lebih, atau merasa kurang terhadap apa yang dia peroleh jika menjalankan usaha dengan cara-cara
yang sah. Korupsi merupakan tindakan yang tidak lepas dari pengaruh kekuasaan dan
kewenangan yang dimiliki oleh individu maupun kelompok, dan dilaksanakan baik sebagai kejahatan
individu (professional) maupun sebagai bentuk dari kejahatan korporasi (dilakukan denga kerjasama
antara berbagai pihak yang ingin mendapatkan keuntungan sehingga membentuk suatu struktur
organisasi yang saling melindungi dan menutupi keburukan masing-masing). Korupsi merupakan
cerminan dari krisis kebijakan dan representasi dari rendahnya akuntabilitas birokrasi publik.
Korupsi juga dapat terjadi karena kurangnya kesadaran untuk mematuhi prinsip
“mempertahankan jarak”. Ketika di dalam tatanan sosial masyarakat Indonesia yang
menjujung tinggi konsep keluarga besar menjadi sebuah faktor individu untuk berada di
situasi yang sulit dalam menutupi kekurangan ekonomi, pengaruh-pengaruh dari keluarga
dan kerabat dapat menyebabkan munculnya sikap untuk melakukan kecurangan dan
pelanggaran hukum. Individu yang melakukan korupsi gagal dalam memilah antara
kepentingan pribadi dengan kepentingan umum. Korupsi terjadi karena hilangnya rasa
tanggung jawab dan rasa malu di dalam diri pelakunya.
Korupsi juga tidak datang begitu saja di pikiran seorang pelaku. Dia dipahami
seabagai suatu tindakan melanggara hukum dan diperoleh melalui proses belajar. Sesuai
dengan teori different association, kemungkinan terbesar aksi pelanggaran hukum ini
dipelajari ketika seseorang mulai belajar melakukan bisnis atau usaha untuk mencari
keuntungan. Semakin kuatnya paham setiap pelaku bisnis bahwa mendapatkan keuntungan
(materil) adalah tujuan utama dari suatu bisnis, menyebabkan pelangaran hukum, seperti
korupsi, menjadi hal yang lumrah untuk dilakukan. Selain itu, semakin bertambahnya
anggota yang memiliki paham yang sama tentang keuntungan tersebut, menjadikan
korupsi sebagai lahan untuk mencari uang sehingga membuka lebar untuk terjadinya
tindakan kejahatan korporasi.
Sangsi bagi para koruptor : Indonesia telah memiliki hukum yang dibangun dalam
rangka memberantas korupsi, misalnya UU No 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan
Korupsi, UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No 30 Tahun 2002 yang mengatur tentang
Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun pendekatan hukum di Indonesia masih dilakukan
dalam koridor paradigma kekuasaan. Pendekatan hukum dalam bentuk ini merupakan
pendekatan hukum yang feodalis dan diskriminatif karena untuk memeriksa pejabat tinggi
negara harus terlebih dahulu memperoleh izin dari Presiden Hal ini dinilai bisa menjadi
tameng dan perlindungan bagi mereka untuk lolos dari jeratan hukum.
Indonesia adalah negara hukum, dan hukum itu harus ditegakkan sesuai dengan undang-
undang yang berlaku, semua yang melakukan pelanggaran harus di hukum setimpal dengan apa
yang telah di perbuatnya.
Putusan hukum terhadap para pelaku kejahatan korupsi ini tidak memunculkan efek jera
terhadap pelaku-pelaku korupsi baru. Seluruh warga Indonesia hendaknya secara bersama-sama
mencari jalan keluar untuk mencegah dan memberantas korupsi yang sedang merajalela di tanah
bumi Indonesia ini, dan itu semua wajb kita perjuangkan demi apa yang selama ini kita inginkan yaitu
sebagai negara yang bebas dari korupsi.
Negara Indonesia tanpa korupsi, pasti kehidupan rakyat akan lebih baik, tidak
dipungkiri akan bisa lebih maju dari pada negara tetangga , karena Indonesia adalah
negara kaya sumber daya alam, jika kita punya uang untuk membeli alat, tak perlu lagi
mengolah sesuatunya diluar negeri, kita masih memiliki anak bangsa yang mampu
mengerjakan atau mengelola sumber daya alam dengan baik.
dahuluan
sebelumnya. Sebaliknya, apabila sosialisasi nilainilai yang ditanamkan keluarga kurang terserap
para remaja.
dunia maya.