Anda di halaman 1dari 16

JAWABAN ULANGAN AKHIR SEMESTER

SISTEM HUKUM INDONESIA

Kartinia Indah Pratiwi (1910413047)

Sistem Hukum Indonesia Kelas B

Ilmu Politik

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Muhammad Helmi Fahrozi SHI, SH, MH

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan Baik dan Benar !!

1. Jelaskan Karakteristik Sistem hukum Adat dan berikan penjelasan darimana saja
sumber hukum dari sistem hukum islam ? dan mengapa indonesia masih
menggunakan kedua sistem hukum tersebut? (15point)

Hukum adat adalah hukum yang memiliki karakteristik sebagai berikut

• Hukum yang berdiri sendiri, terpisah dari pengaruh negara (Hindia Belanda maupun
Republik Indonesia)

• Bersifat dinamis (dapat berubah jika dikehendaki masyarakat)

• Tidak tertulis (walau dewasa ini untuk memperolah pengakuan de jure, hukum adat
mulai disusun tertulis)

• Dipatuhi oleh kelompok masyarakat hukum adat yg bersangkutan yang hidup dalam
teritori tertentu dengan batasan teritori yg jelas (sungai, gunung, laut, hutan, pagar,
dan lainnya)

• Anggota masyarakatnya berasal dari nenek moyang yg sama dan tinggal di teritori
yang sama

• Semuanya mematuhi aturan adat yg sama

• Memiliki pimpinan adat (baik individu maupun beberapa orang yg ditunjuk oleh adat
setempat)
Soepomo mengatakan: Corak atau pola – pola tertentu di dalam hukum adat yang
merupakan perwujudkan dari struktur kejiwaan dan cara berfikir yang tertentu oleh karena
itu unsur-unsur hukum adat adalah:

1. Mempunyai sifat kebersamaan yang kuat ; artinya , menusia menurut hukum adat,
merupakan makluk dalam ikatan kemasyarakatan yang erat , rasa kebersamaan mana
meliputi sebuah lapangan hukum adat;

2. Mempunyai corak magisch – religius, yang berhubungan dengan pandangan hidup


alam Indonesia;

3. Sistem hukum itu diliputi oleh pikiran serba kongkrit, artinya hukum adat sangat
memperhatikan banyaknya dan berulang-ulangnya hubungan-hubungan hidup yang
kongkret.

4. Hukum adat mempunyai sifat visual, artinya- hubungan-hubungan hukum dianggap


hanya terjadi oleh karena ditetapkan dengan suatu ikatan yang dapat dilihat (atau
tanda yang tampak).

Moch Koesnoe mengemukakan corak hukum adat:

1. Segala bentuk rumusan adat yang berupa kata-kata adalah suatu kiasan
sajaMasyarakat sebagai keseluruhan selalu menjadi pokok perhatiannya. Artinya
dalam hukum adat kehidupan manusia selalu dilihat dalam wujud kelompok, sebagai
satu kesatuan yang utuh;

2. Hukum adat lebih mengutamakan bekerja dengan azas-azas pokok .

3. Pemberian kepercayaan yang besar dan penuh kepada para petugas hukum adat untuk
melaksanakan hukum adat.

Hilman Hadikusuma mengemukakan corak hukum adat adalah:

1. Tradisional; artinya bersifat turun menurun, berlaku dan dipertahankan oleh


masyarakat bersangkutan.

2. Keagamaan (Magis-religeius);

3. Kebersamaan (Komunal),
4. Kongkrit/

5. Terbuka dan Sederhana;

6. Dapat berubah dan Menyesuaikan;

7. Tidak dikodifikasi;

8. Musyawarah dan Mufakat;

Hukum islam adalah sistem kaidah kaidah yang didasarkan pada wahyu Allah SWT dan
sunnah Rasul mengenai tingkah laku mukallaf (orang yang sudah dapat dibebani kewajiban)
yang diakui dan diyakini, yang mengikat bagi semua pemeluknya. Ruang lingkup hukum
islam adalah objek kajian hukum islam atau bidang bidang hukum yang menjadi bagian
dalam hukum islam. Hukum islam disini meliputi syariah dan fikih. Pembagian kajian
hukum islam lebih menitikberatkan kepada bentuk aktivitas manusia dalam melakukan
hubungan. Definisi hukum islam adalah syariat yang berarti aturan yang diadakan oleh Allah
SWT untuk umatnya yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Sumber sumber hukum
islam yaitu:

 Al-Quran

 Al-Hadist

 Ijma’

 Qiyyas

Bila ditanya mengapa indonesia masih menggunakan kedua sistem hukum tersebut karena
pada Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, mengakui keberadaan hukum adat, yang
menyatakan bahwa “segala badan negara dan peraturan yang masih berlaku selama belum
diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar” Dalam Konstitusi Republik Indonesia
Serikat 1949 (Konstitusi RIS) juga mengatur mengenai hukum adat antara lain dalam Pasal
144 ayat (1) tentang hakim adat dan hakim agama, Pasal 145 ayat (2) tentang pengadilan
adat, dan Pasal 146 ayat (1) tentang aturan hukum adat yang menjadi dasar hukuman.

Dalam Pasal 104 ayat (1) Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950), juga
terdapat penjelasan mengenai dasar berlakunya hukum adat. Pasal tersebut menjelaskan
bahwa, segala keputusan pengadilan harus berisi alasan-alasannya dan dalam perkara
hukuman menyebut aturan-aturan Undang-Undang dan aturan-aturan hukum adat yang
dijadikan dasar hukuman itu. Tap Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor
II//MPRS/1960, memberikan pengakuan bagi hukum adat, yaitu:

 Asas pembinaan hukum nasional supaya sesuai dengan haluan Negara dan
berlandaskan hukum adat.

 Dalam usaha homogenitas di bidang hukum supaya diperhatikan kenyataan yang


hidup dalam masyarakat.

 Dalam penyempurnaan Undang-Undang (ukum Perkawinan dan waris, supaya


diperhatikan faktorfaktor agama, adat, dll.

Kemudian juga, dalam penyusunan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-
undang Pokok Agraria (UUPA), juga berdasarkan pada azas hukum adat. Seterusnya, dalam
Pasal 17 ayat (2) yang menjelaskan bahwa berlakunya hukum tertulis dan hukum tidak
tertulis.

Sedangkan untuk hukum islam sendiri mengapa masih diterapkan di Indonesia ialah Ulama
Sumatera Barat Prof Amir Syarifuddin mengatakan Indonesia sudah mulai menerapkan
hukum islam dalam kehidupan sehari-hari, meski belum sepenuhnya bisa diaplikasikan
karena berbagai hambatan. Meski demikian, beberapa hukum Islam sudah mulai diterapkan
di Indonesia. Contohnya salah satunya adalah selain hukum perekonomian, juga sudah
ditetapkan Undang Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Undang undang ini
diakuinya sebagai undang undang yang bersifat umum untuk semua pemeluk agama, namun
bagi umat muslim praktiknya lebih terperinci sesuai dengan kebutuhn Konfilasi Hukum
Islam (KHI) atau sekumpulan materi hukum islam yang ditulis pasal demi pasal.

2. Sebukan Macam – macam lembaga peradilan yang ada di Indonesia ? berikan


satu contoh kasus hukum pidana atau hukum perdata dan jelaskan proses
penyelesaiannya pada lembaga peradilan negeri / umum ? (15point)

1. Pengadilan Umum (Pengadilan Sipil)

Sama seperti namanya, jenis pengadilan ini digunakan untuk mengadili masyarakat secara
umum. Mengenai peradilan umum bisa dilihat secara lebih lanjut pada UU Nomor 49 Tahun
2009 yang merupakan Perubahan Kedua Atas UU Nomor 2 Tahun 1986. Pengadilan negri
dan pengadilan tinggi adalah dua jenis lembaga peradilan yang berada di di dalam lingkup
pengadilan umum. Pengadilan negri biasanya berada di ibu kota kabupaten/kota.

Sedangkan, pengadilan tinggi berada di tingkat provinsi. Jenis pengadilan yang berada di
lingkup umum ini mengadili masyarakat yang melanggar hukum baik di bidang perdata
maupun pidana. Apabila proses peradilan dirasa tidak cukup pada tingkat pengadilan negri,
maka masyarakat bisa meminta naik banding di pengadilan tinggi. Dalam menjalankan
fungsi peradilan, terdapat beberapa susunan keanggotaan pengadilan umum yang
meliputi  Pimpinan (Ketua PN dan Wakil Ketua PN), hakim anggota, panitera , sekretaris,
dan jurusita.

2. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)

Macam-macam lembaga peradilan ini digunakan untuk mengadili masyarakat maupun


pejabat yang memiliki permasalahan antara lain sengketa tata usaha yang meliputi kegiatan
administrasi tulis menulis, permasalahan mengenai status seseorang, dan permasalahan
ekonomi. Sebagaimana diatur dalam UU No. 9 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor
7 tahun 1991. Pengadilan tata usaha negara berada di tingkat kabupaten atau kota,
sedangkan pengadilan tata usaha tinggi berada di tingkat provinsi. Pada pengadilan tinggi
tata usaha negara susunan keanggotaannya meliputi hakim anggota, panitera, dan sekretaris.

3. Pengadilan Agama

Jenis pengadilan ini digunakan untuk mengadili masyarakat yang memiliki kepentingan
yang berurusan dengan agama seperti hak waris, pembagian harta, ataupun perceraian.
Sebagaimana yang di atur di dalam UU No. 7 Tahun 1989. Sama seperti pengadilan umum,
pengadilan agama juga memiliki dua tingkatan yaitu, pengadilan agama tingkat pertama
yang berada di kabupaten /  kota dan pengadilan agama tinggi yang berada di tingkat
provinsi.

Pada pengadilan agama tingkat pertama susunan anggotanya adalah pimpinan, hakim
anggota, panitera, sekretaris dan juru sita. Sedangkan pada tingkat pengadilan agama tinggi,
susunan anggotanya adalah sebagai berikut pimpinan, hakim anggota, panitera, dan
sekretaris.

4. Pengadilan Militer
Jenis pengadilan ini digunakan untuk mengadili para penegak hukum di lingkungan
angkatan bersenjata yaitu tentara, yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997. Untuk jenis pengadilan
yang satu ini, terdapat empat tingkatan pengadilan yaitu pengadilan militer, pengadilan
militer tinggi, pengadilan militer utama dan pengadilan militer pertempuran. Adanya empat
jenis pengadilan ini didasarkan pada pangkat militer yang dimiliki oleh tentara itu sendiri,
sebagai berikut:

 Untuk pengadilan militer tingkat pertama, tentara yang diadili adalah mereka yang
memiliki pangkat kapten ke bawah.

 Untuk pengadilan militer tinggi digunakan untuk mengadili tentara yang memiliki
pangkat mayor ke atas.

 Sedangkan, untuk pengadilan militer utama digunakan untuk memeriksa dan memutus
perkara tingkat banding pada pengadilan militer tingkat pertama yang diajukan oleh
pengadilan militer tinggi.

 Dan yang terakhir, pengadilan militer pertempuran memiliki fungsi untuk mengadili
dan memutuskan perkara para tentara baik di tingkat pengadilan pertama maupun
tinggi yang berkaitan dengan perkara pidana yang mereka lakukan di pertempuran.

Susunan keanggotaan dalam pengadilan militer utama ini antara lain Hakim Ketua (pangkat
minimal Brigadir Jenderal/ Laksamana Pertama / Marsekal Pertama), dua orang Hakim
Anggota (pangkat minimal Kolonel yang dibantu satu Panitera (pangkat minimal Mayor dan
maksimal Kolonel).

5. Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi)

Jenis pengadilan ini digunakan untuk mengadili masyarakat atau pejabat yang melakukan
tindak pidana korupsi. Yang diatur dalam 53 UU No. 30 tahun 2002 dan ditetapkan oleh
Keputusan Presiden No. 59 Tahun 2004. Pengadilan tipikor berkedudukan di tingkat
provinsi dan bersatu dengan pengadilan negri yang berada di tingkat provinsi (ibu kota
provinsi). Hal ini adalah dampak dari penerbitan Undang – Undang No. 49 Tahun 2009.
Susunan keanggotaan dalam pengadilan tipikor terdiri dari pimpinan (ketua dan wakil ketua)
dan hakim (hakim karir dan hakim ad hock)
Pemerintah membentuk berbagai macam jenis pengadilan di atas dengan tujuan untuk
memfokuskan suatu permasalahan pada bidangnya masing – masing dengan para ahli di
bidangnya masing – masing pula. Sehingga, para pelanggar hukum bisa diproses, ditindak,
dan dihukum sesuai dengan pelanggaran yang mereka buat.

Proses penyelesaiannya pada lembaga peradilan negeri pada kasus pidana korupsi ialah
sebagai berikut.

1. PELAPORAN

Proses pertama bisa diawali dengan laporan atau pengaduan ke kepolisian. Siapa yang bisa
melapor ?

a. Korban (Terutama untuk delik aduan)

b. Saksi

c. Siapa saja yang mengetahui bahwa ada tindak kejahatan

2. PENYIDIKAN

Setelah menerima laporan, Polisi melakukan penyidikan. Penyidikan adalah: serangkaian


tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti untuk membuat jelas tindak
pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Dalam kasus korupsi yang
dilakukan pegawai negeri, penyidikan dilakukan oleh penyidik PNS. Dalam penyidikan,
diperlukan kerjasama dari anggota masyarakat yang diminta sebagai saksi. Seringkali karena
tidak terbiasa berhubungan dengan aparat penegak hukum, warga yang diminta menjadi
saksi memerlukan pendampingan dari paralegal selama proses penyidikan berlangsung.

3. PENUNTUTAN

Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke pengadilan


negeri yang berwenang. Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan meminta Hakim Pengadilan
Negeri untuk memeriksa dan memutuskan perkara. Lalu Jaksa akan membaca dengan tekun
dan teliti untuk merumuskan dokumen tuntutan untuk di limpahkan ke Pengadilan Negeri
yang berwenang.

4. PERSIDANGAN
Mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa dan memutus
perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak. Hakim mengadili kasus di
depan sidang pengadilan. Dalam persidangan diperlukan pemantauan dari warga bersama
paralegal baik bila warga masyarakat menjadi korban maupun bila dituduh sebagai tersangka.

5. EKSEKUSI PUTUSAN PENGADILAN

Bila semua pihak setuju dengan putusan pengadilan, maka putusan akan memiliki kekuatan
hukum tetap, dan disusul dengan pelaksanaan eksekusi. Eksekusi adalah pelaksanaan putusan
pengadilan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Eksekusi akan dilakukan oleh Jaksa
Penuntut Umum. Tapi bila salah satu pihak keberatan dengan putusan tingkat pertama, maka
bisa mengajukan banding. Untuk meminta banding/kasasi, diperlukan dasar hukum dan
alasan yang kuat. Untuk itu sebaiknya minta nasihat dari pengacara bila ingin mengajukan
banding atau kasasi. Semua putusan hakim wajib ditulis dan bisa diakses oleh para pihak dan
masyarakat umum

3.Jelaskan pengertian Desentralisasi, Dekosentrasi dan Tugas Pembantuan yang


tercantum dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 atas perubahan UU Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah sebagai bagian dari proses sistem hukum Administrasi
Negara di Indonesia ? (15 point)

Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada


daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada


Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, kepada instansi vertikal
di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung
jawab urusan pemerintahan umum.

Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah otonom
untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah
Pusat atau dari Pemerintah Daerah provinsi kepada Daerah kabupaten/kota untuk
melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah provinsi.
Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari
pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah
kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

4. Hukum Pidana dibangun dari berbagai macam asas, salah satunya adalah asas
Legalitas dan asas – asas yang lain, anda jelaskan pengertian dari asas legalitas
kemudian anda sebutkan asas – asas pidana yang lain yang anda ketahui ? (15 point)

Asas-asas hukum pidana menurut tempat :

1. Asas Teritorial.

2. Asas Personal (nasional aktif).

3. Asas Perlindungan (nasional pasif)

4. Asas Universal.

Asas Teritorial

Asas ini diatur juga dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu dalam pasal
2 KUHP yang menyatakan : “Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia
diterapkan bagi setiap orang yang melakukan suatu tindak pidana di Indonesia”.

Perluasan dari Asas Teritorialitas diatur dalam pasal 3 KUHP yang


menyatakan : “Ketentuan pidana perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang
yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana didalan kendaraan air atau pesawat
udara Indonesia”.

Tujuan dari pasal ini adalah supaya perbuatan pidana yang terjadi di dalam kapal atau
pesawat terbang yang berada di perairan bebas atau berada di wilayah udara bebas, tidak
termasuk wilayah territorial suatu Negara, sehingga ada yang mengadili apabila terjadi suatu
perbuatan pidana.

Asas Personal (Nasionaliteit aktif)

yakni apabila warganegara Indonesia melakukan ke-jahatan meskipun terjadi di luar


Indonesia, pelakunya dapat dikenakan hukum pidana Indonesia, apabila pelaku kejahatan
yang hanya dapat dikenakan hukum pidana Indonesia—-sedangkan perbuatan pidana yang
dilakukan warganegara Indonesia di negara asing yang telah menghapus hukuman mati, maka
hukuman mati tidak dapat dikenakan pada pelaku kejahatan itu, hal ini diatur dalam pasal 6
KUHP.

Asas Perlindungan (Nasional Pasif)

Tolak pangkal pemikiran dari asas perlindungan adalah bahwa setiap negara yang berdaulat
wajib melindungi kepentingan hukumnya atau kepentingan nasionalnya. Ciri utamanya
adalah Subjeknya berupa setiap orang tidak terbatas pada warga negara saja, selain itu tidak
tergantung pada tempat, ia merupakan tindakan-tindakan yang dirasakan sangat merugikan
kepentingan nasional indonesia yang karenanya harus dilindungi. Kepentingan nasional
tersebut ialah:

1. Keselamatan kepala/wakil Negara RI, keutuhan dan keamanan negara serta


pemerintah yang sah, keamanan penyerahan barang, angkatan perang RI pada waktu
perang, keamanan Martabat kepala negara RI;

2. Keamanan ideologi negara, pancasila dan haluan Negara;

3. Keamanan perekonomian;

4. Keamanan uang Negara, nilai-nilai dari surat-surat yang dikeluarkan RI;

5. Keamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan

Tolak pangkal pemikiran dari asas perlindungan adalah bahwa setiap negara yang berdaulat
wajib melindungi kepentingan hukumnya atau kepentingan nasionalnya. Ciri utamanya
adalah Subjeknya berupa setiap orang tidak terbatas pada warga negara saja, selain itu tidak
tergantung pada tempat, ia merupakan tindakan-tindakan yang dirasakan sangat merugikan
kepentingan nasional indonesia yang karenanya harus dilindungi. Kepentingan nasional
tersebut ialah:

1. Keselamatan kepala/wakil Negara RI, keutuhan dan keamanan negara serta


pemerintah yang sah, keamanan penyerahan barang, angkatan perang RI pada waktu
perang, keamanan Martabat kepala negara RI;

2. Keamanan ideologi negara, pancasila dan haluan Negara;

3. Keamanan perekonomian;

4. Keamanan uang Negara, nilai-nilai dari surat-surat yang dikeluarkan RI;

5. Keamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan;

Asas Universal

Asas universal adalah asas yang menyatakan setiap orang yang melakukan perbuatan pidanan
dapat dituntut undang-undang hukum pidana Indonesia di luar wilayah Negara untuk
kepentingan hukum bagi seluruh dunia. Asa ini melihat hukum pidanan berlaku umum,
melampaui batas ruang wilayah dan orang, yang dilindungi disini ialah kepentingan dunia.
Jenis kejahatan yang dicantumkan pidanan menurut asas ini sangat berbahaya tidak hanya
dilihat dari kepentingan Indonesia tetapi juga kepentingan dunia. Secara universal kejahatan
ini perlu dicegah dan diberantas.

Asas-asas Hukum Pidana Menurut Tempat

Asas Legalitas
Secara Hukum Asas legaliatas terdapat di pasal 1 ayat (1) KUHP: “Tiada suatu perbuatan
dapat di pidana, kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah
ada, sebelum perbuatan dilakukan”

Dalam bahasa Latin: ”Nullum delictum nulla poena sine praevia legi poenali”, yang dapat
diartikan harfiah dalam bahasa Indonesia dengan: ”Tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa
ketentuan pidana yang mendahuluinya”. Sering juga dipakai  istilah Latin: ”Nullum
crimen sine lege stricta, yang dapat diartikan dengan: ”Tidak ada delik tanpa ketentuan yang
tegas”.

Moelyatno menulis bahwa asas legalitas itu mengandung tiga pengertian :

1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih
dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang.

2. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi (kiyas).

3. Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.

Asas transitoir

Adalah asas yang menentukan berlakunya suatu aturan hukum pidana dalam hal terjadi atau
ada perubahan undang-undang

Asas retroaktif

Asas retroaktif ialah suatu asas hukum dapat diberlakukan surut. Artinya hukum yang aru
dibuat dapat diberlakukan untuk perbuatan pidana yang terjadi pada masa lalu sepanjang
hukum tersebut mengatur perbuatan tersebut, misalnya pada pelanggaran HAM berat.

5. Jelaskan Teori Sistem Hukum yang di kemukakan oleh Lawrence Meir Friedman?
(10point)

Teori Sistem Hukum Menurut Lawrence Meir Friedman, seorang ahli sosiologi hukum dari
Stanford University, ada empat elemen utama dari sistem hukum (legal system), yaitu:

1. Struktur Hukum (Legal Structure)

2. Isi Hukum (Legal Substance)

3. Budaya Hukum (Legal Culture)

4. Dampak Hukum (Legal Impact)

Menurut Lawrence Meir Friedman berhasil atau tidaknya Penegakan hukum bergantung
pada: Substansi Hukum, Struktur Hukum/Pranata Hukum dan Budaya Hukum.
Pertama: Substansi Hukum: Dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai
sistem substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan. Substansi
juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum yang
mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun.

Substansi juga mencakup hukum yang hidup (living law), bukan hanya aturan yang ada
dalam kitab undang-undang (law books). Sebagai negara yang masih menganut sistem Civil
Law Sistem atau sistem Eropa Kontinental (meski sebagaian peraturan perundang-undangan
juga telah menganut Common Law Sistem atau Anglo Sexon) dikatakan hukum adalah
peraturan-peraturan yang tertulis sedangkan peraturan-peraturan yang tidak tertulis bukan
dinyatakan hukum. Sistem ini mempengaruhi sistem hukum di Indonesia. Salah satu
pengaruhnya adalah adanya asas Legalitas dalam KUHP. Dalam Pasal 1 KUHP ditentukan
“tidak ada suatu perbuatan pidana yang dapat di hukum jika tidak ada aturan yang
mengaturnya”. Sehingga bisa atau tidaknya suatu perbuatan dikenakan sanksi hukum apabila
perbuatan tersebut telah mendapatkan pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan.

Teori Lawrence Meir Friedman yang Kedua : Struktur Hukum/Pranata Hukum: Dalam teori
Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai sistem Struktural yang menentukan bisa atau
tidaknya hukum itu dilaksanakan dengan baik. Struktur hukum berdasarkan UU No. 8 Tahun
1981 meliputi; mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Badan Pelaksana Pidana
(Lapas). Kewenangan lembaga penegak hukum dijamin oleh undang-undang. Sehingga
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya terlepas dari pengaruh kekuasaan
pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain. Terdapat adagium yang menyatakan “fiat justitia et
pereat mundus”meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan. Hukum tidak dapat
berjalan atau tegak bila tidak ada aparat penegak hukum yang kredibilitas, kompeten dan
independen. Seberapa bagusnya suatu peraturan perundang-undangan bila tidak didukung
dengan aparat penegak hukum yang baik maka keadilan hanya angan-angan. Lemahnya
mentalitas aparat penegak hukum mengakibatkan penegakkan hukum tidak berjalan
sebagaimana mestinya.

Banyak faktor yang mempengaruhi lemahnya mentalitas aparat penegak hukum diantaranya
lemahnya pemahaman agama, ekonomi, proses rekruitmen yang tidak transparan dan lain
sebagainya. Sehingga dapat dipertegas bahwa faktor penegak hukum memainkan peran
penting dalam memfingsikan hukum. Kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas penegak
hukum rendah maka akan ada masalah. Demikian juga, apabila peraturannya buruk
sedangkan kualitas penegak hukum baik, kemungkinan munculnya masalah masih terbuka.

Teori Lawrence Meir Friedman yang Ketiga: Budaya Hukum: Kultur hukum menurut
Lawrence Meir Friedman (2001:8) adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum-
kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Kultur hukum adalah suasana pemikiran
sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau
disalahgunakan. Budaya hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum masyarakat.
Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang baik
dan dapat merubah pola pikir masyarakat mengenai hukum selama ini. Secara sederhana,
tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya
hukum. Hubungan antara tiga unsur sistem hukum itu sendiri tak berdaya, seperti pekerjaan
mekanik. Struktur diibaratkan seperti mesin, substansi adalah apa yang dikerjakan dan
dihasilkan oleh mesin, sedangkan kultur hukum adalah apa saja atau siapa saja yang
memutuskan untuk menghidupkan dan mematikan mesin itu, serta memutuskan bagaimana
mesin itu digunakan.

Dikaitkan dengan sistem hukum di Indonesia, Teori Friedman tersebut dapat kita jadikan
patokan dalam mengukur proses penegakan hukum di Indonesia. Polisi adalah bagian dari
struktur bersama dengan organ jaksa, hakim, advokat, dan lembaga permasyarakatan.
Interaksi antar komponen pengabdi hukum ini menentukan kokoh nya struktur hukum. Walau
demikian, tegaknya hukum tidak hanya ditentukan oleh kokohnya struktur, tetapi juga terkait
dengan kultur hukum di dalam masyarakat. Namun demikian, hingga kini ketiga unsur
sebagaimana yang dikatakan oleh Friedman belum dapat terlaksana dengan baik, khususnya
dalam struktur hukum dan budaya hukum. Sebagai contoh, dalam struktur hukum, Anggota
polisi yang diharapkan menjadi penangkap narkoba, polisi sendiri ikut terlibat dalam jaringan
narkoba. Demikian halnya para jaksa, sampai saat ini masih sangat sulit mencari jaksa yang
benar-benar jujur dalam menyelesaikan perkara. Senada atau sependapat dengan M.
Friedman, Sajtipto Rahardjo menyebutkan bahwa berbicara soal hukum pada dasarnya tidak
dapat dipisahkan dari asas-asas paradigma hukum yang terdiri atas fundamental hukum dan
sistem hukum. Beberapa fundamental hukum diantaranya legislasi, penegakan dan peradilan
sedangkan sistem hukum meliputi substansi, struktur dan kultur hukum. Kesemuanya itu
sangat berpengaruh terhadap efektivitas kinerja sebuah hukum.
Dari beberapa definisi tersebut, dapat kita artikan bahwa berfungsinya sebuah hukum
merupakan pertanda bahwa hukum tersebut telah mencapai tujuan hukum, yaitu berusaha
untuk mempertahankan dan melindungi masyarakat dalam pergaulan hidup. Tingkat
efektivitas hukum juga ditentukan oleh seberapa tinggi tingkat kepatuhan warga masyarakat
terhadap aturan hukum yang telah dibuat.
SOAL KASUS

Ini yang Akan Dilakukan MK Setelah DPR Menyetujui Pilkada Serentak Ditunda

Komisi II DPR RI menyetujui usulan pemerintah terhadap penundaan pemungutan suara


pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang semula pelaksanaannya pada tanggal 23 September
menjadi 9 Desember 2020.

"Mahkamah Konstitusi mengikuti saja agenda KPU. Karena keterlibatan Mahkamah


Konstitusi dalam pilkada itu berada di ujung tahapan, paling akhir, yakni memutus jika
ada permohonan perselisihan hasil pilkada," ujar Kepala Bagian Humas dan Hubungan
Dalam Negeri Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono melalui pesan singkat kepada
Antara di Jakarta, Rabu, 15 April 2020.

Pertanyaannya :

6. Jelaskan Kewenangan Mahkamah Konstistusi menurt UUD NKRI Tahun 1945 ?


(15 point)
Mahkamah Konstitusi RI mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk:
 Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
 Memutus Sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
 Memutus pembubaran partai politik, dan
 Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
 Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga melakukan pelanggaran
(impeachment)
Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2015 Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan
tambahan Memutus perselisihan hasil pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota selama
belum terbentuk peradilan khusus

7. Berikan pendapat anda mengenai Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam


Proses Perselisihan Hasil Pemilu Tahun 2019, apakah sudah sesuai peratauran
perundang-undangan yang berlaku? Berikan pendapat anda sesuai dasar
hukum (15 point)

Menurut saya kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam proses perselisihan hasil pemilu
tahun 2019 sudah sesuai peraturan yang berlaku yaitu UUD 1945 dan Pasal 10 Undang-
undang (UU) Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, MK berwenang
mengadili perkara pada tingkat pertama sekaligus terakhir.

Artinya, persidangan di MK mulai dari pemeriksaan pokok perkara tanpa ada mekanisme
banding apalagi kasasi atas putusan yang dihasilkan.

Dalam "bahasa" Penjelasan Pasal 10 UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU
Nomor 24 Tahun 2003, maksud dari final dan mengikat adalah:

"Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, yakni putusan Mahkamah Konstitusi


langsung  memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum
yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan Mahkamah Konstitusi dalam Undang-
Undang ini mencakup  pula kekuatan hukum mengikat (final and binding)."

Dari seluruh dokumen permohonan yang diajukan pemohon juga, Mahkamah Konstitusi
memutuskan bahwa hasil pemilu 2019 adalah sah dan tak dapat diganggu gugat karena
banyaknya dokumen dari pemohon yang tidak valid dibuktikan kebenarannya

Anda mungkin juga menyukai