Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap manusia tentu pernah mengalami konflik, baik itu berat maupun ringan.
Masing-masing dari kita memiliki gaya tersendiri dalam menghadapi konflik. Memahami
gaya penyelesaian konflik diri sendiri dan orang lain sangatlah penting. Bagi diri sendiri,
hal ini bisa menjadi bahan evaluasi agar kedepannya lebih baik lagi. Sedang dengan
memahami gaya penyelesaian konflik orang lain, kita bisa mengetahui kapan momen yang
tepat untuk membahas permasalahan bersama dan pendekatan apa yang harus digunakan,
sehingga konflik yang terjadi tidak melebar dan dapat diselesaikan dengan baik.
Konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokkan antar nilai atau tujuan-tujuan
yang hendak dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan
orang lain (Kilman & Thomas, dalam Wijono, 1993).
Tidak dapat dipungkiri, bahwa setiap individu memiliki kebutuhan dan tujuan yang berbeda-
beda dalam hidupnya. Melihat persoalan dengan perspektif yang beragam juga akan sulit
dielakkan. Oleh karenanya, wajar apabila terjadi konflik atau benturan kebutuhan dan
kepentingan antara individu yang satu dengan yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa
semakin sering berinteraksi, semakin besar kemungkinan terjadinya konflik interpersonal ini
(Muryantinah dkk, 2008).
Konflik merupakan fenomena dinamika yang tidak dapat dihindarkan dalam
kehidupan organisasi, bahkan  konflik selalu hadir dalam setiap hubungan
kerja antara individu dan  kelompok. Tujuan organisasi pada dasarnya adalah memberikan
tugas yang terpisah dan berbeda kepada masing-rnasing orang dan menjamin tugas -tugas
tersebut terkoordinir menurut suatu cara yang dapat mencapai tujuan organisasi. Organisasi
itu sendiri bukanlah  suatu tujuan tetapi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Menurut
Swastha, sebuah organisasi itu terdiri atas orang-orang yang melakukan tugas-tugas yang
berbeda yang dikoordinir untuk mencapai tujuan  organisasi tersebut.
Dengan kata lain organisasi merupakan sekelompok orang yang bekerja bersama-
sama ke arah suatu tujuan. Kerja sama untuk mencapai tujuan merupakan kebutuan individu
dalam eraglobalisasi seperti sekarang ini dan di  masa yang akan datang tak seorang pun
individu yang dapat melepaskan diri  dari organisasi. Melalui organisasi interaksi  individu,
kelompok dapat menjadi efektif apa yang yang menjadi tujuan pribadinya akan dapat
dicapai.Di dalam organisasi terdiri dari individu dan kelompok yang selalu berinteraksi baik
dalam kerja sama maupun  perbedaan. Perbedaan ini  merupakan situasi ketidaksepahaman
antara dua individu atau lebih terhadap suatu masalah yang merekahadapi di dalam sebuah
organisasi.
Perbedaan pada individu merupakan potensi manusia yang dapat menjadi potensi positif
maupun negatif. Upaya menumbuhkan/mengembangkan potensi positif dan meminimalkan
potensi negatif adalah upaya penanganan konflik.
Penanganan konflik terkait dengan kapasitas seseorang menstimulasi konflik,
mengendalikan konflik, dan mencari solusi pada tingkat yang  optimum. Kemampuan yang
diperlukan dalam rangka penanganan konflik ini terwujud dalam bentuk keluasan pandangan
dan wawasan seseorang dalam rnemandang setiap persoalan, baik yang memiliki perbedaan,
maupun yang sama dengan kerangka pemikirannya. Ketrampilan penanganan konflik
terwujud dalam bentuk pencarian solusi terhadap konflik-konflik yang terjadi sehingga tidak
berdampak buruk terhadap individu maupun organisasi. Konflik dapat menimbulkan dampak
baik yang sifatnya konstruktif maupun yang destruktif. Karena dampak yang  ditimbulkannya
tidak selamanya jelek, maka perlu dikelola dan penanganan yang baik. Berdasarkan uraian
tersebut diatas maka kajian ini dapat dirumuskan permasalahannya yaitu strategi apakah yang
digunakan dalam penanganan konflik pada organisasi?
Penulisan makalah ini selain diajukan untuk memenuhi Tugas Softskil Teori
Organisasi Umum 1 bertujuan untuk mengelahui strategi apakah yang digunakan untuk
penanganan konflik dalam suatu organisasi. Manfaat penulisan ini adalah untuk memberikan
kontribusi pada organisasi maupun individu dalam penanganan perbedaan-perbedaan
konstruktif secara produktif.

B.  Rumusan Masalah
1. Apa saja jenis konflik?
2. Faktor apa yang menyebabkan konflik?
3. Bagaimana cara menyelesaikan konflik?

C. Batasan Judul
Untuk membatasi pembahasan dalam makalah ini sehingga tidak meluas dari poin-
poin penting yang ingin dijabarkan, penulis hanya akan membahas mengenai jenis-jenis
konflik, faktor apa saja yang meyebabkan konflik bisa terjadi dan bagaimana cara yang tepat
dalam mengatasi konflik.

D.  Tujuan Pembahasan
Untuk memberikan pengetahuan kepada para pembaca mengenai konflik-konflik
dalam organisasi dan seperti apa solusi yang tepat untuk mengatasinya. Dengan memahami
fakto-faktor pemicu terjadinya konflik, diharapkan pembaca dapat menghindari atau
setidaknya meminimalisir adanya konflik dalam ligkungan organisasinya.selain itu para
pembaca juga diharapkan dapat menyikapi secara tepat bagaimana jika konflik itu terjadi
dikehidupan mereka, yang pada akhirnya dapat melakukan perubahan kearah yang lebih baik
atau belajar dari permasalahan dan yang pernah terjadi sebelumnya.
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Jenis Konflik

Menurut Baden Eunson (Conflict Management, 2007,diadaptasi), terdapat beragam jenis


konflik:

a. Konflik vertikal yang terjadi antara tingkat hirarki,seperti antara manajemen puncak dan
manajemen menengah, manajemen menengah dan penyelia, dan penyelia dan subordinasi.
Bentuk konflik bisa berupa bagaimana mengalokasi sumberdaya secara optimum,
mendeskripsikan tujuan, pencapaian kinerja organisasi, manajemen kompensasi dan karir.

b. Konflik Horisontal, yang terjadi di antara orang-orang yang bekerja pada tingkat hirarki
yang sama di dalam perusahaan. Contoh bentuk konflik ini adalah tentang perumusan tujuan
yang tidak cocok, tentang alokasi dan efisiensi penggunaan sumberdaya, dan pemasaran.

c. Konflik di antara staf lini, yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki tugas berbeda.
Misalnya antara divisi pembelian bahan baku dan divisi keuangan. Divisi pembelian
mengganggap akan efektif apabila bahan baku dibeli dalam jumlah besar dibanding sedikit-
sedikit tetapi makan waktu berulang-ulang. Sementara divisi keuangan menghendaki jumlah
yang lebih kecil karena terbatasnya anggaran. Misal lainnya antara divisi produksi dan divisi
pemasaran. Divisi pemasaran membutuhkan produk yang beragam sesuai permintaan pasar.
Sementara divisi produksi hanya mampu memproduksi jumlah produksi secara terbatas
karena langkanya sumberdaya manusia yang akhli dan teknologi yang tepat.

d. Konflik peran berupa kesalahpahaman tentang apa yang seharusnya dikerjakan oleh


seseorang. Konflik bisa terjadi antarkaryawan karena tidak lengkapnya uraian pekerjaan,
pihak karyawan memiliki lebih dari seorang manajer, dan sistem koordinasi yang tidak jelas.

B.  Faktor penyebab konflik


a. Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan
perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan
sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial,
sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.
Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap
warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula
yang merasa terhibur.

b. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.


Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan
pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan
menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
c. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakangkebudayaan yang berbeda. Oleh
sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki
kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama,
tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan
dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan
budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh
ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi
mereka untuk membuat kebun atauladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang
dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan.
Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus
dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan
kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat
perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidangpolitik, ekonomi, sosial, dan
budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu,
misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan
kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan
pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar
bidang serta volume usaha mereka.

d. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.


Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung
cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial.
Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak
akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang
biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri.
Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak
kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan
bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan.
Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan
waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti
jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara
cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat,
bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap
mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
Disamping keempat faktor tersebut, konflik juga dapat berkembang karena berbagai
sebab, antara lain sebagai berikut:
a. Batasan pekerjaan yang tidak jelas
b. Hambatan komunikasi
c. Tekanan waktu
d. Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal
e. Pertikaian antar pribadi
f.  Perbedaan status

g. Harapan yang tidak terwujud


C.  Cara Menyelesaikan Konflik
Konflik perlu segera diselesaikan sehingga tidak membawa dampak buruk yang semakin
meluas. Terdapat berbagai cara yang bisa dipilih dalam menyelesaikan konflik atau
permasalahan yang terjadi. Berbagai solusi yang ada diharapkan memberikan manfaat
penyelesaian yang mnguntungkan bagi kedua belah pihak yang saling bertentangan.

1. Pengelolaan Konflik

Konflik dapat dicegah atau dikelola dengan :


a.  Disiplin : Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah
konflik. Manajer perawat harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang
ada dalam organisasi. Jika belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk
memahaminya.

b. Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan Kehidupan: Konflik dapat dikelola dengan


mendukung perawat untuk mencapai tujuan sesuai dengan pengalaman dan tahapan
hidupnya. Misalnya : perawat junior yang berprestasi dapat dipromosikan untuk
mengikuti pendidikan kejenjang yang lebih tinggi, sedangkan bagi perawat senior
yang berprestasi dapat dipromosikan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi.

c. Komunikasi : Suatu Komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang


terapetik dan kondusif. Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk menghindari
konflik adalah dengan menerapkan komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari
yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup.

d. Mendengarkan secara aktif : Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk
mengelola konflik. Untuk memastikan bahwa penerimaan para manajer perawat telah
memiliki pemahaman yang benar, mereka dapat merumuskan kembali permasalahan
para pegawai sebagai tanda bahwa mereka telah mendengarkan.

2. Strategi Dalam Menyiasati Konflik

a. Menghindari konflik
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak terlalu
penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan
ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang
berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Manajer perawat yang terlibat didalam konflik dapat
menepiskan isu dengan mengatakan “Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk
memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk melakukan diskusi”

2. Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah,
khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya
kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan. Perawat
yang menjadi bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan pihak lain dengan
menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.

3. Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan
keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin mengkompromikan
nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode
yang penting untuk alasan-alasan keamanan.

4. Kompromi atau Negosiasi


Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan, saling
memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua pihak yang dapat
menguntungkan semua pihak.

5. Memecahkan Masalah atau Kolaborasi


Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang
sama.  Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung
dan saling memperhatikan satu sama lainnya.

3.  Penanganan Konflik
Konflik termasuk jenis khusus frustrasi yang memerlukan memilih antar alternatif. Dalam
hal ini konflik tidak sebagai benturan keinginan langsung sebagaimana frustrasi, melainkan
sebagai benturan ketegangan yang penanganannya (conflict handling)  memerlukan
pemilihan alternatif, dan bila sudah tertanggulangi maka ketegangannya akan segera hilang.
Oleh sebab itu, tentunya dalam penanganan konflik perlu mengetahui langkah-langkah
proses.
Langkah-langkah dalam proses konflik  pertama  merupakan awal dari pengalaman
perilaku frustrasi dalam kesanggupan mencapai tujuan yang diinginkan, kedua sebagai
konseptual situasi perilaku frustrasi, ketiga sebagai wakil penerang dari koseptual situasi, dan
keempat bagian dari reaksi dan kelima sebagai hasil dari beberapa produk konflik. Kelima
langkah tersebut menggambarkan sebagai kesatuan episode  konflik satu ke episode konflik
lainnya, sehingga proses konflik merupakan konsekuensi dari proses yang satu menuju dan
berkembang ke proses konflik lain. Oleh sebab itu dalam penanganan konflik harus berpijak
dari titik dan episoda mana konflik terjadi. Demikian pula dalam melakukan penanganan dan
penanggulangan konflik dalam organisasi perlu diketahui misi, visi, ruang lingkup, kegiatan,
budaya dan produk organisasi tersebut dalam melakukan berbagai penanggulangan dan
penanganan konflik, sehingga dalam budaya organisasi dapat mengidentifikasikan dan
melakukan intelligensi atau penelusuran konflik yang timbuldi dalamnya, sehingga
penanggulangan dan penanganan konflik merupakan salah satu ciri budaya organisasi dalam
memecahkan masalah yang dihadapi.
4. Strategi Penyelesaian Konflik
 
1. Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan
yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.
2. Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan
keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya
sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
3. Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian kompromi antara dominasi kelompok dan kelompok lain
untuk berdamai. Satu pihak memberi dan yang lain menerima sesuatu. Kedua kelompok
berpikiran positif, dengan alasan yang tidak lengkap, tetapi memuaskan.
4. Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak. Usaha ini adalah
pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang memerlukan integrasi dari
kedua pihak.
5. Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan penarikan
kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.
 
Terdapat juga cara bersikap untuk penyelesaian konflik:
1. Bersikap proaktif
Setiap   anggota   tim  harus  turut  aktif dalam menyelesaian konflik secara proaktif.
2. Komunikasi
Komunikasi yang lancar dapat menghindari  diri dari kesalahpahaman sehingga lebih mudah
dalam menyelesaikan konflik yang timbul.
3. Keterbukaan
Setiap  anggota  harus  terbuka supaya konflik tidak berlarut-larut dan dapat diselesaikan
dengan baik. Dengan keterbukaan konflik yang terjadi dapat ditangani sehingga menjadi
konflik yang fungsional.
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Konflik merupakan hal yang  tidak  bisa  dihindari dalam sebuah organisasi,
disebabkan oleh banyak faktor yang pada intinya  karena organisasi terbentuk dari banyak
individu & kelompok yang memiliki sifat & tujuan yang berbeda satu sama lain.
Kehadiran konflik dalam suatu organisasi tidak dapat dihindarkan tetapi hanya dapat
dieliminir. Konflik dalam organisasi dapat terjadi antara individu dengan individu, baik
individu pimpinan maupun individu karyawan, konflik individu dengan kelompok maupun
konflik antara kelompok tertentu dengan kelompok yang lain. Tidak semua konflik
merugikan organisasi. Konflik yang ditata dan dikendalikan dengan baik dapat berujung pada
keuntungan organisasi sebagai suatu kesatuan, sebaliknya apabila konflik tidak ditangani
dengan baik serta mengalami eskalasi secara terbuka dapat merugikan kepentingan
organisasi.
Dari referensi tersebut maka upaya dalam penanganan konflik  baik  yang bersifat
interpersonal, intergroup maupun interorganization dapat ditanggulangi dan diselesaikan
secara efektif. Hal ini merupakan tantangan sekaligus sebagai peluang untuk belajar dan
menambah pengalaman para pemimpin atau pengelola organisasi lembaga pendidikan saat ini
maupun masa mendatang.

2. Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan memberikan sumbangsih kepada para
pembaca mengenai beberapa faktor pemicu konflik dan juga strategi dalam
menyelesaikan konflik. Dengan demikian pembaca dapat mengantisipasi timbulnya
konflik sebelum terjadi. Beberapa saran yang ingin disampaikan oleh penulis ialah
hendaknya para pembaca dapat menyikapi keadaan dengan bijak sehingga timbulnya
konflik dapat dicegah. Jikapun konflik tersebut sudah terlanjur ada, diharapkan pembaca
dapat menempatkan diri sehingga konflik itu tidak membawa dampak buruk yang
semakin meluas.
DAFTAR PUSTAKA

J. Winardi. 2003. Teori Organisasi & Pengorganisasian. Rajawali Press


Hammer & Organ. 1987. Organizational Behavior. Bussiness Publication Inc.
Kenneth Wexley & Gary Yuki. 2005. Perilaku Organisasi & Psikologi Personalia. Rineka
Cipta
Flista.staff.gunadarma.ac.id
http://konflikperundingan.wordpress.com
A. Judge. Timothy dan Stephen P. Robbins. 2008. Prilaku Organisasi, Edisi 12. Jakarta:
Salemba 

Anda mungkin juga menyukai