Anda di halaman 1dari 8

TUGAS

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan, Mata Kuliah Teknik Pembuatan Akta Tanah,
Semester III, Tahun Akademik 2020-2021

Disusun oleh:
Nama : Aziza Rachmawati
NIM : 2019010461004
Kelas : Reguler T

Di bawah bimbingan:

Dr. Wira Franciska, SH.,MH.

MAGISTER KENOTARIATAN
UNIVERSITAS JAYABAYA JAKARTA
2020
1. KONSTRUKSI HUKUM

Berdasarkan kasus tersebut, maka langkah pertama yang harus diperhatikan

adalah mengenai pembagian hak bersama atas harta warisan tuan A. atas hal tersebut,

Nyonya B mempunyai hak sebesar 4/6 bagian atau 8000 m, tuan C dan D mendapatkan

masing-masing sebesar 1/6 bagian atau 2000m. atas hal bagian-bagian tersebut haruslah

dibuatkan Akta Pembagian Hak Bersama.

Setelah dibuatkan Akta Pembagian Hak Bersama, tuan C bermaksud untuk

membeli bagian hak waris milik tuan D. niat tersebut harus dilakukan dengan cara

membuat Akta Jual Beli Hak Waris. Tuan C sebagai seorang pengusaha direktur utama

PT. Tunas Jaya Mandiri bermaksud mendapatkan fasilitas kredit pada bank Mandiri

cabang Bandung sebesar 100M, yang menjadi jaminan objeknya adalah tanah yang

terletak di jalan majapahit Nomor 10 seluas 4000m2. Niat kredit tersebut harus dilakukan

dengan cara membuat Akta Perjanjian Kredit. Namun para ahli waris sepakat bahwa

haknya D akan dijual kepada tuan C dan pembayarannya pada saat akad kredit di

perbankan tersebut dan pinjaman untuk PT. Tunas Jaya Mandiri sudah di acc oleh bank

Mandiri. Sehingga dalam waktu yang bersamaan Akta Jual Beli Hak Waris dan Akta

Perjanjian Kredit dibuatkan.

Akibat dari mengakhiri kesepakatan kepemilikan bersama atas Hak Atas Tanah,

maka dibuat Akta Pembagian Hak Bersama. Akta Pembagian Hak Bersama diterbitkan

karena terjadi peristiwa hukum pewarisan.

Setelah perjanjian kredit biasanya akan diikuti dengan dibuatnya Akta

Pengakuan Hutang sebagai bentuk telah direalisasikannya kredit, yaitu penyerahan

pinjaman (uang) secara riil oleh bank kepada debitur. Akta Pengakuan Hutang tersebut
guna penguatan perjanjian kredit, memperkokoh perlindungan hukum terhadap pihak

kreditur. Selama ini akta pengakuan hutang merupakan salah satu dasar hak bagi kreditur

guna mengeksekusi barang jaminan debitur ketika terjadi kredit macet yang dibuat secara

notariil karena akta pengakuan hutang dapat dimintakan grosse aktanya.

Karena pada saat Tuan C melakukan perjanjian Kredit, Tuan C memberikan

jaminan berupa tanah dan hal tersebut mengakibatkan adanya pembebanan Hak

Tanggungan. Pada asasnya pembebanan Hak Tanggungan wajib dilakukan sendiri oleh

Pemberi Hak Tanggungan, dan apabila Pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir

dihadapan Pejabat maka didalam kebutuhannya wajib menunjuk pihak lain sebagai

kuasanya dengan dibuatnya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT)

yang berbentuk akta otentik. SKMHT yang dibuat dalam kasus ini merupakan SKMHT

tidak langsung karena masih adanya urusan pewarisan.

Pada saat SKMHT dan proses pewarisan sudah selesai urusannya. Maka harus

dibuatkan Akta Pemberian Hak Tanggungan.


2. AKTA YANG DIBUAT DAN DOKUMENNYA

AKTA NOTARIS

a. Akta Pengikatan Hak Bersama (APHT)

1. KTP para pihak

2. Kartu Keluarga para pihak

3. Akta Kelahiran

4. Akta atau Keterangan Nikah

5. Surat Kematian

6. Keterangan Hak Mewaris

7. SHM yang sudah dicek keasliannya

b. Akta Jual Beli Hak Waris

1. KTP para pihak

2. Kartu Keluarga

3. Surat Kematian

4. Surat Keterangan Hak Waris

5. Akta Pembagian Hak Waris

6. Akta Pengikatan Hak Bersama

c. Akta Perjanjian Kredit

1. KTP para pihak

2. NPWP Perusahaan

3. NPWP Pribadi

4. RUPS Luar Biasa

5. Akta Pendirian dan Perubahan Terakhir PT


6. Akta Pendirian dan perubahan terakhir BANK

7. Surat Objek Jaminan

8. Kuasa Legal Bank

9. Surat Permohonan Kredit

d. Akta Pengakuan Hutang

1. KTP para pihak

2. NPWP Perusahaan

3. NPWP Pribadi

4. RUPS

5. Akta Pendirian dan Perubahan Terakhir Pt

6. Akta Pendirian dan Perubahan Terakhir Bank

7. Surat Objek Jaminan

8. Kuasa Legal Bank

9. Akta Perjanjian Kredit

e. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT)

1. KTP para pihak

2. Surat Kuasa Bank

3. Akta pendirian sampe perubahan terakhir PT. TJM

4. Akta pendirian sampe perubahan terakhir bank Mandiri

5. Perjanjian kredit

6. SHM

7. Pbb tahun terakhir


AKTA PPAT

a. Akta Pembagian Hak Bersama (APHB)

1. KTP

2. KK

3. Surat Keterangan dan pernyataan ahli waris

4. Surat pernyataan pembagian hak bersama sebelum diaktakan

5. Surat pernyataan objek tidak dalam sengketa

6. SHM

7. Sporadic (surat keterangan penguasaan tanah)

8. Keterangan riwayat tanah

9. Surat keterangan

10. Surat pernyataan persetujuan pembagian harta warisan

b. Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT)

1. KTP direktur PT. TJM

2. KTP direktur bank Mandiri

3. Surat Kuasa Bank

4. Akta pendirian sampe perubahan terakhir PT. TJM

5. Akta pendirian sampe perubahan terakhir bank Mandiri

6. Perjanjian kredit

7. SHM

8. Pbb tahun terakhir

9. SKMHT
3. HONORARIUM

Pengaturan mengenai honorarium atau imbalan jasa notaris dalam hal pembuatan

suatu akta otentik diatur dalam Pasal 36 UUJN menentukan bahwa:

1. Notaris berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikan sesuai

kewenangannya.

2. Besarnya honorarium yang diterima oleh Notaris didasarkan pada nilai ekonomis dan

nilai sosiologis dari setiap akta yang dibuatnya.

3. Nilai ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan dari objek setiap akta

sebagai berikut:

a. Sampai dengan Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) atau ekuivalen gram emas

ketika itu, honorarium yang diterima paling besar adalah 2,5%;

b. Di atas Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp.1.000.000.000,-

(satu miliar rupiah) honorarium yang diterima paling besar 1,5% atau;

c. Di atas Rp.1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) honorarium yang diterima

didasarkan pada kesepakatan antara Notaris dengan para pihak tetapi tidak

melebihi 1% dari objek yang dibuatkan aktanya.

4. Nilai sosiologis ditentukan berdasarkan fungsi sosial dari objek setiap akta dengan

honorarium yang diterima paling besar Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah).

Perbedaan besarnya honorariun yang diterima oleh notaris di wilayah perkotaan

lebih besar dibandingkan di luar wilayah perkotaan. Perbedaan honorarium bukan karena

penetapan di atas maksimal honorarium, melainkan karena harta obyek akta lebih mahal.

Selain itu, dalam Pasal 4 angka 10 Kode Etik mengatur bahwa notaris dilarang

menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dengan jumlah yang lebih rendah
dari honorarium yang telah ditetapkan oleh perkumpulan. Penetapan honor yang lebih

rendah dianggap telah melakukan persaingan yang tidak jujur yang dilakukan melalui

penetapan honor dan hal ini dapat mengakibatkan jabatan notaris dapat dipermainkan.

Sama seperti Notaris, honorarium PPAT juga diatur. Dalam Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat

Akta Tanah Pasal 32 ayat (1) menyatakan bahwa Uang jasa (honorarium) PPAT dan

PPAT Sementara, termasuk uang jasa (honorarium) saksi tidak boleh melebihi 1 % (satu

persen) dari harga transaksi yang tercantum di dalam akta.

Atas dasar ketentuan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa honorarium akta

yang dibuat oleh Notaris dan PPAT mengenai kasus tersebut berdasarkan besarnya

nominal transaksi dalam akta.

Anda mungkin juga menyukai