Anda di halaman 1dari 30

Bab III Rona Lingkungan Hidup Awal

Dokumen Andal Reklamasi Pantai Pulau Karajaan

BAB 3
RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL

3.1. Komponen Geo-Fisik-Kimia


Komponen lingkungan fisik kimia di wilayah rencana kegiatan Reklamasi
Pantai Pulau Karajaan Kotabaru yang ditelaah meliputi data iklim, kualitas udara
dan kebisingan, geomorfologi dan geologi, hidro-oseanografi serta kualitas air
laut.

3.1.1. Iklim
Data klimatologi di lokasi kegiatan diperoleh dari stasiun meteorologi
Kabupaten Kotabaru. Parameter iklim yang dianalisis meliputi curah hujan, suhu
udara, arah dan kecepatan angin.
a. Curah Hujan
Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Juni dengan nilai 103. Hal ini
dikarenakan pada bulan Juni - Agustus merupakan musim penghujan sehingga
memiliki intensitas hujan yang tinggi. Sedangkan curah hujan paling rendah
terjadi pada bulan September dengan nilai 14,7. Hal ini dikarenakan mulai
memasuki musim kemarau sehingga jarang terjadi hujan. Berdasarkan data curah
hujan yang diperoleh diketahui bahwa curah hujan di Pulau Karajaan tidak stabil
seperti yang digambarkan pada grafik curah hujan (Gambar 3.1) dibawah ini.

Curah Hujan
120
103
100 93.6
77
80
60
43.8 46 44.9
42.3
40 29.4 32.1 26.8
14.7 16.6
20
0
ri

et

li
i

il

ei

ni

er

r
s
ar

be
be

be
stu
pr

Ju
ua

ar

Ju

ob
nu

em

em

em
A
M
br

gu

kt
Ja

Fe

pt

ov

es
O
A

Se

D
N

(Sumber: Stasiun Meteorologi Gusti Syamsir Alam)


Gambar 3.1. Grafik Curah Hujan di Wilayah Pulau Karajaan

b. Suhu Udara
Berdasarkan data suhu yang di peroleh dari Stasiun Meteorologi Gusti
Syamsir Alam diketahui bahwa suhu udara rata-rata di wilayah Pulau Karajaan
Kabupaten Kotabaru berkisar antara 27 ℃ – 29,2 ℃. Suhu udara tertinggi terjadi
pada bulan Januari yaitu mencapai 29,2℃ sedangkan suhu udara terendah terjadi
pada bulan Agustus yang mencapai 27 ℃. Dari data yang diperoleh menunjukkan
bahwa suhu udara di wilayah Pulau Karajaan menunjukkan keadan suhu yang
tidak stabil namun demikan kondisi tersebut masih tergolong normal. Keadaan
rata-rata suhu tersebut dapat dilihat pada grafik dibawah ini (Gambar 3.2).

9
Bab III Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen Andal Reklamasi Pantai Pulau Karajaan

Suhu Rata-Rata
29.529.2
28.9
29
28.5 28.1 28.1 28.2
27.9 27.9
28 27.5 27.7 27.5
27.4
27.5 27
27
26.5
26
25.5
ri ri et il ei ni li s
be
r er be
r
be
r
ua r ua ar pr M Ju Ju stu ob
Ja
n b M A gu tem kt em em
Fe A p O ov es
Se N D

(Sumber: Stasiun Meteorologi Gusti Syamsir Alam)


Gambar 3.2. Grafik Suhu Rata-Rata Wilayah Pulau Karajaan

c. Arah dan Kecepatan Angin


Kecepatan angin yang berhembus di wilayah Pulau Karajaan bervariasi.
Distribusi angin disajikan pada gambar mawar angin (Gambar 3.3) di bawah. Dari
mawar angin tersebut dapat diketahui bahwa angin dominan berhembus dari arah
timur dan tenggara dengan kecepatan 0,5 – 5,7 m/s. Hal ini dikarenakan wilayah
timur dan tenggara pulau Karajaan cenderung terbuka sehingga angin yang
bertiup tanpa melalui hambatan. Sedangkan pada bagian barat angin cenderung
memiliki kecepatan yang sangat rendah.

Gambar 3.3. Windrose Pulau Karajaan

3.1.2. Ruang dan Lahan


a. Kedalaman dan Kelerengan
Berdasarkan hasil pengukuran kedalaman di perairan Pulau Karajaan
diperoleh kedalaman yang bervariasi yaitu berkisar antara 0 – 20 meter. Pesisir
Pulau Karajaan tergolong landai, hal ini ditunjukan oleh kedalaman yang berkisar
antara 0 – 2 meter. Terdapat selat di antara Pulau Karajaan dan Pulau Tepian

10
Bab III Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen Andal Reklamasi Pantai Pulau Karajaan

Mataja yang membentuk slope sehigga kedalamannya berubah secara drastis


dengan kedalaman mencapai 8 meter. Kondisi kedalaman di perairan Pulau
Karajaan dapat dilihat pada gambar 3.4 berikut.

Gambar 3.4 Peta Batimetri Pulau Karajaan


Pengukuran terhadap kelerengan dan kedalaman ini berguna untuk
mengetahui perubahan kondisi tanah pada calon lahan reklamasi setiap tahunnya.
Sehingga, nantinya akan diketahui kesesuaian dan ketahanan dari lahan reklamasi
tersebut akan mampu bertahan dalam berapa waktu. Hal tersebut tentunya
tergantung dari kondisi cuaca di wilayah tersebut. Gambaran mengenai
kelerengan tersebut telah disajikan pada Gambar 3.5 – 3.7.

Gambar 3.5. Kelerengan Profil 1 Pantai Utara Pulau Karajaan

Gambar 3.6. Kelerengan Profil 2 Pantai Utara Pulau Karajaan

11
Bab III Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen Andal Reklamasi Pantai Pulau Karajaan

Gambar 3.7. Kelerengan Profil 3 Pantai Utara Pulau Karajaan

b. Tutupan Lahan
Sebagian besar wilayah Pulau Karajaan didominasi oleh Kebun
Kelapa. Selain didominasi oleh kebun kelapa, lahan di Pulau Karajaan juga
digunakan sebagai kebun campuran dan pemukiman. Tipe pantai di tiap sisi pualu
pun berbeda beda dimana pada bagian selatan merupakan tipe berbatu sedangkan
di bagian lain merupakan tipe pantai berpasir.

Gambar 3.8. Tutupan Lahan Wilayah Pulau Karajaan

3.1.3. Hidro-Oseanografi
a. Kondisi Pasang Surut
Berdasarkan hasil analisis menggunakan konstanta Doodson diperoleh
nilai duduk tengah sementara (DTS) sebesar 115 cm dengan tunggang Pasut
sebesar 182 cm. Untuk mendapatkan nilai MSL maka diperlukan pengukuran
selama 15 hari. Oleh karena itu nilai MSL ditentukan menggunakan metode
Admiralty dengan data prediksi selama 15 hari. Hasil analisis Admiralty
menghasilkan konstanta harmonik dimana konstanta So sebesar 120 cm yang

12
Bab III Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen Andal Reklamasi Pantai Pulau Karajaan

merupakan nilai MSL pasang surut di perairan Pulau Karajaan yang secara
jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.2. dibawah. Gambaran mengenai pasang surut
di perairan Pulau Karajaan dapat dilihat pada grafik pasang surut (Gambar 3.9)
berikut.

Tinggi Muka Air


250

200

150

100

50

0
1 15 29 43 57 71 85 99 113127141155169183197211225239253267281295309323337351
Gambar 3.9. Grafik pasang Surut
Tabel 3.1. Konstanta Harmonik Pasang Surut Pulau Karajaan
  S0 M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4 K2 P1
A cm 120 27 15 5 49 28 1 0 4 16
g derajat 57 8 332 334 211 262 115 0 0

b. Kondisi Gelombang
Hasil pengukuran gelombang di lapangan menunjukan bahwa tinggi dan
periode gelombang di beberapa titik berbeda-beda. Namun di semua stasiun
menunjukan gelombang cukup tenang hal ini dibuktikan dengan tinggi gelombang
signifikan di semua stasiun yang hanya berkisar 0,3 m. Selain pengukuran
gelombang di lapangan, hasil peramalan gelombang yang diperoleh dari data
angin selama 2009 – 2018 yang ditunjukan pada tabel 3.2.
Tabel 3.2. Prediksi Gelombang Perairan Pulau Karajaan Bagian Utara
  Arah Uz Fetch Hmo Tp
Angin Barat T 3.64 - 10.94 96807 0.49 - 1.61 3.19 - 4.75
(Desember -
BL 7.22 8140 0.30 1.79
Februari)
Peralihan 1 T 4.60 - 8.37 96807 0.16 - 1.20 1.35 - 4.30
(Maret - B 4.50 - 7.68 4999 0.13 - 0.24 1.28 - 1.55
Mei) BL 4.75 - 6.62 8140 0.18 - 0.26 1.54 - 1.73
Angin Timur T 6.26 96807 0.87 3.88
(Juni - B 6.13 - 9.04 4999 0.21 - 0.37 1.49 - 1.94
Agustus) BL 5.48 - 8.84 8140 0.18 - 0.36 1.42 - 1.92
Peralihan T 4.59 - 6.61 96807 0.20 - 0.92 1.58 - 3.95
2(September- B 4.94 - 6.60 4999 0.15 - 0.26 1.32 - 1.73
November) BL 4.46 - 8.23 8140 0.17 - 0.99 1.50 - 4.04

13
Bab III Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen Andal Reklamasi Pantai Pulau Karajaan

Gambar 3.10. Transformasi Gelombang Arah Utara Pulau Karajaan

Gambar 3.11. Transformasi Gelombang Arah Timur Laut Pulau Karajaan

14
Bab III Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen Andal Reklamasi Pantai Pulau Karajaan

Gambar 3.12. Transformasi Gelombang Arah Timur Pulau Karajaan

Gambar 3.13. Transformasi Gelombang Arah Tenggara Pulau Karajaan

15
Bab III Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen Andal Reklamasi Pantai Pulau Karajaan

Gambar 3.14. Transformasi Gelombang Arah Selatan Pulau Karajaan

Gambar 3.15. Transformasi Gelombang Arah Barat Daya Pulau Karajaan

16
Bab III Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen Andal Reklamasi Pantai Pulau Karajaan

Gambar 3.16. Transformasi Gelombang Arah Barat Pulau Karajaan

Gambar 3.17. Transformasi Gelombang Arah Timur Laut Pulau Karajaan

17
Bab III Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen Andal Reklamasi Pantai Pulau Karajaan

3.1.4. Kualitas Air


A. Suhu
Suhu perairan ini berhubungan dengan kemampuan pemanasan oleh sinar
matahari, waktu dalam hari dan lokasi. Umumnya air lebih lambat menyerap
panas tetapi akan menyimpan panas lebih lama dibandingkan dengan daratan.
Pada daerah yang semi atau tertutup, umumnya akan terjadi peningkatan suhu
perairan karena tidak terjadi pergerakan massa air. Suhu akan memperlihatkan
fluktuasi yang lebih bervariasi, di daerah pesisir yang mempunyai kedalaman
relatif dangkal karena terjadi kontak dengan substrat yang terekspos.
Suhu udara di suatu tempat ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat
terhadap permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Berdasarkan data BMKG, suhu
udara rata-rata perbulan selama periode tahun Tahun 2010 – 2017 berkisar pada
26 oC sampai 30 oC. Pada bagian selatan Pulau Karajaan memiliki suhu yang reltif
tinggi yaitu berkisar antara 28 oC – 30 oC, dan pada bagian utara memiliki suhu
yang relative rendah yaitu berkisar antara 26 oC – 28 oC. Keadaan tersebut dapat
dilihat pada peta sebaran suhu di perairan Pulau Karajaa yang disajikan pada
gambar 3.18 di bawah ini.

Gambar 3.18. Peta Sebaran Suhu Perairan Pulau Karajaan


B. Salinitas
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air.
Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Kandungan
garam pada sebagian besar danau, sungai dan saluran air alami sangat kecil
sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam
sebenarnya pada air ini, secara definisi, kurang dari 0, menjadi saline bila
konsentrasinya 3% sampai 5%. Lebih dari 5%, ia disebut brine 5%. Jika lebih dari
itu, air dikategorikan sebagai air payau.

18
Bab III Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen Andal Reklamasi Pantai Pulau Karajaan

Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah di ambil dari perairan yang
akan direklamasi, salinitas di tempat ini berkisar dari 30,5 – 33,9 ppm. Salinitas
tertinggi yaitu mencapai angka 33,9 ppm pada bagian laut dekat dari pinggir
pantai. Keadaan salinitas di perairan Pulau Karajaan dapat dilihat pada peta
sebaran salinitas (Gambar 3.19) di bawah. Adapun pada pola sebaran suhu yang
digambarkan dengan warna merah pekat. Sedangkan angka salinitas paling rendah
terdapat pada wilayah pinggir pantai dengan angka 5 ppm dan digambarkan
dengan warna kuning ke jinggaan. Rendahnya angka salinitas terjadi karena
wilayah pinggir pantai lebih banyak tercampur pasokan air tawar baik itu dari air
hujan maupun aliran sungai serta tingkat penguapannya (evaporasi) rendah. Hal
ini berbanding terbalik daripada wilayah laut dalam yang memiliki tingkat curah
hujan yang rendah dan tingkat penguapan (evaporasi) yang besar.

Gambar 3.19. Peta Sebaran Salinitas Perairan Pulau Karajaan

C. DO
Berdasarkan kandungan (oksigen terlarut), maka pengelompokan kualitas
perairan air laut dapat dibagi menjadi empat macam yaitu tidak tercemar (> 6,5
mgr/l), tercemar ringan (4,5 – 6,5 mgr/l), tercemar sedang (2,0 – 4,4 mgr/l) dan
tercemar berat (< 2,0 mgr/l).
Berdasarkan hasil analisis DO dari pengukuran beberapa stasiun diperairan
Pulau Karajaan berkisar antara 6,5 mg/l sampai 8,3 mg/l, kisaran ini menunjukan
bahwa perairan Pulau Karajaan masih murni. Menurut Fardiaz (2001) air yang
hampir murni mempunyai nilai BOD kira-kira 1 ppm, dan air yang mempunyai
nilai BOD 3 ppm masih dianggap cukup murni, tetapi jika nilai BOD mencapai 5
atau lebih kemungkinan kualitas air tersebut dapat diragukan. Pada bagian Timur
dan selatan perairan Pulau Karajaan memiliki kandungan DO yang relatif tinggi
yaitu berkisar antara 7,6 hingga 8,3 ppm dan pada bagian barat daya memiliki

19
Bab III Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen Andal Reklamasi Pantai Pulau Karajaan

kandungan DO yang relatif rendah yaitu berkisar antara 6 hingga 6,9 ppm.
Kondisi tersebut dapat dilihat pada peta sebaran DO yang disajikan pada Gambar
3.20 di bawah ini.

Gambar 3.20. Peta Sebaran DO Perairan Pulau Karajaan

D. pH
Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk
mencegah perubahan pH. Perubahan pH sedikit saja dari pH alami akan
memberikan petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat
menimbulkan perubahan dan ketidakseimbangan kadar CO2 yang dapat
membahayakan kehidupan biota laut. pH air laut permukaan di Indonesia
umumnya bervariasi dari lokasi ke lokasi antara 6.0 – 8,5. Perubahan pH dapat
mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan biota laut, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Akibat langsung adalah kematian ikan, burayak, telur,
dan lain-lainnya, serta mengurangi produktivitas primer.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah digambarkan pada gambar
3.21 di bawah, angka pH yang diperoleh pada perairan Pulau Karajaan berkisar
antara 7,5 – 9,7. Diketahui bahwa sifat pH pada perairan laut dalam tersebut
adalah basa karena memebihi angka normal dan bagian pinggir pantai memiliki
sifat pH yang asam karena memiliki nilai yang kurang dari angka normalnya. Hal
ini trejadi kemungkinan dipengaruhi oleh konsentrasi CO 2 dan senyawa kimia
lainnya yang bersifat asam. Adapun nilai normal pH adalah 7 atau biasa disebut
dengan netral.

20
Bab III Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen Andal Reklamasi Pantai Pulau Karajaan

Gambar 3.21. Peta Sebaran pH Perairan Pulau Karajaan


E. Kecerahan
Kecerahan merupakan daya penetrasi cahaya untuk menembus kedalaman
laut. Apabila perairan keruh atau kecerahan air rendah, maka penetrasi cahaya
matahari akan berkurang akibat sebagian besar dari cahaya tersebut diserap oleh
partikel-partikel melayang yang terdapat dalam kolom air. Cahaya matahari
tersebut sangat dibutuhkan oleh biota-biota untuk fotosintesis. Oleh karena itu,
kecerahan air mempunyai peranan penting baik untuk kehidupan biota,
pertumbuhan seagrass, karang, kenyamanan serta keamanan bagi penyelam dan
perenang. Kecerahan air laut sangat dipengaruhi oleh besarnya intensitas matahari
dan juga tergantung pada besarnya suspensi terlarut di dalam kolom air seperti
lumpur, dan tanah liat atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam air, dapat
berupa komponen hidup (biotik) seperti fitoplankton, zooplankton, bakteri, fungi,
ataupun komponen mati (abiotik) seperti detritus dan partikel-partikel anorganik.
Berdasarkan pengukuran dan analisis data didapatkan bahwa kecerahan
diperairan Pulau Karajaan memilki tingkat kecerahan yaitu 0,9 – 4,9 %, hal ini
termasuk kecerahan di wilayah tersebut termasuk kategori sangat jernih. Kodisi
tersebut dapat dilihat pada peta kecerahan Pulau Karajaan yang di sajikan pada
Gambar 3.22 di bawah ini.

21
Bab III Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen Andal Reklamasi Pantai Pulau Karajaan

Gambar 3.22. Peta Sebaran Kecerahan Perairan Pulau Karajaan

F. Amoniak
Kadar amoniak di dalam air laut sangat bervariasi dan dapat berubah
secara cepat. Amoniak dapat bersifat toksik bagi biota jika kadarnya melebihi
ambang batas maksimum. Kandungan amoniak di perairan adalah salah satu
parameter pencemaran organik di perairan (Alarest dan Sartika (1987) dalam
Widiadmoko (2013). Secara alami, senyawa amoniak di perairan berasal dari hasil
metabolisme hewan dan hasil proses dekomposisi bahan organik yang berasal dari
limbah domestik, limbah industri, maupun limpasan pupuk pertanian (Effendi,
2013).
Berdasarkan peta sebaran amoniak yang disajikan pada gambar 3.23 dapat
diketahui bahwa sebaran amoniak nya berkisar antara 0,015 – 0,095. Perairan
bagian barat Pulau Karajaan lebih tinggi nilainya jika dibandingkan dengan
wilayah lainnya. Kandungan amoniak di perairan Pulau Karajaan tergolong aman
jika dibandingkan dengan baku mutu KEPMEN-LH yang menetapkan nilai 0,3
mg/l sebagai ambang batas toleransi kandungan amoniak di air laut.

22
Bab III Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen Andal Reklamasi Pantai Pulau Karajaan

Gambar 3.23. Peta Sebaran Amoniak Perairan Pulau Karajaan

G. BOD5
BOD merupakan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme
hidup untuk memecah atau untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam
air. Jadi nilai BOD tidak menunjukan jumlah bahan organik yang sebenarnya,
tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang di butuhkan untuk
mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut. Jika konsumsi oksigen tinggi yang
ditunjukan degan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, maka kandungan bahan-
bahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi.
Berdasarkan peta sebaran BOD5 yang disajikan pada gambar 3.24
diketahui bahwa sebaran BOD5 memiliki angka 0,2 – 2,3. kisaran ini menunjukan
bahwa perairan Pulau Karajaan masih murni. Menurut Fardiaz (2001) air yang
hampir murni mempunyai nilai BOD kira-kira 1 ppm, dan air yang mempunyai
nilai BOD 3 ppm masih dianggap cukup murni, tetapi jika nilai BOD mencapai 5
atau lebih kemungkinan kualitas air tersebut dapat diragukan.

23
Bab III Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen Andal Reklamasi Pantai Pulau Karajaan

Gambar 3.24. Peta Sebaran BOD5 Perairan Pulau Karajaan


H. COD
COD merupakan jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana
pengoksidasi K2,Cr2,O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent)
COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam
air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara
biologis maupun yang sukar didegradasi. Bahan buangan organic tersebut akan
dioksidasi oleh kalium bichromat yang digunakan sebagai sumber oksigen
(oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O serta sejumlah ion chrom.
Dari peta sebaran COD pada Gambar 3.25 menunjukkan hasil analisis
COD yang dilakukan di laboratorium sebanyak 11 stasiun, dengan kondisi
kandungan COD tertinggi berada pada bagian Utara yang memiliki nilai sebesar
13,74 mg/L sedangkan untuk kandungan COD terendah berada pada bagian timur
dan barat yang memiliki nilai 13,34 mg/L.

24
Bab III Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen Andal Reklamasi Pantai Pulau Karajaan

Gambar 3.25. Peta Sebaran COD Perairan Pulau Karajaan

I. Logam Berat (Fe)


Tingginya kandungan logam berat di suatu perairan dapat menyebabkan
kontaminasi, akumulasi bahkan pencemaran terhadap lingkungan seperti biota,
sedimen, air dan sebagainya (Lu,1995). Menurut Hutagalung (1984) bahwa
senyawa logam berat banyak digunakan untuk kegiatan industri sebagai bahan
baku, katalisator, biosida maupun sebagai additive. Limbah yang mengandung
logam berat ini akan terbawa oleh sungai dan karenanya limbah industri
merupakan sumber pencemar logam berat yang potensial bagi pencemaran laut.
Kondisi perairan yang terkontaminasi oleh berbagai macam logam akan
berpengaruh nyata terhadap ekosistem perairan baik perairan darat maupun
perairan laut.
Berdasarkan hasil analisis laboratorium diperoleh nilai Fe dengan nilai
0,02 – 0,16. Menurut Moore (1991), kadar besi (Fe) > 1 mg/l dianggap
membahayakan kehidupan organisme akuatik, Jika ditinjau dari nilai tersebut,
maka kandungan Besi (Fe) di wilayah perairan Pulau Karajaan masih
menunjukkan nilai di bawah baku mutu ait laut. Menurut Bryan (1976), hal ini
diakibatkan unsur besi (Fe) yang masuk ke dalam perairan mengalami
pengenceran akibat pengaruh pasang surut, adsorbsi dan absorbsi oleh organisme
perairan. Kandungan Fe tertinggi berada pada perairan bagian tenggara yaitu
berkisar antara 0,10 – 0,16. Hasil analisis sebaran Fe di perairan Pulau Karajaan
dapat dilihat dalam peta sebaran Fe yang tersaji pada Gambar 3.26 di bawah ini.

25
Bab III Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen Andal Reklamasi Pantai Pulau Karajaan

Gambar 3.26. Peta Sebaran Fe Perairan Pulau Karajaan


J. Fosfat
Fosfat adalah bentuk persenyawaan fosfor yang berperan penting dalam
menunjang kehidupan organisme akuatik. Secara alami fosfat dalam perairan
berasal dari pelapukan batuan mineral. Dalam air laut sendiri terdapat dalam
bentuk organnik dan anorganik yang berasal dari beberapa surmber, antara lain
dekomposisi bahan Organik. fosfat mengandung fosfor dan oksigen dan semua itu
terdapat pada semua makhluk hidup. Fosfat yang merupakan salah satu zat hara
yang dibutuhkan untuk proses pertumbuhan dan metabolisme fitoplankton dan
organisme laut lainnya dalam menentukan kesuburan perairan, kondisinya tidak
stabil karena mudah mengalami proses pengikisan, pelapukan dan pengenceran.
Berdasarkan hasil pengukuran fosfat di perairan Pulau Karajaan
didapatkan bahwa pada bagian dasar dan permukaan perairan, sebaran fosfat di
perairan Pulau Karajaan ini berkisar antara 0,2 – 1,6 mg/l. Kadar fosfat tertinggi
memiliki nilai 1,6 mg/l dan kandungan fosfat terendah memiliki nilai 0,2 mg/l.
Jenis makanan yang akan dijadikan sebagai pakan ikan in sangat mempengaruhi
kadar fosfat tersebut. Kondisi fosfat di perairan Pulau Karajaan dapat dilihat pada
peta sebaran fosfat yang disajikan pada gambar 3.27 dibawah ini.

26
Bab III Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen Andal Reklamasi Pantai Pulau Karajaan

Gambar 3.27. Peta Sebaran Fosfat Perairan Pulau Karajaan


K. Nitrat
Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan
merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen
sangat mudah terlarut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari
proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang
merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat dengan bantuan
mikroorganisme adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen.
Berdasarkan hasil pengukuran pada bagian dasar dan permukaan perairan,
sebaran nitrat di perairan Pulau Karajaan ini berkisar antara 1,4 – 2,3. Kadar nitrat
tertinggi memiliki nilai 2,3 dan kandungan nitrat terendah memiliki nilai1,4. Jenis
makanan yang akan dijadikan sebagai pakan ikan ini sangat mempengaruhi kadar
nitrit tersebut. Pada bagian barat daya memiliki kandungan nitrat yang relatif
tinggi Kondisi ini dapat dilihat pada sebaran nitrat yang di sajikan pada Gambar
3.28 berikut.

27
Bab III Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen Andal Reklamasi Pantai Pulau Karajaan

Gambar 3.28. Peta Sebaran Nitrat Perairan Pulau Karajaan


L. Nitrit
Keberadaan nitrit menggambarkan berlangsungnya proses biologi
perombakan bahan organik yang memiliki kadar oksigen terlarut yang rendah.
Nitrit merupakan bagian dari siklus nitrogen. Nitrit memiliki sifat toksik bagi
makhluk hidup seperti hewan dan manusia. Sumber-sumber nitrit adalah air yang
berasal dari air buangan industri maupun air buangan domestik (Nasution, 2013).
Berdasarkan hasil pengukuran pada bagian dasar dan permukaan perairan,
sebaran nitrit di perairan Pulau Karajaan ini berkisar antara 0,0055 – 0,0125
Kadar nitrit tertinggi memiliki nilai 0,0055 yang berada pada bagian barat dan
timur laut perairan Pulau Karajaan dan kandungan nitrit terendah memiliki nilai
0,0125 yang berada pada bagian selatan perairan Pulau Karajaan.

28
Bab III Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen Andal Reklamasi Pantai Pulau Karajaan

Gambar 3.29. Peta Sebaran Nitrit Perairan Pulau Karajaan


M. Sulfat
Menurut Effendi (2003) apabila kandungan sulfat di perairan
konsentrasinya tinggi dapat menyebabkan iritasi pada saluran penceraan, baik itu
pada biota maupun pada manusia. Tingginya konsentrasi sulfat di perairan
umumnya disebabkan oleh leanching alam dari deposito magnesium sulfat (garam
Epsum) atau sodium sulfat. Kelebihan konsentrasi sulfat dalam perairan dapat
mengakibatkan munculnya bau, menyebabkan korosi serta mengganggu
kesehatan.
Berdasarkan hasil pengukuran pada bagian dasar dan permukaan perairan,
sebaran sulfat di perairan Pulau Karajaan ini berkisar antara 43 – 63. Kadar sulfat
tertinggi memiliki nilai 63 dan kandungan sulfat terendah memiliki nilai 43 yang
berada pada bagian selatan Pulau Karajaan dan Pulau Tepian Mataja. Kandungan
sulfat tertinggi berada di bagian timur hingga mencakup bagian selatan Pulau
Karajaan. Kedua wilayah ini merupakan wilayah pemukiman yang mana
pembuangan limbah rumah tangganya langsung menuju lautan. Namun, nilai
kandungan sulfat di perairan Pulau Karajaan dapat dikatakan aman karena tidak
melebihi 250 mg/l. Kondisi ini dapat dilihat pada peta sebaran sulfat yang
disajikan pada Gambar 3.30 berikut.

29
Bab III Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen Andal Reklamasi Pantai Pulau Karajaan

Gambar 3.30. Peta Sebaran Sulfat Perairan Pulau Karajaan


N. TDS (Total Dissolved Solid)
Total Dissolve Solid (TDS) adalah total padatan terlarut yang merupakan
bahan-bahan terlarut dalam air (baik itu zat organik maupun anorganik). Penyebab
utama terjadinya TDS adalah bahan anorganik berupa ion-ion yang umum
dijumpai di perairan. Sebagai contoh air buangan sering mengandung molekul
sabun, deterjen dan surfaktan yang larut air, misalnya pada air buangan rumah
tangga dan industri pencucian.
Berdasarkan hasil pengukuran pada bagian dasar dan permukaan perairan,
sebaran TDS (Total Disolved Solid) di perairan Pulau Karajaan ini berkisar antara
1040 - 1300 Kadar TDS tertinggi memiliki nilai 1300 dan kandungan TDS
terendah memiliki nilai 1040. Nilai kandungan TDS pada wilayah Perairan Pulau
Karajaan yang tinggi menyatakan bahwa perairan ini telah tercemar, hal ini
berdasarkan Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 tanggal 14 Desember 2011
yang meyatakan bahwa nilai ambang batas TDS yang diperbolehkan terkandung
di perairan sebesar 1000 mg/l.

30
Bab III Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen Andal Reklamasi Pantai Pulau Karajaan

Gambar 3.31. Peta Sebaran TDS Perairan Pulau Karajaan


O. TSS (Total Suspended Solid)
TSS (Total suspended Solid) adalah kadar total padatan terlarut dalam
suatu perairan. Zat Padat Tersuspensi dapat diklasifikasikan sekali lagi menjadi
antara lain zat padat terapung yang selalu bersifat organis dan zat padat terendap
yang dapat bersifat organis dan inorganis. Padatan tersuspensi akan mengurangi
penetrasi sinar matahari ke dalam air sehingga akan mempengaruhi regenerasi
oksigen serta fotosintesis (Misnani, 2010).
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran, diketahui bahwa kisaran
TSS di perairan Pulau Karajaan ini berkisar antara 2 – 16 mg/L. Kandungan
tersebut sesuai dengan standar bakumutu, dimana untuk TSS ini memiliki ambang
batas maksimum yakni sebesar 1000 mg/L. Tingginya kandungan TSS dalam
perairan akan mengurangi kedalaman penetrasi cahaya matahari ke dalam air
sehingga berpengaruh langsung terhadap fotosintesis oleh fitoplankton dan
pengaruh tidak langsung terhadap keberadaan zooplankton dalam perairan. Nilai
Ambang batas (NAB) yang ditetapkan oleh KEMEN-LH kandungan nilai TSS
suatu perairan tidak boleh lebih dari 23 ppm. Merujuk dari ketentuan tersebut,
nilai TSS di Perairan Pulau Karajaan masih sesuai dengan Nilai Ambang Batas.
Kondisi tersebut dapat dilihat pada peta sebaran TSS yang disjikan pada Gambar
3.32

31
Bab III Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen Andal Reklamasi Pantai Pulau Karajaan

Gambar 3.32. Peta Sebaran TSS Perairan Pulau Karajaan

3.2. Komponen Bio-Ekologi


Komponen lingkungan bio-ekologi di wilayah rencana kegiatan Reklamasi
Pantai Pulau Karajaan Kotabaru yang ditelaah meliputi data biota laut dan
ekosistem terumbu karang.

A. Ikan Karang
Ikan karang perupakan biota yang hidup bersimbiosis dengan karang yang
ada di perairan laut. Semakin banyak jumlah jenis ikan karang, menunjukkan
bahwa kondisi terumbu karang tersebut sangat baik. Berdasarkan hasil
pengamatan terhadap ikan karang di perairan Pulau Karajaan terdapat beberapa
jenis ikan karang yang hidup di perairan tersebut diantaranya Pomacentrus Wardi
(Smoky Damsel), Chelmon Rostratus (Long-Beaked Coralfish), Chaetodon
(Eight-banded Butterflyfish – White Variation), Abudefduf Sexfasciatus,
Neopomacentrus bankieri, Amphiprion Oceallaris, Abudefduf lorenzi,
Dischistodus chrysopoecilus, Strapweed Filefish-phase, Chaetodon octofasciatus,
dan Dendrochirus Zebra. Ikan-ikan karang tersebut dapat dilihat pada gambar
Gambar 3.33 dibawah ini.

32
Bab III Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen Andal Reklamasi Pantai Pulau Karajaan

Pomacentrus Wardi Chelmon Rostratus (Long- Chaetodon (Eight-


(Smoky Damsel) Beaked Coralfish) banded Butterflyfish –
White Variation)

Abudefduf Sexfasciatus Neopomacentrus bankieri Amphiprion Oceallaris

Abudefduf lorenzi Dischistodus Strapweed Filefish-


chrysopoecilus phase

Chaetodon octofasciatus Dendrochirus Zebra

Gambar 3.33. Ikan Karang di Perairan Pulau Karajaan

B. Terumbu Karang
Kondisi terumbu karang di perairan Pulau Karajaan relatif baik.
Berdasarkan pengambilan data karang yang dilakukan dengan metode PIT
diperoleh persentase tutupan karang di 3 stasiun pengamatan. Terdapat berapa
jenis karang yang ada di perairan Pulau Karajaan diantaranya Hard Coral
Acropora (HCA), Hard Coral Non-Acropora (HCNA), Dead Coral (DC) atau
karang mati, Acropora (A), Acropora Branching (AB), dan Other (OT).

33
Bab III Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen Andal Reklamasi Pantai Pulau Karajaan

Gambar 3.34. Peta Sebaran Terumbu Karang di Perairan Pulau Karajaan


Tutupan karang pada stasiun 1 (S : -4°5'23,75",E : 116°11'51,28")
memiliki persentase terbesar yaitu 36 % untuk Acropora Branching dan diikuti
oleh jenis Hard Coral Non-Acropora (HCNA) dengan persentase sebesar 30 %,
untuk Dead Coral (DC) atau karang mati memiliki persentase sebesar 27 % dan
jenis Hard Coral Acropora (HCA) memiliki persentase yang paling rendah yaitu
7 %. Pada stasiun ini tidak terdapt jenis karang Acropora (A) maupun Other (OT).
Persentase tutupan karang di stasiun 1 dapat dilihat pada Gambar 3.35 di bawah
ini.

Tutupan Karang Stasiun 1

HCA
7%
HCNA
DS
37%
30% A
OT
AB

27%

Gambar 3.35. Persentase Tutupan Karang di Stasiun 1

34
Bab III Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen Andal Reklamasi Pantai Pulau Karajaan

Pada stasiun pada stasiun 2 (S : -4°5'23", E : 116°11'51,74") memiliki


persentase karang terbesar yaitu 45 % untuk jenis Acropora Branching dan diikuti
oleh jenis Hard Coral Non-Acropora (HCNA) dikuti oleh Dead Coral (DC) atau
karang mati dengan persentase sebesar 22 %, Hard Coral Acropora (HCA)
dengan persentase 20 %, dan 13 % untuk jenis Acropora Branching (AB). Sama
halnya dengan stasiun 1, pada stasiun ini juga tidak terdapt jenis karang Acropora
(A) maupun Other (OT). Persentase tutupan karang di stasiun 2 dapat dilihat pada
Gambar 3.36 di bawah ini.

Tutupan Karang Stasiun 2

HCA
13% 20% HCNA
DS
A
22%
OT
AB

45%

Gambar 3.36. Persentase Tutupan Karang di Stasiun 2


Pada stasiun pada stasiun 3 (S : -4°5'19,15"E : 116°11'50,89")
didominasi oleh jenis Hard Coral Non-Acropora (HCNA) dengan persentase
tutupan sebesar 58 %, dikuti oleh Dead Coral (DC) atau karang mati dengan
persentase sebesar 22 %, Hard Coral Acropora (HCA) dengan persentase 20 %,
dan 13 % untuk jenis Acropora Branching (AB). Persentase tutupan karang di
stasiun 3 dapat dilihat pada Gambar 3.37 di bawah ini.

Tutupan Karang Stasiun 3

HCA
2%
18% HCNA
22%
DS
A
OT
AB

58%

Gambar 3.37. Persentase Tutupan Karang di Stasiun 3

35
Bab III Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen Andal Reklamasi Pantai Pulau Karajaan

C. Mangrove
Mangrove di wilayah Pulau Karajaan terdapaat di sisi bagian barat pulau.
Mangrove di Pulau Karajaan memiliki luasan 1,56 Ha.

Gambar 3.38. Peta Sebaran Mangrove Pulau Karajaan

3.3. Komponen Sosial Ekonomi dan Budaya


Kegiatan Reklamasi yang dilakukan di pantai Pulau Karajaan akan
memberikan dampak sosial, ekonomi dan budaya yang dapat merubah strata sosial
masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung di Pulau Karajaan.
Lokasi kegiatan Reklamasi Pantai terletak di sebelah utara Pulau Karajaan.
Uraian singkat kondisi demografi Pulau Karajaan, Kabupaten Kotabaru,
Kalimantan Selatan adalah sebagai berikut:

3.3.1. Kependudukan
Pulau Karajaan terdiri dari 2 (dua) desa yaitu desa Karayaan dan desa
Karajaan Utara yang masing masing memiliki luas 2,5 km 2. Berdasarkan data
yang diperoleh dari Badan Pusat Statisik Kabupaten Kotabaru Tahun 2017,
jumlah penduduk di desa Karayaan dan Karayaan Utara masing-masing 1.666 dan
1.444 jiwa dengan kepadatan penduduk masing-masing memiliki 666 dan 577 per
Km2. Data kependudukan dapat dilihat secara rinci pada Tabel 3.3 berikut.
Tabel 3.3. Data Kependudukan di Pulau Karajaan
Kepadatan
Desa Luas (Km2) Jumlah Penduduk
Penduduk tiap Km2
Karayaan 2,5 1.666 666
Karayaan Utara 2,5 1.444 577
(Sumber: Badan Pusat Statisik Kabupaten Kotabaru Tahun 2017)

36
Bab III Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen Andal Reklamasi Pantai Pulau Karajaan

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statisik Kabupaten Kotabaru Tahun


2017 diperoleh data penduduk berdasarkan jenis kelamin yaitu untuk desa
Karayaan dan Karayaan Utara yang berjenis kelamin laki-laki masing-masing
sebayak 868 dan 740 jiwa, dan untuk yang berjenis kelamin perempuan di peroleh
data sebayak masing-masing desa yaitu 798 dan 704 jiwa. Untuk lebih rincinya
dapat dilihat pada Tabel 3.4 dibawah ini.
Tabel 3.4. Data Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah
Desa Sex Ratio
Laki-laki Perempuan Penduduk
Karayaan 868 798 1.666 108,77
Karayaan
740 704 1.444 105,11
Utara
(Sumber: Badan Pusat Statisik Kabupaten Kotabaru Tahun 2017)

3.3.2. Persepsi Masyarakat


Berdasarkan hasil survey dan perolehan data kuisioner dari beberapa
responden atau narasumber diperoleh informasi dengan masing-masing persepsi
yang berbeda, namun tidak sedikit juga yang memiliki persepsi yang sama
mengenai kegiatan reklamasi di Pulau Karajaan. Dari hasil wawancara yang
dilakukan terhadap beberapa narasumber, beberapa masyarakat yang pro da nada
juga yang kontra. Secara rinci persepsi masyarakat Pulau Karajaan terhadap
kegiatan reklamasi ini dapat dihat pada Tabel 3.5 berikut.
Tabel. 3.5. Persepsi Masyarakat Mengenai Kegiatan Reklamasi
No Narasumber Pekerjaan Persepsi Alasan
1. Supardi Nelayan Tidak Dapat merusak ekosistem
Setuju yang sudah ada sehingga
terjadi kerusakan lingkungan
yang besar

Pemerintah perlu turun


tangan dan memberi sanksi
terhadap kegiatan tersebut
jika terealisasi.
2. Baharullah Nelayan Setuju Memberikan keuntungan
seperti membuka peluang
usaha, membuka peluang
lapangan kerja dan
menambah pendapatan atau
meningkatnya perekonomian
masyarakat Pulau Karajaan
3. Muhammad Nelayan Setuju Memberikan keuntungan
Ali seperti membuka peluang
usaha, membuka peluang
lapangan kerja dan
menambah pendapatan atau
meningkatnya perekonomian
masyarakat Pulau Karajaan

37
Bab III Rona Lingkungan Hidup Awal
Dokumen Andal Reklamasi Pantai Pulau Karajaan

No Narasumber Pekerjaan Persepsi Alasan


4. Jauhansa Nelayan Setuju Memberikan keuntungan
seperti membuka peluang
usaha, membuka peluang
lapangan kerja dan
menambah pendapatan atau
meningkatnya perekonomian
masyarakat pulau karajaan

38

Anda mungkin juga menyukai