Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Asuhan Keperawatan Pasien Infark Miokard Akut (IMA)

1. Konsep Teori

a. Pengertian Infark Miokard Akut (IMA)

Infark Miokard Akut (IMA) adalah kematian sel-sel miokardium

yang terjadi akibat kekurangan oksigen berkepanjangan. Suplai

oksigen dibutuhkan sel-sel miokardium untuk menghasilkan ATP yang

dapat memenuhi kebutuhan energinya (Corwin, 2009). IMA dikenal

sebagai serangan jantung, oklusi koroner, yang merupakan kondisi

mengancam jiwa yang ditandai dengan pembentukan area nekrotik

lokal di dalam miokardium. Apabila terjadi pembentukan area nekrotik

pada miokardium, maka aliran darah ke jantung tidak optimal sehingga

pemenuhan kebutuhan oksigen mengalami penurunan (Black &

Hawks, 2014).

b. Etiologi Infark Miokard Akut (IMA)

Menurut Black dan Hawks (2014) penyebab IMA ada dua faktor,

faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain karakteristik

plak, seperti ukuran dan konsistensi dari inti lipid serta kondisi

bagaimana plak tersebut terpapar, seperti status koagulasi dan derajat

vasokonstriksi arteri. Faktor eksternal berasal dari aktivitas pasien atau

kondisi eksternal yang memengaruhi pasien. Aktivitas fisik berat dan


stres emosional berat, seperti kemarahan, serta peningkatan respon

sistem saraf simpatis dapat menyebabkan ruptur plak. Pada waktu yang

sama, respon sistem saraf simpatis akan meningkatkan kebutuhan

oksigen miokardium. Peneliti telah melaporkan bahwa faktor eksternal,

seperti paparan dingin dan waktu tertentu seperti pagi hari, juga dapat

memengaruhi ruptur plak. Peneliti memperkirakan bahwa peningkatan

respon sistem saraf simpatis yang tiba- tiba dan berhubungan dengan

faktor- faktor ini dapat berperan terhadap ruptur plak.

c. Manifestasi Klinis Infark Miokard Akut (IMA)

Menurut Corwin (2009) tanda infark miokard yang nyata biasanya

timbul manifestasi klinis yang bermakna. (1) Nyeri dengan awitan

yang biasanya mendadak, sering digambarkan memiliki sifat

meremukkan dan parah. Nyeri dapat menyebar ke bagian atas tubuh

mana saja, tetapi sebagian besar menyebar ke lengan kiri, leher, atau

rahang. Nitrat dan istirahat dapat menghilangkan iskemia di luar zona

nekrotik dengan menurunkan beban kerja jantung. (2) Terjadi mual dan

muntah yang mungkin berkaitan dengan nyeri hebat. (3) Perasaan

lemas yang berkaitan dengan penurunan aliran darah ke otot rangka.

(4) Kulit yang dingin, pucat akibat vasokonstriksi simpatis. (5)

Pengeluaran urin berkurang karena penurunan aliran darah ginjal serta

peningkatan aldosteron dan ADH. (6) Takikardi akibat peningkatan

stimulasi simpatis jantung. (7) Keadaan mental berupa perasaan sangat


cemas disertai perasaan mendekati kematian sering terjadi, mungkin

berhubungan dengan pelepasan hormon stres dan ADH (vasopresin).

d. Patofisiologi Infark Miokard Akut (IMA)

Bagan patofisiologi IMA menurut Black dan Hawks (2014)

Aterosklerosis/
trombosis/ Kontriksi
arteri koronaria

Aliran darah ke jantung menurun

Oksigen dan nutrisi menurun

Jaringan Miokard Iskemik

Nekrose lebih dari 30 menit

Suplai dan kebutuhan oksigen ke jantung tidak seimbang

Sulai oksigen ke miokard turun

Metabolisme an aerob Seluler hipoksia

Kerusakan Timbunan asam Integritas membran sel berubah


pertukaran gas Nyeri
laktat meningkat Risiko
penurunan
Kontraktilitas turun curah jantung
fatigue Cemas

Intoleransi COP turun Kegagalan pompa jantung


aktivitas

Gangguan perfusi Gagal jantung


jaringan

9 Risiko kelebihan volume


cairan ekstravaskuler
e. Klasifikasi Infark Miokard Akut (IMA)

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia

tahun 2015, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom

Koroner Akut atau Infark Miokard Akut dibagi menjadi:

1) Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment

elevation myocardial infarction)

2) Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST

segment elevation myocardial infarction)

3) Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)

Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI)

merupakan indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri

koroner. Keadaan ini memerlukan tindakan revaskularisasi untuk

mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya; secara

medikamentosa menggunakan agen fibrinolitik atau secara mekanis,

intervensi koroner perkutan primer. Diagnosis STEMI ditegakkan jika

terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang

persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana

revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil peningkatan marka

jantung.

Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan jika

terdapat keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST yang

persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Rekaman EKG saat


presentasi dapat berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T,

gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normalization, atau

bahkan tanpa perubahan.

Sedangkan Angina Pektoris tidak stabil dan NSTEMI dibedakan

berdasarkan kejadian infark miokard yang ditandai dengan

peningkatan marka jantung. Marka jantung yang lazim digunakan

adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila hasil pemeriksaan biokimia

marka jantung terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis menjadi

Infark Miokard Akut Segmen ST Non Elevasi (Non ST-Elevation

Myocardial Infarction, NSTEMI). Pada Angina Pektoris tidak stabil

marka jantung tidak meningkat secara bermakna. Pada sindroma

koroner akut, nilai ambang untuk peningkatan CK-MB yang abnormal

adalah beberapa unit melebihi nilai normal atas (upper limits of

normal, ULN). Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan

kelainan (normal) atau menunjukkan kelainan yang nondiagnostik

sementara angina masih berlangsung, maka pemeriksaan diulang 10-20

menit kemudian. Jika ulangan EKG tetap menunjukkan gambaran

nondiagnostik sementara keluhan angina sangat sugestif SKA, maka

pasien dipantau selama 12-24 jam. EKG diulang tiap 6 jam dan setiap

terjadi angina berulang.

f. Komplikasi Infark Miokard Akut (IMA)

Menurut Black dan Hawks (2014) komplikasi IMA terdiri dari

gangguan irama dan konduksi. Meliputi aritmia, sinus bradikardia,


gangguan hantaran aterioventrikuler, sinus takikardia, kontraksi

prematur ventrikel. Komplikasi lain pada infark miokard akut yaitu

gagal jantung, syok kardiogenik, tromboembolisme, perikarditis,

aneurisma ventrikel.

g. Rehabilitasi Dan Edukasi Pasien IMA

Menurut Black dan Hawks (2014) rehabilitasi jantung setelah IMA

merupakan komponen penanganan profesional dan personal yang

penting. Rehabilitasi jantung harus segera dimulai setelah fase akut

penyakit atau periode penanganan invasif. Tujuan umum dari

rehabilitasi adalah untuk membantu pasien memiliki kehidupan yang

utuh, vital, dan produktif sebisa mungkin dengan batas-batas

kemampuan jantung yang masih dapat merespon peningkatan aktifitas

dan stres. Rehabilitasi jantung merupakan program multifaktorial yang

dimulai ketika pasien masih dirawat inap dan berlanjut selama proses

pemulihan. Rehabilitasi jantung berlangsung selama empat fase, yaitu

fase I (rawat inap), fase II (segera setelah rawat jalan), fase III

(beberapa saat setelah rawat jalan), fase IV (rawat jalan pemeliharaan)

(Black &Hawks, 2014).

Fase I (rawat inap). Pada pasien rawat inap, tujuan rehabilitasi

jantung setelah infark miokard adalah memobilisasi pasien segera

setelah kondisi klinis stabil. Kriteria stabil yaitu apabila tidak ada

episode baru atau berulang nyeri dada selama 8 jam, tidak ada

peningkatan kadar kreatinin kinase dan/atau tropinin, tidak ada tanda-


tanda baru gagal jantung dekompensata, serta tidak ada perubahan

elektrokardiogram signifikan dengan ritme abnormal dalam 8 jam

terakhir. Setelah dinyatakan stabil, pasien dapat diposisikan duduk di

tepi tempat tidur selama hari pertama dan kemudian dimobilisasi

bertahap (Roveny, 2017). Perawat atau fisioterapis dari unit jantung

harus memulai latihan pasif. Saat pasien kembali mendapatkan

kekuatan, mintalah pasien duduk beberapa saat pada sisi tempat tidur

dan menggantungkan kakinya. Biarkan pasien berjalan ke kursi di

samping tempat tidur selama 15 hingga 20 menit setelah hari pertama

jika menggantungkan kaki dapat ditoleransi dengan baik tanpa

munculnya nyeri dada, disritmia, atau hipotensi. Selanjutnya berikan

privasi di kamar mandi dan dorong aktivitas perawatan diri sendiri.

Izinkan berjalan di ruangan dengan pengawasan. Jarak dan durasi jalan

ditingkatkan secara progresif, dari 5 hingga 10 menit bergantung pada

kekuatan pasien. Pasien harus meningkatkan aktivitas secara perlahan

untuk menghindari beban berlebih kepada jantung saat jantung

memompa darah beroksigen ke otot-otot.

Setiap peningkatan aktivitas, amati denyut jantung, tekanan darah,

saturasi oksigen, penapasan dan tingkat kelelahan, sesuaikan tingkat

aktivitas pasien dengan kemampuan pasien. Selama aktivitas awal,

denyut jantung tidak boleh meningkat lebih dari 25% di atas kadar

istirahat. Tekanan darah tidak boleh meningkat lebih dari 25 mmHg di

atas normal.
Selama fase I, edukasi pasien dan keluarga mengenai pentingnya

proses latihan ini. Anggota keluarga mungkin takut bahwa

mengizinkan pasien menjadi aktif lagi akan memicu serangan IMA dan

mereka mungkin malah membuat pasien tidak mandiri, walaupun

mereka ingin membantu.

Fase II (segera setelah rawat jalan). Sebuah tim pada suatu fasilitas

kesehatan memulangkan pasien pasca IMA pada hari keempat tetapi

hanya mengizinkan pasien pulang hanya jika di rumah tangganya

memiliki bantuan yang cukup dan situasi yang kondusif untuk

beristirahat. Pasien seperti itu harus dikunjungi ulang oleh dokter /

perawat untuk mengawasi status fisiologi, latihan, serta diet tiap dua

hari sekali. Sarankan pasien untuk berhenti merokok, sering berjalan-

jalan, tetapi hindari aktivitas yang berat.

Fase III (beberapa saat setelah rawat jalan). Fase rehabilitasi

jantung lanjutan berlangsung dari 4 hingga 6 bulan. Sesi latihan terus

diawasi dan pasien diajarkan bagaimana mengamati intensitas

latihannya dengan mengukur denyut nadinya atau jika dalam program

berjalan, dengan menghitung jumlah langkah yang dilakukan dalam

interval 15 detik.

Fase IV ( pemeliharaan kesehatan saat rawat jalan). Pasien menjaga

program latihan rutin dan modifikasi gaya hidup lainnya untuk

memodifikasi faktor risiko jantung. Pasien harus menjalani pengujian

latihan dan pengkajian faktor risiko tiap tahun.


B. Konsep Asuhan Keperawatan Miokard Infark
1. Pengkajian
Menurut (Muttaqin, 2009) pengkajian dari proses asuhan keperawatan
pada infark miokard akut (IMA) mencakup riwayat yang berhubungan dengan
gambaran gejala berupa nyeri dada, sulit bernapas (dispnea), palpitasi, pingsan
(sinkop), dan keringat dingin (diaforesis). Masing- masing gejala harus
dievaluasi waktu dan durasinya serta faktor yang mencetuskan dan yang
meringankan.
a. Anamnesis
Anamnesis penyakit ini terdiri atas keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan kondisi psikologis pasien.
b. Keluhan Utama
Pasien Infark Miokard Akut mengeluh nyeri pada dada substernal, yang
rasanya tajam dan menekan sangat nyeri, terus menerus dan dangkal. Nyeri
dapat menyebar ke belakang sternum sampai dada kiri, lengan kiri, leher,
rahang, atau bahu kiri. Nyeri miokard kadang-kadang sulit dilokalisasi dan
nyeri mungkin dirasakan sampai 30 menit tidak hilang dengan istirahat
atau pemberian nitrogliserin (Ni Luh Gede Y, 2011)
c. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Pada pasien infark miokard akut mengeluh nyeri pada bagian dada yang
dirasakan lebih dari 30 menit, nyeri dapat menyebar samapi lengan kiri,
rahang dan bahu yang disertai rasa mual, muntah, badan lemah dan pusing.
(Ni Luh Gede Y, 2011). Pengkajian RPS yang mendukung keluhan
utama dengan melakukan serangkaian pertanyaan tentang nyeri dada pasien
secara PQRST (Provoking, Quality, Region, Severity, Time).
Proviking dan Time: Tanyakan pertanyaan untuk menentukan permulaan
serangan, durasi, dan rangkaian nyeri. Kapan nyeri mulai dirasakan? Berapa
lama nyeri telah berlangsung? Apakah nyeri terjadi pada waktu yang
sama setiap hari? Berapa sering nyeri tersebut muncul
Quality: Pengkajian terhadap karakteristik nyeri yang lazim membantu
perawat untuk memperoleh suatu pemahaman terhadap jenis nyeri, pola
nyeri, serta jenis intervensi yang dapat memberikan pertolongan terhadap
nyeri.
Region: untuk mengkaji lokasi nyeri, minta pasien untuk mengatakan atau
menunjukkan semua area dimana pasien merasa tidak nyaman.
Severity: Variasi skala nyeri telah tersedia bagi pasien untuk
mengomunikasikan intensitas nyeri mereka. Ketika menggunakan skala
angka, skala 0-3 mengindikasikan nyeri ringan, 4-6 nyeri sedang, dan 7-
10 nyeri hebat, dianggap sebagai keadaan darurat pada nyeri (Miaskwoski
dalam Potter Perry, 2014).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada klien infark miokard akut perlu dikaji mungkin pernah
mempunyai riwayat diabetes mellitus, karena diabetes mellitus terjadi
hilangnya sel endotel vaskuler berakibat berkurangnya produksi nitri
oksida sehingga terjadi spasme otot polos dinding pembuluh darah.
Hipersenti yang sebagian diakibatkan dengan adanya penyempitan pada
arteri renalis dan hipo perfusi ginjal dan kedua hal ini disebabkan lesi arteri
oleh arteroma dan memberikan komplikasi trombo emboli (J.C.E
Underwood, 2012).
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit jantung keluarga, diabetes mellitus, peningkatan kolesterol
darah, kegemukan, hipertensi, yang beresiko diturunkan secara
genetik berdasarkan kebiasaan keluarganya. (Ni Luh Gede Y, 2011)
f. Riwayat Psikososial
Rasa takut, gelisah dan cemas merupakan psikologis yang sering muncul
pada klien dan keluarga. Hal ini terjadi karena rasa sakit, yang dirasakan
oelh klien. Peubhan psikologis tersebut juga muncul akibat kurangnya
pengetahuan terhadap penyebab, proses dan penanganan penyakit infark
miokard akut. Hal ini terjadi dikarenakan klien kurang kooperatif dengan
perawat. (Ni Luh Gede Y, 2011).
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien IMA biasanya baik
atau compos mentis (CM) dan akan berubah sesuai tingkatan
gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat. (Muttaqin, 2010).
2) Tanda-Tanda Vital
Didapatkan tanda-tanda vital, suhu tubuh meningkat dan menurun, nadi
meningkat lebih dari 20 x/menit. (Huda Nurarif, Kusuma, 2015)
3) Pemeriksaa Fisik Persistem
a) Sistem Persyarafan
Kesadaran pasien kompos mentis, pusing, berdenyut, sakit kepala,
disorientasi, bingung, letargi. (Bararah dan Jauhar, 2013)
b) Sistem Penglihatan
Pada pasien infark miokard akut penglihatan terganggu dan terjadi
perubahan pupil. (Bararah dan Jauhar, 2013)
c) Sistem Pernafasan
Biasanya pasien infark miokard akut mengalami penyakit paru
kronis, napas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman
pernapasan, bunyi napas tambahan (krekels, ronki, mengi),
mungkin menunjukkan komplikasi pernapasan seperti pada
gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena romboembolitik
pulmonal, hemoptysis. (Bararah dan Jauhar, 2013).
d) Sistem Pendengaran
Tidak ditemukan gangguan pada sistem pendengaran(Bararah dan
Jauhar, 2013).
e) Sistem Pencernaan
Pasien biasanya hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap
makanan, mual muntah,perubahan berat badan, perubahan
kelembaban kulit. (Bararah dan Jauhar, 2013)
f) Sistem Perkemihan
Pasien biasanya oliguria, haluaran urine menurun bila curah jantung
menurun berat. (Bararah dan Jauhar, 2013)
g) Sistem Kardiovaskuler
Biasanya bunyi jantung irama tidak teratur, bunyi ekstra, denyut
menurun. (Bararah dan Jauhar, 2013)
h) Sistem Endokrin
Pasien infark miokard akut biasanya tidak terdapat gangguan
pada sistem endokrin. (Bararah dan Jauhar, 2013)
i) Sistem Muskuluskeletal
Biasanya pada pasien infark miokard akut terjadi nyeri,
pergerakan ekstremitas menurun dan tonus otot menurun. (Huda
Nurarif dan Kusuma,2015)
j) Sistem Integumen
Pada pasien infark miokard akut turgor kulit menurun, kulit
pucat, sianosis. (Bararah dan Jauhar, 2013)
k) Sistem Reproduksi
Tidak ditemukan gangguan pada sistem pendengaran (Bararah
dan Jauhar, 2013).

4) Pada pemeriksaan EKG


a) Fase hiperakut (beberapa jam permulaan serangan)
Elevasi yang curam dari segmen ST, gelombang T yang tinggi dan
lebar, VAT memanjang, gelombang Q tampak
b) Fase perkembangan penuh (1-2 hari kemudian)
Gelombang Q patologis, elevasi segmen ST yang cembung ke atas,
gelombang T yang terbalik (arrowhead)
c) Fase resolusi (beberapa minggu / bulan kemudian) Gelombang Q
patologis tetap ada, segmen ST mungkin sudah kembali iseolektris,
gelombang T mungkin sudah menjadi normal, pada pemeriksaan
darah (enzim jantung CK & LDH)

i. CKMB berupa serum creatinine kinase (CK) dan fraksi MB


merupakan indikator penting dari nekrosis miokard creatinine
kinase (CK) meninngkat pada 6-8 jam setelah awitan infark
dan memuncak antara 24 & 28 jam pertama. Pada 2-4 hari
setelah awitan AMI normal
ii. Dehidrogenase laktat (LDH) mulai tampak pada serum
setelah 24 jam pertama setelah awitan dan akan selama 7-10
hari
iii. Petanda biokimia seperti troponin l (Tnl) dan troponin T
(TnT) mempunyai nilai prognostik yang lebihh baik dari pada
CKMB. Troponin C, Tnl dan TnT berkaitan dengan
konstraksi dari sel miokard.
(Huda Nurarif dan Kusuma, 2015)
LAPORAN KASUS

1. Kasus
Pria 42 tahun, keluhan Nyeri dada. Pengkajian, pasien menyatakan nyeri dada 2,5 jam
yang lalu seperti tertindih, nyeri pada ulu hati,nyeri dirasakan selama 15 menit, semakin
berat saat beraktifitas, ektremitas tidak sianosis, CRT <2 detik, terdapat udem pada
tangan sebelah kanan grade 2, nafas cepat terdapat retraksi dinding dada, terpasang O2
Binasal 5l/m, badan terasa lemah dan letih. Riwayat jantung dan pernah dirawat 1 tahun
yang lalu. BB : 56 kg, TB 156 cm. TD : 115/78 mmhg, N 103x/m, P : 28x/m, EKG :
Axis LAD, PR interval 0.,16 dtk, QRS 0,06dtk, ST elevasi lead II, III, dan aVF.
Laboratorium : Na 132 mol/l, K 3,8 mmol/l, Klorida serum 102 mmol/l, GDS 261 mg/dl,
Ureum 26 mg/dl, Kreatinin 1,2 mg/dl, Hb 11,3 g/dl, Leukosit 13.00/mm3, trombosit
411.000/mm3, HT 3,5%. AGD : 7,40, PCO2 33 mmhg, PO2 127 mmhg, HCO3 20,6
mmol/l.

2. Analisis Data
Data Etiologi Masalah
DS: Agen cedera fisik Nyeri Akut
 Pasien menyatakan nyeri (Iskemia)
dada 2,5 jam yang lalu
seperti tertindih,
 Pasien mengatakan nyeri
pada ulu hati, nyeri
dirasakan selama 15 menit,
semakin berat saat
beraktifitas
DO:
 TD: 115/78 mmHg
 P: 28 x/m
 N: 103 x/m
 Nafas cepat terdapat
retraksi dinding dada
 Terpasang O2 Binasal
51/m
DO: Perubahan preload Penurunan Curah
 Terdapat udema pada Jantung
tangan sebelah kanan
grade 2
 EKG : Axis LAD, PR
interval 0.,16 dtk, QRS
0,06dtk, ST elevasi lead II,
III, dan aVF (STEMI)
 Riwayat jantung dan
pernah dirawat 1 tahun
yang lalu.
 Laboratorium : Na 132
mol/l (Hiponatremi)
 Badan terasa lemah dan
letih
 BB : 56 kg, TB 156 cm
(IMT = 23 kg/m2)
DO: Ketidaksaimbangan Gangguan pertukaran gas
 Pola nafas cepat ventilasi-perfusi
 Terdapat retraksi dinding
dada
 Terpasang O2 Binasal
5l/m
 P : 28x/m
 AGD : 7,40, PCO2 33
mmhg (menurun), PO2
127 mmhg (meningkat),
HCO3 20,6 mmol/l
(menurun) (Asidosis
Metabolik terkompensasi
penuh / Alkalosis
Respiratorik
terkompensasi penuh)
DO: Ketidaktepatan Resiko ketidakstabilan
 BB : 56 kg, TB 156 cm pemantauan glukosa kadar glukosa darah
(IMT = 23 kg/m2) darah
 GDS 261 mg/dl
(Hiperglikemia)

3. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Gangguan pertukaran gas darah berhubungan dengan Ketidaksaimbangan
ventilasi-perfusi dibuktikan dengan AGD : 7,40, PCO2 33 mmhg (menurun), PO2 127
mmHg (meningkat), HCO3 20,6 mmol/l
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload dibuktikan dengan
EKG : Axis LAD, PR interval 0.,16 dtk, QRS 0,06dtk, ST elevasi lead II, III, dan aVF
(STEMI) dan Na 132 mol/l (Hiponatremi)
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik dibuktikan dengan Pasien
menyatakan nyeri dada 2,5 jam yang lalu seperti tertindih dan pasien mengatakan
nyeri pada ulu hati, nyeri dirasakan selama 15 menit, semakin berat saat beraktifitas
4. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah dibuktikan dengan faktor resiko IMT : 23
Kg/m2 dan GDS 261 mg/dl
4. Intervensi keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


1 Gangguan Gangguan pertukaran Pertukaran Gas Pemantauan respirasi
gas darah berhubungan dengan Dengan melakukan asuhan keperawatan Observasi:
Ketidaksaimbangan ventilasi- kepada pasien 3x24 jam dengan  Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan
perfusi dibuktikan dengan AGD : gangguan pertukaran gas darah, maka upaya napas
7,40, PCO2 33 mmhg (menurun), didapat :  Monitor pola napas
PO2 127 mmHg (meningkat), Kriteria Hasil :  Monitor kemampuan batuk efektif
HCO3 20,6 mmol/l  Dispnea menurun  Monitor adanya produksi sputum
DO:  Bunyi napas tambahan menurun  Monitor adanya sumbatan jalan napas
 Pola nafas cepat  Pusing menurun  Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Terdapat retraksi dinding dada  Gelisah menurun  Auskultasi bunyi napas
 Terpasang O2 Binasal 5l/m  PCO2 membaik  Monitor saturasi oksigen
 P : 28x/m  PO2 membaik  Monitor nilai AGD
 AGD : 7,40, PCO2 33 mmhg  Takikardia membaik  Monitor hasil x-ray thoraks
(menurun), PO2 127 mmhg  pH arteri membaik Terapeutik:
(meningkat), HCO3 20,6  Sianosis membaik  Atur interval pemantauan respirasi sesuai
mmol/l (menurun) (Asidosis  Pola napas membaik kondisi pasien
Metabolik terkompensasi  Warna kulit membaik  Dokumentasikan hasil pemantauan
penuh / Alkalosis Respiratorik Edukasi:
terkompensasi penuh)
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.
Manejem asam-basa: alkalosis respiratorik
Observasi:
 Identifikasi penyebab terjadinya alkalosis
respiratorik seperti nyeri
 Monitor terjadinya hiperventilasi
 Monitor intake dan output cairan
 Monitor gejala perburukan, misal dispnea
 Monitor dampak kardiovaskuler
 Monitor hasil AGD
Terapeutik:
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Pertahankan posisi untuk ventilasi
 Pertahankan akses intra vena
 Anjurkan istirahat di tempat tidur, jika perlu
 Pertahankan hidrasi sesuai dengan
kebutuhan
 Berikan oksigen dengan sungkup
rebreathing
 Hindari PCO2 dalam waktu terlalu cepat
karena dapat terjadi asidosis metabolik
Edukasi:
 Jelaskan penyebab dan mekanisme
terjadinya alkalosis respiratorik
 Ajarkan latihan napas
 Anjurkan berhenti merokok
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian sedatif, jika perlu
 Kolaborasi pemberian antidepresan , jika
perlu
Manejem asam-basa: asidosis respiratorik
Observasi:
 Identifikasi penyebab asidosis respiratorik
 Monitor adanya hipoventilasi
 Monitor frekuensi dan kedalaman napas
 Monitor penggunaan otot bantu napas
 Monitor CRT (Capillary Refill Time)
 Monitor adanya indikasi asidosis
respiratorik kronik
 Monitor dampak susunan saraf pusat
 Monitor hasil AGD
 Monitor adanya komplikasi
Terapeutik:
 Pertahankan kepatenan dan bersihan jalan
napas
 Berikan oksigenasi sesuai indikasi
 Pertahankan intra vena
 Hindari koreksi hiperkapnia dalam waktu
terlalu cepat karena dapat menyebabkan
alkalosis metabolik
Edukasi:
 Jelaskan penyebab dan mekanisme
terjadinya asidosis respiratorik
 Anjurkan berhenti merokok
 Anjurkan menurunkan BB jika obesitas
 Ajarkan latihan pernapasan
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian ventilasi mekanik,
jika perlu
 Kolaborasi pemberian antidotum opiate
(naloxone), jika perlu
2 Penurunan curah jantung Curah jantung Perawatan jantung
berhubungan dengan perubahan Dengan melakukan asuhan keperawatan Observasi:
preload dibuktikan dengan EKG : kepada pasien 3x24 jam dengan  Identifikasi tanda/gejala primer penurunan
Axis LAD, PR interval 0.,16 dtk, penurunan curah jantung, maka didapat : curah jantung meliputi edema, kelelahan,
QRS 0,06dtk, ST elevasi lead II, Kriteria Hasil : peningkatan CVP
III, dan aVF (STEMI) dan Na  Kekuatan nadi perifer meningkat  Identifikasi tanda/gejala sekunder
132 mol/l (Hiponatremi)  Ejection fraction (EF) meningkat penurunan curah jantung meliputi
DO:  Palpitasi menurun peningkatan BB, distensi vena jugularis,
 Terdapat udema pada tangan  Bradikardia menurun batuk dan kulit pucat
sebelah kanan grade 2  Takikardia menurun  Monitor tekanan darah (termasuk tekanan
 EKG : Axis LAD, PR interval  Gambaran EKG aritmia menurun darah ortostatik, jika perlu)
0.,16 dtk, QRS 0,06dtk, ST  Lelah menurun  Monitor intake dan output cairan
elevasi lead II, III, dan aVF  Edema menurun  Monitor BB setiap hari pada waktu yang
(STEMI)  Distensi vena jugulari menurun sama
 Riwayat jantung dan pernah  Monitor saturasi oksigen
 Dispnea menurun
dirawat 1 tahun yang lalu.  Monitor keluhan nyeri dada
 Oliguria menurun
 Laboratorium : Na 132 mol/l  Monitor EKG 12 sadapan
 Pucat/sianosis menurun
(Hiponatremi)  Monitor aritmia (kelainan irama dan
 Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
 Badan terasa lemah dan letih frekuensi)
menurun
BB : 56 kg, TB 156 cm (IMT  Monitor nilai laboraturium jantung
 Ortophnea menurun
= 23 kg/m2)  Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi
 Suara jantung S3 menurun
 Suaran jantung S4 menurun sebelum dan sesudah aktivitas
 Berat badan menurun  Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi
sebelum dan sesudah pemberian obat
 Tekanan darah membaik
Terapeutik:
 CRT membaik
 Posisikan pasien semi-Fowler atau Fowler
dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman
 Berikan diet jantung yang sesuai misalnya
batasi asupan kafein, natrium, kolesterol,
dan makanan tinggi lemak.
 Gunakan stocking elastis atau pneumatik
intermitten, sesuai indikasi
 Fasilitasi pasien dan keluarga untuk
modifikasi gaya hidup sehat
 Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi
stress, jika perlu
 Berikan dukungan emosional dan sppiritual
 Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%
Edukasi:
 Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
 Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
 Anjurkan berhenti merokok
 Ajarkan pasien dan keluarga mengukur
intake dan output cairan harian
 Anjurkan pasien dan keluarga mengukur
berat badan harian
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
 Rujuk ke program rehabilitasi jantung

Manajemen elektrolit : hiponatremia


Observasi:
 Identifikasi tanda dan gejala penurunan
kadar natrium
 Identifikasi penyebab hiponatremia
 Periksa tanda-tanda kelebihan kelebihan
cairan untuk indikasi restriksi cairan
 Monitor intake dan output cairan
 Monitor kadar natrium serum dan/atau urine
 Monitor gejala kejang pada hipotremia berat
Terapeutik:
 Pasang akses intravena, jika perlu
 Hitung kebutuhan natrium dengan rumus
0,6xBBx (Na target – Na saat ini)
 Lakukan restriksi cairan (mis. 1 L/24 jam),
jika perlu
 Berikan cairan NaCl hipertonis (3%-5%)
 Hindari koreksi natrium lebih dari 8 mEq
dalam periode 24 jam
Edukasi:
 Anjurkan asupan makanan mengandung
natrium
 Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian diet tinggi natrium,
jika perlu
 Kolaborasi koreksi natrium, jika perlu
 Kolaborasi pemberian diuretik (mis.
Furosemide 20-40 mg) jika mengalami
kongesti paru.
3 Nyeri akut berhubungan dengan Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
agen cedera fisik dibuktikan Dengan melakukan asuhan keperawatan Obersvasi:
dengan Pasien menyatakan nyeri kepada pasien 3x24 jam dengan  Identifikasi faktor pencetus dan pereda nyeri
dada 2,5 jam yang lalu seperti penurunan curah jantung, maka didapat :  Monitor kualitas nyeri
tertindih dan pasien mengatakan Kriteria Hasil:  Monitor lokasi dan penyebaran nyeri
nyeri pada ulu hati, nyeri  Kemampuan menuntaskan aktivitas  Monitor intensitas nyeri dengan
dirasakan selama 15 menit, meningkat menggunakan skala
semakin berat saat beraktifitas.  Keluhan nyeri berkurang  Monitor durasi dan frekuensi nyeri
 Meringis berkurang Terapeutik:
DS:  Sikap protektif berkurang  Atur interval waktu pemantauan sesuai
 Pasien menyatakan nyeri  Gelisah menurun dengan kondisi pasien
dada 2,5 jam yang lalu  Frekuensi nadi membaik  Dokumentasikan hasil pemantauan
seperti tertindih,  Pola napas membaik Edukasi:
 Pasien mengatakan nyeri pada  Tekanan darah membaik  Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
ulu hati, nyeri dirasakan  Proses berfikir membaik  Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
selama 15 menit, semakin
berat saat beraktifitas Kontrol Nyeri Edukasi Proses Penyakit
DO: Dengan melakukan asuhan keperawatan Observasi:
 TD: 115/78 mmHg kepada pasien 3x24 jam dengan  Identifikasi kesiapan dan kemampuan
 P: 28 x/m penurunan curah jantung, maka didapat : menerima informasi
 N: 103 x/m Terapeutik:
Kriteria Hasil:
 Nafas cepat terdapat retraksi  Sediakan materi dan media pendidikan
dinding dada  Melaporkan nyeri terkontrol kesehatan
meningkat
 Terpasang O2 Binasal 51/m  Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
 Kemampuan mengenali onset nyeri kesepakatan
meningkat
 Berikan kesempatan untuk bertanya
 Kemampuan mengenali penyebab Edukasi:
nyeri meningkat
 Jelaskan penyebab dan faktor risiko
 Kemampuan menggunakan tekhnika penyakit
non-farmakologis
 Jelaskan proses patofisiologi munculnya
 Dukungan orang terdekat meningkat penyakit
 Keluhan nyeri menurun  Jelaskan tanda dan gejala yang ditimbulkan
 Penggunaan analgesik oleh penyakit
 Jelaskan kemungkinan terjadinya
komplikasi
 Ajarkan cara meredakan atau mengatasi
gejala yang dirasakan
 Ajarkan cara meminimalkan efek samping
dari intervensi atau pengobatan
 Informasikan kondisi pasien saat ini
 Anjurkan melapor jika merasakan tanda dan
gejala memberat atau tidak biasa.
4 Resiko ketidakstabilan kadar Kestabilan Kadar Glukosa Darah Manajemen Hiperglikemia
glukosa darah dibuktikan dengan Dengan melakukan asuhan keperawatan Obervasi:
faktor resiko IMT : 23 Kg/m2 dan kepada pasien 3x24 jam dengan  Identifikasi kemungkinan penyebab
GDS 261 mg/dl penurunan curah jantung, maka didapat : hiperglikemia
 Identifikasi situasi yang menyebabkan
Kriteria Hasil:
DO: kebutuhan insulin meningkat
 Koordinasi meningkat
 BB : 56 kg, TB 156 cm (IMT  Monitor kadar glukosa darah
= 23 kg/m2)  Kesadaran meningkat
 Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
 GDS 261 mg/dl  Lelah/lesu menurun
 Monitor intake dan output cairan
(Hiperglikemia)  Kadar glukosa dalam darah membaik
 Monitor keton urin, kadar analisa gas darah,
 Kadar glukosa dalam urine membaik
elektrolit, tekanan darah ortostatik dan
 Palpitasi membaik frekuensi nadi
 Perilaku membaik Terapeutik:
 Jumlah urine membaik  Berikan asupan cairan oral
 Konsultasi dengan medis jika tanda dan
Perilaku Mempertahankan Berat gejala hiperglikemia tetap ada atau
Badan memburuk
Dengan melakukan asuhan keperawatan Edukasi :
kepada pasien 3x24 jam dengan
 Anjurkan menghindari olahraga saar kadar
penurunan curah jantung, maka didapat :
glukosa darah lebih dari 250 mg/dL
Kriteria Hasil:  Anjurkan monitor kadar glukosa darah
 Memantau berat badan meningkat secara mandiri
menjaga asupan kalori harian sesuai  Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan
kebutuhan meningkat olahraga
 Menyeimbangkan latihan dengan  Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian
asupan kalori meningkat keton urine, jika perlu
 Memilih makanan bernutisi  Ajarkan pengelolaan diabteses
meningkat Kolaborasi :
 Meminum air putih sesuai kebutuhan  Kolaborasi pemberian insulin
meningkat  Kolaborasi pemberian cairan IV
 Mempertahankan keseimbangan  Kolaborasi pemberian kalium.
cairan meningkat
 Mengeskpresikan citra tubuh yang Edukasi Diet
realistis meningkat Observasi:
 Mempertahankan kecukupan tidur  Identifikasi kemampuan pasien dan keluarga
meningkat. menerima informasi
 Identifikasi tingkst pengetahuan saat ini
 Identifikasi kebiasaan pola makan saat ini
dan masa lalu
 Identifikasi perspepsi pasien dan keluarga
tentang diet yang diprogramkan
 Identifikasi keterbatasan finansial untuk
menyediakan makanan
Terapeutik:
 Pesiapkan materi, media dan alat peraga
 Jadwalkan waktu yang tepat untuk
memberikan pendidikan ksehatan
 Berikan kesempatan pasien dan keluarga
bertanyya
 Sediakan rencana makan tertulis
Edukasi:
 Jelaskan tujuan kepatuhan diet terhadap
kesehatan
 Informasikan makanan yang diperbolehkan
dan dilarang.
 Anjurkan mempertahankan posisi semi
fowler (30-45 derajat) 20-230 menit setelah
makan
 Anjurkan mengganti bahan makanan sesuai
dengan diet yang diprogramkan
 Anjurkan melakukan olahraga sesuai
toleransi
 Ajarkan cara membaca label memilih
makanan yang sesuai
 Ajarkan cara merencanakan makanan yang
sesuai program
 Rekomendasikan resep makanan yang
sesuai dengan diet
 Kolaborasi:
 Rujuk ke ahli gizi dan ertakan keluarga.

Anda mungkin juga menyukai