Saat kita ditimpa sakit, kita akan berikhtiar membeli obat untuk meringankan
gejala sakit kita. Namun bila Qodarullah belum mendapatkan kesembuhan, kita akan
berupaya konsultasi minimal dengan dokter umum atau dokter keluarga langganan
kita untuk kemudian diberi resep obat, diperiksa lab atau diarahkan konsultasi
lanjutan. Rangkaian tahapan ikhtiar kita jalankan semata agar ingin mendapat
kesembuhan. Hampir serupa pada obesitas atau kegemukan, sebagaimana pada
artikel edisi sebelumnya, sedang terjadi proses sakit yang samar di dalam tubuh
orang obese. Oleh karena itu pada umumnya, orang obese atau gemuk merasa
belum perlu mencari “kesembuhan” dikarenakan ia tidak merasakan sakit.
Secara garis besar, berdasarkan waktu dan proses terjadinya penyakit, dunia
kedokteran Barat membagi penyakit menjadi dua kelompok, penyakit kronis
(menahun) dan penyakit akut (cepat/singkat). Contoh penyakit akut adalah seperti
ilustrasi di atas, demam, batuk, pilek, penyakit infeksi akut atau kecelakaan. Serta
contoh penyakit kronis adalah darah tinggi, kencing manis, kolesterol tinggi. Ada
pula serangan akut pada kelompok penyakit kronis, seperti serangan jantung atau
stroke. Nah, obesitas adalah suatu kondisi sakit yang sifatnya kronis. Oleh karena
itu, penanganan obesitas tentu berbeda dengan penyakit yang bersifat akut.
Motivasi Syariat
Sebagai seorang Muslim, motivasi apa lagi yang paling agung dalam hidup
kita selain meraih ridho Allah Subhana wa ta’ala? Niatkan fisik yang sehat agar kita
dapat kuat beribadah. Apalagi suri tauladan kita Rasulullah ﷺtelah
mengingatkan kita dalam satu hadits Ibnu Abbas, dia berkata: Nabi ﷺ
bersabda: “Dua kenikmatan, kebanyakan manusia tertipu pada keduanya, (yaitu)
kesehatan dan waktu luang”. (HR. Al Bukhari no. 5933)2 Kita seringkali baru merasakan
nikmatnya sehat fisik kita justru saat kita sedang sakit. Hal ini yang sering penulis
amati di praktik sehari-hari. Padahal, untuk tetap menjaga fisik yang sehat cukup
mudah, murah, dan ada ilmunya.
Di hadits yang lain, lagi-lagi Rasulullah ﷺmenasehatkan kita: dari
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah ﷺ pernah menasehati
seseorang, “Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara (1) Waktu mudamu
sebelum datang waktu tuamu, (2) Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu,
(3) Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, (4) Masa luangmu sebelum
datang masa sibukmu, (5) Hidupmu sebelum datang matimu.”
(HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya 4: 341. Al Hakim mengatakan bahwa hadits ini shahih sesuai
syarat Bukhari Muslim namun keduanya tidak mengeluarkannya. Dikatakan oleh Adz Dzahabiy
dalam At Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim. Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa
At Tarhib mengatakan bahwa hadits ini shahih)3
Pengalaman Pribadi
Sebagai pelajaran yang mungkin dapat dipetik kita bersama. Penulis memiliki
pengalaman pribadi dengan berat badan berlebih (overweight). Penulis selalu
mengalami kesulitan dalam menurunkan berat badan dan paling banyak hanya
mampu menurunkan 1─2 kg dalam jangka 1 bulan untuk kemudian kembali ke berat
badan semula. Pada suatu saat, penulis melakukan cek-up pribadi dengan
memeriksakan darah. Hasilnya, asam urat dan kolesterol tinggi dengan gula darah
puasa di perbatasan (borderline). Mengingat riwayat keluarga penulis ada yang
menderita penyakit jantung dan kencing manis serta stroke, penulis mencari
motivasi untuk memperoleh fisik lebih sehat. Penulis membaca pesan Nabi
ﷺyang lain: dari Miqdam bin Ma’di Karib beliau menegaskan
bahwasanya beliau mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidaklah
seorang manusia memenuhi satu wadah yang lebih berbahaya dibandingkan
perutnya sendiri. Sebenarnya seorang manusia itu cukup dengan beberapa suap
makanan yang bisa menegakkan tulang punggungnya. Namun jika tidak ada
pilihan lain, maka hendaknya sepertiga perut itu untuk makanan, sepertiga yang
lain untuk minuman dan sepertiga terakhir untuk nafas.” (HR. Ibnu Majah no. 3349 dan
dinilai shahih oleh al-Albani dalam shahih sunan Ibnu Majah No. 2720) 4
Sejak saat itu, penulis “tanpa sengaja” setiap harinya mulai mengurangi
asupan sumber karbohidrat setiap makan besar dan tidak meminum minuman instan
berpemanis. Perlahan tetapi pasti “ketidaksengajaan” itu membuahkan komentar
dari rekan dan keluarga penulis,”Kok kamu kurusan?”. Selama “program” itu berjalan
memang penulis “lupa” menimbang berat badan. Hasilnya, dalam 2─3 tahun berat
badan penulis turun 7─8 kg dan saat ini masuk dalam kategori normal. Tiga tahun?
Itu sih semua juga bisa! Anda yakin? Penulis merasa lebih baik kita memulai dengan
hal kecil yang paling mudah kita lakukan terlebih dulu! Kemudian pelan-pelan “naik
kelas”.
Kuncinya: Jangan perhatikan berat badan Anda! Perhatikan saja makan dan
minuman yang Anda masukkan ke dalam mulut Anda untuk kesehatan dan keluarga
Anda! Biiznillah.
Wallahu a’lam