Anda di halaman 1dari 17

PROPOSAL KEGIATAN

PENYULUHAN DIABETES MELITUS PADA LANSIA DAN


CARA MEMPERLANCAR SIRKULASI PERIFER KAKI DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS LEMPUING KOTA BENGKULU
TAHUN 2020

A. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah
utama dalam kesehatan baik di dunia maupun di Indonesia. DM adalah suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Lebih dari 90 persen dari semua populasi diabetes
adalah diabetes melitus tipe 2 yang ditandai dengan penurunan sekresi insulin karena
berkurangnya fungsi sel beta pankreas secara progresif yang disebabkan oleh resistensi
insulin (American Diabetes Association, 2012).

Menurut World Health Organization/ WHO (2012) bahwa jumlah klien dengan DM di
dunia mencapai 347 juta orang dan lebih dari 80% kematian akibat DM terjadi pada negara
miskin dan berkembang. Pada tahun 2020 nanti diperkirakan akan ada sejumlah 178 juta
penduduk Indonesia berusia diatas 20 tahun dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6%
akan didapatkan 8,2 juta klien yang menderita DM. Hasil penelitian yang dilakukan pada
seluruh provinsi yang ada di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi nasional untuk
toleransi glukosa tertanggu (TGT) adalah sebesar 10,25% dan untuk DM adalah sebesar
5,7% (Balitbang Depkes RI, 2008). Laporan dari Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan berupa Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
menyebutkan 2 terjadi peningkatan prevalensi klien diabetes melitus pada tahun 2007 yaitu
1,1% meningkat pada tahun 2013 menjadi 2,4%. Sementara itu prevalensi DM berdasarkan
diagnosis dokter atau gejala pada tahun 2013 sebesar 2,1% prevalensi yang tertinggi adalah
pada daerah Sulawesi Tengah (3,7%) dan paling rendah pada daerah Jawa Barat (0,5%).
Data Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 prevalensi DM adalah 0,6%.
Provinsi Bengkulu pada tahun 2018 penderita berjumlah 19.535 orang. Di Kota
Bengkulu pada tahun 2018 penderita berjumlah 6.060 orang. (Dinkes, 2018).

Data Riskesdas tersebut menyebutkan bahwa prevalensi klien DM cenderung


meningkat pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, dimana terjadi peningkatan
prevalensi penyakit DM sesuai dengan pertambahan umur namun pada umur ≥ 65 tahun
prevalensi DM cenderung menurun. Prevalensi DM cenderung lebih tinggi bagi klien yang
tinggal di perkotaan dibandingkan dengan di pedesaan. Ditinjau dari segi pendidikan
menurut Riskesdas bahwa prevalensi DM cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan
tingkat pendidikan tinggi (Balitbang Depkes RI, 2013). Penyakit DM merupakan suatu
penyakit kronis yang mempunyai dampak negatif terhadap fisik maupun psikologis klien,
gangguan fisik yang terjadi seperti poliuria, polidipsia, polifagia, mengeluh lelah dan
mengantuk (Price & Wilson, 2005). Disamping itu klien juga dapat mengalami penglihatan
kabur, kelemahan dan sakit kepala. Dampak psikologis yang terjadi pada klien dengan DM
seperti kecemasan, kemarahan, berduka, malu, rasa bersalah, hilang harapan, depresi,
kesepian, tidak berdaya (Potter & Perry 2010), ditambah lagi klien dapat menjadi pasif,
tergantung, merasa tidak nyaman, bingung dan merasa menderita (Purwaningsih & Karlina,
2012). Salah satu dampak psikologis yang dialami pada klien dengan DM adalah 3 stres.
Stres merupakan perasaan yang diciptakan ketika seseorang bereaksi terhadap peristiwa
tertentu. Reaksi tersebut merupakan cara tubuh meningkatnya untuk suatu tantangan dan
bersiap-siap untuk memenuhi situasi yang sulit dengan berfokus, kekuatannya, stamina, dan
kewaspadaan yang meningkat. Peristiwa yang memicu stres disebut stresor, dan mereka
mencakup berbagai macam situasi fisik, seperti cedera atau sakit. Tubuh bersiap untuk
mengambil tindakan dalam menanggapi stres. Persiapan ini disebut respon fight or flight.
Diabetes itu sendiri juga merupakan penyebab stres (Eom et al, 2011). Stres pada klien DM
dibandingkan dengan populasi umum, memiliki tingkat stres yang lebih tinggi, dan
sebagaimana tingkat stres meningkat, kontrol glikemik semakin memburuk dapat berakibat
gangguan pada pengontrolan kadar gula darah (Eom et al, 2011).

Pada keadaan stres akan terjadi peningkatan hormon-hormon stres epinefrin dan
kortisol. Hormon epinefrin dan kortisol keduanya meningkatkan kadar glukosa dan asam
lemak dalam darah sehingga meningkatkan kadar gula darah (Sherwood, 2001).
Masih banyak masyarakat khususnya lansia yang ada di wilayah kerja Puskesmas
Lempuing kota Bengkulu yang masih banyak mengalami penyakit Diabetes Melitus namun
tidak mengetahui pantangan dan cara memperlancar sirkulasi perifer kaki

Untuk itu saat ini kami Mahasiswa prodi Profesi Ners angkatan 3 jurusan keperawatan
Poltekkes Kemenkes Bengkulu tahun 2020 ini ingin melakukan penyuluhan tentang
Hipertensi dan cara pengalihan nyeri saat hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Lempuing
kota Bengkulu.

B. Nama Kegiatan
Penyuluhan Diabetes Melitus pada lansia dan cara memperlancar sirkulasi perifer kaki di
wilayah kerja Puskesmas Lempuing kota Bengkulu
C. Tujuan
Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui apa itu Penyuluhan Diabetes Melitus pada lansia dan cara
memperlancar sirkulasi perifer kaki
Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui apa itu Diabetes Melitus pada lansia?
b. Untuk mengetahui bagaimana cara memperlancar sirkulasi perifer kaki?
D. Waktu dan Tempat Kegiatan
Penyuluhan Hipertensi pada lansia dan cara pengalihan nyeri saat hipertensi di wilayah
kerja Puskesmas Lempuing kota Bengkulu akan dilaksanakan pada :
Hari/Tanggal : Selasa, 13 Oktober 2020
Pukul : 10.00 s/d selesai
Tempat :
E. Sasaran Kegiatan
Lansia diwilayah kerja Puskesmas Lempuing kota Bengkulu
F. Bentuk Kegiatan
Kegiatan yang meliputi :
1. Penyuluhan Penyuluhan Diabetes Melitus pada lansia dan cara memperlancar sirkulasi
perifer kaki
2. Demonstrasi cara memperlancar sirkulasi perifer kaki
G. Susunan Kegiatan
Pembimbing Kelompok 4 : Ns. Hermansyah, S. Kep., M. Kep
Pembimbing Kelompok 5 : Ns. Husni, S. Kep., M. Pd
Pembimbing Kelompok 6 : Ns. Hendri Heriyanto, S. Kep., Kep
Penanggung Jawab : Raden Hafidh Adam F
Ketua Pelaksana : Fiska
Ketua Penanggung Jawab Acara : Al Adrian Dwi A
Sekretaris : Nova Hijjah Suryani
Bendahara : Ruth Kristiani Dolok Saribu
PJ perlengkapan :
1. Al Adrian Dwi A
2. Raden Hafidh Adam F
3. Fiska
H. Susunan Acara

No Waktu Kegiatan Penyuluhan Penanggung Jawab


1. 08.00 - 08.03 Pembukaan : Tria Pratiwi
( 3 Menit )  Mengucapkan salam
 Memperkenalkan diri
 Menjelaskan tujuan dari
penyuluhan

2. 08.03 – 08.33 Acara Inti : Nathasa Nur Rahmah


( 30 Menit )  Menjelaskan tentang Widya Oktari
Diabetes Melitus pada lansia
dan cara pengalihan nyeri
saat hipertensi cara
memperlancar sirkulasi
perifer kaki
 Mensimulasikan tentang cara
memperlancar sirkulasi
perifer kaki

7. 08.33 – 09.33  Mengajak lansia untuk Feni Melani


( 60 Menit ) mendemonstrasikan ulang Winda Aprilia
 Penutup Gita Novera
Dahlia Habibah
Okta Fitri Yani
Wisty Agustina

I. Penutup

Demikianlah proposal ini dibuat untuk dapat dijadikan pedoman dan acuan dalam
melaksanakan kegiatan. Besar harapan kami agar acara ini menjadi dasar bagi berkembangnya
program gerakan masyarakat sehat semoga dapat terlaksana dengan baik dan tujuan yang akan
dicapai terealisasi. Untuk itulah kami sangat mengharapkan bantuan serta dukungan secara
modal maupun materil dari berbagai pihak demi menunjang pelaksanaan acara ini. Atas
perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

Bengkulu, 13 Oktober 2020


Penanggung jawab kegiatan Ketua Pelaksana Acara

Raden Hafidh Adam F Fiska


P0 5120420024 P0 5120420009

Mengetahui,

Kepala Puskesmas Lempuing


Materi :

A. Konsep Teori
1. Diabetes Mellitus
a. Definisi Diabetes melitus
Diabetes mellitus (DM) merupakan kumpulan penyakit
metabolisme yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah
(hiperglikemia) yang disebabkan karena kegagalan sekresi insulin atau
kerja insulin. Hiperglikemia yang kronis dapat menyebabkan kerusakan
jangka panjang, ketidakfungsian dan kegagalan dari berbagai organ
seperti mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (American
Diabetes Association, 2014).

b. Klasifikasi Etiologi Diabetes Mellitus


Penyebab diabetes mellitus menurut PERKENI (2015) dapat
dikategorikan sebagai berikut :
1) Diabetes Tipe 1
Biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi karena kerusakan
sel β (beta). Canadian Diabetes Association (CDA) 2013 juga
menambahkan bahwa rusaknya sel β pankreas diduga karena proses
autoimun, namun hal ini juga tidak diketahui secara pasti.
2) Diabetes tipe 2
Biasanya terjadi pada usia dewasa, seringkali diabetes tipe 2 di
diagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu setelah komplikasi
muncul sehingga tinggi insidensinya sekitar 90% dari penyandang
DM di seluruh dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari
memburuknya faktor risiko seperti kelebihan berat badan dan
kurangnya akitivas fisik.

8
3) Diabetes gestasional
Gestasional DM (GDM) adalah diabetes yang didiagnosis selama kehamilan yang
ditandai dengan hiperglikemia, wanita dengan diabetes gestasional memliki
peningkatan risiko diabetes tipe 2 yang lebih tinggi di masa depan (ADA, 2014).
4) Diabetes Lainnya
Diabetes yang terjadi karena adanya kerusakan pada pankreas yang memproduksi
insulin dan mutasi gen serta mengganggu sel beta prankreas, sehingga
mengakibatkan kegagalan dalam menghasilkan insulin secara teratur sesuai dengan
kebutuhan tubuh.

c. Faktor resiko penyebab NIDDM


Menurut Sudoyo (2006) ; Damayanti. S, (2015) faktor-faktor resiko terjadinya
DM antara lain :
1) Faktor keturunan
Riwayat keluarga dengan NIDDM, akan mempunyai peluang menderita DM
sebesar 15% dan risiko mengalami intoleransi glukosa yaitu ketidakmampuan
dalam memetabolisme karbohidrat secara normal sebesar 30% (LeMone dan Burke,
2008). Faktor genetik mengubah kemampuannya untuk mengenali dan
menyebarkan rangsang sekretoris insulin. Keadaan ini meningkatkan kerentanan
individu tersebut terhadap faktor-faktor lingkungan yang dapat merubah integritas
dan fungsi sel beta pankreas.
2) Obesitas
Obesitas atau kegemukan yaitu kelebihan berat badan ≥ 20% dari berat
badan ideal atau BMI (body mass index 0 ≥ 27 Kg/m2. Kegemukan menyebabkan
berkurangnya jumlah reseptor insulin yang dapat bekerja di dalam sel pada otot
skeletal dan jaringan lemak. Hal ini dinamakan resistensi insulin perifer kegemukan
juga merusak kemampuan insulin saat terjadi peningkatan glukosa darah (smeltzer,
dkk. 2008).
3) Usia
Faktor usia yang risiko menderita NIDDM adalah usia diatas 30 tahun, hal
ini karena adanya perubahan anatomi, fisiologis dan biokimia. Perubahan berlanjut

9
pada tingkat jaringan dan akhirnya pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi
homeostatis. Setelah seseorang mencapai usia 30 tahun, maka kadar glukosa darah
naik 1-2 mg % tiap tahun saat puasa dan akan naik 6-13 % pada 2 jam setelah
makan, berdasarkan hal tersebut bahwa umur merupakan faktor utama terjadinya
kenaikan relevansi diabetes serta gangguan toleransi glukosa (Sudoyo, dkk 2009)
Resistensi insulin pada penyandang NIDDM cenderung meningkat pada
usia diatas 40 tahun. Hal ini disebabkan karena berkurangnya sensitifitas jaringan–
jaringan tubuh terhadap insulin. Kejadian NIDDM mencapai puncaknya pada usia
40-70 tahun. hal ini disebabkan karena kelompok usia diatas 40 tahun mempunyai
resiko lebih tinggi terkena Diabetes mellitus karena menurunnya tingkat toleransi
glukosa yang berhubungan dengan berkurangnya sensitifitas sel perifer terhadap
resistensi insulin (Guyton & Hall, 2012)
4) Tekanan darah
Seseorang yang beresiko menderita DM adalah yang mempunyai tekanan
darah tinggi (hypertensi). Yaitu tekanan darah ≥ 140/90 mmHg. Hipertensi yang
tidak dikelola dengan baik akan mempercepat kerusakan pada ginjal dan kelainan
pada kardiovaskular. Sebaliknya apabilan tekanan darah dapat dikontrol maka akan
memproteksi terhadap komplikasi mikro dan makrovaskuler yang disertai
pengelolaan hiperglikemia yang terkontrol.
5) Aktivitas fisik
Aktifitas fisik yang kurang menyebabkan resistensi insulin pada NIDDM
(Soegondo, Soewondo & Subekti, 2009). Menurut indonesian diabetes association
(Persadia), Soegondo bahwa NIDDM selain faktor genetik, juga bisa dipicu oleh
lingkungan yang menyebabkan perubahan gaya hidup tidak sehat, seperti makan
berlebihan (berlemak dan kurang serat), kurang aktivitas fisik, stres.
6) Kadar kolesterol
Salah satu mekanisme yang diduga menjadi presdisposisi diabetes tipe 2
adalah terjadinya pelepasan asam-asam lemak bebas secara cepat yang berasal dari
suatu lemak visceral yang membesar. Proses ini menerangkan terjadinya sirkulasi
tingkat tinggi dari asam-asam lemak bebas di hati, sehingga kemampuan hati untuk
meningkat dan mengekstrak insulin dari darah menjadi berkurang. Hal ini dapat

10
mengakibatkan hiperinsulinemia. Akibat lainnya adalah peningkatan
glukoneogenesis dimana glukosa darah meningkat.
7) Stress
Stres memicu reaksi biokimia tubuh melalui 2 jalur, yaitu neural dan neuro
endokrin. Reaksi pertama respon stres yaitu sekresi sistem saraf simpatis untuk
mengeluarkan norepinefrin yang menyebabkan peningkatan frekuensi jantung.
Kondisi ini menyebabkan glukosa darah meningkat guna sumber energi untuk
perfusi. Bila stres menetap akan melibatkan hipotalamus-pituitari. Hipotalamus
mensekresi corticotropin-releasing faktor, yang menstimulasi pituitari anterior
untuk memproduksi adreno cortocotropic Hormone (ACTH) kemudian ACTH
menstimulasi pituitari anterior untuk memproduksi glukokortikoid, terutama
kortisol. Peningkatan kortisol mempengaruhi peningkatan glukosa darah melalui
glukoneogenesis, katabolisme protein dan lemak). Selain itu kortisol juga dapat
menginhibisi ambilan glukosa oleh sel tubuh (Individual Wellbeing Diagnostic
Laboratories, 2008).

d. Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus


1) Pengeluran urin (Poliuria)
Poliuria dalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam meningkat
melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala DM dikarenakan kadar gula
dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk mengurainya dan
berusaha untuk mengeluarkannya melalui urin. Gejala pengeluaran urin ini lebih
sering terjadi pada malam hari dan urin yang dikeluarkan mengandung glukosa
(PERKENI, 2011)
2) Timbul Rasa Haus (Polidipsia)
Polidipsia adalah rasa haus berlebih yang timbul karena kadar glukosa
terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupan cairan
(Subekti, 2009).
3) Timbul Rasa Lapar (Polifagia)

11
Pasien DM akan merasa lapar dan emas, hal ini disebabkan karena glukosa
dalam tubuh semakin habis sedangkan kadar glukosa dalam darah cukup tinggi.
4) Penyusutan berat badan
Penyusutan berat badan pada pasien DM dikarenakan tubuh terpaksa
mengambil dan membakar sebagai cadangan energi (Subekti, 2009).

e. Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe II


Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak mutlak. Ini berarti
bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan yang dtandai dengan kurangnya sek beta atau defisiensi insulin resistensu
insulin perifer ADA, 2015). Resistensi insulin perifer berarti terjadi kerusakan pada
reseptor-reseptor insulin sehingga menyebabkan insulin menjadi kurang efektif
mengantar pesan- pesan biokimia menuju sel-sel (CDA, 2013). Dalam kebanyakan
kasus diabetes tipe 2 ini, ketika obat oral gagal untuk merangsang pelepasan insulin
yang memadai, maka pemberian obat melalui suntikan dapat menjadi alternatif.

f. Komplikasi Diabetes mellitus


1) Komplikasi Metabolik Akut
Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah), ketoasidosis diabetic, dan
sindrom HHNK (koma hiperglikemia hiperosmoler non ketotik) .
2) Komplikasi metabolik kronik
Berupa kerusakan pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) seperti
kerusakan retina mata (Retinopati), kerusakan ginjal (Nefropati diabetik),
kerusakan syaraf (Neuropati diabetik) dan komplikasi pembuluh darah besar
(makrovaskuler) yaitu penyakit jantung coroner, penyakit serebrovaskuler (Price &
Wilson, 2006).

g. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus


Menurut (Soelistijo, Novia dkk, 2015) penatalaksanaan DM dimulai dengan
menerapkan pola hidup sehat (terapi nutrisi medis dan aktivitas fisik) bersamaan

12
dengan intervensi farmakologis (obat anti hiperglikemia) secara oral dan /atau
suntukan. Penatalaksanaan penyandang DM, yaitu :
1) Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu dilakukan sebagai bagian
dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan
DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari edukasi tingkat awal dan tingkat
lanjut (PERKENNI, 2015).
2) Terapi Nutrisi Medis (TNM)
TNM sangat penting dari penatalaksanaan NIDDM secara komprehensif.
Kunci keberhasilannya adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim
(dokter, ahli gizi, petugas kesehatan lainya serta pasien dan keluarganya) guna
mencapai sasaran. TNM sebaiknya diberikan sesuai dengan kebutuhan setiap
penyandang. Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai
dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Penyandang DM
perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis
dan jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat yang
meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin (PERKENNI, 2015).
3) Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pnegelolaan NIDDM
apabla tidak disertai nefropati. Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani
dilakukan secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama 30-45 menit, dengan
total 150 menit perminggu, jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.
Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan jasmani.
Apabila kadar glukosa darah < 100 mg/dl pasien harus mengkonsumsi karbohidrat
terlebih dahulu dan bila > 250 gr/dl dianjurkan untuk menunda latian jasmani.
Keiatan sehari-hari atau aktivitas sehari-hari bukan termasuk dalam latihan jasmani
meskipun dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari. Latihan jasmani selain untuk
menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah
(PERKENNI, 2015).

13
Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani dengan dengan
intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal) seperti : jalam cepat,
bersepeda santai, jogging dan berenang. Penyandang DM tanpa kontraindikasi
(osteoatrithis, hipertensi yang tidak terkontrol, retinopati, nefropati) dianjurkan juga
meakukan resistance training (latihan beban) 2-3 kali/ minggu sesuai dengan
petunjuk dokter.
4) Farmakologi
Diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya
hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.

Tabel 2.1
Profil Obat Anti hiperglikemia Oral yang Tersedia di Indonesia
Golongan obat Cara kerja Utama Efek Samping Penurunan
HbA1c
Sulfonilurea Meningkatkan sekresi BB naik, 1.0-2.0 %
insulin Hipoglikemia
Glinid Meningkatkan sekresi BB naik, 0.5 – 1.5 %
insulin Hipoglikemia
Metaformin Menekan produksi glukosa Dyspepsia , diare, 1.0-2.0 %
hati & Menambah asidosis laktat
sensitifitas terhadap insulin
Penghambat/Alfa Menghambat absorpsi Flatulen, tinja 0.5-0.8 %
Glukosidase glukosa lembek
Tiazolidindion Menambah sensitifitas edema 0.5 -1.4 %
terhadap insulin
Penghambat Meningkatkan sekresi Sebah dan muntah 0.5-0.8 %
DDP-IV insulin, menghambat sekresi
glukagon
Penghambat Menghambat penyerapan Dehidrasi, ISK 0.8-1.0 %
SGLT-2 kembali Glukosa di Tubui
distal Ginjal
(PERKENNI, 2015)

2. Glukosa Darah
a. Definisi Glukosa darah
Glukosa darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang berasal dari
karbohidrat dalam makanan dan dapat disimpan dalam bentuk glikogen di dalam hati
dan otot rangka (Joyce, 2007). Energi sebagian besar berfungsi untuk kebutuhan sel
dan jaringan yang berasal dari glukosa. Setelah pencernaan makanan yang

14
mengandung banyak glukosa. Kadar glukosa darah adalah jumlah atau konsentrasi
glukosa yang terdapat dalam darah (soeryodibroto, 1998).
Secara normal kadar glukosa darah akan meningkat, namun tidak melebihi 170
mg/dl. Pengaturan kadar glukosa darah diatur oleh keseimbangan hormon yang
menaikkan glukosa darah oleh hormon glucagon, hormon glukagon, hormon epinefrin,
hormon glukokortikoid, dan hormon pertumbuhan. Banyak hormon yang berperan
dalam mempertahankan glukosa darah Pengukuran glukosa darah dapat dilakukan
untuk memantau mekanisme regulatorik ini. Penyimpangan berlebihan kadar glukosa
darah dari normal baik tinggi maupun rendah, maka terjadi gangguan homeostatis
yang dapat berhubungan dengan hormon (Sacher A, 2004).

b. Macam-macam Pemeriksaan Glukosa Darah


Berdasarkan Depkes RI ada beberapa macam pemeriksaan glukosa darah
yang dapat dilakukan, yaitu :
1) Glukosa Darah Sewaktu
Pemeriksaan gula darah yang dilakukan setiap waktu sepanjang hari tanpa
memperhatikan makan terakhir yang dimakan dan kondisi tubuh orang tersebut.
2) Glukosa Darah puasa
Glukosa darah puasa adalah pemeriksaan glukosa darah yang dilakukan
setelah pasien melakukan puasa selama 8-10 jam.
3) Glukosa Darah 2 jam Post prandial
Pemeriksaan glukosa ini adalah pemeriksaan glukosa yang dihitung 2 jam
setelah pasien menyelesaikan makan.

15
Tabel 2.2
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM
(mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM
DM

Kadar glukosa darah Plasma vena <100 100-199 ≥ 200


sewaktu (mg/dl)
Darah kapiler <90 90-199 ≥ 200

Kadar glukosa darah Plasma vena <100 100-125 ≥126


puasa (mg/dl)
Darah kapiler <90 90-99 ≥100

(PERKENNI, 2015)

c. Pengendalian Kadar Glukosa Darah


Pengendalian kadar gula darah yang baik dan optimal diperlukan untuk dapat
mencegah terjadinya komplikasi kronik. Untuk menyatakan kadar gula darah yang
terkontrol, tidak hanya tergantung pada hilangnya gejala DM saja, tetapi harus dengan
pemeriksaan kadar glukosa darah. Diabetes mellitus yang terkendali baik, tidak hanya
kadar glukosa darahnya saja yang baik, tetapi meliputi pulsa status gizi, tekanan darah,
kadar lipid maupun HbAIC (Soewondo, 2002)

16
SOP TAK:

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR


PEMERIKSAAN GULA DARAH
NO PROSEDUR KET
1. PERSIAPAN
1. Persiapan Alat
a. Glukometer / alat monitor kadar glukosa darah
b. Kapas Alkohol
c. Hand scone bila perlu
d. Stik GDA / strip tes glukosa darah
e. Lanset / jarum penusuk
f. Bengkok
g. Tempat sampah
2. Lingkungan
Menjaga privasi klien
2. PROSES PELAKSANAAN
1. Jelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada
pasien.
2. Mencuci tangan.
3. Memakai handscone bila perlu
4. Atur posisi pasien senyaman mungkin.
5. Dekatkan alat di samping pasien.
6. Pastikan alat bisa digunakan.
7. Pasang stik GDA pada alat glukometer.
8. Mengurut jari yang akan ditusuk (darah diambil dari salah
satu  ujung jari telunjuk, jari tengah, jari manis tangan kiri /
kanan).
9. Desinfeksi jari yang akan ditusuk dengan kapas alkohol
10. Menusukkan lanset di jari tangan pasien, dan biarkan darah
mengalir secara spontan
11. Tempatkan ujung strip tes glukosa darah (bukan diteteskan )
secara otomatis terserap ke dalam strip
12. Menghidupkan alat glukometer yang sudah terpasang stik
GDA.
13. Menutup bekas tusukkan lanset menggunakan kapas alkohol.
14. Alat glukometer akan berbunyi dan bacalah angka yang
tertera pada monitor.
15. Keluarkan strip tes glukosa dari alat monitor
16. Matikan alat monitor kadar glukosa darah
17. Membereskan alat.
18. Mencuci tangan.
3. EVALUASI
Dokumentasi : catat hasil pada buku catatan

17
STANDART OPERASIONAL
PROSEDUR SENAM PROLANIS
PROSEDUR KET
1. Input
1. DVD
2. DVD senam Prolanis
3. Speaker (pengeras suara)
2. Proses
1. Pemanasan (warming up), gerakan umum, yang melibatkan otot dan
sendi, dilakukan secara lambat dan hati-hati. Pemanasan dilakukan
bersama dengan peregangan lamanya kira-kira 8-10 menit. Pada 5
menit terakhir pemanasan dilakukan lebih cepat, pemanasan
dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi cedera dan
mempersiapkan sel-sel tubuh agar dapat turut serta dalam proses
metabolisme yang meningkat.
2. Latihan/gerakan inti senam lansia dilakukan 10-20 menit,
gerakannya meliputi :
a. Jalan ditempat sambil mengatur napas
b. Kaki bergantian ke depan dan tangan diangkat setinggi bahu
c. Melangkah kesamping dua langkah, posisi tangan seperti
mendorong
d. Ulangi gerakan diatas 4 set
e. Jalan ditempat sambil mengatur napas
f. Maju dengan mengangkat lutut sejajar paha dan kedua siku
diayun didepan dada
g. Melangkah ke samping satu langkah dan tangan didorong ke
atas dengan mengepal
h. Ulangi  gerakan e,f,g selama 4 set
i. Jalan ditempat sambil mengatur napas
j. Mengangkat lutut serong dan siku seolah-olah menyentuh lutut
k. Mengankat kaki ke depan dan mengangkat tangan ke pinggang
l. Ulangi gerakan i,j,k selama 4 set
m. Jalan ditempat sambil mengatur napas
n. Kaki maju dan mundur 2 langkah dan tangan mengepal
diluruskan kedepan
o. Kaki dibuka jinjit kesamping dan tangan bertepuk dan dibuka
p. Ulangi latihan m,n,o selama 4 set
q. Jalan ditempat sambil mengatur napas
r. Melangkah ke samping 2 langkah sambil merentangkan lengan
sejajar bahu
s. Menghadap kesamping, ujung kaki dibuka-tutup sambil tangan
didorong ke atas
t. Ulangi q,r,s selama 4 set
u. Jalan ditempat sambil mengatur napas
v. Mengayun tangan diatas sampai sejajar bahu
w. Mengayun tangan dibawah sampai sejajar bahu
x. Bertepuk tangan
3. Pendinginan (cooling down), dilakukan secara aktif artinya, setelah
latihan inti perlu gerakan umum yang ringan sampai suhu tubuh

18
kembali normal yang ditandai dengan pulihnya denyut nadi dan
terhentinya keringat. Pendinginan dilakukan seperti pada
pemanasan yaitu selama 8-10 menit.
C Output
1. Dokumentasi

19

Anda mungkin juga menyukai