Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SUBYEK DAN OBYEK ILMU PENDIDIKAN DALAM TINJAUAN FILSAFAT

Disusun Guna Memenuhi tugas Mata Kuliah: Ilmu Pendidikan

Dosen Pengampu:Dr.Masturin, M. Ag.

Disusun Oleh :
1. Ita Amalia Arumdiyah 1910310044
2. Mujahidah Salimatus S. 1910310045
3. Laela Noor Sya’adah 1910310046

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

FAKULTAS TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

TAHUN AKADEMIK 2020


BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar belakang
Filsafat dan ilmu pada dasarnya adalah dua kata yang saling terkait, baik secara
substansial maupun historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat. Filsafat
telah merubah pola pemikiran bangsa Yunani dan umat manusia dari pandangan mitosentris
menjadi logosentris. Perubahan pola pikir tersebut membawa perubahan yang cukup besar
dengan ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan
bagaimana perubahan-perubahan itu terjadi. Dari sinilah lahir ilmu-ilmu pengetahuan yang
selanjutnya berkembang menjadi lebih terspesialisasi dalam bentuk yang lebih kecil dan
sekaligus semakin aplikatif dan terasa manfaatnya. Filsafat sebagai induk dari segala ilmu
membangun kerangka berfikir dengan meletakkan tiga dasar utama, yaitu ontologi,
epistimologi dan axiologi. Maka Filsafat Ilmu  menurut Jujun Suriasumantri merupakan
bagian dari epistimologi (filsafat ilmu pengetahuan yang secara spesifik mengkaji hakekat
ilmu (pengetahuan ilmiah)1. Dalam  pokok bahasan ini akan diuraikan pengertian filsafat
ilmu, obyek kajian serta latar belakang lahirnya yang menjadi cakupannya.

II. Rumusan Masalah


a. Apa yang melatar belakangi filsafat ilmu dan bagaimana definisi filsafat ilmu itu?
b. Bagaimanakah sifat-sifat ilmu pendidikan ?
c. Apa sajakah objek dan subyek ilmu pendidikan dalam tinjauan filsafat ?

1. Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta 2003, hlm
33.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Lahirnya Filsafat Ilmu

Filsafat pengetahuan (Theori of Knowledge Erkennistlehre, Kennesleer atau


Epistimologi) sekitar abad ke-18. Pengetahuan berbeda dengan ilmu terutama dalam
pemakiannya. Ilmu lebih menitik beratkan pada aspek teoritisasi dari sejumlah pengetahuan
yang di peroleh dan dimiliki manusia, sedangkan pengetahuan tidak mensyaratkan teorisasi
dan pengujian. Meskipun begitu pengetahuan adalah sejumlah informasi yang menjadi
landasan awal bagi lahirnya Ilmu. Tanpa didahului oleh pengetahuan, ilmu tidak akan ada
dan tidak mungkin lahir. Pada saat itu, Immanuel Kant menyatakan bahwa filsafat
merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup
pengetahuan manusia secara lengkap. Adanya kekaburan  mengenai batas-batas antara ilmu
yang satu dengan yang lain2, sebab mengapa dia mengatakan hal tersebut. Saat itulah,
filsafat ilmu mulai menjadi topik yang menarik untuk diperbincangkan.
Melalui cabang filsafat ini, diterangkan sumber serta sarana serta tata cara untuk
menggunakan sarana itu guna mencapai pengetahuan ilmiah 3. Dikupas pula mengenai
syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi apa yang disebut kebenaran ilmiah, serta batas-batas
validitasnya. Karena pengetahuan ilmiah atau ilmu a higher level of knowledge (tinggat
pengetahuan yang lebih tinggi) maka lahirlah filsafat ilmu sebagai penerusan
pengembangan filsafat pengetahuan. Jadi, secara praktis, filsafat ilmu sebagai cabang
filsafat yang menempatkan objek sasarannya yakni; ilmu (pengetahuan).

Definisi Filsafat Ilmu


   Filsafat berasal dari bahasa Yunani Philosophia, dan terdiri dari kata Philos yang
berarti kesukaan atau kecintaan terhadap sesuatu, dan kata Sophia yang berarti
kebijaksanaan. Secara harafiah, filsafat diartikan sebagai suatu kecintaan terhadap
kebijaksanaan (kecenderungan untuk menyenangi kebijaksanaan), hikmah atau pengetahuan
yang mendalam. Sedangkan dalam bahasa Arab, ilmu ( ilm ) berasal dari kata alima yang
artinya mengetahui. Jadi ilmu secara harfiah tidak terlalu berbeda dengan science yang
berasal dari kata scire. Namun ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda
dengan science (sains). Sains hanya dibatasi pada bidang-bidang empirisme - positiviesme
sedangkan ilmu melampuinya dengan nonempirisme seperti matematika dan metafisik.
2 Tim Dosen Filsafat Ilmu, Filsafat Ilmu, Liberty, Yogyakarta 2003 hlm 10.
3 Ibid, hlm 11
Berbicara mengenai ilmu (sains) maka tidak akan terlepas dari filsafat. Tugas filsafat ilmu
adalah menunjukkan bagaimana “pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya”.
Filsafat ilmu secara umum dapat difahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu
dan sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat
ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membicarakan obyek khusus, yaitu ilmu
pengetahuan yang memiliki sifat dan kharakteristik tertentu hampir sama dengan filsafat
pada umumnya. Sementara itu, filsafat ilmu sebagai landasan filosofis bagi proses
keilmuan, ia merupakan kerangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri.
Tentang filsafat ilmu itu sendiri merupakan satu cabang filsafat yang khusus
membicarakan tentang ilmu, dan sebagai berikut kami paparkan beberapa definisi dari
Filsafat Ilmu Menurut para ahli:
1)Robert Ackerman
Filsafat ilmu adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa
ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-
pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari
praktek ilmiah secara aktual.
2)Lewis White Beck
Filsafat ilmu adalah ilmu yang membahas dan mengevaluasi metode-metode
pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu
keseluruhan.
3)Michael V. Berry
Filsafat Ilmu adalah penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan
hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.
4)May Brodbeck
Filsafat Ilmu adalah analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan
penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.

B. Sifat-sifat Ilmu Pendidikan


Pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya
sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Sedangkan secara luas,
pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlngsung dalam segala lingkungan
hidup dan sepanjang hidup.4. Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan yaitu tuntunan
didalam hidup tumbuhnya anak-anak, maksudnya menuntun segala kekuatan kodrat yang
4 Redja Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan, Remaja Rosdakarya: Bandung, 2002, hlm.62.
ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat
sapatlah mencapai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan
yang setinggi-tingginya.
Ilmu pendidikan aalah ilmu yang membahas tentang masalah-masalah yang bersifat
ilmu, bersifat teori, ataupun bersifat praktis. Ilmu pendidikan juga berbicara tentang
masalah-masalah yang menyangkut segi pelaksanaan baik menyangkut teori, pedoman-
pedoman maupun prinsip-prinsip tentang pelaksanaan pendidikan.5
Ilmu pendidikan sebagai suatu ilmu juga memiliki beberapa sifat diantaranya sebagai
berikut :
1. Ilmu Pendidikan Bersifat Empiris
Ilmu pendidikan bersifat empiris artinya ilmu pengetahuan tersebut didasarkan
pada observasi kenyataan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif. Atau
dengan kata lain berdasarkan sumber yang dapat dilihat langsung secara materi atau
wujud fisik. Empiris dalam sejarah yaitu sejarah yang memiliki sumber sejarah yang
merupakan kenyataan dalam ilmu sejarah.
Misalnya kalau bercerita tentang terjadinya perang, apakah perang itu benar-
benar terjadi atau tidak, bisa mencari tahu berdasarkan bukti-bukti atau peninggalan
yang ditemukannya, masih adanya saksi yang masih hidup, adanya laporan tertulis,
adanya tempat yang dijadikan pertempuran dan bukti-bukti lainnya. Dengan demikian
cerita sejarah merupakan cerita yang memang empiris, artinya benar-benar terjadi
karena berdasarkan bukti yang ditemukan. Kalau cerita tidak berdasrkan bukti, bukan
sejarah namanya, tetapi dongeng yang bersifat fiktif.6

2. Ilmu Pendidikan Bersifat Normatif


Ilmu pendidikan selalu berhubungan dengan soal siapakah “manusia” itu.
Pembahasan mengenai siapakah manusia biasanya termasuk bidang filsafat yaitu
filsafat antropologi. Pandanagan filsafat tentang manusia sangat besar pengaruhnya
terhadap konsep serta praktik-praktik pendidikan. Karena pandanagn filsafat itu
menentukan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oelh seorang pendidik yang
melaksanakan pendidikan. Nilai yang dijunjung tinggi ini dijadikan norma untuk
menentukan ciri-ciri manusia yang ingin dicapai melalui praktik dan
pengalamanmendidik, tetapi secara normative bersumber dari norma masyarakat, juga

5 Binti Maunah, Ilmu Pendidikan, Teras :Yogyakarta, 2009, hlm.4-7


6 Bahrul Munir, Sifat dan Metode Ilmu Pengetahuan,
dari keyakinan keagamaan yang dianutoleh seseorang. Sedangkan nilai itu sendiri
merupakan ukuran yang bersufat normative, maka dapat ditegaskan bahwa ilmu
pendidikan adalah ilmu yang bersifat normatif.7

3. Ilmu Pendidikan Bersifat Historisitas


Ilmu pendidikan bersifat historis karenaa menguraikan teori sistem sepanjang
zaman dan kebudayaan serta makna filosofis yang berpengaruh pada zaman tertentu.
Berikut merupakan contoh historis sebagai ilmu pendidikan yakni pada masa
Rasulullah SAW:
 Pendidikan Islam di Makkah
Pendidikan Islam terjadi sejak Nabi Muhammad di angkat menjadi Rasul
Allah di Makkah dan beliau sendiri sebagai gurunya. Nabi Muhammad
menerima wahyu yang pertama di Gua Hiro di Makkah pada tahun 610M,
dalam wahyu itu termaktub ayat al-Qur’an yang artinya :”Bacalah (ya
Muhammad) dengan nama Tuhanmu yang telah mejadikan (seemesta alam).
Dia menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu Maha
Pemurah. Yang mengajarkan dengan pena. Mengajarkan kepada manusia yang
belum diketahuinya.8 Dalam masa pembianaan pendidikan agama Islam di
Makkah, Nabi Muhammad juga mengajarkan al-Qur’an karena al-Qur’an
merupakan inti sari dan sumber pokok ajaran Islam. disamping itu, Nabi
Muhammad SAW mengajarkan tauhid kepada umatnya.
Intinya pendidikan dan pengajaran yang diberikan Nabi Muhammad selama di
Makkah ialah pendidikan keagamaan dan akhlak serta menganjurkan kepada
manusia supaya mempergunakan akal pikirannya memperhatikan kejadian
manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan alam semestasesuai anjuran
pendidikan ‘aqliyah dan ilmiah. Pembinaan pendidikan Islam pada masa
Makkah meliputi : pendidikan keagamaan, pendidikan ‘aqliyah dan ilmiah,
pendidikan akhlak dan budi pekerti, dan pendidikan jasmani atau kesehatan.9
4. Ilmu Pendidikan Bersifat Teoritis-Praktis
Pada umumnya ilmu mendidik tidak hanya mencari pengetahuan deskriptif
tentang objek pendidikan, melainkan ingin juga mengetahui bagaimana sebaiknya

7 Burhanuddin Sala, Pengantar Pedagogik (Dasar-dasar Ilmu Mendidik), PT. Rineka Cipta : Jakarta, 2997,
hlm.18-20
8 Q.S Al-Alaq ayat 1-5
9 Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Bumi Aksara: Jakarta,2008,hlm.28.
untuk berfaedah terhadap objek didiknya. Jadi dilihat dari maksud dan tujuannya,
ilmu mendidik boleh disebut “ilmu yang raktis”, sebab ditujukan kepada praktik dan
perbuatan-perbuatan yang mempengaruhi anak didiknya. Jadi, dari praktik-praktik
pendidikan disusun pemikiran-pemikiran secara teoritis. Pemikiran teoritis ini disusun
dalam satu sistem pendidikan yang biasanya disebut ilmu mendidik sistematis. Jadi
sebenarnya kedua istilah itu mempunyai arti yang sama yaitu teoritis sama saja
dengan sistematis. Dalam rangka membicarakan ilmu mendidik teoritis, perlu di
perhatikan sejarah pendidikan. Dengan mempelajari sejarah pendidikan itu terlihat
telah tersusun pandangan-pandangan teoritis yang dapat dipakai sebagai peringatan
untuk menyusun teori pendidikan selanjutnya. Dapat disimpulkan bahwa mendidik
sistematis mendahului ilmu mendidik historis. Akan tetapi ilmu mendidik historis
memberikan bantuan dan memperkaya ilmu mendidik sistematis. Kedua-duanya
membantu para pendidik agar berhati-hati dalam praktik-praktik pendidikan.10

5. Ilmu Pendidikan yang Berdimensi Rohani/Lahiriyah dan Batiniyah


Ilmu pendidikan bersifat rohaniyah karena selalu memandang peserta didik
sebagai makhluk yang bersusila dan ingin menjadikannya sebagai makhluk yang
beradab. Selain itu juga situasi pendidikan yang berdasar atas tujuan manusia tidak
membiarkan peserta didik kepada keadaan alamnya. Sedangkan ilmu pendidikan ynag
bersifat batiniyah yakni ilmu pendidikan yang dalam hal ini lebih tertuju pada
pemahaman batin atau kondisi jiwa seseorang.

C. Objek dan Subyek Ilmu Pendidikan dalam Tinjauan Filsafat  


Objek kajian adalah sasaran yang menjadi fokus bahasan dalam sebuah kajian. Filsafat
Ilmu terbagi menjadi dua bagian, yaitu objek material dan objek formal11:

Objek Material Ilmu
Objek Material adalah suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau
pembentukan pengetahuan itu12. Dalam filsafat ilmu, objek material adalah ilmu
pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan

10 Achmad MUnib,dkk, Pengantar Ilmu Pendidikan, UNNES Press:Semarang,2006,hlm.34.


11  Ibit, hlm, 6
12 Surajiyo, Ilmu Filsafat (Suatu pengantar), Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hlm, 5
metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara
umum. 13
Objek ini merupakan hal yang diselidiki (sasaran penyelidikan), dipandang, disorot
atau dipermasalahkan oleh suatu disiplin ilmu. Objek ini mencakup hal-hal yang bersifat
konkret (seperti makhluk hidup, benda mati) maupun abstrak (seperti nilai-nilai, keyakinan).
ada dalam kenyataan, ada dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan, selain itu,
objek material ini bersifat Jelas, tidak banyak mengalami ketimpangan. 14
Dengan kata lain, objek material ini merupakan suatu kajian penelaahan atau
pembentukan pengetahuan itu, yaitu segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada, baik
bersifat konkret maupun abstrak (tidak tampak)15.
Menurut Drs. H. A. Dardiri bahwa objek material adalah segala sesuatu yang ada,
baik yang ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam kemungkinan. Segala
sesuatu yang ada itu di bagi dua, yaitu :
a)      Ada yang bersifat umum (ontologi), yakni ilmu yang menyelidiki tentang hal yang ada
pada umumnya.
b)      Ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak (theodicae) dan tidak
mutlak yang terdiri dari manusia (antropologi metafisik) dan alam (kosmologi).
Contoh : Objek materialnya adalah manusia dan manusia ini di tinjau dari sudut
pandangan yang berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia di
antaranya psikologi, antropologi, sosiologi dan lain sebagainya16

Objek Formal
Objek Formal adalah sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau
pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu disorot 17. Seperti
fisika, kedokteran, agama, sastra, seni, sejarah, dan sebagainya. Sudut pembahasan inilah
yang dikenal sebagai objek formal. Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat (esensi) ilmu
pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem-problem ilmu
pengetahuan, seperti: apa hakikat ilmu, apa fungsi ilmu pengetahuan, dan bagaimana
memperoleh kebenaran ilmiah. Problem inilah yang di bicarakan dalam

13  Rizal Mustansyir & Misnal Munir, Filsafat Ilmu, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, hlm 44.
14 Mohammad Adib, Filsafat Ilmu (Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan), Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2011,
hlm 54.
15 A. Susanto, Filsafat Ilmu (Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis), Bumi Aksara, Jakarta, 2011, hlm 11
16 http://septian.blog.fisip.uns.ac.id/2013/02/21/objek-material-dan-formal-filsafat-ilmu, 20.00 wib
17 Surajiyo, Ilmu Filsafat (Suatu pengantar), Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hlm 7.
landasan pengembangan ilmu pengetahuan yakni landasan ontologis, epistemologis dan
aksiologis18.
Dengan kata lain, objek formal merupakan sudut pandang atau cara memandang
terhadap objek material (termasuk prinsip-prinsip yang digunakan)19. Sehingga tidak hanya
memberi keutuhan suatu ilmu, namun juga membedakannya dari bidang-bidang lain. Objek
formal ini bersifat menyeluruh (umum) sehingga dapat mencapai hakikat dari objek
materialnya.
Obyek material suatu ilmu dapat saja sama, indentik. Tetapi obyek formal ilmu tidak
sama. Sebab subyek formal ialah sudut pandang, tujuan penyelidikan. Sebagai contohnya
dapat dilihat pada tabel berikut ini Dengan demikian pada dasarnya, untuk mengenal esensi
suatu ilmu, bukanlah pada obyek materialnya, melainkan pada obyek formalnya20.
Obyek pendidikan adalah anak didik (siswa murid). Anak didik adalah mereka yang
sedang mengalami proses didik. Mereka adalah manusia muda yang belum dewasa, dalam
menuju proses menuju kedewasaan, manusia yang sedang dalam proses memanusiakan
dirinya menjadi manusia seutuhya, manusia yang sedang dalam proses pemnudayaan atau
membudayakan dirinya menuju manusia yang beradab. Menurut Drost mereka itulah
manusia yang perlu dibentuk : kanak-kanak, anak, remaja, pemuda, usia antara 0 sampai 20
tahun. Ia menegaskan bahwa kalau sesudah usia 20 tahun masih harus di didik artiny
pendidikan gagal. Dalam arti umum, anak didik adalah setiap orang yang menerima
pengarug dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan.
Dalam arti sempit anak didik adalah anak (pribadi yang belum dewasa) yang diserahkan
kepada tanggungjawab pendidik.

Anak Didik sebagai Obyek sekaligus Subyek


Dilihat dari posisinya sebagai manusia yang dididik, anak didik adalah objek
pendidikan karena ia menjadi sasaran, arah dari tindakan pendidik. Walaupun demikian, anak
didik bukanlah benda mati yang pasif, yang dapat damanipulasi oleh pendidik sesuai
keinginan pendidik, melainkan dia adalah pribadi, orang yang memiliki potensi diri untuk
tumbuh dan berkembang, bersifat aktif, mampu memilih dan menentukan sendiri secara
bebas. Pengaruh anak didik atas seorang murid diberikan oleh dirinya sendiri bersama orang
tua, para teman sebaya, guru, tetangga, artis ditelevisi, penyiar radio dan sebagainya. Dengan

18 Rizal Mustansyir, & Misnal Munir, Filsafat Ilmu, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, hlm 45.
19 A. Susanto, Filsafat Ilmu (Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis), Bumi
Aksara, Jakarta, 2011, hlm 79.
20 http://septian.blog.fisip.uns.ac.id/2013/02/21/objek-material-dan-formal-filsafat-ilmu, 20.00 wib.
demikian, anak didik juga sebagai subjek, yang menentukan dirinya sendiri dan menjadi
pokok, fokus dalam proses pendidikan.

Subyek Pendidikan
Subyek pendidikan adalah pendidik (pengajar, pembelajar). Dalam pendidikan umum,
yang disebut pendidik adalah orang dewasa yang susila atau manusia yang telah menjadi
pribadi seutuhnya atau manusia yang telah berbudaya. Hal ini sejalan dengan definisi
pendidikan yang mengatakan bahwa pendidikan adalah proses pendewasaan anak muda yang
belum dewasa (Langeveld), atau definisi pendidikan oleh Drijarkara, yaitu memanusiakan
manusia (hominisasi) lewat pembudayaan (humanisasi). Hanya manusia deawasa yang susila,
pribadi yang utuh dan berbudaya yang mampu melakukan tindakan mendidik, sebagai subjek
pendidikan. Orang yang belum dewasa, tidak susila, bukan pribadi yang utuh dan berbudaya
tidak mungkin menjadi pendidik. Mendidik adalah memberikan apa yang dimiliki,
menstransfer (transmisi dan transformasi) nilai-nilai, yaitu nilai kedewasaan, kesusilaan,
kepribadian atau kemanusiaann dan kebudayaan. Hanya orang yang memiliki nilai-nilai
sebagai tindakan mendidik. Siapakah pendidik itu ? ia adalah orang tua!
Orang tua adalah pendidik pertama dan utama. Orang tua memperoleh otoritas
mendidik langsung dari Allah sendiri, sebagai hak dasar atau hak asasi manusia. Hal ini
sebagai konsekuensi dari anak yang mereka lahirkan. Anak adalah anugerah Allah, ciptaan
Allah lewat orang tua, yang dipercayakan Allah kepada orang tua. Maka orang tua wajib
mendidik anak sebagai wujud kebaktian/ibadah kepada Allah, sebagai wujud dari iman.
Karena orang tua tidak mungkin melakukan pendidikan seutuhnya kepada anak demi
memenuhi kebutuhan hidupnya secara wajar sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman
(IPTEKS), maka orang tua menyerahkan sebagian otoritas mendidik anaknya kepada pihak
lain, yaitu masyarakat, bangsa atau Negara. Sesuai dengan kodratnya, peran orang tua dalam
pendidikan tak tergantikan.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Filsafat ilmu secara umum dapat difahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu
dan sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat
ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat yang membicarakan obyek khusus, yaitu ilmu
pengetahuan yang memiliki sifat dan kharakteristik tertentu hampir sama dengan filsafat
pada umumnya. Sementara itu, filsafat ilmu sebagai landasan filosofis bagi proses
keilmuan, ia merupakan kerangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri.
Ilmu pendidikan termasuk ilmu pengetahuan empiris yang diangkat dari pengalaman
pendidikan, kemudian disusun secara teoritis untuk digunakan secara praktis. Sebagai ilmu,
ilmu pendidikan mempunyai sifat diantaranya:
1. Ilmu Pendidikan Bersifat Empiris
2. Ilmu Pendidikan Bersifat Normatif
3. Ilmu Pendidikan Bersifat Historisitas
4. Ilmu Pendidikan Bersifat Teoritis-Praktis
5. Ilmu Pendidikan yang Berdimensi Rohani/Lahiriyah dan Batiniyah
Objek kajian adalah sasaran yang menjadi fokus bahasan dalam sebuah kajian.
Filsafat Ilmu terbagi menjadi dua bagian, yaitu objek material dan objek formal. Objek
Material adalah suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan
itu. Objek Formal adalah sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau
pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu disorot.
Obyek pendidikan adalah anak didik (siswa murid). Anak didik adalah mereka yang
sedang mengalami proses didik. Mereka adalah manusia muda yang belum dewasa, dalam
menuju proses menuju kedewasaan, manusia yang sedang dalam proses memanusiakan
dirinya menjadi manusia seutuhya, manusia yang sedang dalam proses pemnudayaan atau
membudayakan dirinya menuju manusia yang beradab.
Subyek pendidikan adalah pendidik (pengajar, pembelajar). Dalam pendidikan umum,
yang disebut pendidik adalah orang dewasa yang susila atau manusia yang telah menjadi
pribadi seutuhnya atau manusia yang telah berbudaya.

DAFTAR PUSTAKA

Adib Mohammad, 2011. Filsafat Ilmu (Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan). Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Achmad Munib,dkk,2006. Pengantar Ilmu Pendidikan,Semarang : UNNES Press

Binti Maunah, 2009.Ilmu Pendidikan, Yogyakarta: Teras.

Burhanuddin Sala, 1997, Pengantar Pedagogik (Dasar-dasar Ilmu Mendidik), Jakarta: PT. Rineka
Cipta

Mufit Fathul, 2008, Filsafat Ilmu Islam, Kudus, STAIN.

Mustansyir Rizal & Misnal Munir, 2003, Filsafat Ilmu.  Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Surajiyo, 2009, Ilmu Filsafat (Suatu pengantar). Jakarta : Bumi Aksara.

Susanto, 2011, Filsafat Ilmu (Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan
Aksiologis). Jakarta : Bumi Aksara.

Suriasumantri Jujun S, 2003 Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan,


Jakarta.

Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Bumi Aksara: Jakarta,2008,hlm.28.

Ulya, 2009, Filsafat Ilmu Pengatuhuan, Kudus, STAIN.


. http://septian.blog.fisip.uns.ac.id/2013/02/21/objek-material-dan-formal-filsafat-
ilmu, 20.00 wib.

Anda mungkin juga menyukai