ASMA
A. Definisi
Asma adalah penyakit yang disebabkan oleh peningkatan respon dari
trachea dan bronkus terhadap bermacam-macam stimulus yang ditandai
dengan menyempitnya bronkus dan bronkiolus dan sekresi yang
berlebihan dari kelenjar-kelenjar mukosa bronkus. Asma juga disebut
dengan penyakit paru-paru kronis yang menyebabkan penderita sulit
bernapas. Hal ini disebabkan karena adanya pengencangan dari otot sekitar
saluran pernafasan, peradangan, rasa nyeri, pemebngkakan dan iritasi pada
saluran nafas di paru-paru. Asma adalah suatu keadaan dimana saluran
nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan
tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat
berulang namun reversible (Nurarif & Kusuma, 2015). Asma adalah
penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan
bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu
(Smeltzer, 2002 : 611)
B. Etiologi
Menurut berbagai penelitian menunjukkan dasar gejala asma yang
inflamasi dan respons saluran napas yang berlebihan ditandai dengan
adanya kalor (panas karena vasodilatasi), tumor (esudasi plasma dan
edema), dolor (rasa sakit karena rangsangan sensori), dan function laesa
(fungsi yang terganggu) (Sudoyo, 2009).
Sedangkan menurut Nurarif & Hardhi (2015) pemicu timbulnya serangan-
serangan asma adalah:
Infeksi: virus yang menyebabkan flu, bakteri dan jamur, infeksi virus
RSV.
Cuaca/iklim: perubahan tekanan udara, suhu udara berubah secara
mendadak, angin dan kelembapan udara. Zat iritan, bahan kimia, asap
rokok, emosional.
Genetik : keturunan. Resiko orang tua dengan asma maka akan
mempunyai anak dengan asma tiga kali lipat lebih tinggi.
Inhalan: debu, kapuk, tungau, bulu binatang, serbuk sari, bau asap, uap
cat.
Makanan: putih telur, susu sapi, kacang tanah, coklat, biji-bijian, tomat.
Obat: aspirin
Kegiatan fisik: olahraga berat, kecapaian, tertawa terbahak-bahak.
Jenis kelamin, jumlah kejadian asma pada anak laki-laki lebih banyak
dibandingkan anak perempuan (Van, 2004). Peningkatan resiko pada
anak laki-laki disebabkan oleh semakin menyempitnya saluran
pernapasan, perubahan pada pita suara yang cenderung membatasi
respon bernapas.
Faktor lingkungan : adanya tengau debu rumah, binatang kecoa, makan-
makanan tertentu, bahan pengawet dan penyedap, obat-obatan tertentu,
iritan, ekspresi emosi yang berlebihan.
C. Faktor Resiko
D. Klasifikasi
Asma dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1. Asma bronkial
2. Asma kardial
Sedangkan menurut McConnel & Holgate (Sudoyo, 2009) asma dapat
dibedakan menjadi:
1. Asma ekstrinsik
2. Asma intrinsik
3. Asma yang berkaitan dengan penyakit paru
E. Patofisiologi
Edema mukosa,
sekresi produktif,
kontriksi otot
Spasme otot polos sekresi polos meningkat
kelenjar bronkus meningkat GANGGUAN
PERTUKARAN
GAS Konsentrasi
Penyempitan/obstruksi oksigen dalam
proksimal dari bronkus darah menurun
pada tahap ekspirasi
dan inspirasi
hipoksemiaa
INTOLERANSI
KETIDAKEFEKT AKTIVITAS
IVAN POLA
NAPAS
Sumber: Sibuea (2009), Rahajoe (2012), Aru (2009), dalam Nurarif & Hardhi (2015)
G. Diagnostik Penunjang
1. Spirometer : dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator hirup
(nebulizer/inhaler), positif jika peningkatan VEP/KVP > 20%.
2. Sputum : eosinofil meningkat
3. Eosinofil darah meningkat.
4. Uji kulit
5. RO dada yaitu patologis paru/komplikasi asma
6. AGD: terjadi pada asma berat pada fase awal terjadi hiposekmia dan
hipokapnia (PCO2 turun) kemudian fase lanjut normokapnia dan
hiperkapnia (PCO2 meningkat).
7. Foto dada AP dan lateral: hiperinflasi paru, diameter anteroposterior
membesar pada foto lateral, dapat terlihat bercak konsolidasi yang
tersebar.
H. Penatalaksanaan
Program penatalaksanaan asma meliputi 7 komponen (Nurarif & Hardhi,
2015), yaitu:
1. Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditi dan mortaliti. Edukasi
tidak hanya ditujukan untuk penderita dan keluarga tapi juga pihak lain
yang membutuhkan seperti pemegang keputusan, pembuat perencanaan
bidang kesehatan/asma, profesi kesehatan.
2. Menilai dan memonitor berat asma secara berkala
Penilaian klinis berkala antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh
penderita sendiri mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma.
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut
sebagai asma terkontrol. Terdapat 3 faktor yang perlu dipertimbangkan
yaitu medikasi (obat-obatan), tahapan pengobatan, dan penanganan
asma mandiri (Pelangi asma).
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
Pengobatan serangan ringan yang paling baik adalah pengobatan
inhalasi agonis beta-2. Pengobatan pada serangan sedang adalah
nebulasi agonis beta-2 tiap 4 jam dengan alternatif agonis beta-2
subkutan, aminofilin IV, adrenalin 1/1000 0,3 ml SK. Pengobatan pada
serangan berat terbaik pengobatan yang dilakukan adalah nebulisasi
agonis beta-2 tiap 4 jam dengan pengobatan alternatif agonis beta-2
SK/IV, dan adrenalin 1/1000 0,3 ml SK. Sedangkan pengobatan yang
mengancam jiwa seperti serangan akut berat dapat dipertimbangkan
dengan menggunakan intubasi dan ventilasi mekanis.
6. Kontrol secara teratur
Penatalaksanaan jangka panjang terdapat 2 hal yang harus diperhatikan
dokter adalah follow up secara teratur dan rujuk ke ahli paru untuk
konsultasi atau penanganan lanjut bila diperlukan.
7. Pola hidup sehat
a. Meningkatkan kebugaran fisik, dengan cara olahraga mengikuti
Senam Asma Indonesia (SAI) adalah salah satu bentuk olahraga
yang dianjurkan karena melatih dan menguatkan otot-otot
pernapasan.
b. Berhenti atau tidak pernah merokok
c. Lingkungan kerja, kenali lingkungan kerja yang berpotensi dapat
menimbulkan asma.
I. Asuhan Keperawatan
1. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun
strategi pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu
maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada
gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat yang disertai
gangguan kesadaran. Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya
pada waktu serangan. Pada serangan asma bronkial yang ringan dan
tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas.
Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang
timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau
dengan pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu
yang lama.
2. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung
diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga
berguna untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma,
meliputi pemeriksaan :
1) Status kesehatan umum. Perlu dikaji tentang kesadaran klien,
kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi,
frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot
pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan posisi
istirahat klien.
2) Integumen. Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan
pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik,
perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria
atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan
kusam.
3) Thorak. Inspeksi: Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan
kesemetrisan adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi
otot-otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi
peranfasan. Palpasi: Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan,
ekspansi dan taktil fremitus. Perkusi: Pada perkusi didapatkan
suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi
datar dan rendah. Auskultasi: Terdapat suara vesikuler yang
meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari
3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.
4) Sistem pernafasan. Batuk mula-mula kering tidak produktif
kemudian makin keras dan seterusnya menjadi produktif yang
mula-mula encer kemudian menjadi kental. Warna dahak jernih
atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama
kalau terjadi infeksi sekunder.
a) Frekuensi pernapasan meningkat
b) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi
c) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang
memanjang disertai ronchi kering dan wheezing.
d) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada
inspirasi bahkan mungkin lebih.
e) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan
diameter anteroposterior rongga dada yang pada perkusi
terdengar hipersonor.
Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan
pengaktifan otot-otot bantu napas (antar iga,
sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi
suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan
cuping hidung.
Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan
pernapasan cepat dan dangkal dengan bunyi pernapasan
dan wheezing tidak terdengar(silent chest), sianosis.
5) Sistem kardiovaskuler. Tekanan darah meningkat, nadi juga
meningkat Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
a) takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
b) Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan
darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal
tidak lebih daripada 5 mmHg, pada asma yang berat bisa sampai
10 mmHg atau lebih.
c) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun,
gangguan irama jantung
3. Analisa Data
N Data Etiologi Masalah
o
1 DS : Faktor pencetus Ketidakefektifan
- Klien mengatakan ↓ bersihan jalan
sesak napas Mengeluarkan mediator: histamin, napas
- Klien mengatakan platelet, bradikinin
batuk tidak dapat ↓
keluar Permiabilitas kapiler meningkat
↓
DO : Kontriksi otot polos meningkat
- Adanya suara napas ↓
tambahan dan Spasme otot polos sekresi kelenjar
wheezing bronkus meningkat
- Pernapasan >25x/m ↓
Obstruksi bronkus pada tahap
ekspirasi dan inspirasi
↓
Batuk, wheezing, sesak napas
↓
Ketidakefektifan bersihan jalan
napas
4. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
b. Gangguan pertukaran gas
c. Pola Nafas tidak efektif
d. Nyeri akut
e. Intoleransi aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN
Aru, Sudoyo., dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, ED. 4.
Jakarta: Internal Publishing.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. (2015). Asuhan Keperawatan
berdasarkan Diagnosa Medis Nanda. Yogyakarta: Medication.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2003). Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Asma di Indonesia.
Rahajoe, Nastini & Supriyanto Bambang, dkk. (2012). Buku Ajar Respirologi
Anak, Ed. 1. Jakarta: IDAI.
Sibuea, Herdin, dkk. (2009). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Rineka Cipta.