Evaluasi
S: Pasien mengatakan sesak napasnya sedikit berkurang, tubuhnya masih lemas
O : Pasien tampak lemas
RR: ...x/menit
Nadi:...x/menit
TD: ....
A : masalah sedikit teratasi
P : lanjutkan intervensi:
- Berkolaborasi dengan tim medis
- Monitor TTV
KARDIOVASKULER

Wawancara :
1.      Keluhan utama
Tanyakan tentang gangguan terpenting yang dirasakan klien sehingga ia perlu
pertolongan. Keluhan yang harus diperhatikan antara lain sesak napas, nyeri dada
menjalar ke arah lengan, cepat lelah, batuk lendir atau berdarah, pingsan, berdebar-debar,
dan lainnya sesuai dengan patologi penyakitnya.
2.      Riwayat penyakit sekarang (RPS)
Tanyakan tentang perjalanan penyakit sejak keluhan hingga klien meminta
pertolongan. Misal :
a.         tanyakan sejak kapan keluhan dirasakan,
b.         berapa kali keluhan terjadi,
c.         bagaimana sifat keluhan,
d.        kapan dan apa penyebab keluhan,
e.         keadaan apa yang memperburuk dan memperingan keluhan,
f.          bagaimana usaha untuk mengatasi keluhan sebelum meminta pertolongan,
g.         berhasilkan tindakan tersebut
3.      Riwayat penyakit terdahulu (RPD)
Tanyakan tentang penyakit yang pernah dialami sebelumnya :
a.         tanyakan apakah klien pernah dirawat sebelumnya
b.         dengan penyakit apa,
c.         pernahkah mengalami sakit yang berat
4.      Riwayat tambahan disesuaikan dengan patologi penyakitnya
a.         riwayat keluarga
b.         riwayat pekerjaan
c.         riwayat geografi
d.        riwayat alergi
e.         kebiasaan sosial
f.          kebiasaan merokok
Pemeriksaan fisik (umum) (Chepalokaudal)
Keadaan Umum : KU baik/sedang/lemah
Kesadaran : Compos Mentis, Apatis, Stupor, Koma
Vital sign :  TD: ____mmHg,  RR: ___x/mnt,  N: ____x/mnt,  S: ___oC   BB/TB :
Kepala :
Bentuk mesosepal ataukah ada kelainan, adakah jejas
Rambut ______________
Telinga _______________
Hidung _______________
Mata  ________________
Mulut dan gigi : ________
Leher :
Kaji adanya pembesaran leher, kaji adanya JVP (misal pembesaran lnn (-), peningkatan JVP
(-)
Thoraks :
Inspeksi       :   Lihat adanya jejas, lihat gerak dada dan pengembangan dada, adakah kelainan,
lihat adanya retraksi dada, sesuaikan dengan alasan masuk
Palpasi         :   Kaji pengembangan dada, rasakan adakah perbedaan antara dada kanan dan
kiri
Perkusi        :   Lakukan perkusi pada semua area paru
Auskultasi   :   Lakukan auskultasi pada semua area paru dan jantung
Pemeriksaan fisik sistem kardiovaskuler
Secara topografik jantung berada di bagian depan rongga mediastinum
Bagian dada yang ditempati oleh proyeksi jantung yang seperti terlukis di atas itu
dinamakan prekordium
ALAT YANG DIPERLUKAN : Double Lumen-Stetoskop dan Timer
Pertimbangan umum :
o    Pakaian atas pasien harus disiapkan dalam keadaan terbuka.
o    Ruang pemeriksaan harus tenang untuk menampilkan auskultasi yang adekuat.
o    Tetap selalu menjaga privacy pasien
o    Prioritaskan dan perhatikan untuk tanda-tanda kegawatan.
Inspeksi Jantung
Tanda-tanda yang diamati :
1.        bentuk prekordium
2.        Denyut pada apeks jantung
3.        Denyut nadi pada dada
4.        Denyut vena
Bentuk prekordium :
1.        Pada umumnya kedua belah dada adalah simetris
2.        Prekordium yang cekung dapat terjadi akibat perikarditis menahun, fibrosis atau
atelektasis paru, scoliosis atau kifoskoliosis
3.        Prekordium yang gembung dapat terjadi akibat dari pembesaran jantung, efusi
epikardium, efusi pleura, tumor paru, tumor mediastinum
Denyut apeks jantung
1.      Dalam keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau berdiri iktus terlihat
di dalam ruangan interkostal V sisi kiri agak medial  dari linea midclavicularis sinistra
2.      Pada anak-anak iktus tampak pada ruang interkostal IV
3.      Sifat iktus :
a.         Pada keadaan normal, iktus hanya merupakan tonjolan kecil, yang sifatnya
local. Pada pembesaran yang sangat pada bilik kiri, iktus akan meluas.
b.         Iktus hanya terjadi selama systole. Oleh karena itu, untuk memeriksa iktus, kita
adakan juga palpasi pada a. carotis comunis untuk merasakan adanya gelombang
yang asalnya dari systole.
Denyutan nadi pada dada
1.        Apabila di dada bagian atas terdapat denyutan maka harus curiga adanya kelainan pada
aorta
2.        Aneurisma aorta ascenden dapat menimbulkan denyutan di ruang interkostal II kanan,
sedangkan denyutan dada di daerah ruang interkostal II kiri menunjukkan adanya dilatasi
a. pulmonalis dan aneurisma aorta descenden
Denyut vena
1.        Vena yang tampak pada dada dan punggung tidak menunjukkan denyutan
2.        Vena yang menunjukkan denyutan hanyalah vena jugularis interna dan eksterna
Palpasi jantung
Urutan palpasi dalam rangka pemeriksaan jantung adalah sebagai berikut :
1.        Pemeriksaan iktus cordis
2.        Pemeriksaan getaran / thrill
3.        Pemeriksaan gerakan trachea
Pemeriksaan iktus cordis
1.        Hal yang dinilai adalah teraba tidaknya iktus, dan apabila teraba dinilai kuat angkat
atau tidak
2.        Kadang-kadang kita tidak dapat melihat, tetapi dapat meraba iktus
3.        Pada keadaan normal iktus cordis dapat teraba pada ruang interkostal kiri V, agak ke
medial (2 cm) dari linea midklavikularis kiri.
Pemeriksaan getaran/thrill
1.      Adanya getaran seringkali menunjukkan adanya kelainan katub bawaan atau penyakit
jantung congenital.
2.      Disini harus diperhatikan :
a.         Lokalisasi dari getaran
b.         Terjadinya getaran : saat systole atau diastole
c.         Getaran yang lemah akan lebih mudah dipalpasi apabila orang tersebut
melakukan pekerjaan fisik karena frekuensi jantung dan darah akan mengalir lebih
cepat.
d.        Dengan terabanya getaran maka pada auskultasi nantinya akan terdengar bising
jantung
Pemeriksaan gerakan trakhea
1.        Pada pemeriksaan jantung, trachea harus juga diperhatikan karena anatomi trachea
berhubungan dengan arkus aorta
2.        Pada aneurisma aorta denyutan aorta menjalar ke trachea dan denyutan ini dapat teraba
Perkusi jantung
1.        Kita melakukan perkusi untuk menetapkan batas-batas jantung
a.         Batas kiri jantung
b.         Batas kanan jantung
2.        Perkusi jantung mempunyai arti pada dua macam penyakit jantung yaitu efusi
pericardium dan aneurisma aorta

Batas kiri jantung


1.        Kita melakukan perkusi dari arah lateral ke medial.
2.        Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif kita tetapkan sebagai
batas jantung kiri
3.        Normal
Atas : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung)
Bawah : SIC V kiri agak ke medial linea midklavikularis kiri ( tempat iktus)
Batas kanan jantung
1.      Perkusi juga dilakukan dari arah lateral ke medial.
2.      Disini agak sulit menentukan batas jantung karena letaknya agak jauh dari dinding
depan thorak
3.      Normal :
Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal III-IV kanan,di linea
parasternalis kanan
Sedangkan batas atasnya di ruang interkostal II kanan linea parasternalis kanan
Auskultasi jantung
1.        Auskultasi jantung menggunakan alat stetoskop duplek, yang memiliki dua corong
yang dapat dipakai bergantian.
2.        Corong pertama berbentuk kerucut (bell) yang sangat baik untuk mendengarkan suara
dengan frekuensi tinggi (apeks)
3.        Corong yang kedua berbentuk lingkaran (diafragma) yang sangat baik untuk
mendengarkan bunyi nada rendah
Pada auskultasi diperhatikan 2 hal, yaitu :
1.        Bunyi jantung : Bunyi jantung I dan II
a.         BJ I : Terjadi karena getaran menutupnya katup atrioventrikularis, yang terjadi
pada saat kontraksi isometris dari bilik pada permulaan systole
b.         BJ II : Terjadi akibat proyeksi getaran menutupnya katup aorta dan a. pulmonalis
pada dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada permulaan diastole
c.         BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I
2.        Bising jantung / cardiac murmur
Bunyi jantung 1 (S1)
1.        Daerah auskultasi untuk BJ I :
a.         Pada iktus : katub mitralis terdengar baik disini.
b.         Pada ruang interkostal IV – V kanan, pada tepi sternum : katub trikuspidalis
terdengar disini
c.         Pada ruang interkostal III kiri, pada tepi sternum : merupakan tempat yang baik
pula untuk mendengar katub mitral.
2.        Intensitas BJ I akan bertambah pada apek pada:
a.         stenosis mitral
b.         interval PR (pada EKG) yang begitu pendek
c.         pada kontraksi ventrikel yang kuat dan aliran darah yang cepat misalnya pada
kerja fisik, emosi, anemia, demam dll.
3.        Intensitas BJ I melemah pada apeks pada :
a.         shock hebat
b.         interval PR yang memanjang
c.         decompensasi hebat.
Bunyi jantung 2 (S2)
1.        Intensitas BJ II aorta akan bertambah pada :
a.         hipertensi
b.         arterisklerosis aorta yang sangat.
2.        Intensitas BJ II pulmonal bertambah pada :
a.         kenaikan desakan a. pulmonalis, misalnya pada : kelemahan bilik kiri, stenosis
mitralis, cor pulmonal kronik, kelainan cor congenital
3.        BJ I dan II akan melemah pada :
a.         orang yang gemuk
b.         emfisema paru-paru
c.         perikarditis eksudatif
d.        penyakit-penyakit yang menyebabkan kelemahan otot jantung
Bising jantung
1.        Apakah bising terdapat antara BJ I dan BJ II (=bising systole), ataukah bising
terdapat antara BJ II dan BJ I (=bising diastole). Cara termudah untuk menentukan bising
systole atau diastole ialah dengan membandingkan terdengarnya bising dengan saat
terabanya iktus atau pulsasi a. carotis, maka bising itu adalah bising systole.
Tentukan lokasi bising yang terkeras.
2.        Tentukan arah dan sampai mana bising itu dijalarkan. Bising itu dijalarkan ke
semua arah tetapi tulang merupakan penjalar bising yang baik, dan bising yang keras
akan dijalarkan lebih dulu.
3.        Perhatikan derajat intensitas bising tersebut, Ada 6 derajat bising :
a.         Bising 1 yang paling lemah yang dapat didengar. Bising ini hanya dapat didengar
dalam waktu agak lama untuk menyakinkan apakah besar-benar merupakan suara
bising.
b.         Bising 2 lemah, yang dapat kita dengar dengan segera.
c.         Bising 3 dan 4 adalah bising yang sedemikian rupa sehingga mempunyai
intensitas diantara 2 dan 5.
d.        Bising 5 yang sangat keras, tapi tak dapat didengar bila stetoskop tidak diletakkan
pada dinding dada.
e.         Bising 6 yang dapat didengar walaupun tak menggunakan             stetoskop.
4.        Perhatikan kualitas dari bising, apakah kasar, halus, bising gesek, bising yang
meniup, bising yang melagu
Pemeriksaan pembuluh darah perifer
1.        Pada pemeriksaan pembuluh darah perifer hal yang biasa dilakukan adalah palpasi
nadi.
2.        Pada pemeriksaan yang rutin yang dilakukan adalah palpasi nadi dari a. radialis.
3.        Pada palpasi nadi harus diperhatikan hal-hal di bawah ini :
a.     Frekuensi nadi
b.    Tegangan nadi
c.     Irama nadi
d.    Macam denyut nadi
e.     Isi nadi
f.     Bandingkan nadi a. radialis ka & ki
g.    Keadaan dinding arteri
4.        Pemeriksaan JVP, posisikan pasien 30o, kemudian hitung peninggian  JVP, normalnya
2,5 s.d. 5 cm
Pemeriksaan diagnostik/penunjang
Alat Diagnostik
1.        Gas Darah Arteri atau ABG (Arterial Blood Gas) ; dapat diindikasikan dan memonitor
level oksigenasi dalam darah.
2.        Rontgen Dada ; untuk memeriksa struktur jantung dan ukuran, dilatasi arteri
pulmonalis utama, kongesti paru, efusi pleura atau efusi jantung, ada atau tidaknya pacu
jantung serta posisi pacu jantung, kateter intrakardia, dan kateter arteri pulmonalis.
3.        EKG (Elektrokardiogram), EKG 12 lead direkomendasikan dan sangat berarti dalam
menyediakan informasi untuk diagnosis jantung.
4.        Ekokardiogram, pemeriksaan yang menggunakan gelombang ultrasonic untuk
mendapatkan dan menampilkan gambaran struktur jantung, gerakan jantung, dan
abnormalitas seperti stenosis katub aorta dan katub mitral, prolapse katub mitral dan
regurgitasi , insufisiensi aorta, defek septum atrium dan efusi pericardial.
5.        Ekokardiografi Transesofageal (TEE), pemeriksaan ini mengkombinasikan ultrasound
dan endoskopi. TEE adalah cara yang tepat untuk memonitor fungsi jantung selama
bedah jantung terbuka karena probe esophageal dapat dimasukkan dan ditinggal di posisi
yang sama selama operasi.
6.        Tes Stres, tes ini dikenal sebagai elektrokardiografi latihan, dan untuk individu yang
dapat menoleransi latihan, tes yang dilakukan meliputi mengayuh sepeda stationer atau
berjalan di treadmill sambil dipasang mesin EKG.
7.        Kateter arteri Pulmonalis (PAC/Pulmonary Artery Catheter), kateter invasif yang
memiliki ujung balon dimasukkan oleh dokter ke dasar kapiler paru melalui interna
jugularis, femur, atau vena subclavia. Kateter ini digunakan untuk mengukur tekanan
vena pulmonalis dan menyediakan data tekanan jantung kanan dan kiri, curah jantung,
temperatur inti dan saturasi oksigen halnya resistensi vascular paru. Kateter ini tetap
membuka dengan tetesan IV yang pelan dan membutuhkan bilas yang periodic dengan
activator bilas manual. Kateter ini memiliki tekanan transducer dekat dengan aktivator
bilas, dimana mengubah energi mekanis yang disalurkan melalui kateter dari jantung ke
energy listrik yang dapat dilihat melalui monitor jantung. Transducer ini juga dapat
memeriksa suhu inti tubuh pasien dengan memasangkan konektor termistor dari PAC ke
monitor jantung.
8.        Kateterisasi Jantung (CC/Cardiac Catheterization), digunakan untuk mengukur tekanan
di jantung dan memberikan gambaran visual aliran darah melalui cairan yang
diinjeksikan ke ruang jantung atau arteri coroner. CC menunjukkan bagaimana fungsi
jantung dan apakah ada sumbatan arteri coroner.
Jantung pasien dikaji masuk lewat tusukan femur. Jika pasien melakukan kateterisasi
jantung kanan, vena femur yang tusuk, dan jika kateterisasi jantung kiri, femur arteri
yang ditususk. Saat tekanan sudah didapatkan, cairan marker diinjeksikan untuk melihat
fungsi ruang jantung dan memberi gambaran visual arteri coroner ( untuk kateterisasi
jantung kiri saja).
Tes Laboratorium
Level serum darah diuji secara rutin untuk mementukan konsentrasi elektrolit yang dapat
mempengaruhi fungsi jantung.
Organ lain seperti ginjal, hati dan sistem pernapasan serta metabolism glukosa diperiksa
untuk mengidentifikasi disfungsi organ.
Isoenzim jantung menentukan apakan kematian sel miokardial sudah terjadi / belum. Level
enzim perlu diamati untuk megetahui infark miokard.
Level lemak penting untuk menentukan faktor resiko penyakit arteri coroner.
Status hematologis pasien dapat menentukan anemia atau infeksi yang disebabkan oleh
penyakit jantung atau gangguan koagulasi.
Nilai abnormal kimia darah dapat mempengaruhi kontraktilitas jantung dan penting untuk
dievaluasi.
1.        Tes Laboratorium : Elektrolit terdiri dari Kalium, Kalsium, Magnesium, Natrium
2.        Tes Laboratorium : Hematologi terdiri dari Sel Darah Merah (RBC), Sel Darah Putih
(WBC)
3.        Tes Laboratorium : Level Kolesterol terdiri dari Kolesterol, HDL dan LDL,
Trigliserida
4.        Tes Laboratorium :
a.         Enzim Jantung (Marker) terdiri diri Isoenzim yaitu
1)        Kreatin fosfokinase (CPK/creatine phosphokinase) atau lebih dikenal CK
(creatine kinase) atau keratin kinase. CPK disusun oleh tiga isoenzim atau
subunit yang ditemukan bervariasi di jaringan otak dan otot.
2)        CK – BB mengindikasi konsentrasi kreatinin kinase yang ditemukan di paru-
paru, kandung kemih, otak dan gastrointestinal. Hasil ini akan meningkat
setelah kecelakaan serebrovaskular (CVA/ cerebral vascular accident) atau
stroke otak. Nilai normalnya adalah 0 – 1%.
3)        CK – MM isoenzim ini ditemukan dalam otot rangka dan miokardium. Nilai
normalnya 95-100%.
4)        CK – MB isoenzim ini secara khusus ditemukan dalam sel miokardium.
Serum ini dianggap indicator yang paling specifik atau “gold standard” untuk
mendiagnosis infark miokard dalam 24 jam pertama dari gejala dan onset.
Isoenzim ini akan meningkat dari 4 – 8 jam setelah infark miokard puncaknya
antara 15 – 24 jam, tetap meningkat selama 48 – 72 jam dan kembali normal
setelah 3 hari jika tidak ada kerusakan jantung yang lebih lanjut. Nilai
normalnya 0 – 6% total CK.
b.         Laktat Dehidrogenase (LDH), enzim ini berkontribusi untuk metabolisme
korbohidrat dan ditemukan di jantung, ginjal dan sel darah merah. LDH sangat
berguna untuk diagnosis lanjutan MI setelah CK – Mbkembali normal.
c.         Troponin, adalah protein yang sangat spesifik pada otot jantung dan akan
meningkat secara cepat di aliran darah seperti halnya CK – MB setelah MI.
Troponin tidak dapat dideteksi pada orang sehat dan setiap cedera otot kecuali
cedera otot jantung
d.        Mioglobin, enzim jantung lain yang penting yang dapat digunakan pada deteksi
paling awal untuk MI.
e.         Peptide natriuretic Tipe B (BNP), adalah neurohormon yang disekresi oleh
ventrikel jantung dalam respon regangan ventrikel dan overload. Ini adalah indikator
yang terbaik untuk diagnosis dan prognosis gagal jantung (HF). Dengan
menggunakan tes darah ini, pasien dapat ditangani dengan cepat untuk gagal
jantung.
HEMATOLOGI

Anamnesa
1. Mengucapkan salam dan persilahkan duduk.
2. Menanyakan identitas
 Nama
 Usia
 Alamat
 Pekerjaan
 Status
3. Melakukan inform consent
 Tujuan pemeriksaan
 Cara pemeriksaan
 Keamanan dan kenyamanan
 Kesediaan
4. Keluhan utama dan sudah berapa lama.
5. Riwayat penyakit sekarang (demam, pusing).
6. Anamnesis sistem :
a. Sistem panca indra
 Mata : kabur, kunang-kunang.
 Lidah : terasa licin atau tidak.
 Gusi : mudah berdarah atau tidak.
b. Sistem respirasi
Batuk /tidak (kering, berdahak (warnanya)), sesak napas, nyeri dada.
c. Sistem kardiovaskuler
Jantung terasa berdebar.
d. Sistem GEH
Mual, muntah, sakit perut, BAB (berapa x sehari, warna).
e. Sistem urogenital/reproduksi
BAK (warna), menstruasi.
f. Sistem kulit
Rambut rontok, tanda perdarahan (petekie, purpura, ekimesos), gatal.
g. Sistem muskuloskeletal.
Nyeri sendi, nyeri tulang, nyeri otot.
h. Sistem hematologi/imunologi
Lemah, letih, pucat, mimisan, mudah hematom.
7. Riwayat penyakit dahulu
 Sakit yang sama
 GOUT
 DM
 TBC
 Thalasemia
 Asma
 RA
 SLE
 Hepatitis
 Teroiditis
 HIV
 Hemofilia
8. Riwayat penyakit keluarga
Sama seperti riwayat penyakit dahulu tapi ini yang terkena penyakit adalah keluarga dan
seberapa dekat pasien dengan keluarga.
9. Riwayat psikososial
 Pola makan (berapa kali sehari)
 Komposisi makan (daging dan sayur)
 Minum air putih
 Keadaan lingkungan
 Alkohol dan obat-obatan
 Begadang dan riwayat minum kopi.
10. Riwayat pengobatan
 riwayat pengobatan dan pemberian obat
 Alergi obat.
DS :
DO :

Anda mungkin juga menyukai