PENDAHULUAN
1
3. Bagaimana klasifikasi terjadinya fraktur ?
4. Bagaimana fatofisiologi terjadinya fraktur ?
5. Bagaimana manifestasi klinik terjadiya fraktur ?
6. Bagaimana penatalaksanaan medis fraktur ?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang fraktur ?
8. Bagaimana askep teori dari fraktur ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari fraktur.
2. Untuk mengetahui etiologi terjadinya fraktur.
3. Untuk mengetahui klasifikasi terjadinya fraktur.
4. Untuk mengetahui fatofisiologi terjadinya fraktur.
5. Untuk mengetahui manifestasi klinik terjadiya fraktur.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis fraktur.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang fraktur.
8. Untuk mengetahui askep teori dari fraktur.
1.4 Manfaat
Makalah ini di buat oleh kami agar meminimalisir kesalahan dalam tindakan praktik
keperawatan yang di sebabkan oleh ketidak pahaman tentang fraktur pada manusia
sehingga berpengaruh besar terhadap kehidupan serta kesehatan klien.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
2.2 Etiologi
Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan, terutama tekanan
membengkok, memutar dan menarik. Trauma muskuloskeletal yang dapat mengakibatkan
fraktur adalah :
1. Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada
daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak
3
ikut mengalami kerusakan. Misalnya karena trauma yang tiba-tiba mengenai tulang
dengan kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu menahan trauma tersebut
sehingga terjadi patah.
2. Trauma tidak langsung
Trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari
daerah fraktur. Misalnya jatuh dengan tangan ekstensi.
3. Trauma patologis
Trauma patologis adalah suatu kondisi rapuhnya tulang karena proses patologis.
Contohnya :
a. Osteoporosis terjadi karena kecepatan reabsorbsi tulang melebihi kecepatan
pembentukan tulang, sehingga akibatnya tulang menjadi keropos secara cepat dan
rapuh sehingga mengalami patah tulang.
b. Osteomilitis merupakan infeksi tulang dan sum-sum tulang yang disebabkan oleh
bakteri patogen dimana mikroorganisme berasal dari focus ditempat lain dan
beredar melalui sirkulasi darah.
c. Osteoartritis itu disebabkan oleh rusak/ menipisnya bantalan sendi dan tulang
rawan.
2.3 Klasifikasi
Menurut Hardiyani (1998), fraktur dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, dan cruris).
2. Berdasarkan luas dan garis fraktur terdiri dari :
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang).
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang
tulang).
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a. Fraktur kominit (garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan).
b. Fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan).
c. Fraktur Multipel ( garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan
tempatnya, misalnya fraktur humerus, fraktur femur dan sebagainya).
4. Berdasarkan posisi fragmen :
4
a. Undisplaced (tidak bergeser)/garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak
bergeser.
b. Displaced (bergeser) / terjadi pergeseran fragmen fraktur.
5. Berdasarkan hubungan fraktur dengan dunia luar :
a. Tertutup (closed)
b. Terbuka (open atau compound)/ adanya perlukaan dikulit.
6. Berdasarkan bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma.
a. Garis patah melintang.
b. Oblik / miring.
c. Spiral / melingkari tulang.
d. Kompresi
e. Avulsi / trauma tarikan atau insersi otot pada insersinya. Missal pada patela.
7. Berdasarkan kedudukan tulangnya :
a. Tidak adanya dislokasi.
b. Adanya dislokasi
8. Berdasarkan mekanisme terjadinya fraktur :
a. Tipe Ekstensi, trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah
dalam posisi supinasi.
b. Tipe Fleksi, trauma terjadi ketika siku dalam posisi fleksi, sedang lengan dalam
posisi pronasi. (Mansjoer, Arif, et al, 2000).
5
2.4 Fatofisiologi
Fraktur disebabkan oleh 3 faktor yaitu trauma langsung, trauma tidak langsung dan
trauma patologis. Fraktur sendiri ada 2 jenis, ada fraktur terbuka dan fraktur tertutup.
fraktur terbuka disebabkan karena robekan jaringan lunak atau lumpuhnya pembuluh
darah yang akan menyebabkan resiko infeksi jika terkontaminasi udara luar. Sedangkan
fraktur tertutup disebabkan karena deformitas dan mengalami pembengkakan yang dapat
menimbulkan nyeri akut. Jika bengkak bertambah parah dan menyebabkan gangguan
fungsi maka akan menimbulkan gangguan mobilitas fisik.
6
Patway
Trauma Tidak
Trauma Langsung Trauma Patologis
Langsung
Fraktur
Terbuka Tertutup
Kontaminasi Udara
Luar
Gangguan Fungsi
Resiko Infeksi
Gangguan
Mobilitas Fisik
b. Pemasangan gips
Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah. Gips yang
ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh.
8
2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
a. Penarikan (traksi)
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada
ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah
tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah.
9
2. Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang
berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami trauma.
Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam
dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa
hari terbentuklah tulang baru yg menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah.
Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung
frakturnya.
3.
Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau
bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur
10
(anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur
berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
4. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi
lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi
celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa
beban yang normal.
5. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan
atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan
11
tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang
tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum
dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.
12
Ca meningkat di dalam darah, traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk
ginjal. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multiple, atau cederah hati.
BAB III
ASKEP TEORI
3.1 Pengkajian
13
A. Pengumpulan Data
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain
itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetic.
f. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Persepsi
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada
dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan
hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu
metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
14
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-
harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi
klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama
kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan
faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain
itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
3) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau
feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji
frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga
dikaji ada kesulitan atau tidak.
4) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
5) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh
orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien
terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko
untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain.
6) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena klien harus menjalani rawat inap.
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image).
15
8) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga
pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa
nyeri akibat fraktur.
9) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan
baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena
nyeri dan keterbatasan gerak klien.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Gambaran Umum
1) Keadaan umum : baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti :
Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronik, ringan, sedang, berat dan
pada kasus fraktur biasanya akut.
Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
a) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
16
b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak
terjadi perdarahan).
f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
j) Paru
Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung
pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan
lainnya.
Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
k) Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
17
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
l) Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi : Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak
teraba.
Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi : Peristaltik usus normal 20 kali/ menit.
m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
b. Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal
adalah :
1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain :
Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak
biasa (abnormal).
Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai
dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa
maupun klien. Yang perlu dicatat adalah :
Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal,tengah, atau distal).
18
3) Move (pergeraka terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada
pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi
keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran
derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau
dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan
gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif
dan pasif.
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
b. Pemeriksaan Laboratorium
c. Pemeriksaan lain-lain
B. Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan dan dianaisa untuk
menemukan masalah kesehatan klien. Untuk mengelompokkannya dibagi menjadi
dua data yaitu, data sujektif dan data objektif, dan kemudian ditentukan masalah
keperawatan yang timbul.
3.2 Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan kerangka neuromuskuler,
pembatasan gerak.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan,
prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
3.3 Intervensi
21
berhubungan dengan dan imobilisasi sesuai nyeri akibat gesekan
stasis cairan tubuh, indikasi. antara fragmen tulang
respons inflamasi dengan jaringan lunak di
tertekan, prosedur sekitarnya.
invasif dan jalur 2. Rawat luka setiap hari atau 2. Mempercepat
penusukkan, setiap kali bila pembalut penyembuhan luka dan
luka/kerusakan kulit, basah atau kotor. mencegah infeksi lokal/
insisi pembedahan. sistemik.
3. Bila terpasang bebat, 3. Mencegah perubahan
sokong fraktur dengan posisi dengan tetap
bantal atau gulungan mempertahankan
selimut untuk kenyamanan dan
mempertahankan posisi keamanan.
yang netral.
4. Evaluasi pembebat terhadap 4. Bila fase edema telah
resolusi edema. lewat, kemungkinan
bebat menjadi longgar
dapat terjadi.
5. Kolaborasi pemasangan 5. Skeletal traksi
skeletal traksi. menghasilkan efek
fiksasi yang lebih stabil
sehingga dapat
meminimalkan resiko
perluasan cedera.
6. Kolaborasi pemberian obat 6. Antibiotik bersifat bakte-
antibiotika. riosida/ baktiostatika
untuk membunuh /
menghambat
perkembangan kuman.
7. Evaluasi tanda/ gejala 7. Menilai perkembangan
perluasan cedera jaringan masalah klien.
(peradangan lokal/ sistemik,
seperti peningkatan nyeri,
22
edema, demam)
3.4 Implementasi
Merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan keperawatan yang telah disesuaikan
dengan tujuan dari tindakan keperawatan.
3.5 Evaluasi
Evaluasi adalah suatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematik pada status
kesehatan klien. Evaluasi juga merupakan hasil akhir dari suatu tindakan, sedangkan hasil
yang diharapkan ialah sesuai dengan perencanaan dan tujuan dari tindakan keperawatan
yang mengambarkan tujuan tercapai atau tidak. Evaluasi yang diharapkan yaitu :
1. Klien mengatakan nyeri berkurang/ hilang .
2. Klien dapat melakukan aktivitas fisik seoptimal mungkin.
3. Infeksi tidak terjadi.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Fraktur atau yang sering disebut patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang diantaranya penyakit yang disebut osteoporosis, dan dapat juga disebabkan karena
kecelakaan yang tidak terduga. Penanganan utama fraktur yaitu dengan pembidaian yang
meliputi pemasangan gifs ataupun dengan melakukan metode penarikan atau traksi yang
menggunakan benda berat sebagai penopang. Stadium Penyembuhan Fraktur ada 5 yaitu :
1. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
2. Stadium Dua-Proliferasi Seluler
3. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
4. Stadium Empat-Konsolidasi
23
5. Stadium Lima-Remodelling
4.2 Saran
Diharapkan makalah ini dapat berguna bagi pembaca dan dapat menambah wawasan
pembaca tentang fraktur dan penanganannya.
24