Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Leukemia merupakan suatu penyakit keganasan yang disebabkan karena adanya abnormalitas gen pada sel
hematopoetik sehingga menyebabkan poliferasi klonal dari sel-sel yang tidak terkendali, sekitar 40% leukemia yang terjadi
pada anak (Widagdo, 2012). Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor diantaranya radiasi, faktor leukemogenik, virus
dan herediter. Penderita leukemia biasanya menunjukkan gejala mudah terpapar infeksi, pendarahan, nyeri tulang, nyeri perut,
pembengkakan kalenjer lympa, dan kesulitan bernafas (Yuni, 2015).
Angka kejadian leukemia di dunia terjadi sebanyak 351.965 kasus menurut IARC (Internasional Agency for Research
on Cancer). Jumlah leukemia di Asia mencapai 167.448 kasus. Negara China insiden kanker yang banyak ditemukan pada
anak adalah leukemia sekitar 2,67/100.000, mendekati negara Asia (Japaries, 2013). Permasalahan kanker pada anak juga
menjadi persoalan yang cukup besar di negara Indonesia dikarenakan menjadi sepuluh besar penyebab kematian pada anak
(Depkes, 2010). Data Rumah Sakit Dharmais Jakarta dalam kurun waktu 4 tahun terdapat 163 kasus baru dan 91 kematian
pada anak karena penyakit leukemia (Pusdatin, 2015). Diagnosa medis yang ditegakkan secara nasional prevalensi kanker
sebanyak 0,5% dan beberapa provinsi di Indonesia berada diatas prevalensi nasional seperti Jawa Tengah. Provinsi Jawa

1
Tengah menempati urutan kedua yang menderita kanker setelah Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu 2,1%. Proporsi penyebab
kematian yang dikarenakan penyakit leukemia mencapai 2,9% dalam rentang usia 29 bulan – 4 tahun (Riskesda, 2013).
Pengobatan kanker pada anak menurut NCI (2009) dalam (Nurhidayah, 2016) meliputi kemoterapi, terapi radiasi,
transplantasi sumsum tulang, cryotherapy dan transplantasi sel darah perifer (peripheral blood stem cell). Kemoterapi menjadi
salah satu intervensi yang banyak digunakan hingga saat ini pada pasien kanker, dimana kemoterapi bertujuan untuk
menghancurkan sel-sel yang menyerang tubuh penderita kanker (Handayani, 2008).
Pengobatan kemoterapi yang dijalani memerlukan proses yang lama, berkelanjutan dan teratur pada anak yang
menderita kanker. Pengobatan yang dilakukan menimbulkan ketidaknyamanan seperti masalah fisik yaitu mual, muntah, luka
pada rongga mulut, rambut rontok, serta gangguan saraf tepi seperti kebas dan kesemutan pada jari tangan dan kaki. Selain
efek samping pada masalah fisik anak juga akan mengalami masalah psikologis seperti tidak percaya diri, gangguan kognitif,
kecemasan dan depresi (Hockenberry dan Wilson, 2010. Hasil penelitian Herfiana (2015) anak dengan kanker akan
mengalami masalah fisik akibat dari dampak fisiologis kemoterapi seperti sering mengalami alopesia (rambut rontok) 80%,
sariawan 63,3%, mual 56,7%, muntah 53,3%,demam 53,3% dan diare 10%. Obat-obat yang digunakan dalam pengobatan
kemoterapi mampu menyebabkan gejala yang sangat serius, masalah yang dialami akan sangat berpengaruh pada kualitas
hidup anak secara keseluruhan (Arslan, 2013).
Berdasarkan fenomena yang ada dan dari dampak pengobatan serta perjalanan penyakit kanker leukemia pada anak
menyebabkan kualitas hidup anak buruk dibandingkan dengan anak sehat. Sehingga hal ini dapat mengganggu fungsi fisik
anak sehari-hari yaitu seperti fungsi fisik meliputi kemandirian, perawatan dan konsumsi obat, perawatan medis, kelelahan,
mobilisasi, istirahat dan tidur, aktivitas dan ketidaknyamanan. Anak-anak dengan penyakit kronik diketahui memiliki potensi
besar terjadinya gangguan terhadap kualitas hidupnya dibanding dengan anak yang sehat. Berbagai tekanan yang dirasakan

2
dan didapatkan mempengaruhi perkembangan psikologis anak yang berhubungan dengan penyakit yang dideritanya seperti
keharusan minum obat, rasa nyeri, tidak nyaman dengan penampilan fisiknya (Ariani, 2012).
Kualitas hidup menurut World Health Organization (WHO) merupakan suatu penilaian atau pemahaman tentang
kondisi yang dirasakan individu dalam hidupnya yang menyangkut dengan nilai-nilai kehidupan tentang tujuan dan harapan
terhadap hidupnya. Aspek dalam kualitas hidup meliputi kesehatan fisik yaitu kegiatan sehari-hari, ketergantungan obat dan
perawatan medis, kelelahan dan kekuatan, mobilisasi, istirahat dan tidur, kapasisitas kerja, serta ketidaknyamanan dan nyeri.
Selain aspek fisik terdapat aspek lain yaitu aspek psikologis, sosial dan lingkungan yang saling berkaitan (Edesia, 2008).
Kualitas hidup pada anak yang menderita kanker menggambarkan dampak potensial yang ditimbulkan dari pengobatan yang
dijalani yang dalam waktu yang lama dapat mempengaruhi aspek dan fungsi kehidupan. Anak yang menderita leukemia akan
sering menjalani kemoterapi yang menyebabkan meraka sering berada di rumah sakit, hal ini akan menimbukan kelelahan dan
stress pada anak. Anak akan merasa kesepian, isolasi sosial, dan kesulitan berinteraksi dengan lingkungannya (Wong, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Nurhidayah (2016) menyebutkan bahwa 32 orang (53,3%) anak kanker memiliki
kualitas hidup yang buruk, dengan nilai terendah pada fungsi sekolah yaitu 58,00 dan fungsi fisik memiliki nilai mean 50,74.
Menurut penelitian Sidabutar (2012) bahwa anak sekolah yang menderita kanker akan mengalami dampak pengobatan yang
berat, namun dari dimensi fisik, psikologis, sosial, dan kognitif tetap memiliki kualitas hidup yang baik. Penelitian yang
dilakukan Prastiwi (2013) menunjukkan bahwa pasien yang menderita penyakit kanker akan menumbulkan perubahan
signifikan baik secara fisik maupun psikis setiap individu. Aktivitas sehari-hari merupakan salah satu aspek dari kualitas
hidup tentang dimensi kesehatan fisik, pasien dengan kanker memiliki aktifitas fisik dengan nilai aktifitas fisiknya yaitu
51,43. Penurunan aktifitas fisik dapat disebabkan karena efek dari kemoterapi karena pasien dengan kanker mengalami
kelelahan setelah dilakukan tindakan (Hannaningrum dan Purwati, 2017).

3
RSUD Dr. Moewardi merupakan rumah sakit bertaraf nasional sebagai rumah sakit rujukan pasien yang ada di
Surakarta. Berdasarkan hasil studi pendahuluan peneliti pada tanggal 20 Desember 2017 yang dilakukan dengan wawancara
kepada petugas Rekam Medis di dapatkan data 108 anak didiagnosa leukemia pada tahun 2017. Usia anak yang didiagnosa
leukemia di RSUD Dr. Moewardi dari umur 2 tahun sampai 17 tahun. Melihat jumlah anak yang menderita kanker khususnya
leukemia dan belum adanya penelitian yang membahas tentang kualitas hidup secara spesifik pada setiap dimensi kualitas
hidup, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian kualitas hidup dimensi kesehatan fisik anak dengan leukemia di RSUD Dr.
Moewardi.
B. Tujuan
1. Untuk memahami konsep teoritis
2. Melakukan askep pada penyakit:(pengkajian,analisa data,intervensi,implementasi,evaluasi).
3. Memahami kesenjangan antara kasus dan teori
C. Manfaat
Untuk dapat mengetahui konsep teoritis leukimia dan bagaimana membuat askep pada penyakit leukimia serta memahami
kesenjangan antara kasus dan teori.

4
BAB II

TEORITIS

A. Definisi Kasus.

Leukemia adalah penyakit akibat terjadinya proliferasi sel leukosit yang abnormal dan ganas serta sering disertai
adanya jumlah leukosit yang berlebihan. Penyakit Leukemia sering juga disebut kanker darah. Penyakit ini merupakan
proliferasi patologis dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik yang biasanya berakhir fatal. Leukemia dikatakan penyakit
darah yang disebabkan oleh kerusakan pada pabrik pembuat sel darah, yaitu pada sumsum tulan. Keadaan yang sebenarnya

5
sumsum tulang bekerja aktif membuat sel darah tetapi yang dihasilkan adalah sel darah yang tidak normal dan sel ini
mendesak pertumbuhan sel darah yang normal.

Leukemia umumnya muncul pada diri seseorang sejak dimasa kecilnya. Sumsum tulang tanpa diketahui dengan jelas
penyebabnya telah memproduksi sel darah putih yang berkembang abnormal. Dalam keadaan normal, sel darah putih
memproduksi ulang bila tubuh memerlukannya atau sel darah putih berfungsi sebagi pertahanan tubuh akan terus membelah
dalam suatu kontrol yang teratur, dan tubuh manusia akan memberikan tanda atau sinyal secara teratur kapankah sel darah
diharapkan berproduksi kembali.Leukemia juga bisa didefinisikan sebagai keganasan hematologis akibat proses neoplastik
yang disertai gangguan diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk Hematopoietik.

Berdasarkan morfologi sel terdapat 5 golongan besar Leukemia sesuai dengan 5 macam system hemopoetik dalam
sumsum tulang. (Ngastiyah, 2005)

KLASIFIKASI LEUKEMIA
1. Berdasarkan waktu progresifitasnya, Leukemia dibagi menjadi :
a. Leukemia Akut
Leukemia Akut adalah suatu proses proliferasi dari sumsum tulang yang immature. Leukemia yang bersifat agresif
dengan tingkat proliferasi hematopoietik sumsum tulang dini (sel blast) yang tinggi dan terakumulasi dalam sumsum
tulang. Sel-sel ini dapat melibatkan darah pada daerah tepi dan juga organ-organ padat. Gejala Leukemia akut antara
lain mudah lebam, mudah merasa lelah, dan sering menderita penyakit infeksi.
b. Leukemia Kronik

6
Leukemia biasanya berkembang secara perlahan dimana biasanya tidak menunjukkan gejala klinis yang jelas, dan saat
diperiksa darah rutin baru terlihat hasil yang abnormal. Hal ini terjadi karena sel hematopoetik yang berproliferasi
secara abnormal adalah sel yang sudah berdiferensiasi sehingga masih bisa menjalankan fungsinya hanya tidak
maksimal.Leukemia Kronik merupakan suatu penyakir yang ditandai proliferasi neoplastik dari salah satu sel yang
berlangsung atau terjadi karena keganasan Hematologi.
2. Leukemia berdasarkan Jenis Sel Darah Putih yang Terpengaruh, Leukemia dibagi menjadi :
a. Mieloid : Leukemia yang mengenai sel mieloblast dan diferensiasinya (neutrophil, basophil, dan
eosinofil).
b. Limphoid : Leukemia yang mengenai sel limphoblast dan diferensiasinya (limfosit B, limfosit
T, dan sel Natural Killer [NK]).

Kedua kriteria tersebut digunakan untuk klasifikasi jenis Leukemia yang dialami pasien:

1) Leukemia Limfositik Akut (LLA)

Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah Leukemia paling sering terjadi pada anak-anak dengan presentase 70-
80%. LLA menginfiltrasi sumsum tulang oleh sel limfoblastik yang menyebabkan anemia, memar (trombositopeni),
dan infeksi (neutropenia). Limfoblast biasanya ditemukan dalam darah tepi dan selalu ada di sumsum tulang. Hal ini
mengakibatkan terjadinya limfadenopatim splenomegali, dan hepatomegali, tetapi 70% anak dengan LLA kini bisa
disembuhkan.

2) Leukemia Mielositik Akut (LMA)

7
LMA disebut juga Leukemia Granulositik Akut (LGA) yang di karakteristikkan oleh produksi berlebihan dari
mieloblast. Sering terjadi pada semua usia, tetapi jarang terjadi pada anak-anak. Mieloblast menginfiltrasi sumsum
tulang dan ditemukan dalam darah. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya anemia, perdarahan dan infeksi, tetapi
jarang disertai keterlibatan organ lain. Leukemia Mieloblastik Akut adalah suatu keganasan hematologi yang ditandai
dengan pembenrukan dan penyebaran dari sel myloid yang muda (Greer J.P, 2003).

3) Leukemia Limfositik Kronik (LLK)

Adalah suatu keganasan klonial Limfosit B (jarang pada Linfosit T). perjalanan penyakit ini biasanya perlahan,
perjalanan penyakit biasanya jinak dan indikasi pengobatan jika hanya timbul gejala. LLK cenderung dikenal sebagai
kelainan ringan yang menyerang individu yang berusia 50-70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki dan
perempuan.

4) Leukemia Mielositik Kronik (LMK)


Adalah gangguan Mieloproliferatif yang ditandai dengan produksi berlebihan sel myeloid (sel granulosit) yang
relative matang. LMK mencakup 20% Leukemia dan paling sering dijumpai pada orang dewasa usia pertengahan (40-
50 tahun). Abnormalitas genetic yang dinamakan kromosom Philadelphia ditemukan pada 90-95% penderita LMK.
Sebagian besar penderita LMK akan meninggal saat memasuki fase akhir yang disebut fase kritis blastik yaitu
produksi berlebihan sel muda leukosit, biasanya berupa mieloblast/promielosit, disertai produksi neutrofil, trombosit
dan sel darah merah yang amat kurang.

B. ETIOLOGI

8
Sampai saat ini penyakit Leukemia belum diketahui secara pasti, akan tetapi terdapat factor predisposisi yang menyebabkan
terjadinya Leukemia, yaitu:
1. Radiasi
Hal ini ditunjang dengan beberapa laporan dari beberapa riset yang menangani kasus Leukemia bahwa para pegawai
radiologi dan Penderita dengan radioterapi lebih sering menderita dan pada kasus lain seperti peningkatan insidensi
Leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakam bom atom.
2. Paparan Zat Kimia
Beberapa zat kimia dilaporkan telah diidentifikasi dapat mempengaruhi frekuensi Leukemia, misalnya racun lingkungan
seperti benzene, bahan kimia industry seperti insektisida, Selain benzene beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko
tinggi dari AML, antara lain produk-produk minyak, cat, ethylene oxide, herbisida, dan ladang elektromagnetik.
3.Virus
Beberapa jenis virus menyebabkan terjadinya perubahan struktur
gen dan dapat menyebabkan Leukemia, seperti HTLV-1 (Human T-Cell Leukemia Lymphoma Virus)
4. Obat-obatan.
Contohnya penggunaan bahan-bahan bergugus alkil pada terapi
kombinasi radiasi dapat menyebabkan LMA. Misalnya obat
imunosupresif, obat karsinogenik seperti Diethylstilbestrol. Obat-
obatan neoplastik (misalnya, alkilator dan inhibitor topoisomere
II) dapat mengakibatkan penyimpangan kromsom yang menyebabkan AML . Kloramfenikol, Fenilbutazon, dan

9
methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum
tulang yang lambat laun menjadi AML.
5. Herediter
Adanya penyimpangan kromosom insidensi. Leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital, diantaranya pada
penderita Down Syndrom yang memiliki insidensi Leukemia 20x lebih besar dari orang normal, Sindroma
Bloom, Fanconi’s Anemia, Sindroma Wiskott-Aldrich. Sindroma Ellis Van Creveld, Sindroma Kleinfelter,D-
Trisomy Sindrom, sindroma van Reckinghausen, dan neurofibromatosis. Kelainan-kelainan Kongenital ini dikaitkan
erat dengan adanya perubahan informasi gen, misalnya pada kromosom 21 atau C-Group Trisomy, atau pola
kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
Berdasarkan genetika seseorang ada beberapa factor yang diduga mempengaruhi :
a. Kembar indentik, apabila anak kembar yang pertama di diagnosa Leukemia pada 5 tahun pertama, maka resiko
untuk anak kembar kedua meningkat menjadi 20% diagnose Leukemia
b. Kejadian Leukemia pada saudara yang di diagnosa Leukemia akan meningkat sebanyak 4x lipat dibandingkan dengan
populasi umum
6.Pasien Anak yang Immunocompromise
Pada pasien yang mengalami transplantasi organ, maka akan terjadi penurunan dari sistem imunitas tubuh. Hal ini telah
terbukti meningkatkan resiko terjadinya Leukemia pada anak. (American Cancer Society, 2012).

C. MANIFESTASI KLINIS

10
Gejala klinis pada Leukemia pada umumnya adalah anemia, trombositopenia, neutropenia, infeksi, kelainan organ yang
terkena infiltrasi , dan hipermetabolisme.
1. Leukemia Mieloblastik Akut (LMA)
a. Rasa lemah, pucat dan nafsu makan berkurang
b. Anemia
c. Perdarahan, petekie
d. Nyeri tulang
e. Infeksi
f. Pembesaran kelenjar getah bening, limpa, hati dan kelenjar mediatinum
g. Kadang-kadang ditemukan hipertrofi gusi
h. Sakit kepala
2. Leukemia Mieloblastik Kronik (LMK)
a. Rasa lelah
b. Penurunan berat badan
c. Rasa penuh di perut
d. Kadang-kadang rasa sakit di perut
e. Mudah mengalami perdarahan
f. Diaforesis meningkat
g. Tidak tahan panas
3. Leukemia Limfositik Akut (LLA)

11
a. Malaise, demam, letargi, kejang
b. Keringat pada malam hari
c. Hepatosplenomegali
d. Nyeri tulang dan sendi
e. Anemia
f. Macam-macam infeksi
g. Penurunan berat badan
h. Muntah
i. Gangguan penglihatan
j. Nyeri kepala
4. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
a. Mudah terserang infeksi
b. Anemia
c. Lemah
d. Pegal-pegal
e. Trombositopenia
f. Respons antibody tertekan
g. Sintesis immunoglobin tidak cukup.

D. PATOFISIOLOGI LEUKEMIA

12
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsu sebagai pertahanan tubuh terhadap infeksi. Sel ini secara normal
berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel darah
putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi
seperti biasanya. Sel Leukemia memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi dan sel
Leukemia juga merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi
untuk menyuplai oksigen pada jaringan.
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi kromosomal yang terdapat pada pasien dengan
Leukemia. Perubahan kromosom dapat meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh
kromosom, atau perubahan struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali), delesi, inverse dan insersi. Pada kondisi ini,
dua kromosom atau lebih mengubah bahan genetic, dengan perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan
mulainya proliferasi sel abnormal.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih mengalami gangguan dan
menghasilkan perubahan kearah keganasan. Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari
kromosom (bahan genetic sel yang komplek). Translokasi kromosom menganggu pengendalian normal dari pembelahan sel,
sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan
menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa meyusup ke dalam
organ lainnya termasuk hati, limpa, kenjar getah bening, ginjal dan otak.

E. Pemeriksaan penunjang
1. Leukimia limfoblastik akut

13
a. Pemeriksaan darah lengkap,anemia normokromik normositer
trombositopenia(<25.000/mm3),hiperleukositosis(>100.000/mm3).
b. Darah tepi,ada sel muda yang melebihi 5% dari sel berinti pada darah tepi Hb,hematokrit,jumlah eritrosit turun
c. Aspirasi biopsi sumsum tulang,apus sumsum tulang ampak hiperseluler dengan limfoblas sangat banyak
,>90% AAL dewasa
2. Leukimia mioblastik akut
a. Darah tepi,anemia normositik normkrom, trombositopenia, LED tinggi, HB, Hematokrit, eritrosit turun, leukosit
turun(aleukemik), leukosit normal(subleukemik), leukosit tinggi(leukemik).
3. Leukimia limfositik kronik
a. Darah tepi, limfositosis 30.000 – 300.000/mm3, anemianormokronik normositer trombositopenia sering disertai
basket cell atau smudged cell.
b. Sum – sum tulang

F. PENATALAKSANAAN LEUKEMIA
1. Penatalaksanaan secara umum:
a. Transfuse darah, biasanya diberikan jika kadar Hb kurang dari 6%. Pada trombositopenia yang berat dan perdarahan
massif, dapat diberikan transfuse trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
b. Kartikosteroid, (prednisone, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit
demi sedikit dan akhirnya dihentikan.

14
c. Sitostatika, umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan predison. Pada pemberian obat ini
sering ditemukan efek samping berupa alopesia (kerontokan), stomatitis, leucopenia, infeksi sekunder atau
kandidiasis.
d. Infeksi sekunder dihindarkan. (lebih baik pasien dirawat di kamar yang suci hama).
e. Kemoterapi dengan obat, penggunaan ini bersifat menyerang dan menghancurkan sel-sel kanker patologis yang
menyerang tubuh. Biasanya penggunaan kemoterapi dapat mengakibatkan muncul kanker baru dan untuk
mengatasinya akan ditambahkan obat penghambat timbulnya penyakit baru tersebut.
f.Transplantasi sumsum tulang belakang, Biasanya adalah sumsum tulang belakang dari saudara kandung atau
saudara dekat . keuntungannya adalah sistem imun tidak akan aktif untuk membunuh sel hasil transplantasi.
Kerugiannya sendiri adalah sel yang akan berfungsi dalam waktu yang sangat lama, tidak akan berfungsi
dengan baik dalam waktu singkat.
a. Radiasi, Penggunaannya sendiri dengan dosis tinggi yang nantinya diakumulasikan pada daerah
berakumulasinya sel leukemia.
b. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru setelah tercapai remisi dan jumlah sel Leukemia
cukup rendah cara pengobatan berbeda-beda ini pada setiap klinik bergantung pengalaman, tetapi prinsipnya
sama, yaitu dengan pola sadar :
1) Induksi, dimaksudkan untuk mencapai remisi dengan berbagai obat tersebut sampai sel
blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%. Dimulai 4-6 minggu setela diagnosa
ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi kartikosteroid. Fase induksi dinyatakan berhasil jika tanda-
tanda penyakit berkurang.

15
2) Konsolidasi, bertujuan agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri. Pada fase ini
kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisis dan mengurangi
jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan
pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika
terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat
dikurangi.
3) Rumat, untuk mempertahankan masa remisi agar lebih lama. Biasanya dengan
memberikan sitostatika setengah dosis biasa.
4) Reinduksi, dimaksudkan untuk mencegah relaks biasanya dilakukan setiap 3-4 bulan dengan
pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.
5) Mencegah terjadinya Leukemia pada susunan saraf pusat diberikan MTX (methotrexate,
cytarabine dan hydrocotison ) secara intratekal dan radiasi kranial. tujuannya untuk
mencegah invasi sel Leukemia ke otak.

2. Penatalaksanaan famakologi
a. Kolaborasi pemberian antipiretik, untuk menurunkan panas.
b. Kolaborasi pemberian asam traneksamat, yang berfungsi untuk menghentikan perdarahan.
c. Kolaborasi transfusi darah.
d. Kolaborasi diet dengan ahli gizi.

16
3. Penatalaksanaan terapi diet
a. Meningkatkan Asupan Protein

Protein menjadi sumber nutrisi yang penting bagi penderita leukimia. Sebab protein mengandung asam
amino yang bekerja dalam meningkatkan fungsi kerja sistem imun, sebagai anti bakteri,
sekaligus melakukan perbaikan terhadap sel-sel dan jaringan  yang rusak, termasuk menghambat sel kanker.Di
samping itu, protein juga mengoptimalkan produksi enzim dan hormon dalam tubuh.
Dengan demikian, proses penyembuhan bisa berlangsung lebih cepat. Untuk sumber protein sendiri, bisa kamu
temukan pada makanan hewani ataupun nabati. Misalnya saja ikan, daging, telur, olahan susu, kedelai ataupun
kacang-kacangan.

b. Memperbanyak Konsumsi Makanan Penambah Energi

Selain membutuhkan protein, penderita leukimia juga membutuhkan asupan energi lebih
besar dibandingkan kebutuhan normal. Hal ini dikarenakan sel-sel kanker yang
berkembang pesat dapat menyedot nutrisi dalam tubuh, sehingga si penderita berisiko mengalami
kekurangan gizi yang menyebabkan penurunan berat badan drastis.Maka itu, untuk mengatasi kondisi tersebut, penderita kanker
disarankan memperbanyak asupan makanan berenergi. Ini bisa kamu dapatkan dari beragam sumber makanan. Yang utama adalah
karbohidrat kompleks, seperti beras merah, roti gandum, oatmeal, nasi, kentang, atau ubi.Kau juga bisa menambah energi dengan
mengonsumsi buah-buahan dan sayuran. Pilihlah buah yang mengandu lemak tak jenuh, misalnya alpukat. Sedangkan untuk
sayuran, usahakan yang mengandung serat tinggi agar bisa melancarkan pencernaan sehingga toksin dalam tubuh dapat
dikeluarkan dengan mudah.

17
c. Batasi Konsumsi Sumber Asam Folat
Asam folat atau vitamin B9 memiliki peranan penting bagi ibu hamil, dimana fungsinya untuk mencegah cacat pada
janin. Selain itu, asam folat juga diyakni dapat mencegah kanker serviks, kanker kolon dan pankreas. Namun baru-
baru ini, penelitian yang dilakukan oleh Dr.Shumin Zhang, seorang profesor dari Harvard medical School  di Boston,
menyatakan bahwa asam folat tidak terbukti dapat mencegah kanker. 
Penelitian lain oleh Young In Kim di tahun 2008 juga menyebutkan bahwa asam folat dapat mencegah timbulnya sel
kanker pada jaringan normal. Namun saat sel berkembang abnormal, asupan asam folat justru memicu proliferasi lesi
kanker. Maka itu, mengonsumsi asam folat harus dibatasi untuk terapi penyembuhan leukimia.sederet makanan yang
mengandung tinggi asam folat seperti bayam, brokoli, asparagus dan kacang-kacangan. Untuk mengurangi kadar
asam folat, makanan dapat dipanaskan (misal ditumis, dikukus atau lainnya) terlebih dahulu sebelum dikonsumsi.
d. Lakukan Diet Rendah Purin
Untuk pengidap leukimia, biasanya dokter memberikan obat alupurinol yang bertujuan untuk mencegah peningkatan
kadar asam urat. Meski tidak semua, namun penderita kanker darah berisiko mengalami gout atau asam urat. Maka
itu sangat disarankan untuk membatasi konsumsi makanan tinggi putin, seperti jeroan, daging merah berlemak,
makanan yang diawetkan, sarden dan sejenisnya.Dengan melakukan diet rendah purin, hal ini terbukti dapat
mencegah pembentukan endapan kristal asam urat pada sendi. Dengan begitu, risiko penyakit gout bisa terhindarkan.
e. Mengkonsumsi Buah-buahan
Satu hal lagi yang perlu disediakan untuk terapi leukimia adalah buah-buahan. Makanan ini wajib dikonsumsi setiap
hari. Buah mengandung beragam vitamin, mineral dan antioksidan yang berguna untuk memerangi sel-sel kanker.

18
Adapun jenis buah-buahan berkadar antioksidan tinggi, seperti kismis, kurma, blueberry, anggur, stroberi, pulm,
manggis dan jeruk. Sebuah penelitian di University of Western Ontario, Kanada memaparkan bahwa mengonsumsi
jeruk dapat bekerja hingga 50% dalam menghambat perkembangan sel kanker.
f. Tidak Mengkonsumsi Softdrink, Alkohol dan Rokok
Alkohol, rokok dan minuman bersoda (softdrink) merupakan sederet makanan yang bisa menimbulkan efek buruk
bagi tubuh. Selain bersifat karsinogenik atau dapat memicu kanker, juga dapat mengganggu sirkulasi darah dan
mengurangi asupan oksigen dalam tubuh. Oleh karenanya, rokok, alkohol dan softdrink dianjurkan untuk dibatasi.
Termasuk bagi  penderita leukimia juga sangat tidak dianjurkan.
4. Penatalaksanaan komplementer
a. Jamu, jamu merupakan salah satu terapi komplementer yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
penderita kanker darah ini dikarenakan didalam jamu terdapat senyawa yang mengandung vitamin c, asam askorbat
dan fenol yang fungsinya untuk memblok pembentukan karsinogen.
b. Swedish Massage, terapi komplementer ini menggunakan teknik pijat dimana ini sebagai regimen terapi yang
berfungsi sebagai pengobatan pendamping mengatasi gejala kanker dan gejala efek akibat kemoterapi sehingga
memperkuat kerja terapi utama pengobatan kanker.

19
BAB III

ASKEP

20
A. KASUS

Seorang laki-laki berusia 28 tahun databg ke RS dengan keluhan demam tinggi disertai nyeri kepala hasil anamnesa
didapatkan bahwa klien sering berkeringat pada malam hari, lemas, mudah sakit terutama pilek, mudah pendarahan terutama
di gusi. Dari pemeriksaan fisik didapatkan RR 20x/menit, S 38,7 derajat celcius, N 82 x/menit, TD 120/90 mmHg, leukosit
35.000 sel/tetes darah,HB 6,4 gr/dr, klien tampak lemas dan pucat, bibir kering dan sianosis, akral dingin dan sianosis, CRT 3
detik.

B. Pengkajian
1. Keluhan utama: Demam tinggi disertai nyeri kepala.
2. Riwayat kesehatan sekarang :-
3. Riwayat kesehatan terdahulu :-
4. Pemeriksaan head to toe:
Kesadaran             : Komposmentis.
Keadaan umum      :  Lemas dan pucat, bibir kering dan sianosis, akral ingin dan sianosis.
a. Ttd vital   :   TD   : 120/90 mmHg
                                     N      : 82 x/menit
                                  RR   : 20 x/menit
                                     S     : 38,7 derajat celcius
b. Oksigenisasi klien mudah sakit terutama pilek RR 20x/menit.

21
c. Cairan dan Elektrolit
Klien sering berkeringat pada malam hari.
d. Aktivitas/Istirahat
Klien mengalami gangguan pada aktivitasnya.Klien tampak lemas dan pucat.
e. Nyeri/tidak nyaman
Klien mengeluh nyeri kepala.
f. Neurosensorik
Kesadaran klien komposmentis.
g. Keamanan
Klien mengalami demam tinggi, dan klien mudah mengalami pendarahan
terutama di gusi.

5. Pemeriksaan penunjang
laboratorium       : Leukosit 35.000 sel/tetes darah, CRT 3 detik.
Radiologi         : -
Ekg                  : -

6. Penatalaksanaan

C. Data fokus

22
1. Data objektif:
Setelah dilakukakan pemeriksaan fisik :
a. RR 20x/menit.
b. S 38,7 c
c. N 82 x/menit
d. TD 120/90 mmhg
e. CRT 3 detik
f. PX terlihat:
g. Lemas
h. Pucat
i. Bibir pucat dan sianosis
j. Akral dingin dan sianosis
k. pemeriksaan labor:
l. leukosit 35.000mm3(sel/tetes darah)
m. -hemoglobin 6,4 gr/dl

2. Data subjektif:
PX mengeluhkan:
a. Deman tinggi.
b. nyeri kepala.

23
c. sering berkeringat pada malam hari .
d. lemas.
e. mudah sakit terutama pilek.
f. mudah pendarahan terutama di gusi.

D. Analisa Data
1. Analisa data

NO DATA SDKI ETIOLOGI


1 DS: 1. Perfusi perifer 1. penurunan
-PX mengeluhkan: tidak efektif konsentrasi hb
-Deman tinggi 2. Hipertermia 2. proses penyakit
-nyeri kepala 3. Resiko infeksi 3. ketidak adekuatan
-sering berkeringat 4. Resiko pertahanan tubuh
pada malam hari perdarahan sekunder:
-lemas 5. Intoleransi imununosupresi
-mudah sakit aktivitas 4. penurunan hb
terutama pilek 5. kelemahan
-mudah pendarahan
terutama di gusi

24
DO:
Setelah dilakukakan
pemeriksaan fisik :
-RR 20x/menit
-S 38,7 c
-N 82 x/menit
-TD 120/90 mmhg
-CRT 3 detik
-PX terlihat:
-Lemas
-pucat
-Bibir pucat dan
sianosis
-Akral dingin dan
sianosis
-pemeriksaan labor:
-leukosit
35.000mm3(sel/tetes
darah)
-hemoglobin 6,4

25
gr/dl

2. DX PRIORITAS
a. Perfusi perifer tidak efektif b/d konsentrasi hb
b. Hipertermi b/d proses penyakit.
c. Resiko infeksi d/d Data objektif dan data subjektif
d. Resiko perdarahan d/d Data objektif dan data subjektif
e. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan.

26
E. Rencana Asuhan Keperawatan.

N SDKI SLKI SIKI


O
1 Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Sirkulasi(Intervensi
efektif b/d penurun diharapkan meningkatnya keadekuatan Utama)
konsentrasi hb d/d aliran darah pembuluh darah distal untuk 1. Periksa sirkulasi perifer
menunjang fungsi jaringan. (pengisian kapiler,warna.suhu)
DS: 2. Lakukan pencegahan infeksi
Px mengatakan: -lemas KH: 3. Lakukan perawatan kaki dan
-mudah perdarahan -penyembuhan luka 2(Cukup menurun)- 4 kuku
terutama digusi (cukup meningkat) 4. Lakukan hidrasi
5. Anjurkan berolahraga rutin
DO: px terlihat: -kelemahan otot 2(cukup meningkat)-
-pucat 3(sedang) Pemantauan Hasil
-akral dingin -akral 2(cukup memburuk)-3(sedang) Laboratorium(Intervensi Pendukung)
-lemas 1. Identifikasi pemeriksaan
*pemeriksaan labor: laboratorium yang diperlukan.
-leukosit 2. Kolaborasi dengan dokter jika

27
35.000mm3(sel/tetes hasil laboratorium memerlukan
darah) intervensi media.
-hb 6,4 gr/

2 Hipertermia b/d proses Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen hipertermi (intervensi
penyakit d/d: diharapkan suhu tubuh agar tetap berada utama)
pada rentang normal 1. Monitor suhu tubuh
DS: 2. Sediakan lingkungan yang dingin
-PX mengatakan demam KH: 3. Longgarkan atau lepaskan
tinggi. -pucat 2(cukup meningkat)-3(sedang) pakaian
-suhu tubuh 2(cukup memburuk)-4(cukup 4. Ganti linen setiap hari
DO: membaik) 5. Lakukan pendinginan
-Pucat eksternal(kompres dingin pada
-S 38,7 derajat celcius dahi,leher,dada,abdomen,axila.
*pemeriksaan labor: 6. Anjurkan tirah baring
-leukosit 7. Kolaborasi pemberian cairan dan
35.000mm3(sel/tetes elektrolit intravena,jika perlu.
darah)
Edukasi Pengukuran Suhu Tubuh
(intervensi pendukung)

28
1. Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima informasi
2. Dokumentasikan hasil
pengukuran suhu tubuh
3. Jelaskan prosedur suhu tubuh
4. Ajarkan membaca hasil
termometer raksa dan atau
elektronik.
3 Resiko infeksi d/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Infeksi (intervensi
DS: diharapkan derajat infeksi menurun utama)
*px mengeluhkan: berdasarkan observasi atas sumber 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
-Demam tinggi informasi lokal dan sistemik
-Nyeri kepala 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah
-Sering berkeringat KH: kontak dengan pasien dan
pada malam hari -Demam 2(cukup meningkat)-4(cukup lingkungan pasien
-mudah sakit terutama menurun) 3. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
pilek -Nyeri 2(cukup meningkat)-3(sedang) 4. Ajarkan cara mencuci tangan
-mudah perdarahan -periode malaise 2(cukup meningkat)- dengan benar.
terutama digusi 4(cukup menurun) 5. Anjurkan meningkatkan asupan
-kadar sel darah putih 2(cukup nutrisi
DO: memburuk)-4(cukup membaik) 6. Kolaborasi pemberian imunisasi,

29
*Pemeriksaan labor: jika perlu.
-leukosit 35.000 Pemberian obat (intervensi pendukung)
mm3(sel/tetes darah) 1. Identfikasi kemungkinan alergi,
-HB 6,4gr/dr interaksi, dan kontraindikasi obat.
2. Perhatikan prosedur pemberian
obat yang aman dan akurat.
3. Dokumentasikan pemberian obat
dan respon terhadap obat.
4. Jelaskan jenis obat, alasan
pemberian, tindakan yang
diharapkan, dan efek samping
sebelum pemberian.
4 Resiko perdarahan d/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan perdarahan(intervensi
diharapkan tidak terjadi resiko utama)
DS: perdarahan 1. Monitor tanda dan gejala
Px mudah perdarahan perdarahan
terutama digusi KH: 2. Monitor nilai
Hemoglobin 1(memburuk)-4(cukup hematokrit/hemoglobin sebelum
DO: membaik) dan setelah kehilangan darah
HB 6,4 gr/dr -Suhu tubuh 2(cukup memburuk)- 3. Anjurkann meningkatkan asupan
S 38,7 c 4(cukup membaik) makanan dan vitamin K

30
4. Kolaborasi pemberian obat
pengontrol perdarahan,jika perlu.

Balut tekan (intervensi utama)


1. Monitor jumlah dan warna
cairan drainase dari luka
2. Pasang sarung tangan
3. Jelaskan tujuan dan
prosedur balut tekan

5 Intoleransi aktivitas b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen energi(intervensi


kelemahan d/d diharapkan meningkatnya respon utama)
fisiologis terhadap aktivitas yang 1. Monitor pola dan jam tidur
DS: membutuhkan tenaga 2. Berikan aktivitas distraksi yang
-Px mengeluhkan lemas menenangkan(massage sambil
-Px sering berkeringat KH: bernafas pelan-pelan)
pada malam hari -perasaan lemah 2(cukup meningkat)- 3. Anjurkan tirah baring
-Px mengatakan nyeri 4(cukup menurun) 4. Anjurkan menghubungi perawat
kepala -sianosis 2(cukup meningkat)-4(cukup jika tanda dan gejala kelelahan

31
menurun) tidak berkurang
DO: 5. Kolaborasi dengan ahli gizi
Px terlihat: tentang cara meningkatkan
-lemas asupan makanan
-sianosis
-leukosit 35.000 Terapi aktivitas (intervensi pendukung)
mmm3(sel/tetes darah) 1. Identifikasi defisit tingkat
-hemogblin 6,4 gr/dr aktivitas
2. Fasilitasi makna aktivitas yang
dipilih.
3. Ajarkan cara melakukan aktivitas
yang dipilih.
4. Kolaborasi dengan terapis
okupasi dalam merencanakan dan
memonitor program aktivitas, jika
sesuai.

32
F. Implementasi

N SDKI IMPLEMENTASI EVALUASI


O

33
1 Perfusi perifer Perawatan S: Px mengatakan ujung-
tidak efektif Sirkulasi(Intervensi ujung jari sudah mulai
b/d konsentrasi Utama) hangat dan tidak pucat
hb 1. Memeriksa sirkulasi lagi.
perifer dengan cara
inspeksi warna dan O: Setelah dilakukan
palpasi suhu pada tindakan, Bagian perifer
bagian akral. px terlihat: sudah tidak
2. Melakukan pencegahan sianosis dan mulai
infeksi dengan cara menghangat. Crt: 2 detik.
pemberian vaksinasi.
3. Melakukan perawatan A: Masalah teratasi.
kaki dan kuku dengan
cara menjaga P: Implementasi
kebersihan kaki dan dihentikan.
potong kuku jika kuku
panjang.
4. Melakukan hidrasi
dengan cara banyak
minum air putih.

34
5. Anjurkan berolahraga
rutin seperti berjalan
kaki.

Pemantauan Hasil
Laboratorium(Intervensi
Pendukung)
1. Mengidentifikasi
pemeriksaan
laboratorium seperti:
Jumlah Hb,Leukosit.
2. Berkolaborasi dengan
dokter untuk
mengintervensi hasil
cek laboratorium.

2. Hipertermi b/d Manajemen hipertermi S: Px mengatakan


proses (intervensi utama) badannya sudah tidak
penyakit 1. Monitor suhu tubuh Px panas lagi.
dengan menggunakan O: Setelah dilakukan
termometer digital Tindakan Keperawatan

35
dibagian aksilla selama didapatkan hasil: T:36,8’C
5 menit. Px terlihat tidak pucat.
2. Menyediakan
lingkungan yang dingin A: masalah teratasi.
dengan membuka
jendela ruangan. P: Implementasi
3. Melonggarkan atau dihentikan.
lepaskan pakaian Px,
agar suhu tubuh yang
tinggi tidak tertahan
dengan menggunakan
pakaian yang berbahan
tipis.
4. Mengganti linen setiap
hari dipagi hari agar
kebersihan pasien
terjaga dan terhindar
dari bakteri/virus
akibat berkeringat
malam.

36
5. Melakukan
pendinginan eksternal
dengan cara
mengkompres dingin
pada
dahi,leher,dada,abdome
n,dan aksilla pasien
hingga suhu kembali
normal.
6. Menganjurkan tirah
baring dengan pasien
tidak banyak
melakukan aktivitas.
7. Berkolaborasi
pemberian cairan dan
elektrolit intravena,jika
perlu.

Edukasi Pengukuran Suhu


Tubuh (intervensi pendukung)

37
1. Mengidentifikasi
kesiapan dan
kemampuan menerima
informasi sebelum
perawat memberikan
informasi.
2. Mendokumentasikan
hasil pengukuran suhu
tubuh dicatatan
perkembangan Pasien.
3. Menjelaskan prosedur
pemeriksaan suhu
tubuh ke pasien.
4. Mengajarkan membaca
hasil termometer
elektronik.
3 Resiko infeksi Pencegahan Infeksi S: pasien mengatakan
(intervensi utama) pilek sudah berkurang
1. Monitor tanda dan : Px terlihat masih
gejala infeksi lokal dan mengalami
sistemik influenza.

38
2. Mencuci tangan A: Masalah teratasi
sebelum dan sesudah sebagian
kontak dengan pasien P: Lanjutkan Intervensi
dan lingkungan pasien 2,4,5.
dengan menggunakan
handscrub selama 30
detik.
3. Menjelaskan tanda dan
gejala infeksi kepada
Pasien.
4. Mengajarkan cara
mencuci tangan 6
langkah dengan benar.
5. Menganjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi Pasien.
6. Berkolaborasi
pemberian imunisasi
influenza.

39
Pemberian obat (intervensi
pendukung)
1. Mengidentfikasi
kemungkinan alergi,
interaksi, dan
kontraindikasi obat.
2. Memperhatikan
prosedur pemberian
obat yang aman dan
akurat.
3. Mendokumentasikan
pemberian obat dan
respon terhadap obat.
4. Menjelaskan jenis obat,
alasan pemberian,
tindakan yang
diharapkan, dan efek
samping sebelum
pemberian obat.
4 Resiko Pencegahan S: Px mengatakan sudah

40
perdarahan perdarahan(intervensi tidak mengalami
utama) perdarahan digusi lagi.
1. Monitor tanda dan
gejala perdarahan O: setelah dilakukan
dengan menginspeksi tindakan keperawatan
bagian gusi pasien didapatkan hasil:
yang mengalami 1.gusi pasien tidak ada
perdarahan. perdarahan lagi.
2. Monitor nilai 2.Hb: 7gr/dl
hematokrit/hemoglobin A: masalah teratasi
sebelum dan setelah sebagian
kehilangan darah P: Lanjutkan intervensi 1-
dengan cara melihat 3.
hasil laboratorium.
3. Menganjurkann untuk
meningkatkan asupan
makanan dan vitamin K
4. Berkolaborasi untuk
pemberian obat
pengontrol perdarahan

41
menggunakan obat
asam traneksamat.

Balut tekan (intervensi


utama)
1. Monitor jumlah dan
warna cairan drainase
dari luka
2. Memasang sarung
tangan
3. Menjelaskan tujuan dan
prosedur balut tekan

5 Intoleransi Manajemen S: Px mengatakan lemas


aktivitas b/d energi(intervensi sudah mulai berkurang.
kelemahan utama)
1. Monitor pola dan jam O: setelah dilakukan
tidur dengan cara tindakan keperawatan Px
menanyakan bagaimana terlihat:
kualitas tidur pasien. 1. Lemas berkurang.
2. Memberikan aktivitas 2.Nyaman dan rileks.

42
distraksi yang
menenangkan dengan A: Masalah teratasi
cara massage sambil sebagian.
menginstruksikan P: Intervensi
kepasien untuk dilanjutkan1,2 dan 5.
bernafas pelan-pelan.
3. Menganjurkan Pasien
untuk tirah baring
4. Menganjurkan Px
untuk menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang.
5. Berkolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara
bagaimana
meningkatkan asupan
makanan Px.

Terapi aktivitas (intervensi

43
pendukung)
1. Mengidentifikasi
defisit tingkat aktivitas
2. Memfasilitasi makna
aktivitas yang dipilih.
3. Mengajarkan cara
melakukan aktivitas
yang dipilih.
4. Berkolaborasi dengan
terapis okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor program
aktivitas, jika sesuai.

44
G. Mapping kasus
Sel neoplasma berproliferasi
didalam sum – sum tulang Kerusakan/infiltrasi sum –
Faktor Genetik (pertumbuhan sel yang sum tulang.
abnormal tetapi bukan kanker)
45
Proliferasi sel darah putih
tanpa terkendali / leukosit
Menghasilkan abnormal & immatur.
Immunitas Leukosit
mediator
normal
kimia(interleukin 1)
 sel B Jumlah leukosit abnormal
d/d DO: 35.000 sel/tetes
Suhu darah.
Mudah demam,
tubuh terutama pilek.
38,7’C
LEUKIMIA
Berkeringat
dimalam hari
HIPERTE Hematopoesis terhambat,
HB ,
RMI eritrosit, leukosit normal,
RESIKO INFEKSI (6,4 gr/dl) trombosit

Anemia
Proses infiltrasi sum – sum
tulang mengakibatkan sum –
sum tulang dipenuhi sel – sel
Lemas
leukemik & terjadi
INTOLERANSI Hipoksia
& megacariosit.
AKTIVITAS
Lelah
Trombosit

Sianosis pada
Mudah perdarahan digusi akral Faktor pembekuan darah

46
Akral dingin
RESIKO PERDARAHAN Koagulasi intravaskuler
diseminasi
(mempengaruhi
PERFUSI PERIFER
CRT 3 detik kemampuan darah
TIDAK EFEKTIF
membeku & menghentikan
perdarahan masif)

47
BAB IV

48
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Pasien mengalami leukimia tipe LMA(Leukimia Mieoblastik Akut), LMA di karakteristikkan oleh produksi
berlebihan dari mieloblast. Sering terjadi pada semua usia, tetapi jarang terjadi pada anak-anak. Mieloblast menginfiltrasi
sumsum tulang dan ditemukan dalam darah. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya anemia, perdarahan dan
infeksi,Leukemia Mieloblastik Akut adalah suatu keganasan hematologi yang ditandai dengan pembentukan dan penyebaran
dari sel myloid yang muda (Greer J.P, 2003). Karena dikasus didapatkan data pasien bahwa berumur 28 tahun(dewasa) dan
pada pasien ini salah satu faktor pencetusnya adalah faktor genetik walaupun sebenarnya etiologi kanker merupakan
multifaktorial/banyak faktor yang mempengaruhinnya. Dna individu didapatkan setengah dari kromosom ayah dan setengah
dari kromosom ibu kemungkinan salah satu dari mereka mengirimkan gen kanker kepada si individu lalu ditunjang dengan
faktor – faktor lain yang menyebabkan terjadinya proliferasi sel neoplasma didalam sum – sum tulang karena sudah
berkembangnya sel neoplasma didalam sum – sum tulang lalu merusak/menginfiltrasi sum – sum tulang, karena sum – sum
tulang/alat produksi sel darah yang sudah terinfiltrasi ini ia menghasilkan leukosit yang abnormal dan tidak terkendali dan
immatur akibatnya leukosit abnormal meningkat yang ditandai dengan data Px: 35.000 sel/tetes darah. Seharusnya leukosit
normal pada Pria adalah 5 – 10.000 sel/tetes darah berarti sel leukosit abnormal yang dihasilkan sudah terlalu banyak yang
mengakibatkan hematopoesis terhambat membuat eritrosit,leukosit normal, trombosit menurun. Lalu otomatis hb yang

49
berfungsi untuk mengikat oksigen didalam darah juga menurun yang menyebabkan anemia lalu hipoksia karena terjadinya
hipoksia/kekurangan oksigen didalam darah membuat pasien mengalami lemas dan lelah lalu bisa diangkat diagnosa
keperawatan “Intoleransi Aktivitas”. Karena terjadi hipoksia maka tidak sampai/terjadilah gangguan sehinngga oksigen tidak
sampai ke perifer pasien maka pasien mengalami manifestasi klinis yaitu sianosis pada akral,akral dingin,CRT 3 detik lalu
bisa kita angkat diagnosa keperawatan “perfusi perifer tidak efektif”. Akibat terlalu banyaknya leukosit abnormal dan
menghambat hematopoesis maka trombosit(salah satu faktor pembekuan darah) menurun,akibatnya terjadi koagulasi
intravaskuler diseminasi menurun sehingga mengakibatkan perdarahan masif dan pasien mengalami mudah perdarahan digusi
lalu kita angkat diagnosa keperawatan “Resiko Perdarahan”. Akibat leukosit normal menurun maka otomatis imunitas
menurun dikarenakan salah satu fungsi utama dari leukosit adalah sebagai immunitas/pertahanan tubuh, akibat dari sistem
imun yang menurun maka tubuh merespon untuk mengeluarkan mediator kimia interleukin 1 dihasilkan oleh sel B. Yang
menyebabkan pasien mengalami mudah demam dan pilek, lalu akibat demam yang didapatkan karena tubuh menghasilkan
interleukin tadi tubuh pun beradaptasi dengan berkeringat dimalam hari merupakan upaya tubuh untuk mengurangi kelebihan
panas ditubuh untuk suhu tubuh dapat kembali normal maka diangkat diagnosa keperawatan “Resiko Infeksi”. Suhu tubuh
pasien yang meningkat yang ditandai dengan pemeriksaan suhu:38,7’c maka diangkat diagnosa keperawatan “hipertermi”

B. Diagnosa
1. Perfusi perifer tidak efektif b/d penurunan konsentrasi hb,

Kami mengambil diagnosa prioritas ini yang 1 karena jika perfusi perifer tidak efektif dikarenakan turunnya konsentrasi
hb maka ini akan mengganggu tugas hb sebagai pembawa oksigen keseluruh tubuh,akibatnya jika oksigen tidak

50
sampai/tidak terpenuhi kejaringan tubuh maka sel tubuh tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya,jika tidak segera
ditangani dapat berakibat fatal seperti menurunnya kinerja jantung dan otak.

2. Hipertermia b/d proses penyakit,

Kami mengambil diagnosa prioritas ini yang ke - 2 karena jika demam tinggi akibat proses penyakit harus membutuhkan
penanganan segera karena tubuh dapat dehidrasi,peningkatakan konsumsi o2, dan takutnya suhu tubuh terus meningkat
dan jika tidak ditangani bisa terjadi

3. Resiko infeksi,

Kami mengangkat diagnosa prioritas ini yang ke – 3 karena jika infeksi tidak diatasi maka suhu tubuh yang tadinya sudah
diatasi/sudah kembali normal maka akan naik kembali akibat infeksi.

4. Resiko perdarahan,

Kami mengangkat diagnosa prioritas ini yang ke – 4 karena pasien mudah perdarahan digusi akan beresiko mengalami
penurunan volume darah yang dapat mengganggu kesehatan.

5. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan,

Kami mengangkat diagnosa prioritas ini yang terakhir karena intoleransi aktivitas tidak terlalu mengancam nyawa dan
kemungkinan jika sudah dilakukan dan dipantau terapi dietnya maka kelemahan akan teratasi.

C. Intervensi

51
SDKI SIKI RASIONAL
Perfusi 1. Periksa sirkulasi perifer 1. Untuk mengetahui
perifer (pengisian apakah sirkulasi
tidak kapiler,warna.suhu) perifer kembali ke
efektif 2. Lakukan pencegahan keadaan normal.
b/d infeksi 2. Agar terhindar
penurun 3. Lakukan perawatan kaki terjadinya infeksi.
konsentr dan kuku 3. Agar bakteri/virus
asi hb 4. Lakukan hidrasi tidak mudah
5. Anjurkan berolahraga masuk.
rutin 4. Agar tidak terjadi
dehidrasi.
5. Agar sirkulasi
perifer lancar.

Hiperter 1. Monitor suhu tubuh 1. Untuk mengetahui


mia b/d 2. Sediakan lingkungan suhu tubuh pasien
proses yang dingin apakah sudah
penyakit 3. Longgarkan atau lepaskan kembali normal.
pakaian 2. Agar pasien merasa
4. Ganti linen setiap hari nyaman.

52
5. Lakukan pendinginan 3. Agar sirkulasi udara
eksternal(kompres dingin tubuh lancar
pada dahi,leher,dad 4. Agar terhindar dari
a,abdomen,axila. bakteri/virus akibat
6. Anjurkan tirah baring berkeringat dimalam
7. Kolaborasipemberian hari.
cairan dan elektrolit 5. Agar panas tubuh
intravena,jika perlu. menurun.
6. Agar pasien
mendapatkan
istirahat yang cukup.
7. Agar cairan tubuh
terpenuhi.
Resiko 1. Monitor tanda dan gejala 1. Untuk mengetahui
infeksi infeksi lokal dan sistemik apakah pasien
2. Cuci tangan sebelum dan terdapat infeksi.
sesudah kontak dengan 2. Mencegah cross
pasien dan lingkungan infection antar
pasien pasien.
3. Jelaskan tanda dan gejala 3. Agar pasien paham
infeksi tanda gejala infeksi.

53
4. Ajarkan cara mencuci 4. Untuk mengontrol
tangan dengan benar. dan mengurangi
5. Anjurkan meningkatkan faktor pencetus
asupan nutrisi infeksi.
6. Kolaborasi pemberian 5. Untuk meningkatkan
imunisasi, jika perlu. antibodi alami
tubuh.
6. Untuk mencegah
penyakit akibat
infeksi.
Resiko 1. Monitor tanda dan gejala 1. Untuk mengetahui
perdaraha perdarahan apakah pasien
n 2. Monitor nilai mengalami
hematokrit/hemoglobin perdarahan.
sebelum dan setelah 2. Untuk mengetahui
kehilangan darah apakah nilai ht/hb
3. Anjurkann meningkatkan normal setelah dan
asupan makanan dan sebelum kehilangan
vitamin K darah
4. Kolaborasi pemberian 3. Agar perdarahan
obat pengontrol mudah teratasi.

54
perdarahan,jika perlu. 4. Untuk mengontrol
perdarahan,Jika
perdarahan tidak
teratasi.
Intoleransi 1. Monitor pola dan jam 1. Untuk mengetahui
aktivitas tidur keefektifan pola dan
b/d 2. Berikan aktivitas jam tidur.
kelemahan distraksi yang 2. Untuk menenangkan
menenangkan(massage pikiran dari
sambil bernafas pelan- kegelisahan dan
pelan) mengurangi
3. Anjurkan tirah baring ketegangan otot.
4. Anjurkan menghubungi 3. Agar kelelahan
perawat jika tanda dan dapat berkurang
gejala kelelahan tidak 4. Agar perawat dapat
berkurang melakukan tindakan
5. Kolaborasi dengan ahli askep selanjutnya.
gizi tentang cara 5. Agar nutrisi pasien
meningkatkan asupan bisa terpenuhi
makanan sehingga bisa
mengurangi

55
kelemahan.

BAB V
JURNAL

A. Ringkasan jurnal

56
Terapi komplementer pada diagnosa:
1. Perfusi perifer tidak efektif b/d kosentrasi hb terapi komplementer yang digunakan adalah campuran jus kacang
hijau dan jambu biji terhadap peningkatan kadar HB pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi.
2. Hipertermi b/d proses penyakit terapi komplementer yang dilakukan adalah Kompres adalah salah satu metode fisik
untuk menurunkan suhu tubuh anak yang mengalami demam. Tujuan dari perawatan ini untuk mengetahui
efektifitas kompres hangat untuk menurunkan suhu tubuh pada demam.
3. Resiko infeksi terapi komplementer Swedish Massage Therapy. Pada penelitian tersebut dilakukan randomisasi
(non-blinded prospective study) pada penderita leukemia, dan menyatakan bahwa secara signifikan adanya
penurunan ketidaknyamanan, mengurangi nyeri otot dan laju pernafasan pada fungsi fisiologis, sedangkan pada
fungsi psikologis menurunkan tingkat kecemasan dan emosional, di samping itu pada fungsi psychophysiologic
dapat meningkatkan fungsi sistem kekebalan tubuh, serta meminimalkan risiko infeksi.
4. Reisko perdarahan.
5. Intoleransi aktivitas.

B. Analisa pico
1. Perfusi perifer tidak efektif
P(Problem)
Kanker rmerupakan penyakit kronik yang angka kesakitan dan kematiannya tinggi setiap tahun. Salah satu terapi
dalam penatalaksanaan kanker ini adalah kemoterapi. Tetapi sayangnya kemoterapi menimbulkan berbagai efek
samping yang negatif yang salah satunya adalah penurunan kadar Hemoglobin (Hb). Penelitian ini bertujuan untuk

57
mengetahui pengaruh campuran jus kacang hijau dan jambu biji terhadap peningkatan kadar Hb pada pasien kanker
yang menjalani kemoterapi.

I(Intervensi)

Penelitian ini bersifat kuantitatif yang menggunakandesain Quasy Experiment dengan rancangan pretest-posttest
design with control group.

C(Comparison)

-Terjadinya anemia pada pemberian anti kanker seperti kemoterapi dan radiasi meyebabkan hasil pengobatan
menjadi kurang efekif, respon terhadap radiasi maupun kemoterapi menjadi menurun seta ketahanan hidup pasien
yang sedang menjalani kemoterapi dan radiasi menjadi rendah (Aziz 2010).

-Hampir 45% pasien kanker mengalami anemia sebelum pengobatan dan angka prevalensinya meningkat dengan
tajam menjadi 75% setelah mendapatkan pengobatan Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Pinontoan, Mantik, & Rampengan (2012) yang menunjukkan kadar hemoglobin umumnya rendah terdapat pada
penderita awal induksi kemoterapi.

-Di RSUD Arifin Ahmad sendiri hampir 80 persen pasien kanker yang menjalani terapi mengalami anemia dengan
berbagai derajat keparahan(Huda & Anggraini 2015).

-Namun ada suatu cara lain yang dapat meningkatkan hemoglobin di dalam tubuh yakni dengan pemberian nutrisi
dengan melengkapi asupan mikro nutrien penting yakni zat besi (NCCN 2010).

58
O(Outcome)

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kadar Hemoglobin pasien kanker setelah diberikan campuran jus kacang hijau
dan jambu biji pada kelompok eksperimen adalah 14,07 dan pada kelompok kontrol adalah 10,42. Hasil Statistik
diperoleh p value (0,000) < α (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa campuran jus kacang hijau dan jambu biji
efektif untuk meningkatkan kadar Hb pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi.

2. Hipertermi
P(Problem)
Hipertermia adalah peningkatan suhu inti tubuh manusia yang biasanya terjadi karena infeksi, kondisi dimana otak
mematok suhu di atas setting normal yaitu di atas 38C. Namun demikian, panas yang sesungguhnya adalah bila
suhu >38.5C. Hipertermia juga dapat didefinisikan sebagai suhu tubuh yang terlalu panas atau tinggi.

I(Intervensi)

Penelitian ini menggunakan metode studi kasus deskriptif yaitu dengan cara perawatan selama bertahap dan
teratur kepada klien.

C(Comparison)

-Demam terajadi pada suhu >37,2°C, biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamu atau parasit), penyakit
autoimun,keganasan, ataupun obat-obatan (Surinah, 2009).

59
-Sinyal ini akan menyebabkan terjadinya pengeluarn panas tubuh yang lebih banyak melalui dua mekanisme yaitu
dilatasi pembuluh darah perifer dan berkeringat (Potter & Perry, 2005).

-Pertumbuhan(growth)bersifat kuantitatif dan perkembangan (development) bersifat kuantitatif dan kualitatif


(Soetjiningsih & Ranuh, 2013).

O(Outcome)

Hasil perawatan menunjukkan bahwa terjadi penurunan setelah dilakukan kompres air hangat sesuai target yang
ingin dicapai. Dapat disimpulkan bahwa kompres air hangat efektif menurunkan demam pada klien.

3. Resiko infeksi
P(Problem)
Swedish Massage Therapy memiliki keunggulan dimana sudah dilakukan penelitian tentang keefektifannya pada
tingkat tertinggi hierarchy of evidence, terapi ini dapat digunakan pada semua rentang usia, pada anak-anak terapi
ini dilakukan untuk stimulasi tumbuh kembang dan palliative care pada kondisi penyakit terminal atau penyakit
kronis, intervensi ini bersifat healing touch manipulasi tubuh yang efektif dan efisien.

I(Intervensi)
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan penelitian quasi eksperimen.

C(Comparison)

60
-Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Haun et al. (2015) bertujuan menentukan kelayakan tehnik Swedish
Massage Therapy.

- Swedish Massage Therapy efektif untuk populasi pediatrik lain dengan kondisi sehat bahkan kondisi penyakit
kronis, antara lain bayi prematur dan terkena HIV, anak-anak dengan asma, cystic fibrosis, reumatik arthritis,
menurunkan kadar gula dalam darah pada anak-anak penderita diabetes mellitus type 1 dan 2, serta bermanfaat
secara holistik pada sistem tubuh (Haun et al., 2009; Kashanini et al., 2011; Sajedi et al., 2011).

O(Outcome)

Hasil penelitian ini menunjukkan dampak langsung terhadap peningkatan kualitas hidup terutama pada fungsi
fisik, fungsi emosional dan sosial anak penderita leukemia, sehingga swedish massage therapy ini bermanfaat
sebagai asuhan paliatif yang dapat meningkatkan kualitas hidup anak akibat gejala kanker dan efek pengobatan
kanker dalam jangka waktu yang lama.

61
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Leukimia / kanker darah ini merupakan salah satu penyebab kematian nomor 5 tertinggi di dunia menurut WHO pada
tahun 2018. Leukimia adalah salah satu penyakit kanker darah yang menyerang sum sum tulang dimana sum sum
tulang menghasilkan leukosit yg abnormal,immatur dan proliferasi yang terlalu cepat/banyak. Pada kasus ini pasien

62
tergolong Leukimia Tipe LMA(Leukimia Mieoblastik Akut), setelah dilakukan Asuhan Keperawatan gejala yang
dialami pasien berkurang tetapi Leukimia tipe LMA ini susah sembuh karena rentan terhadap infeksi.

B. Saran
Penulis yakin dalam penyusunan makalah ini dan penyusunan asuhan keperawatan ini belum sempurna karena penulis
masih dalam tahap belajar, maka dari itu penulis berharap bagi para pembaca dapat memberi saran dan usul serta
kritikan yang membangun, sehingga makalah ini menjadi sederhana dan bermanfaat. Dan apabila ada kesalahan serta
kejanggalan penulis mohon maaf karena penulis hanya memiliki ilmu dan kemampuan yang terbatas. Semoga asuhan
keperawatan ini dapat menambah wawasan pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Simon, Sumanto. 2009. Neoplasma Sistem Hematopoietik : Leukemia. Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya. Jakarta

Wiwik H., Andi Sulistyo H. 2011. Pengertian Leukemia. EGC. Jakarta

Brunner, Suddarth. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

63

Anda mungkin juga menyukai