Anda di halaman 1dari 112

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan suatu proses generasi muda untuk dapat menjalankan kehidupan
dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien. Pendidikan lebih daripada
pengajaran, karena pengajaran sebagai suatu proses transfer ilmu belaka, sedang pendidikan
merupakan transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang
dicakupnya. Perbedaan pendidikan dan pengajaran terletak pada penekanan pendidikan
terhadap pembentukan kesadaran dan kepribadian anak didik di samping transfer ilmu dan
keahlian.
Dalam pendidikan, taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan pendidikan. Dalam
hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain, yaitu: kognitif, afektif, dan
psikomotor. Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan
subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang
sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat
diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah.
Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan pada
tahun 1956, sehingga sering pula disebut sebagai "Taksonomi Bloom". Taksonomi bloom
merujuk pada tujuan pembelajaran yang diharapkan agar dengan adanya taksonomi ini para
pendidik dapat mengetahui secara jelas dan pasti apakah tujuan instruksional pelajaran
bersifat kognitif, afektif atau psikomotor. Taksonomi berarti klasifikasi berhirarki dari
sesuatu atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Semua hal yang bergerak, benda diam,
tempat, dan kejadian sampai pada kemampuan berpikir dapat diklasifikasikan menurut
beberapa skema taksonomi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan yang akan dibahas
sebagai berikut:
1. Apa pengertian taksonomi?
2. Apa pengertian pendidikan?
3. Jelaskan mengenai taksonomi pendidikan?
4. Jelaskan mengenai ketiga domain dalam taksonomi pendidikan?
5. Apa perbedaan taksonomi pendidikan versi lama dengan versi baru?

C. Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat tujuan masalah yang akan dibahas sebagai
berikut:
1. Mengetahui pengertian taksonomi.
2. Memahami pengertian pendidikan.
3. Menjelaskan taksonomi pendidikan.
4. Memaparkan ketiga domain dalam taksonomi pendidikan.
5. Membedakan taksonomi pendidikan versi lama dengan versi baru.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Taksonomi
Kata taksonomi diambil dari bahasa Yunani yaitu “tassein” yang berarti untuk
mengklasifikasi dan “nomos” yang berarti aturan. Taksonomi dapat diartikan sebagai
klasifikasi berhirarki dari sesuatu, atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Di mana
taksonomi yang lebih tinggi bersifat lebih umum dan taksonomi yang lebih rendah bersifat
lebih spesifik. Semua hal yang bergerak, benda diam, tempat, dan kejadian, sampai pada
kemampuan berfikir dapat diklasifikasikan menurut beberapa skema taksonomi.
B. Pengertian Pendidikan
Definisi pendidikan menurut para ahli, diantaranya adalah :
1.      Menurut John Dewey, pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal
ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang
muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk untuk menghasilkan
kesinambungan social. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang
belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup.
2.      Menurut H. Horne, pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian
yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang
bebas dan sadar kepada vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual,
emosional dan kemanusiaan dari manusia.
3.      Menurut Frederick J. Mc Donald, pendidkan adalah suatu proses atau kegiatan yang
diarahkan untuk merubah tabiat (behavior) manusia. Yang dimaksud dengan behavior adalah
setiap tanggapan atau perbuatan seseorang, sesuatu yang dilakukan oleh sesorang.
4.      Menurut M.J. Langeveld, pendidikan adalah setiap pergaulan yang terjadi adalah setiap
pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan anak-anak merupakan lapangan atau
suatu keadaan dimana pekerjaan mendidik itu berlangsung.
Definisi pendidikan menurut kamus dan ensiklopedi adalah:
1.      Kamus Besar Bahasa Indonesia : "pendidikann proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dl usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan; proses, cara, pembuatan mendidik;"
2.      Ensiklopedi Wikipedia: Education is a social science that encompasses teaching and
learning specific knowledge, beliefs, and skills. The word education is derived from the Latin
educare meaning "to raise", "to bring up", "to train", "to rear", via "educatio/nis", bringing
up, raising.
Menurut Undang-Undang adalah:
1.      UU SISDIKNAS No. 2 tahun 1989 : "Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan
peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/latihan bagi peranannya di masa
yang akan datang";
2.      UU SISDIKNAS no. 20 tahun 2003: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat

C. Taksonomi Pendidik an
Taksonomi pendidikan lebih dikenal dengan sebutan “Taksonomi Bloom”. Taksonomi ini
pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan pada tahun 1956.
Sejarahnya bermula ketika pada awal tahun 1950-an, dalam Konferensi Asosiasi Psikolog
Amerika, sebagai kelanjutan kegiatan serupa tahun 1948, Bloom dan kawan-kawan
mengemukakan bahwa persentase terbanyak butir soal evaluasi hasil belajar yang banyak
disusun di sekolah hanya meminta siswa untuk mengutarakan hapalan mereka. Hapalan
tersebut sebenarnya merupakan taraf terendah kemampuan berpikir (menalar, “thinking
behaviors”). Artinya, masih ada taraf lain yang lebih tinggi. Bloom, Englehart, Furst, Hill
dan Krathwohl kemudian pada tahun 1956 merumuskan ada tiga golongan domain
kemampuan (intelektual, “intellectual behaviors”) yaitu ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor.
Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain
tersebut di antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro, yaitu: cipta, rasa,
dan karsa. Selain itu, juga dikenal istilah: penalaran, penghayatan, dan pengamalan.
Dalam pendidikan, taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan pendidikan. Dalam
hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain, yaitu: kognitif, afektif, dan
psikomotor. Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan
subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang
sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat
diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah. penjelaskan
ketiga domain tersebut adalah:
1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif)
Cognitive Domain adalah yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Ranah kognitif
meliputi fungsi memproses informasi, pengetahuan dan keahlian mentalitas. Ranah kognitif
menggolongkan dan mengurutkan keahlian berpikir yang menggambarkan tujuan yang
diharapkan. Proses berpikir mengekspresikan tahap-tahap kemampuan yang harus siswa
kuasai sehingga dapat menunjukan kemampuan mengolah pikirannya sehingga mampu
mengaplikasikan teori ke dalam perbuatan. Mengubah teori ke dalam keterampilan
terbaiknya sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang baru sebagai produk inovasi
pikirannya.
Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua
bagian: Bagian pertama berupa Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa
Kemampuan dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6).
a. Pengetahuan ( Knowledge ).
Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta,
gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dan sebagainya. Sebagai contoh, ketika
diminta menjelaskan manajemen kualitas, orang yang berada di level ini bisa menguraikan
dengan baik definisi dari kualitas, karakteristik produk yang berkualitas, standar kualitas
minimum untuk produk, dan sebagainya.
b. Pemahaman ( Comprehension ).
Dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel,
diagram, arahan, peraturan, dan sebagainya. Sebagai contoh, orang di level ini bisa
memahami apa yang diuraikan dalam fish bone diagram, pareto chart, dan sebagainya.
c. Aplikasi ( Application ).
Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur,
metode, rumus, teori, dan sebagainya di dalam kondisi kerja. Sebagai contoh, ketika diberi
informasi tentang penyebab meningkatnya reject  di produksi, seseorang yang berada di
tingkat aplikasi akan mampu merangkum dan menggambarkan penyebab turunnya kualitas
dalam bentuk fish bone diagram.
d. Analisis ( Analysis ).
Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan
membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk
mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor
penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit. Sebagai contoh, di level ini seseorang
akan mampu memilah-milah penyebab meningkatnya reject, membanding-bandingkan
tingkat keparahan dari setiap penyebab, dan menggolongkan setiap penyebab ke dalam
tingkat keparahan yang ditimbulkan.
e. Sintesis ( Synthesis ).
Satu tingkat di atas analisa, seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan
struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu
mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yang
dibutuhkan. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas mampu memberikan
solusi untuk menurunkan tingkat reject di produksi berdasarkan pengamatannya terhadap
semua penyebab turunnya kualitas produk.
f. Evaluasi ( Evaluation )
Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan,
metodologi, dan sebagainya dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada
untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang
manajer kualitas harus mampu menilai alternatif solusi yang sesuai untuk dijalankan
berdasarkan efektivitas, urgensi, nilai manfaat, nilai ekonomis, dan sebagainya.

2. Affective Domain (Ranah Afektif)


Affective Domain berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi,
seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Pembagian domain ini disusun
Bloom bersama dengan David Krathwol.
a. Penerimaan ( Receiving/Attending ).
Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya. Dalam pengajaran
bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya, dan mengarahkannya.
b. Tanggapan ( Responding ).
Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi persetujuan,
kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.
c. Penghargaan ( Valuing ).
Berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek, fenomena, atau
tingkah laku. Penilaian berdasar pada internalisasi dari serangkaian nilai tertentu yang
diekspresikan ke dalam tingkah laku.
d. Pengorganisasian ( Organization )
Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya, dan
membentuk suatu sistem nilai yang konsisten.
e. Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Value Complex)
Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi
karakteristik gaya-hidupnya.

3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor).


Psychomotor Domain berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan
motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin,dan lain-lain.
Rincian dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, tapi oleh ahli lain berdasarkan
domain yang dibuat Bloom.
a.  Persepsi (Perception)
Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan.
b.  Kesiapan (Set).
     Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan.
c.  Merespon (Guided Response).
Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya imitasi
dan gerakan coba-coba.
d.  Mekanisme ( Mechanism ).
Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan
cakap.
e.  Respon Tampak yang Kompleks ( Complex Overt Response ).
Gerakan motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang
kompleks.
f.   Penyesuaian ( Adaptation ).
Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi.
g.  Penciptaan ( Origination ).
Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau permasalahan tertentu.

D. Perbedaan taksonomi pendidikan versi lama dengan versi baru.


Seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman serta teknologi. Salah seorang murid
Bloom yang bernama Lorin Anderson merevisi taksonomi Bloom pada tahun 1990. Hasil
perbaikannya dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama “Revisi Taksonomi Bloom”.
Dalam revisi ini ada perubahan kata kunci, pada kategori dari kata benda menjadi kata kerja.
Masing-masing kategori masih diurutkan secara hirarkis, dari urutan terendah ke yang lebih
tinggi. Perbedaannya  yaitu, sebagai berikut:
Perubahan terjadi pada level 1 yang semula sebagai “knowledge” (pengetahuan) berubah
menjadi “remembering” (mengingat). Perubahan terjadi juga pada level 2,
yaitu“comprehension” yang dipertegas menjadi “understanding” (paham, memahami).
Level 3 diubah sebutan dari “application” menjadi “applying” (menerapkan). Level 4 juga
diubah sebutan dari “analysis” menjadi “analysing” (menganalisis). Perubahan mendasar
terletak pada level 5 dan 6. “Evaluation” versi lama diubah posisinya dari level 6 menjadi
level 5, juga dengan perubahan sebutan dari “evaluation” menjadi“evaluating” (menilai).
Level 5 lama, yaitu “synthesis” (pemaduan) hilang, tampaknya dinaikkan levelnya menjadi
level 6 tetapi dengan perubahan mendasar, yaitu dengan nama “creating” (mencipta).
Pada ranah kognitif kemampuan berpikir analisis dan sintesis diintegrasikan menjadi
analisis saja. Dari jumlah enam kategori pada konsep terdahulu tidak berubah jumlahnya
karena Lorin memasukan kategori baru yaitu creating yang sebelumnya tidak ada. Lorin
Anderson merevisi taksonomi Bloom tentang aspek kognitif menjadi dua dimensi, yaitu:
1.      Dimensi proses kognitif merupakan aspek sintesis digabungkan dengan aspek analisis atau
evaluasi dan ditambahkannya aspek kreasi (kreativitas) diatas aspek evaluasi. Indikator-
indikatornya adalah membangun atau mengkonstruksi(generating),
merencanakan (planning), menghasilkan (producing).
2.      Dimensi pengetahuan merupakan aspek-aspek dari dimensi pengetahuan pada revisi
Taksonomi Bloom meliputi:
a)    Pengetahuan faktual (factual knowledge) yang meliputi aspek-aspek pengetahuan tentang
istilah dan pengetahuan “specifik detail” dan “elements”.
b)    Pengetahuan konseptual (conceptual knowledge) yang meliputi: pengetahuan tentang
klasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi dan pengetahuan
tentang teori, model dan struktur.
c)    Pengetahuan prosedural (procedural knowledge) yang meliputi: pengetahuan tentang
keterampilan materi khusus (subject-specific) dan algoritmanya, pengetahuan tentang teknik
dan metode materi khusus (subject-specific), pengetahuan tentang kriteria untuk memastikan
kapan menggunakan prosedur yang tepat.
d)   Pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge) yang meliputi: pengetahuan
strategik (strategic knowledge), pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif termasuk
kontekstual dan kondisional, pengetahuan diri (self-knowledge).
BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Kata taksonomi diambil dari bahasa Yunani yaitu “tassein” yang berarti untuk
mengklasifikasi dan “nomos” yang berarti aturan. Taksonomi dapat diartikan sebagai
klasifikasi berhirarki dari sesuatu, atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Semua hal yang
bergerak, benda diam, tempat, dan kejadian, sampai pada kemampuan berfikir dapat
diklasifikasikan menurut beberapa skema taksonomi.
Pendidikan merupakan suatu proses generasi muda untuk dapat menjalankan kehidupan
dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien. Pendidikan lebih daripada
pengajaran, karena pengajaran sebagai suatu proses transfer ilmu belaka, sedang pendidikan
merupakan transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang
dicakupnya. Perbedaan pendidikan dan pengajaran terletak pada penekanan pendidikan
terhadap pembentukan kesadaran dan kepribadian anak didik di samping transfer ilmu dan
keahlian.
Taksonomi pendidikan lebih dikenal dengan sebutan “Taksonomi Bloom”. Taksonomi
ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan. Dalam pendidikan,
taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan pendidikan. Dalam hal ini, tujuan
pendidikan dibagi menjadi beberapa domain, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari
setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang
berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah
laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga
tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah.
Cognitive Domain adalah yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Affective Domain
berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap,
apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Pembagian domain ini disusun Bloom bersama dengan
David Krathwol. Psychomotor Domain berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan
mesin,dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
                                                                                                
Alwi, Hasan. Sugono, Dendy. Sukesi Adiwimarta, Sri. Lapoliwa, Hans. dkk. Edisi  III 2005
“Kamus Besar Bahasa Indonesia” Jakarta: Balai Pustaka.
http://oregonstate.edu/instruct/coursedev/models/id/taxonomy/#table
http://en.wikipedia.org/wiki/Bloom%27s_Taxonomy
http://www.google.co.id/search?q=intitle%3Ataksonomi+penddikan&ie=utf-8&oe=utf-
8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a

TAKSONOMI RANAH AFEKTIF


Transcript of TAKSONOMI RANAH AFEKTIF
TAKSONOMI RANAH AFEKTIF
DEFINISI
Domain afektif (Krathwohl, Bloom, Masia, 1973) meliputi cara di mana kita berurusan
dengan hal-hal emosional, seperti perasaan, nilai-nilai, apresiasi, antusiasme, motivasi, dan
sikap.

Receiving (Penerimaan)
Kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan dari luar yang datang dalam bentuk
masalah, situasi, atau gejala. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia
menerima nilai yang diajarkan dan mau menggabungkan atau mengidentifikasikan diri ke
dalam nilai tersebut. Contoh: Menghormati pendapat orang, mendengarkan dan mengingat
nama orang yang baru dikenal.

Responding (Tanggapan)
Responding mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Kemampuan menanggapi ini
dimiliki oleh seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dan membuat reaksi
terhadap suatu fenomena. Jenjang responding lebih tinggi daripada jenjang receiving.
Contoh: berpartisipasi dalam diskusi kelas dan memberikan presentasi.

Valuing (Penilaian) 
Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap
suatu kegiatan atau obyek. Dalam proses pembelajaran, peserta didik tidak sekedar menerima
nilai yang diajarkan tetapi juga mampu untuk menilai konsep atau fenomena. Contoh:
Menunjukkan kepercayaan dalam proses demokrasi. Sensitif terhadap individu dan perbedaan
budaya (nilai keragaman). Menunjukkan kemampuan untuk memecahkan masalah.
Mengusulkan rencana untuk perbaikan sosial dan mengikuti melalui dengan komitmen.
Memberitahukan aturan mengenai suatu hal yang dirasa penting.

Organization (Pengaturan)
Mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal dan membawa
pada perbaikan umum.Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari
nilai ke dalam satu sistem organisasi. Contoh: Mengakui perlunya keseimbangan antara
kebebasan dan perilaku yang bertanggung jawab, menerima tanggung jawab atas perilaku
seseorang, menjelaskan peran perencanaan sistematis dalam memecahkan masalah, menerima
standar etika professional, membuat rencana hidup selaras dengan kemampuan, minat, dan
keyakinan, memprioritaskan waktu secara efektif untuk memenuhi kebutuhan organisasi,
keluarga, dan diri sendiri.

Characterization by Value 
(Karakteristik berdasarkan nilai)
Keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang dan dapat mempengaruhi
pola kepribadian dan tingkah laku orang tersebut. Disini proses internalisasi nilai telah
menempati tempat tertinggi dalam suatu hierarki nilai. Di tahap ini peserta didik telah
memiliki
philosophy of life
yang mapan sehingga mereka telah memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah laku
untuk suatu waktu yang lama sehingga membentuk karakteristik “pola hidup” tingkah laku
yang menetap, konsisten, dan dapat diramalkan. Contoh: Menampilkan kemandirian ketika
bekerja secara independen, bekerja sama dalam kegiatan kelompok (menampilkan kerja tim),
menggunakan pendekatan objektif dalam pemecahan masalah, menampilkan komitmen
profesional untuk praktek etis setiap hari, merevisi penilaian dan perubahan perilaku dalam
memandang bukti baru, menilai orang apa adanya, bukan bagaimana mereka terlihat.
Tabel Taksonomi Ranah Afektif 
KELOMPOK 2
Dining Nika Alina (123204038)
Farida Lutfiatul J (123204208)
Lia Umi (123204209)
Dewi Arum Sari (123204220)
Aulia Firdauzi H (123204236)

Kompetensi & Taksonomi Bloom


Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan
berpikir d.an bertindak yang bersifat dinamis, berkembang, dan dapat diraih setiap waktu. Kebiasaan berpikir
dan bertindak secara konsisten dan terus-menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti
memiliki pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap-sikap dasar dalam melakukan sesuatu. Kebiasaan berpikir
dan bertindak itu didasari oleh budi pekerti luhur baik dalam kehidupan pribadi, sosial,kemasyarakatan, keber-
agama-an, dan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Istilah kompetensi berhubungan dengan dunia pekerjaan. Kompetensi mengandung pengertian pemilikan
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan tertentu (Rustyah, 1982). Kompetensi
dimaknai pula sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan
berfikir, dan bertindak. Kompetensi dapat pula dimaksudkan sebaai kemampuan melaksanakan tugas yang
diperoleh melalui pendidikan dan/atau latihan (Herry, 1998).

Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan dan keterampilan
yang harus dimiliki oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya. Pengetahuan dan keterampilan tersebut
dapat diperoleh dari pendidikan pra-jabatan dan/atau latihan.

Dalam bidang keguruan, kompetensi mengajar dapat dikatakan merupakan kemampuan dasar yang
mengimplikasikan apa yang seharusnya dilaksanakan guru dalam melaksanakan tugasnya. Kompetensi yang
dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya.

STANDAR KOMPETENSI

Standar Kompetensi (SK), merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan
penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester
pada suatu mata pelajaran.

KOMPETENSI DASAR

Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu
sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran.

TAKSONOMI BLOOM
Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali
disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa
domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci
berdasarkan hirarkinya.

Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:


1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual,
seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.

2. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi,
seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.

3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan
motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.

Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain tersebut di antaranya
seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro, yaitu: cipta, rasa, dan karsa. Selain itu, juga dikenal istilah:
penalaran, penghayatan, dan pengamalan.

Benjamin S. Bloom amat populer di dunia pendidikan dengan taksonominya yang lazim disebut dengan
taksonomi Bloom, walaupun yang menyusun taksonomi (klasifikasi, kategorisasi, penggolongan) tersebut bukan
hanya Bloom seorang.

Ada 4 buah prinsip dasar yang digunakan bloom dalam melahirkan taksonomi, yaitu:
a. Prinsip Metodologis (cara guru mengajar)
b. Prinsip Psikologis (fenomena kejiawaan)
c. Prinsip Logis (logis dan konsisten)
d. Prinsip Tujuan (keselarasan antara tujuan dan nilai-nilai)

Awal mula munculnya taksonomi bloom hanya terdiri dari 2 bagian, yaitu:
1. Kognitif domain
2. Afektif domain

Kemudian Simpson (1966) dan Arikunto (2009) melengkapi dengan psikomotor domain. Pemisahan domain ini
hanya buatan karena pada dasarnya “manusia merupakan suatu kebulatan yang tidak dapat dipecah-pecah
sehingga segala tindakannya juga merupakan suatu kebulatan”.

Taksonomi Bloom itu merupakan penggolongan (klasifikasi) tujuan pendidikan. Ada yang menyebutnya sebagai
perilaku intelektual atau intellectual behavior. Tujuan pendidikan (“daya-daya kemampuan manusia”) itu dalam
garis besarnya, Bloom merumuskan pada 3 tingkatan:

1. Kategori tingkah laku yang masih verbal


2. Perluasan kategori menjadi sederetan tujuan
3. Tingkah laku konkret yang terdiri dari tugas-tugas dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai ujian dan butir-butir
soal

Ada juga 3 ranah atau domain besar, yaitu:

Pertama, ranah kognitif, yaitu yang berkaitan dengan kognisi atau penalaran (pemikiran). Dalam bahasa
pendidikan Indonesia disebut “cipta.”

Kedua, ranah afektif, yaitu yang berkaitan dengan afeksi, yang dalam istilah pendidikan Indonesia disebut “rasa.”
Para guru (dan penatarnya) suka menyempitkannya sebagai sikap, padahal bukan hanya itu.
Ketiga, ranah psikomotor, yang berkaitan dengan psikomotor atau gerak jasmani-jiwani, yaitu gerak-gerik
jasmani yang terkait dengan jiwa. Padanan yang mirip dalam khazanah istilah pendidikan Indonesia adalah
“karya,” walau sebenarnya tidak sama persis. Para guru suka menyempitkannya dengan keterampilan, padahal
bukan hanya itu.

TAKSONOMI BLOOM (1956), RANAH KOGNITIF

1. Mengenal (Recognition)
Dalam pengenalan siswa diminta untukmemilih satu dari dua atau lebih jawaban 

2. Mengungkap/mengingat kembali (recall) 


Siswa diminta untukmengingat kembali satu atau lebih fakta-fakta yang sederhana

3. Pemahaman (Comprehension) 
Siswa diminta untuk membuktikan bahwa siswa memahami hubungan yang sederhana diantara fakta-fakta atau
konsep.

4. Penerapan atau aplikasi (application)


Siswa dituntut memiliki kemampuan untuk menyeleksi atau memilih suatu abstraksi tertentu (konsep, hukum,
dalil, aturan, gagasan, (cara) secara tepat untuk diterapkan dalam suatu situasi baru dan menerapkannya secara
benar.

5. Analisis (analysis)
Siswa diminta untuk menganalisis suatu hubungan atau situasi yang kompleks atas konsep-konsep dasar. 

6. Sintesis (synthesis)
Meminta siswa menggabungkan atau menyusun kembali (reorganize) hal-hal yang spesifik agar dapat
mengembangkan suatu struktur baru.

7. Evaluasi (evaluation)
Siswa mampu menerapkan pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki untuk menilai suatu kasus yang
diajukan oleh penyusun soal.

Taksonomi Bloom ini telah direvisi oleh Krathwohl salah satu penggagas taknomi tujuan belajar, agar lebih cocok
dengan istilah yang sering digunakan dalam merumuskan tujuan belajar. Kita sering mengenalnya dengan C1
s.d. C6.
Pada revisi ini, jika dibandingkan dengan taksonomi sebelumnya, ada pertukaran pada posisi C5 dan C6 dan
perubahan nama. Istilah sintesis dihilangkan dan diganting dengan Create.

Berikut ini Struktur dari Dimensi Proses Kognitif menurut Taksonomi yang telah direvisi:

1. Remember (Mengingat), yaitu mendapatkan kembali pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang.
1.1 Recognizing (mengenali)
Dalam pengenalan siswa diminta untuk memilih satu dari dua atau lebih jawaban.
1.2 Recalling (memanggilan/mengingat kembali)
Siswa diminta untuk mengingat kembali satu atau lebih fakta-fakta yang sederhana

2. Understand (Memahami), yaitu menentukan makna dari pesan dalam pelajaran-pelajaran meliputi oral, tertulis
ataupun grafik.
1.2 Interpreting (menginterpretasi)
1.3 Exemplifying (mencontohkan)
1.4 Classifying (mengklasifikasi)
1.5 Summarizing (merangkum)
1.6 Inferring (menyimpulkan)
1.7 Comparing (membandingkan)
1.8 Explaining (menjelaskan)
3. Apply (Menerapkan), yaitu mengambil atau menggunakan suatu prosedur tertentu bergantung situasi yang
dihadapi.
3.1 Executing (mengeksekusi) 
3.2 Implementing (mengimplementasi)

4. Analyze (menganalisa), yaitu memecah-mecah materi hingga ke bagian yang lebih kecil dan mendeteksi
bagian apa yang berhubungan satu sama lain menuju satu struktur atau maksud tertentu. 
4.1 Differentianting (membedakan)
4.2 Organizing (mengelola)
4.3 Attributing (menghubungkan)

5. Evaluate (mengevaluasi), yaitu membuat pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar.


5.1 Checking (memeriksa)
5.2 Critiquing (mengkritisi)

6. Create (menciptakan), yaitu menyusun elemen-elemen untuk membentuk sesuatu yang berbeda atau
mempuat produk original.
6.1 Generating (menghasilkan
6.2 Planning (merencanakan)
6.3 Producing (memproduksi)

Proses kognitif meaningful learning atau yang melibatkan proses berpikir kompleks bisa digambarkan dari
struktur ke C2 hingga ke C5.

PENJABARAN Silabus SMK Kelas X Semester 1 Matapelajaran Keterampilan Komputer dan


Pengelolaan Informasi (KKPI) KE DALAM TAKSONOMI

Dalam silabus SMK Kelas X Semester 1 Matapelajaran Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi (KKPI)
terdapat dua standart Kompetensi yaitu pengoprasian PC dan Pengoprasian operasi software sedangkan
komptensi dasar meliputi Mengoperasikan sistem operasi berbasis teks, Mengoperasikan sistem operasi berbasis
GUI (Graphic User Interface), Menginstal Sistem Operasi Software, Mengoperasikan Software Pengolah Kata .

Pembahasan materi pada silabus ilabus SMK Kelas X Semester 1 Matapelajaran Keterampilan Komputer dan
Pengelolaan Informasi (KKPI) jika ditinjau dari taksonomi bloom terdapat dua ranah yang menjadi aspek
penilaian yang nantinya dapat menjadi tolak ukur dalam pengevaluasian atau penilaian terhadp hasil belajar
yang dilakukan selama satu semester

Ranah taksonomi bloom pada materi Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi (KKPI) adalah ranah
kognitif, dalam hal ini adalah pada pemahaman (1,2) siswa terhadap materi yang disampaikan karena Materi
masi berupa pemahaman terhadap definsi dan fungsi dari isi materi yang telah dijelaskan

Ranah yang kedua adalah psikomotorik, dala m hal ini adalah imitasi atau meniru dari apa yang telah
didemonstrasikan oleh pengajar karena siswa dituntut terampil dalam hal penggunaan computer untuk
memudahkan proses belajar dan tidak ketinggalan dalam pelajaran, contohnya siswa harus bisa menghidupkan
computer dan melakukan operasi dasar yang telah dijelaskan sebumnya untuk mempersiapkan materi yang akan
diterimanya sehingga belejar akan lebiH efektif apabila siswa telah terampil menggunakan computer.

DAFTAR RUJUKAN
Anderson, et al. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of
Educational Objectives. New York: David Mckay Company, Inc.

Arikunto, S. 2009. Dasar-dasar EvaluasiPendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Cartono. 2007. Assesmen dalam Pembelajaran Sains. Bandung: Program Doktor SPs UPI.

David R. Krathwohl. 2002. A Revision of Bloom’s Taxonomy, An Overview (Ohio: Theory Into Practice, vol 41
number 4)._: _

Joesmani. 1988. Pengukuran dan Evaluasi dalam Pengajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Wikipedia. 2010. Taksonomi Bloom, (Online), (http://www.google.com, diakses 17 Maret 2010).

Label: PENDIDIKAN 

Komponen-komponen Pengembangan Kurikulum


 

Kurikulum merupakan suatu sistem yang memiliki komponen-komponen tertentu. Setiap


komponen harus saling berkaitan satu sama lain, bila salah satu komponen yang membentuk
sistem kurikulum terganggu atau tidak berkaitan dengan komponannya, maka sistem kurikulum
pun akan terganggu pula.

1.      Komponen Tujuan

Komponen tujuan berhubungan dengan arah atau hasil yang diharapkan, merumuskan tujuan
kurikulum sebenarnya sangat tergantung dari teori dan filsafat pendidikan serta model kurikulum
yang dianut masyarakat. Dalam skala mikro, tujuan kurikulum berhubungan dengan misi dan visi
sekolah serta tujuan-tujuan yang lebih sempit, seperti tujuan setiap mata pelajaran dan tujuan
proses pembelajaran.

Tujuan pendidikan memiliki klasifikasi mulai dari tujuan yang sangat umum sampai tujuan khusus
yang bersifat spesifik dan dapat diukur yang kemudian dinamakan kompetensi. Tujuan
pendidikan diklasifikasikan menjadi empat, yaitu :

a.       Tujuan Pendidikan Nasional (TPN)

Tujuan yang bersifat paling umum dan merupakan sasaran akhir yang harus dijadikan pedoman
oleh setiap usaha pendidikan, artinya setiap lembaga dan penyelenggara pendidikan harus
dapat membentuk manusia yang sesuai dengan rumusan itu, baik pendidikan yang
diselenggarakan oleh lembaga pendidikan formal, informal maupun nonformal. Intinya TPN
merupakan sumber dan pedoman dalam usaha penyelenggara pendidikan.

b.      Tujuan Institusional (TI)

Tujuan ini harus dicapai oleh setiap lembaga pendidikan. Tujuan institusional merupakan tujuan
antara untuk mencapai tujuan umum yang dirumuskan dalam bentuk kompetensi lulusan setiap
jenjang pendidikan, seperti misalnya standar kompetensi pendidikan dasar, menengah,
kejuruan, dan jenjang pendidikan tinggi. 
c.       Tujuan Kurikuler

Tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang studi atau mata pelajaran. Tujuan kurikuler dapat
didefinisikan sebagai kualifikasi yang harus dimiliki anak didik setelah mereka menyelesaikan
suatu bidang studi tertentu dalam suatu lembaga pendidikan. Tujuan kurikuler juga pada
dasarnya merupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan lembaga pendidikan, dengan
demikian setiap tujuan kurikuler harus dapat mendukung dan diarahkan untuk mencapai tujuan
institusional.

d.      Tujuan Pembelajaran atau Tujuan Intruksional

Tujuan pembelajaran atau yang disebut juga dengan tujuan intruksional, merupakan tujuan yang
paling khusus. Tujuan pembelajaran adalah kemampuan (kompetensi) atau keterampilan yang
diharapkan dapat dimiliki oleh siswa setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu.

2.      Komponen Isi atau Materi Pelajaran

Isi kurikulum merupakan komponen yang berhubungan dengan pengalaman belajar yang harus
dimiliki siswa. Isi kurikulum itu menyangkut semua aspek baik yang berhubungan dengan
pengetahuan atau materi pelajaran yang biasanya tergambarkan pada isi setiap mata pelajaran
yang diberikan maupun aktivitas dan kegiatan siswa. Baik materi maupun aktivitas itu seluruhnya
diarahkan untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Bahan ajar tersusun atas topik-topik dan sub-
sub topik tertentu. Topik-topik atau sub-subtopik tersebut tersusun dalam sekuens tertentu yang
membentuk suatu sekuens bahan ajar.

Ada beberapa cara untuk menyusun sekuens bahan ajar, yaitu :

a.       Sekuens kronologis

b.      Sekuens kausal

c.       Sekuens struktural

d.      Sekuens logis dan psikologis

e.       Sekuens spiral

f.       Rangkaian ke belakang

g.      Sekuens berdasarkan hirarki belajar

3.      Komponen Metode atau Strategi

Strategi dan metode merupakan komponen ketiga dalam pengembangan kurikulum. Komponen
ini merupakan komponen yang memiliki peran yang sangat penting, oleh sebab itu berhubungan
dengan implementasi kurikulum. Strategi meliputi rencana, metode, dan perangkat kegiatan
yang direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Sejalan dengan pendapat di atas, T.
Rakajoni mengartikan strategi  pembelajaran sebagai pola dan urutan umum perbuatan dosen-
mahasiswa dalam mewujudkan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan.  
Dari  kedua pengertian diatas, ada dua hal yang patut kita cermati. Pertama, strategi
pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode
dan pemanfaatkan berbagai sumber daya / kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti
penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai
pada tindakan. Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya arah dari semua
keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Dengan demikian penyusunan
langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber daya semuanya
diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. 

Upaya untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar
tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal, ini yang dinamakan dengan metode. Ini
berarti digunakan untuk merealisasi strategi yang telah ditetapkan. Dengan demikian, bisa terjadi
satu stretegi pembelajaran digunakan beberapa metode. Misalnya untuk melaksanakan strategi
ekspositori bisa menggunakan metode ceramah sekaligus metode tanya jawab atau bahkan
diskusi dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia termasuk menggunakan media
pembelajaran. 

4.      Media mengajar

Media mengajar merupakan segala macam bentuk perangsang dan alat yang disediakan guru
untuk mendorong siswa. Rowntree (1974 : 104-113) mengelompokkan media mengajar menjadi
lima macam dan disebut Modes, yaitu :

a.       Interaksi insani

b.      Realita

c.       Pictorial

d.      Simbol tertulis

e.       Rekaman suara

5.      Komponen Evaluasi

Pengembangan kurikulum merupakan proses yang tidak pernah berakhir (Olivia, 1988). Proses
tersebut meliputi perencanaan, implementasi dan evaluasi. Merujuk pada pendapat tersebut,
maka dalam konteks pengembangan kurikulum, evaluasi merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari pengembangan kurikulum itu sendiri. Melalui evaluasi, dapat ditentukan nilai dan
arti kurikulum, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan apakah suatu kurikulum perlu
dipertahankan atau tidak. Evaluasi merupakan komponen untuk melihat efektifitas pencapaian
tujuan. Dalam konteks kurikulum evaluasi dapat berrfungsi untuk mengetahui apakah tujuan
yang telah ditetapkan telah tercapai atau belum, atau evaluasi digunakan sebagai umpan balik
dalam perbaikan strategi yang telah ditetapkan. Kedua fungsi tersebut menurut Scriven (1967)
adalah evaluasi sebagai fungsi sumatif dan evaluasi sebagai fungsi formatif.    Evaluasi sebagai
alat untuk melihat keberhasilan pencapaian tujuan dapat dikelompokkan e dalam dua jenis, yaitu
: Tes dan Non tes.

a.       Tes
Tes biasany digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam aspek kognitif, atau tingkat
penguasaan materi pembelajaran. Hasil tes biasanya diolah secara kuantitatif. Proses
pelaksanaan tes hasil belajar dilakukan setelah berakhir pembahasan satu pokok bahasan, atau
setelah selesai satu catur wulan atau satu semester. Dilihat dari fungsinya, tes yang
dilaksanakan setelah catur wulan atau semester dinamakan tes sumatif. Hal ini disebabkan hasil
dari tes itu digunakan untuk menilai keberhasilan siswa  dalam proses pembelajaran sebagai
bahan untuk mengisi buku kemajuan belajar (nilai raport). Sedangkan tes yang dilaksanakan
setelah proses belajar mengajar atau setelah selesai satu pokok bahasan dinamakan tes
formatif.

b.      Non Tes

Non tes adalah alat evaluasi yang biasanya digunakan untuk menilai aspek tingkah laku
termasuk sikap, minat dan motivasi. Ada beberapa jenis non tes sebagai alat evaluasi,
diantaranya adalah wawancara, observasi, studi kasus, dan skala penilaian.

1)      Observasi

Observasi adalah teknik penilaian dengan cara mengamati tingkah laku pada situasi tertentu.
Ada dua jenis observasi yaitu observasi partisipatif dan non partisipatif. Observasi partisipatif
adalah observasi yang dilakukan dengan menempatkan observer sebagai bagian dimana
observasi itu dilakukan. Misalnya ketika observer ingin mengumpulkan informasi bagaimana
aktivitas siswa dalam kegiatan diskusi, maka ketika melakukan pengamatan, observer juga
merupakan bagian dari peserta diskusi. Observasi non partisipatif adalah observasi yang
dilakukan dengan cara observasi murni sebagai pengamat. Artinya, observer dalam melakukan
pengamatana tidak aktif sebagai bagian dari kegiatan itu, akan tetapi ia berperan semata-mata
hanya sebagai pengamat saja. Oleh sebab itu salah satu kelemahan observasi non partisipatif
adalah kecenderungan yang diobservasi untuk berperilaku dibuat-buat sangat tinggi.

2)      Wawancara

Wawancara adalah komunikasi langsung antara yang diwawancarai dan yang mewawancarai.
Ada dua jenis wawancara, yaitu wawancara langsung dan tidak langsung. Dikatakan wawancara
langsung karena pewawancara melakukan komunikasi dengan subjek yang ingin dievaluasi.
Sedangkan wawancara tidak langsung dilakukan manakala pewawancara ingin mengumpulkan
data melalui perantara. 

3)      Studi kasus

Studi kasus dilaksanakan untuk mempelajari individu dalam periode tertentu secara terus
menerus. Misalnya ingin mempelajari bagaimana sikap dan kebiasaan siswa tertentu dalam
belajar Bahasa Inggris di dalam kelas selama satu semester.

4)      Skala penilaian

Skala penilaian atau biasa disebut rating scale merupakan salah satu alat penilaian dengan
menggunakan skala yang telah disusun dari ujung negative sampai ujung positif. Sehingga pada
skala tersebut si penilai hanya membubuhi tanda cek (V)
B.     Penggolongan atau Klasifikasi Tujuan

Menurut Bloom, dkk. tujuan atau hasil belajar digolongkan menjadi tiga domain, yaitu kognitif,
afektif dan psikomotorik.

1.      Kognitif

Domain kognitif berkenaan dengan pengembangan kemampuan otak dan penalaran siswa.
Menurut Bloom, domain kognitif ini memiliki enam tingkatan :

a.       Ingatan (recall)

Hasil belajar pada tingkat ingatan ditunjukkan dengan kemampuan mengenal atau menyebutkan
fakta-fakta, istilah-istilah, hukum, rumus yang telah dipelajari.

Contoh : membahas tentang jenis-jenis danau, hasil belajar yang diharapkan adalah siswa dapat
menyebutkan jenis-jenis danau ditinjau dari segi pembentukannya.

b.      Pemahaman (compreehension)

Hasil belajar yang dituntut dari tingkat pemahaman adalah kemampuan menangkap makna atau
arti dari suatu konsep.

Hasil belajar pemahaman terdiri atas tiga tingkatan :

1)      Pemahaman terjemahan

Contoh : membahas tentang lambang negara, hasil belajar yang diiharapkan adalah siswa dapat
menjelaskan arti lambang negara.

2)      Pemahaman penafsiran

Contoh : guru memberikan sebuah tabel tentang keadaan curah hujan di Indonesia, setelah
siswa mempelajari hasil belajar yang diharapkan siswa dapat menyimpulkan keadaan curah
hujan di Indonesia.

3)      Pemahaman Ekstrapolasi

Contoh : guru membahas perkembangan Koperasi Unit Desa (KUD) di Indonesia, setelah siswa
mempelajari materi tersebut, hasil belajar yang diharapkan siswa dapat menunjukkan jumlah
KUD di Indonesia.

c.       Penerapan (application)

Hasil belajar penerapan adalah kemampuan menerapkan suatu konsep, hukum, atau rumus
pada situasi baru.

Contoh : guru Matematika membahas tentang persamaan kuadrat, setelah siswa mengikuti
diharapkan dapat menghitung 
d.      Analisis (analysis)

Hasil belajar analisis adalah kemampuan untuk memcah, menguraikan suatu integritas atau
kesatuan yang utuh menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian yang mempunyai arti.

Pada hasil belajar analisis terdapat tiga tingkatan :

1)      Analisis Elemen 

Analisis elemen adalah kemampuan merumuskan asumsi-asumsi serta mengidentifikasikan


unsur-unsur penting yang mendukung asumsi yang telah ditentukan.

2)      Analisis Hubungan

Hasil belajar pada tingkat analisis hubungan adalah hasil belajar yang menuntut kemampuan
mengenal unsur-unsur dan beberapa pola hubungan serta sistem atau hipotesisnya.

3)      Analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi

Hasil belajar pada tingkat analisis prinsip-prinsip terorganisasi adalah hasil belajar yang
menunjukkan kemampuan memisahkan dasar-dasar yang dipergunakan dalam organisasi suatu
komunikasi.

e.       Sintesis (synthesis)

Hasil belajar sintesis adalah hasil belajar yang menunjukkan kemampuan untuk menyatukan
beberapa jenis informasi yang terpisah-pisah menjadi satu bentuk komunikasi yang baru dan
lebih jelas dari sebelumnya.

Hasil belajar sintesis juga dikelompokkan ke dalam tiga tingkatan :

1)      Kemampuan melahirkan suatu komunikasi yang unik

Kemampuan melahirkan suatu komunikasi yang unik adalah hasil belajar yang mencerminkan
kemampuan siswa untuk membuat karya tulis. Hasil belajar pada tingkatan ini adalah
kemampuan menulis cerita, esei untuk kesenangan pribadi atau untuk menghibur orang lain.

2)      Kemampuan membuat rancangan

Dalam hasil belajar penerapan, yang dituntut adalah kemampuan menerapkan pengetahuan
dalam situasi yang baru.

Contoh : siswa mampu menyimpulkan langkah-langkah yang harus ditempuh masyarakat untuk
mencegah penyebaran penyakit.

3)      Kemampuan mengembangkan suatu tatanan (set) hubungan yang abstrak

Kemampuan pada tingkat ini adalah hasil belajar yang menunjukkan kemampuan hipotesis
berdasarkan gejala dan fakta yang diobservasi, menarik kesimpulan yang bersifat generalisasi,
mengubah hipotesis berdasarkan hal-ha baru.
f.       Penilaian (evaluation)

Hasil belajar evaluasi adalah hasil belajar yang menunjukkan kemampuan memberikan
keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan pertimbangan yang dimiliki atau kriteria yang
digunakan.

Itulah enam tingkatan hasil belajar pada domain kognitif. Hubungan keenam tingkatan tersebut
bersifat herarkis. Artinya, tingkat kemampuan yang paling bawah merupakan prasyarat untuk
menguasai kemampuan berikutnya

2.      Afektif 

Hasil belajar afektif mengacu kepada sikap dan nilai yang diharapkan dikuasi siswa setelah
mengikuti pembelajaran. Bloom, dkk mengemukakan 5 tingkatan hasil belajar afekif :

a.       Menerima (receiving)

Kemampuan menerima mengacu pada kepekaan individu dalam menerima rangsangan


(stimulus) dari luar. Siswa dianggap telah mencapai sikap menerima apabila siswa tersebut
mampu menunjukkan kesadaran, kemauan, dan perhatian terhadap sesuatu, serta mengakui
kepentingan dan perbedaan.

Contoh : rumusan tujuan yang termasuk kategori sikap menerima adalah menyadari pentingnya
belajar, memperhatikan tugas yang diberikan guru, menunujukkan perhatian pada penjelasan
temannya.

b.      Menanggapi (responding)

Kemampuan menanggapi mengacu pada reaksi yang diberikan individu terhdap stimulus yang
datang dari luar. Siswa dianggap telah memiliki sikap menanggapi apabila siswa tersebut telah
menunjukkan kepatuhan pada peraturan, tuntutan atau perintah serta berperan aktif dalam
berbagai kegiatan.

Contoh : rumusan tujuan yang menuntut kemampuan siswa untuk bersikap menanggapi adalah
melaksanakan kerja kelompok, menyumbangkan pendapat dalam diskusi kelompok, menolong
teman yang mengalami kesulitan.

c.       Menghargai

Tujuan ini berkenaan dengan kemauan untuk memberi penilaian atau kepercyaan kepada gejala
atau suatu obyek tertentu. Menghargai terdiri dari penerimaan suatu nilai dengan kenyakinan
tertentu.

Contoh : jika seseorang telah menerima sikap jujur, ia akan selalu komit dengan kejujuran,
menghargai orang yang bersikap jujur dan ia juga berprilaku jujur.

d.      Mengorganisasi 

Tujuan yang berhubungan dengan organisasi ini berkenaan dengan pengembangan nilai ke
dalam organisasi tertentu, tujuan ini terdiri dari mengkonseptualisasi nilai, yaitu memilah dan
menghimpun system nilai yang akan digunakan.

Contoh : berprilaku jujur berhubungan dengan nilai-nilai yang lain seperti kedisiplinan,
kemandirian, keterbukaan, dan lain-lain.

e.       Karakteristik Nilai

Tujuan ini adalah mengadakan sintesis dan internalisasi sistem nilai dengan pengkajian secara
mendalam, sehingga nilai-nilai yang dibangunnya itu dijadikan pandangan (falsafah) hidup serta
dijadikan pedoman dalam bertindak dan berperilaku.

Contoh : karakter dan gaya hidup seseorang, sehingga ia dikenal sebagai pribadi yang jujur;
keteraturan pribadi, social dan emoosi seseorang sehingga dikenal sebagai orang yang
bijaksana.

3.      Psikomotor

Tujuan belajar ranah psikomotorik dikembangkan oleh beberapa ahli dengan latar belakang
yang berbeda-beda. Ranah psikomotorik lebih diutamakan pada aspek kemampuan fisik.

  Menurut Dave keterampilan Psikomotor meliputi :

a.       Peniruan ( Imitation )

Kemampuan ini dimulai dengan mengamati suatu gerakan kemudaian memberikan respon
serupa yang diamati. Sebagai contoh, kemampuan menggunakan alat ukur setelah diperhatikan
cara menggunakannya.

b.      Penggunaan ( Manipulasi ) 

Kemampua ini merupakan kemampuan mengikuti pengarahan (instruksi), penampilan dan


gerakan-gerakan pilihan yang menetapkan suatu penampilan. Sebagai contoh, melakukan
kegiatan pendidikan sesuai prosedur yang dibaca.

c.       Ketepatan ( Presicion )

Kemampuan ini lebih menekankan kepada kecermatan, proporsi dank e[astian yang lebih tinggi.
Sebagai contoh, pada saat menggumakan alat ukur memperhatikan skala alat ukur yang
digunakan dan satuan yang digunakan dalam mengambil data, orang yang memiliki ketepatan
biasanya melakukan pengamatan berulang kali untuk mendapatkan hasil yang lebih pasti.

d.      Perangkaian ( Articulation )

Merupakan kemampuan koordinasi suatu rangkaian gerak dengan membuat urutan yang tepat
dan mencapai yang diharapkan atau konsistensi internal diantara gerakan-gerakan yang
berbeda. Sebagai contoh, menunjukkan tulisan yang rapi dan jelas, mengetik dengan cepat dan
tepat dan menggunakan alat-alat sesuai kemampuan.

e.       Pengalamiahan ( Naturalisasi )


Menekankan kemampuan yang lebih tinggi secara alami, sehingga gerakan yang dapat
dilakukan dapat secara rutin dan tidak memerlukan pemikiran terlebih dahulu.

Itulah kelima tingkatan hasil belajar psikomotorik. Sama dengan hasil belajar kognitif dan afektif. 
Ketiga domain tersebut bersifat hierarkis. Kemampuan sebelumnya merupakan prasyarat untuk
menguasai kemampuan berikutnya.

Hasil belajar informasi verbal, keterampilan intelektual dan strategi kognitif menurut Gagne
memiliki kesamaan dengan hasil belajar kognitif menurut Bloom, dkk. Begitu juga, hasil belajar
sikap menurut Gagne sama dengan hasil belajar afektif menurut Bloom, dkk. Sedangkan hasil
belajar keterampilan motorik sama dengan hasil belajar psikomotorik.

EVALUASI DAN TAKSONOMI TUJUAN PENDIDIKAN DOMAIN KOGNITIF, AFEKTIF DAN


PSIKOMOTORIK
I. PENDAHULUAN
Evaluasi dalam rangkaian proses pendidikan merupakan hal yang sangat urgen. Hal ini
mengingat evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan sebagai bentuk
akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Evaluasi
ini dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan. (Depag RI,
2006:67). 
Pendidikan sebagai upaya mengembangkan kemampuan dan potensi individu baik sebagai
pribadi maupun sebagai anggota masyarakat merupakan usaha sadar yang bertujuan
mendewasakan anak mencakup kedewasaan fisik, intelektual, sosial dan moral. (Nana
Sudjana, 1996:2) Operasionalisasi pendidikan tersebut dalam lingkup yang lebih kecil
ditempuh melalui proses belajar mengajar atau pengajaran. Pengajaran adalah interaksi
siswa dengan lingkungan belajar yang dirancang sedemikian rupa untuk mencapai tujuan
pengajaran, yakni kemampuan yang diharapkan dimiliki siswa setelah menyelesaikan
pengalaman belajarnya. Tujuan pengajaran pada dasarnya adalah diperolehnya bentuk
perubahan tingkah laku baru pada siswa, sebagai akibat dari proses belajar mengajar.
Perubahan tingkah laku dalam pengertian luas seperti dikemukakan Kingsley mencakup
keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan, pengertian serta sikap dan cita-cita. Sedangkan
menurut Gagne mencakup keterampilan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, sikap
dan keterampilan. Adapun menurut Benyamin S Bloom dibedakan dalam tiga ranah, yakni
ranah kognitif (aspek intelektual), ranah afektif (sikap) dan ranah psikomotor (keterampilan).
(Nana Sudjana, 1996:6) 
Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar tersebut dapat diketahui dengan mengadakan
evaluasi. Evaluasi pendidikan dan pengajaran merupakan kegiatan untuk mendapatkan
informasi data mengenai hasil belajar mengajar. Karena itu evaluasi menjadi hal yang
penting dan sangat dibutuhkan dalam proses belajar mengajar, karena evaluasi dapat
mengukur dan menilai seberapa jauh keberhasilan peserta didik dalam menyerap materi
yang diajarkan. Dengan evaluasi pula, kita dapat mengetahui titik kelemahan serta
mempermudah upaya mencari jalan keluar untuk perbaikan ke depan. Dalam tataran makro,
menurut Farida Tayib (2000:1) evaluasi akan memberikan informasi yang lebih akurat untuk
membantu perbaikan dan pengembangan sistem pendidikan.
Makalah ini akan membahas konsep dasar evaluasi dan taksonomi tujuan pendidikan.
Karena dikaitkan dengan taksonomi maka pembahasan dibatasi dan difokuskan hanya pada
evaluasi terhadap peserta didik dalam bentuk evaluasi hasil belajar yang meliputi ranah
kognitif, afektif dan psikomotorik.

II. KONSEP DASAR EVALUASI PENDIDIKAN


A. Pengertian Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi Pendidikan.
Sebelum menjelaskan pengertian evaluasi pendidikan lebih lanjut akan dikemukakan dulu
pengertian pengukuran dan penilaian. Karena berbicara mengenai evaluasi selalu berkait
dengan pengukuran dan penilaian. Dan terkadang ketiga istilah ini memunculkan kerancuan
dan saling dipertukarkan (interchangeable).
1. Pengukuran
Pengukuran dapat diartikan dengan kegiatan untuk mengukur sesuatu. Pada hakekatnya,
kegiatan ini adalah membandingkan sesuatu dengan atau sesuatu yang lain (Anas Sudijono,
1996: 3) Jika kita mengukur suhu badan seseorang dengan termometer, atau mengukur
jarak kota A dengan kota B, maka sesungguhnya yang sedang dilakukan adalah
mengkuantifikasi keadaan seseorang atau tempat ke dalam angka. Karenanya, dapat
dipahami bahwa pengukuran itu bersifat kuantitatif.
Dalam dunia pendidikan, Menurut Mardapi (2004: 14) pengukuran pada dasarnya adalah
kegiatan penentuan angka terhadap suatu obyek secara sistematis. Karakteristik yang
terdapat dalam obyek yang diukur ditransfer menjadi bentuk angka sehingga lebih mudah
untuk dinilai. aspek-aspek yang terdapat dalam diri manusia seperti kognitif, afektif dan
psikomotor dirubah menjadi angka. Karenanya, kesalahan dalam mengangkakan aspek-
aspek ini harus sekecil mungkin. Kesalahan yang mungkin muncul dalam melakukan
pengukuran khususnya dibidang ilmu-ilmu sosial dapat berasal dari alat ukur, cara
mengukur dan obyek yang diukur.
Pengukuran dalam bidang pendidikan erat kaitannya dengan tes. Hal ini dikarenakan salah
satu cara yang sering dipakai untuk mengukur hasil yang telah dicapai siswa adalah dengan
tes. Selain dengan tes, terkadang juga dipergunakan nontes. Jika tes dapat memberikan
informasi tentang karakteristik kognitif dan psikomotor, maka nontes dapat memberikan
informasi tentang karakteristik afektif obyek. (http://statistikpendidikanii.blogspot.com/)
2. Penilaian
Penilaian merupakan langkah lanjutan setelah dilakukan pengukuran. informasi yang
diperoleh dari hasil pengukuran selanjutnya dideskripsikan dan ditafsirkan. Karenanya,
menurut Djemari Mardapi (1999: 8) penilaian adalah kegiatan menafsirkan atau
mendeskripsikan hasil pengukuran. Menurut Cangelosi (1995: 21) penilaian adalah
keputusan tentang nilai. Oleh karena itu, langkah selanjutnya setelah melaksanakan
pengukuran adalah penilaian. Penilaian dilakukan setelah siswa menjawab soal-soal yang
terdapat pada tes. Hasil jawaban siswa tersebut ditafsirkan dalam bentuk nilai. Menurut
Djemari Mardapi (2004: 18) ada dua acuan yang dapat dipergunakan dalam melakukan
penilaian yaitu acuan norma dan acuan kriteria. Dalam melakukan penilaian dibidang
pendidikan, kedua acuan ini dapat dipergunakan. Acuan norma berasumsi bahwa
kemampuan seseorang berbeda serta dapat digambarkan menurut kurva distribusi normal.
Sedangkan acuan kriteria berasumsi bahwa apapun bisa dipelajari semua orang namun
waktunya bisa berbeda.
Penggunaan acuan norma dilakukan untuk menyeleksi dan mengetahui dimana posisi
seseorang terhadap kelompoknya. Misalnya jika seseorang mengikuti tes tertentu, maka
hasil tes akan memberikan gambaran dimana posisinya jika dibandingkan dengan orang lain
yang mengikuti tes tersebut. Adapun acuan kriteria dipergunakan untuk menentukan
kelulusan seseorang dengan membandingkan hasil yang dicapai dengan kriteria yang telah
ditetapkan terlebih dahulu. Acuan ini biasanya digunakan untuk menentukan kelulusan
seseorang. Seseorang yang dikatakan telah lulus berarti bisa melakukan apa yang terdapat
dalam kriteria yang telah ditetapkan dan sebaliknya. Acuan kriteria, ini biasanya
dipergunakan untuk ujian-ujian praktek. Dengan adanya acuan norma atau kriteria, hasil
yang sama yang didapat dari pengukuran ataupun penilaian akan dapat diinterpretasikan
berbeda sesuai dengan acuan yang digunakan. Misalnya, kecepatan kendaraan 40 km/jam
akan memiliki interpretasi yang berbeda apabila kendaraan tersebut adalah sepeda dan
mobil.
3. Evaluasi
Pengukuran, penilaian dan evaluasi merupakan kegiatan yang bersifat hierarki. Artinya
ketiga kegiatan tersebut dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar tidak dapat
dipisahkan satu sama lain dan dalam pelaksanaannya harus dilaksanakan secara berurutan.
Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation. Dalam bahasa
Indonesia berarti ‘penilaian’.(Anas Sudijono, 1998: 1) Menurut John M. Echols dan Hasan
Shadily (1992:220) evaluation berarti penilaian atau penaksiran.
M. Chabib Thoha (1996:1) mengatakan bahwa Evaluasi berarti suatu tindakan atau suatu
proses untuk menentukan nilai sesuatu, apakah sesuatu itu mempunyai nilai atau tidak.
Evaluasi berarti kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan
menggunakan instrument dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur tertentu guna
memperoleh kesimpulan. Evaluasi pendidikan dan pengajaran adalah proses kegiatan untuk
mendapatkan informasi data mengenai hasil belajar mengajar yang dialami siswa dan
mengolah atau menafsirkannya menjadi nilai berupa data kualitatif atau kuantitatif sesuai
dengan standar tertentu. Hasilnya diperlukan untuk membuat berbagai putusan dalam
bidang pendidikan dan pengajaran.
Anne Anastasi sebagaimana dikutip Sudijono (1998:1) mengatakan bahwa Evaluasi bukan
saja sekedar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insidental, melainkan merupakan
kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik dan terarah berdasarkan atas
tujuan yang jelas.
Evaluasi Menurut Suharsimi Arikunto (2004: 1) adalah kegiatan untuk mengumpulkan
informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk
menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Dalam bidang pendidikan,
evaluasi sebagaimana dikatakan Gronlund merupakan proses yang sistematis tentang
mengumpulkan, menganalisis dan menafsirkan informasi untuk menentukan sejauhmana
tujuan pembelajaran telah dicapai oleh siswa.
Dari beberapa pendapat di atas, ada beberapa hal yang menjadi ciri khas dari evaluasi
yaitu: (1) sebagai kegiatan yang sistematis, pelaksanaan evaluasi haruslah dilakukan secara
berkesinambungan. Sebuah program pembelajaran seharusnya dievaluasi di setiap akhir
program tersebut, (2) dalam pelaksanaan evaluasi dibutuhkan data dan informasi yang
akurat untuk menunjang keputusan yang akan diambil. Asumsi-asumsi ataupun prasangka.
bukan merupakan landasan untuk mengambil keputusan dalam evaluasi, dan (3) kegiatan
evaluasi dalam pendidikan tidak pernah terlepas dari tujuan-tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan sebelumnya. (http://statistikpendidikanii.blogspot.com/)
B. Tujuan Evaluasi 
Evaluasi telah memegang peranan penting dalam pendidikan antara lain memberi informasi
yang dipakai sebagai dasar untuk :
o Membuat kebijaksanaan dan keputusan
o Menilai hasil yang dicapai para pelajar
o Menilai kurikulum
o Memberi kepercayaan kepada sekolah
o Memonitor dana yang telah diberikan
o Memperbaiki materi dan program pendidikan 
(http://dokumens.multiply.com/journal)
Dr. Muchtar Buchori M.Ed. Mengemukakan bahwa tujuan khusus evaluasi pendidikan ada 2
yaitu :
o Untuk mengetahui kemajuan peserta didik setelah ia mengalami pendidikan selama
jangka waktu tertentu.
o Untuk mengetahui tingkat efisiensi metode-metode pendidikan yang dipergunakan
pendidik selama jangka waktu tertentu tadi.
( http://dokumens.multiply.com/journal)
Secara konklusif Haryono (1999 : 1-3) menjelaskan tujuan evaluasi berkaitan dengan
perencanaan, pengelolaan, proses, dan tindak lanjut pengajaran, baik yang menyangkut
perorangan, kelompok maupun kelembagaan. Oleh karena itu keputusan yang diambil dari
hasil evaluasi dapat menyangkut : 
1. Keputusan dalam bidang pengajaran 
Dalam keputusan yang menyangkut bidang pengajaran ini hasil evaluasi dipakai sebagai
pedoman untuk langkah-langkah memperbaiki cara mengajar guru, metode pengajaran,
strategi mengajar. Sudah tepat atau belum suatu metode atau strategi mengajar dapat
dilihat dari hasil evaluasi yang diadakan setelah proses belajar mengajar selesai. Jika hasil
evaluasi menunjukkan nilai kurang, berarti metode atau strategi mengajar perlu diperbaiki.
Jika hasil evaluasi sudah baik, berarti metode atau strategi mengajar sudah baik dan
memadai.Untuk mengetahui apakah cara mengajar kita sudah baik atau belum, maka perlu
diadakan tes formatif. Jadi nilai tes formatif tidak dijadikan pedoman untuk mengisi raport
atau kenaikan kelas, tetapi untuk mengambil keputusan cara mengajarnya sudah tepat atau
belum. 
2. Keputusan tentang hasil belajar 
Dilihat dari sudut proses belajar siswa, evaluasi digunakan untuk menilai pencapaian belajar
siswa. Nilai evaluasi dalam hal ini dipergunakan untuk mengisi raport, untuk menentukan
naik kelas atau tidak, lulus atau tidak. Komponen untuk keperluan ini biasanya
menggunakan tes ulangan harian. Tes ulangan harian atau tes formatif pada umumnya
diadakan untuk pokok bahasan yang lebih kecil, tetapi tes sumatif biasanya diadakan untuk
pokok bahasan yang lebih luas. 
3. Keputusan dalam rangka diagnosis atau usaha perbaikan 
Kesulitan belajar siswa perlu dicari sebab-sebabnya dan ditanggulangi melalui usaha-usaha
perbaikan. Tes diagnostic diselenggarakan untuk mengetahui dalam bidang mana siswa
telah atau belum menguasai kompetensi tertentu, dengan kata lain tes diagnostic berusaha
mengungkapkan kekuatan atau kelemahan siswa mengenai bahan yang diujikan. Sepintas
lalu tes diagnostic hampir sama dengan tes untuk bidang pengajaran. Bedanya tes untuk
bidang pengajaran berorientasi pada masa lalu, maksudnya bagaimana kesulitan itu dapat
terjadi. Perlu diketahui juga bahwa untuk mengungkapkan kelemahan siswa tidak dengan
tes diagnostik, tetapi dapat menggunakan cara-cara lain, analisis tugas sehari-hari,
informasi keadaan rumah tangga. Setelah diketahui kesulitan ataukelemahan belajar siswa,
barulah diusahakan kemungkinan-kemungkinan usaha perbaikan. 
4. Keputusan berkenaan dengan penempatan 
Tes untuk penjurusan atau pemilihan program termasuk tes penempatan. Dengan tes
penempatan siswa dapat di bagi-bagi menurut tingkat kemampuannya, hal ini dimaksudkan
agar siswa dapat belajar dengan baik dan siswa terhindar dari kesulitan. Tes bakat atau tes
minat adalah salah satu tes yang digunakan untuk memilih dan menempatkan siswa sesuai
dengan kemampuannya. 
5. Keputusan yang berkenaan dengan pelayanan bimbingan dan konseling 
Dilihat dari kepentingan tiap siswa, pelayanan bimbingan dan konseling adalah agar siswa
mampu mengenali dan menerima keadaan dirinya sendiri, serta atas dasar pengenalan
penerimaan diri sendiri ini siswa mampu mengambil keputusan untuk dirinya sendiri,
termasuk mengarahkan dirinya sendiri sesuai bakatnya. Untuk sasaran petugas bimbingan
dan konseling, hanya mungkinmelaksanakan tugasnya dengan baik jika dia dilengkapi
dengan informasi yang lengkap dan tepat, ini dimaksudkan agar hasil evaluasi untuk
kepentingan tersebut. 
6. Keputusan berkenaan dengan kurikulum 
Salah satu kegunaan hasil evaluasi adalah untuk menguji isi kurikulum dan pelaksanaan
pengajaran. Dalam program pendidikan isi kurikulum dan rancangan pengajaran beserta
berbagai penunjangnya dapat diuji keunggulannya. 
7. Keputusan berkenaan dengan kelembagaan 
Sering terjadi bahwa suatu lembaga pendidikan tidak seproduktif dengan lembaga
pendidikan yang lain. Ada yang siswanya jarang bisa lulus tepat pada waktunya, tetapi ada
lembaga lain yang siswanya selalu dapat selesai tepat waktu yang telah terprogramkan. 
Untuk SLTP-SMA ada sekolah yang kemudian oleh masyarakat dinilai sekolah favorit, tetapi
ada yang dinilai sekolah rawan. Untuk membandingkan lembaga yang satu dengan yang
lain atau sekolah yang satu dengan yang lain perlu diadakan alat ukur atau evaluasi. Hasil
evaluasi ini barulah dapat dipergunakan untuk menilai atau memberi predikat pada lembaga
atau sekolah-sekolah tersebut. Dalam hal ini lembaga-lembaga atau sekolah-sekolah
yangdinilai kurang, punya kewajiban untuk mengejar kekurangan tersebut. 
C. Fungsi Evaluasi
Dengan mengetahui tujuan evaluasi maka dapat diketahui pula fungsi evaluasi pendidikan.
Menurut Suharsimi Arikunto (1995: 11) fungsi evaluasi tersebut antara lain:
1. Evaluasi berfungsi selektif
Fungsi seleksi ini antara lain bertujuan:
a. untuk memilih siswa yang diterima di sekolah tertentu.
b. Untuk memilih siswa yang dapat naik ke kelas atau tingkat berikutnya.
c. Untuk keperluan pemberian beasiswa.
2. Evaluasi berfungsi diagnostik
Dengan evaluasi dapat diketahui kelemahan-kelemahan siswa serta penyebabnya.
3. Evaluasi berfungsi sebagai penempatan
4. Evaluasi berfungsi sebagai pengukuran keberhasilan.

Jika evaluasi dipandang dari sudut masing-masing komponen pendidikan maka evaluasi
dapat berfungsi antara lain:
1. Fungsi evaluasi bagi siswa
Bagi siswa, evaluasi digunakan untuk mengukur pencapaian keberhasilannya dalam
mengikuti pelajaran yang telah diberikan oleh guru. Dalam hal ini ada dua kemungkinan :
a. Hasil bagi siswa yang memuaskan
Jika siswa memperoleh hasil yang memuaskan, tentunya kepuasan ini ingin diperolehnya
kembali pada waktu yang akan datang. Untuk ini siswa akan termotivasi untuk belajar lebih
giat agar perolehannya sama bahkan meningkat pada masa yang akan datang. Namun,
dapat pula terjadi sebaliknya, setelah memperoleh hasil yang memuaskan siswa tidak rajin
belajar sehingga pada waktu berikutnya hasilnya menurun.
b. Hasil bagi siswa yang tidak memuaskan
Jika siswa memperoleh hasil yang tidak memuaskan, maka pada kesempatan yang akan
datang dia akan berusaha memperbaikinya. Oleh karena itu, siswa akan giat belajar. Tetapi
bagi siswa yang kurang motivasi atau lemah kemauannya akan menjadi putus asa
2. Fungsi evaluasi bagi guru
a. Dapat mengetahui siswa manakah yang menguasai pelajran dan siswa mana pula yang
belum. Dalam hal ini hendaknya guru memberikan perhatian kepada siswa yang belum
berhasil sehingga pada akhirnya siswa mencapai keberhasilan yang diharapkan.
b. Dapat mengetahui apakah tujuan dan materi pelajaran yang telah disampaikan itu
dikuasai oleh siswa atau belum.
c. Dapat mengetahui ketepatan metode yang digunakan dalam menyajikan bahan pelajaran
tersebut.
d. Bila dari hasil evaluasi itu tidak berhasil, maka dapat dijadikan bahan remidial. Jadi,
evaluasi dapat dijadikan umpan balik pengajaran.
3. Fungsi evaluasi bagi sekolah
a. Untuk mengukur ketepatan kurikulum atau silabus. Melalui evaluasi terhadap pengajaran
yang dilakukan oleh guru, maka akan dapat diketahui apakah ketepatan kurikulum telah
tercapai sesuai dengan target yang telah ditentukan atau belum. Dari hasil penilaian
tersebut juga sekolah dapat menetapkan langkah-langkah untuk perencanaan program
berikutnya yang lebih baik.
b. Untuk mengukur tingkat kemajuan sekolah. Sudah barang tentu jika hasil penilaian yang
dilakukan menunjukkan tanda-tanda telah terlaksananya kurikulum sekolah dengan baik,
maka berarti tingkat ketepatan dan kemajuan telah tercapai sebagaimana yang diharapkan.
Akan tetapi sebaliknya jika tand-tanda itu menunjukkan tidak tercapainya sasaran yang
diharapkan, maka dapat dikatakan bahwa tingkat ketepatan dan kemajuan sekolah perlu
ditingkatkan.
c. Mengukur keberhasilan guru dalam mengajar. Melalui evaluasi yang telh dilaksanakan
dalam pengajaran merupakan bahan informasi bagi guru untuk mengetahui tingkat
keberhasilan dalam melaksanakan pengajaran.
d. Untuk meningkatkan prestasi kerja. Keberhasilan dan kemajuan yang dicapai dalm
pengajaran akan mendorong bagi sekolah atau guru untuk terus meningkatkan prestasi
kerja yang telah dicapai dan berusaha memperbaiki kelemahan dan kekurangan yang
mungkin terjadi.
D. Prinsip-Prinsip Evaluasi
1. Keterpaduan
Evaluasi harus dilakukan dengan prinsip keterpaduan antara tujuan intruksional pengajaran,
materi pembelajaran dan metode pengajaran.
2. Keterlibatan peserta didik Prinsip ini merupakan suatu hal yang mutlak, karena
keterlibatan peserta didik dalam evaluasi bukan alternatif, tapi kebutuhan mutlak.
3. Koherensi
Evaluasi harus berkaitan dengan materi pengajaran yang telah dipelajari dan sesuai dengan
ranah kemampuan peserta didik yang hendak diukur.
4. Pedagogis
Perlu adanya alat penilai dari aspek pedagogis untuk melihat perubahan sikap dan perilaku
sehingga pada akhirnya hasil evaluasi mampu menjadi motivator bagi diri siswa.
5. Akuntabel
Hasil evaluasi haruslah menjadi alat akuntabilitas atau bahan pertnggungjawaban bagi pihak
yang berkepentingan seeprti orangtua siswa, sekolah, dan lainnya. (Daryanto, 1999:19-21)

E. Teknik Evaluasi
Teknik evaluasi digolongkan menjadi 2 yaitu teknik tes dan teknik non Tes
(http://sylvie.edublogs.org/2007/04/27/evaluasi-pendidikan/)
1. Teknik non tes meliputi ; skala bertingkat, kuesioner,daftar cocok, wawancara,
pengamatan, riwayat hidup.
a. Rating scale atau skala bertingkat 
Skala bertingkat menggambarkan suatu nilai dalam bentuk angka. Angka-angak diberikan
secara bertingkat dari anggak terendah hingga angkat paling tinggi. Angka-angka tersebut
kemudian dapat dipergunakan untuk melakukan perbandingan terhadap angka yang lain.
b. Kuesioner 
Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang terbagi dalam beberapa kategori. Dari segi yang
memberikan jawaban, kuesioner dibagi menjadi kuesioner langsung dan kuesioner tidak
langsung. Kuesioner langsung adalah kuesioner yang dijawab langsung oleh orang yang
diminta jawabannya. Sedangkan kuesioner tidak langsung dijawab oleh secara tidak
langsung oleh orang yang dekat dan mengetahui si penjawab seperti contoh, apabila yang
hendak dimintai jawaban adalah seseorang yang buta huruf maka dapat dibantu oleh anak,
tetangga atau anggota keluarganya. Dan bila ditinjau dari segi cara menjawab maka
kuesioner terbagi menjadi kuesioner tertutup dan kuesioner terbuka. Kuesioner tertututp
adalah daftar pertanyaan yang memiliki dua atau lebih jawaban dan si penjawab hanya
memberikan tanda silang (X) atau cek (√) pada jawaban yang ia anggap sesuai. Sedangkan
kuesioner terbuka adalah daftar pertanyaan dimana si penjawab diperkenankan
memberikan jawaban dan pendapat nya secara terperinci sesuai dengan apa yang ia
ketahui.
c. Daftar cocok 
Daftar cocok adalah sebuah daftar yang berisikan pernyataan beserta dengan kolom pilihan
jawaban. Si penjawab diminta untuk memberikan tanda silang (X) atau cek (√) pada awaban
yang ia anggap sesuai.
d. Wawancara
Wawancara adalah suatu cara yang dilakukan secara lisan yang berisikan pertanyaan-
pertanyaan yang sesuai dengan tujuan informasi yang hendak digali. wawancara dibagi
dalam 2 kategori, yaitu pertama, wawancara bebas yaitu si penjawab (responden)
diperkenankan untuk memberikan jawaban secara bebas sesuai dengan yang ia diketahui
tanpa diberikan batasan oleh pewawancara. Kedua adalah wawancara terpimpin dimana
pewawancara telah menyusun pertanyaan pertanyaan terlebih dahulu yang bertujuan untuk
menggiring penjawab pada informsi-informasi yang diperlukan saja.
e. Pengamatan atau observasi
Pengamatan atau observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan mengamati dan
mencatat secara sistematik apa yang tampak dan terlihat sebenarnya. Pengamatan atau
observasi terdiri dari 3 macam yaitu : (1) observasi partisipan yaitu pengamat terlibat dalam
kegiatan kelompok yang diamati. (2) Observasi sistematik, pengamat tidak terlibat dalam
kelompok yang diamati. Pengamat telah membuat list faktor faktor yang telah diprediksi
sebagai memberikan pengaruh terhadap sistem yang terdapat dalam obejek pengamatan.
f. Riwayat hidup
Evaluasi ini dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi mengenai objek evaluasi
sepanjang riwayat hidup objek evaluasi tersebut.
2. Teknik tes. 
Dalam evaluasi pendidikan terdapat 3 macam tes yaitu :
a. Tes diagnostik
b. Tes formatif
c. Tes sumatif
F. Prosedur Melaksanakan Evaluasi
Dalam melaksanakan evaluasi pendidikan hendaknya dilakukan secara sistematis dan
terstruktur. Evaluasi pendidikan secara garis besar melibatkan 3 unsur yaitu input, proses
dan out put. Apabila prosedur yang dilakukan tidak bercermin pada 3 unsur tersebut maka
dikhawatirkan hasil yang digambarkan oleh hasil evaluasi tidak mampu menggambarkan
gambaran yang sesungguhnya terjadi dalam proses pembelajaran. Langkah-langkah dalam
melaksanakan kegiatan evaluasi pendidikan secara umum adalah sebagai berikut :
1. Perencanaan (mengapa perlu evaluasi, apa saja yang hendak dievaluasi, tujuan evaluasi,
teknik apa yang hendak dipakai, siapa yang hendak dievaluasi, kapan, di mana,
penyusunan instrument, indikator, data apa saja yang hendak digali, dsb)
2. Pengumpulan data ( tes, observasi, kuesioner, dan sebagainya sesuai dengan tujuan)
3. Verifikasi data (uji instrument, uji validitas, uji reliabilitas, dsb)
4. Pengolahan data ( memaknai data yang terkumpul, kualitatif atau kuantitatif, apakah
hendak di olah dengan statistikatau non statistik, apakah dengan parametrik atau non
parametrik, apakah dengan manual atau dengan software (misal : SAS, SPSS )
5. Penafsiran data, ( ditafsirkan melalui berbagai teknik uji, diakhiri dengan uji hipotesis
ditolak atau diterima, jika ditolak mengapa? Jika diterima mengapa? Berapa taraf
signifikannya?) interpretasikan data tersebut secara berkesinambungan dengan tujuan
evaluasi sehingga akan tampak hubungan sebab akibat. Apabila hubungan sebab akibat
tersebut muncul maka akan lahir alternatif yang ditimbulkan oleh evaluasi itu.
(http://sylvie.edublogs.org/2007/04/27/evaluasi-pendidikan/).

III. TAKSONOMI TUJUAN PENDIDIKAN


A. Taksonomi Bloom
Taksonomi berasal dari bahasa Yunani “tassein” yang berarti untuk mengklasifikasi, dan
“nomos” yang berarti aturan. Suatu pengklasifikasian atau pengelompokan yang disusun
berdasarkan ciri-ciri tertentu. Klasifikasi berhirarki dari sesuatu, atau prinsip yang mendasari
klasifikasi. Klasifikasi bidang ilmu, kaidah, dan prinsip yang meliputi pengklasifikasian objek.
(http://hadisiswoyo.co.cc)
Model taksonomi Bloom merupakan salah satu pengembangan teori kognitif, yang biasa
sering dikaitkan dengan persoalan dalam merumuskan tujuan pembelajaran dan masalah
standar evaluasi atau pengukuran hasil belajar sebagai pengembangan sebuah kurikulum.
Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi
ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan
pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut
dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya. 
( http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom)
Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
2. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan
aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan
mengoperasikan mesin. 
( http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi) 
Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang
berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai
tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan
menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah
kognitif, untuk mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan
“pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama.
B. Pengukuran Ranah Kognitif, Afektif dan Psikomotor.
1. Ranah Kognitif
Bloom membagi domain kognitif ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian:
Bagian pertama adalah Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan
dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6). Aspek kognitif ini diurutkan secara hirarki
piramidal. keenam aspek bersifat kontinum dan overlap (saling tumpang tindih) di mana
aspek yang lebih tinggi meliputi semua aspek di bawahnya. (Daryanto, 1999: 102).
Sistem klasifikasinya dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Pengetahuan (knowledge)
Subkategori ini berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi,
fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb.Pengetahuan yang
dimaksud disini adalah sesuatu yang berhubungan dengan ingatan (recall) akan hal-hal
yang khusus dan umum, ingatan akan metode dan proses, atau ingatan akan sebuah pola,
struktur atau lokasi. Penekanan tujuan pengetahuan lebih banyak pada proses psikologis
atas upaya untuk mengingat. Pengetahuan ini dapat dikategorisasi lagi menjadi:
1) Pengetahuan khusus
Ingatan tentang potongan-potongan informasi yang spesifik dan dapat dipisahkan.
Penekanannya terletak pada simbol dengan referen yang konkret. Simbol yang berada pada
tingkat keabstrakan yang rendah tersebut dapat dianggap sebagai unsur yang membangun
bentuk pengetahuan yang lebih rumit dan abstrak.
2) Pengetahuan tentang cara dan alat untuk menangani hal-hal yang khusus
Pengetahuan tentang cara-cara mengatur, memelajari, menilai dan mengkritik yang meliputi
metode bertanya, urutan kronologis dan standar penilaian pada suatu bidang serta pola
pengaturan untuk menentukan dan mengatur wilayah bidang tersebut secara internal.
Pengetahuan ini berada di tingkat menengah, diantara pengetahuan tentang hal-hal yang
khusus dan pengetahuan tentang hal-hal yang umum.
3) Pengetahuan tentang hal-hal umum dan hal-hal yang abstrak dalam satu bidang
Pengetahuan tentang skema dan pola besar yang mengatur fenomena dan ide.
Pengetahuan ini berupa struktur, teori dan generalisasi besar yang mendominasi suatu
bidang atau yang biasa digunakan untuk memelajari fenomena atau menyelesaikan
masalah. Pengetahuan ini memiliki tingkat keabstrakan dan kerumitan yang tertinggi.
Pengembangan Tes untuk Tujuan Pengetahuan
Ada dua ciri penting dari butir soal pengetahuan yang baik. Ciri yang pertama adalah bahwa
butir soal yang baik memiliki tingkat ketepatan dan pembedaan (exactness and
discrimination) yang sama dengan tingkat ketepatan dan pembedaan yang digunakan pada
pembelajaran sebelumnya. Jika guru yang mengajar pada tingkat awal pengetahuan tentang
aturan berbahasa atau pengetahuan tentang metodologi dalam sejarah, butir soal pada
materi tersebut tidak boleh menuntut pembedaan (discrimination) yang lebih rumit atau
pemakaian yang lebih tepat (exact) daripada yang telah diajarkan. Ciri yang kedua adalah
bahwa butir soal yang baik tidak boleh diekspresikan (couched) dalam istilah atau situasi
yang baru bagi siswa. Jika ada penggunaan istilah yang belum dikenali siswa, maka guru
tidak menguji pengetahuan yang telah diajarkan melainkan kosakata yang belum dikenali
(unfamiliar vocabulary). 
Dua jenis utama butir soal untuk pengetahuan adalah mengisi atau melengkapi (supply) dan
pilihan (choice). Pada butir soal dengan jenis mengisi atau melengkapi (supply) para siswa
memberikan jawaban berdasarkan ingatan sedangkan pada butir soal dengan jenis pilihan
(choice) para siswa memilih dari sejumlah alternatif yang disediakan. Contoh-contohnya
adalah sebagai berikut:
1) Mengisi atau melengkapi (supply)
Butir soal melengkapi (completion).
Secara langsung meminta siswa memberikan definisi, pernyataan dari suatu prinsip atau
aturan, atau langkah-langkah sebuah metode.
Stimulus yang diberikan untuk mengingat disajikan dalam bentuk gambar atau suara.
2) Pilihan (choice)
G. Bentuk pilihan ganda untuk menguji pengetahuan terminologi atau fakta khusus.
H. Bentuk benar-salah untuk mendapatkan rapid sampling atau sample dari banyak
pengetahuan dengan cepat.
I. Butir soal menjodohkan (matching)
Kemampuan dan Keterampilan Intelektual
Kemampuan dan keterampilan mengacu pada bentuk pengoperasian yang teratur dan
teknik yang tergeneralisasi dalam memecahkan suatu materi dan masalah. Materi dan
masalah tersebut mungkin saja hanya membutuhkan sedikit atau malah sama sekali tidak
membutuhkan informasi yang khusus dan bersifat teknis. Materi dan masalah tersebut juga
bisa berada di tingkatan yang lebih tinggi sehingga untuk memecahkannya diperlukan
informasi khusus yang bersifat teknis. Tujuan kemampuan dan keterampilan menekankan
pada proses mental dalam mengatur dan mengatur kembali materi untuk mencapai tujuan
tertentu.
b. Pemahaman (comprehension)
Dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel,
diagram, arahan, peraturan, dsb. Komprehensi merupakan pemahaman atau pengertian
seperti ketika seseorang mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat
menggunakan materi atau ide yang sedang dikomunikasikan tersebut tanpa perlu
menghubungkannya dengan materi lain atau melihat seluruh implikasinya. Kategorinya
meliputi: 
1) Penerjemahan
Pemahaman yang dibuktikan dengan kecermatan dan akurasi untuk memparafrase (uraian
dengan kata-kata sendiri) atau menerjemahkan satu bahasa ke bahasa lain atau satu
bentuk komunikasi ke bentuk yang lain. Materi dalam komunikasi asli tetap terjaga meskipun
bentuk komunikasinya telah diubah. Atau dapat juga dimaksudkan kemampuan mengubah
konsep abstrak menjadi suatu model simbolik yang memudahkan orang mempelajarinya.
J. Kemampuan memahami pernyataan secara tersirat (metafora, simbolisme, ironi).
K. Keterampilan menerjemahkan materi verbal matematis ke dalam pernyataan simbolis dan
sebaliknya.
2) Interpretasi
Penjelasan atau peringkasan suatu komunikasi. Interpretasi berhubungan dengan
pengaturan kembali atau suatu pandangan baru akan materi. 
Kemampuan menangkap pemikiran akan sebuah karya sebagai satu kesatuan pada tingkat
generalitas manapun yang diinginkan. 
Kemampuan menginterpretasikan beragam jenis data sosial.
3) Ekstrapolasi
Tren atau kecenderungan yang berlanjut melampaui data yang ada guna menentukan
implikasi, konsekuensi, efek, dan sebagainya yang sesuai dengan kondisi yang
digambarkan dalam komunikasi asli. 
Kemampuan mengambil kesimpulan dengan cepat atas sebuah karya dalam bentuk
pendapat yang disusun dari pernyataan-pernyataan yang eksplisit. 
Keterampilan memprediksi kelanjutan dari sebuah tren.
c. Penerapan (application)
Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur,
metode, rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja.Pemakaian hal-hal abstrak dalam situasi
konkret tertentu. Hal-hal abstrak tersebut dapat berupa ide umum, aturan atas prosedur,
atau metode umum dan juga dapat dalam bentuk prinsip, ide dan teori secara teknis yang
harus diingat dan diterapkan dalam situasi baru dan konkret.
Penerapan terhadap fenomena yang dibicarakan dalam satu makalah mengenai istilah atau
konsep ilmiah yang digunakan pada makalah lain. 
Kemampuan memprediksi efek yang mungkin timbul akibat perubahan pada suatu faktor
terhadap suatu situasi biologis yang telah ada dalam equilibrium.
Pengembangan Tes untuk Tujuan Penerapan
Delapan perilaku yang menunjukkan kemampuan melakukan penerapan adalah:
1) Menentukan prinsip dan generalisasi yang tepat atau relevan
2) Menyatakan kembali (restate) sebuah masalah guna menentukan prinsip dan generalisasi
yang diperlukan
3) Merinci batasan suatu prinsip atau generalisasi yang membuat prinsip atau generalisasi
benar atau relevan
4) Mengetahui perkecualian atas suatu generalisasi tertentu
5) Menjelaskan fenomena baru yang terdapat pada prinsip atau generalisasi yang telah
diketahui
6) Melakukan prediksi dengan berdasarkan pada prinsip dan generalisasi yang tepat
7) Menentukan atau menunjukkan kebenaran (justify) suatu tindakan atau keputusan
8) Menyatakan alasan yang mendukung penggunaan suatu prinsip atau generalisasi
d. Analisis
Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisis informasi yang masuk dan
membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk
mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor
penyebab dan akibat dari sebuah skenario yg rumit.
1) Analisis tentang unsur
Pengidentifikasian unsur-unsur yang ada dalam suatu komunikasi. 
Kemampuan untuk mengetahui asumsi yang tidak terungkapkan. 
Keterampilan dalam membedakan fakta dari hipotesis.
2) Analisis tentang hubungan
Hubungan dan interaksi antara unsur-unsur dan bagian-bagian suatu komunikasi. 
Kemampuan untuk memeriksa konsistensi atau ketetapan hipotese dengan informasi dan
asumsi yang ada. 
Keterampilan dalam memahami hubungan antara ide-ide dalam sebuah bacaan.
3) Analisis tentang prinsip-prinsip pengaturan
Pengorganisasian, pengaturan sistematis, dan struktur yang menyatukan komunikasi. 
Kemampuan untuk mengetahui bentuk dan pola dalam karya sastra atau karya seni
sebagai alat untuk memahami artinya. 
Keterampilan untuk mengetahui teknik umum yang digunakan dalam materi yang bersifat
persuasif, seperti iklan, propaganda, dan sebagainya.
Pengembangan Tes untuk Tujuan Analisis
Kemampuan menganalisis adalah serangkaian keterampilan dan perilaku rumit yang dapat
dipelajari siswa melalui praktek dengan beragam materi. Ada enam perilaku yang
menunjukkan kemampuan menganalisis, yaitu:
1) Mengklasifikasikan kata, frasa atau pernyataan (subkategori taksonomi analisis tentang
unsur
2) Mengungkapkan pendapat (infer) tentang kualitas atau ciri yang tidak dinyatakan secara
langsung (subkategori taksonomi analisis tentang unsur) 
3) Mengungkapkan pendapat (infer) tentang kualitas, asumsi atau kondisi yang telah
dinyatakan (subkategori taksonomi analisis tentang hubungan) 
4) Menggunakan kriteria untuk melihat dengan jelas (discern) pola atau urutan (subkategori
taksonomi analisis tentang prinsip-prinsip pengaturan).
5) Mengetahui prinsip atau pola yang menjadi dasar suatu dokumen atau karya (subkategori
taksonomi analisis tentang prinsip-prinsip pengaturan).
6) Mengungkapkan pendapat (infer) tentang kerangka kerja, tujuan atau sudut pandang
(subkategori taksonomi analisis tentang prinsip-prinsip pengaturan).
e. Sintesis
Penyatuan unsur-unsur dan bagian-bagian menjadi satu kesatuan yang berhubungan
dengan proses bekerja dengan potongan-potongan, bagian-bagian, unsur-unsur, dana
sebagainya, dan mengatur serta menggabungkannya dengan sedemikian rupa guna
membentuk suatu pola atau struktur yang sebelumnya tidak jelas. 
1) Penghasilan (production) suatu komunikasi yang unik
Pengembangan dari suatu komunikasi dimana penulis atau pembicara berupaya untuk
menyampaikan ide, perasaan, dan/atau pengalaman pada orang lain. 
Keterampilan dalam menulis, dengan menggunakan suatu pengaturan ide dan pernyataan
yang sangat baik.
Kemampuan untuk mengungkapkan pengalaman pribadi dengan efektif.
2) Penghasilan (production) sebuah rencana atau serangkaian operasi yang diajukan
Pengembangan dari suatu rencana kerja atau proposal atas sebuah rencana operasi, yang
harus memenuhi persyaratan tugas yang mungkin diberikan pada siswa atau mungkin pula
dikembangkannya sendiri. 
Kemampuan mengajukan cara-cara untuk menguji hipotesis. 
Kemampuan merencanakan sebuah unit instruksi untuk situasi mengajar tertentu.
3) Penemuan serangkaian hubungan yang abstrak
Pengembangan dari seperangkat hubungan yang abstrak baik untuk mengklasifikasi
maupun untuk menjelaskan data atau fenomena tertentu, atau deduksi dari pernyataan dan
hubungan dari seperangkat pernyataan dasar atau representasi secara simbolis. 
Kemampuan merumuskan hipotesis yang tepat dengan berdasarkan pada suatu analisis
dari faktor-faktor yang terlibat, dan untuk memodifikasi hipotesis tersebut sesuai dengan
faktor dan pertimbangan baru. 
Kemampuan membuat penemuan dan generalisasi secara matematis.
f. Evaluasi
Penilaian (judgments) kuantitatif dan kualitatif mengenai nilai dari suatu materi dan metode
untuk tujuan tertentu dengan menggunakan standar penilaian yang kriterianya dapat
ditentukan oleh siswa sendiri atau ditentukan sebelumnya dan kemudian diberikan pada
siswa tersebut. 
1) Penilaian (judgments) atas bukti internal
Evaluasi atas akurasi dari suatu komunikasi yang dibuktikan melalui akurasi yang logis,
konsistensi dan kriteria internal lainnya. 
Menilai (judging) melalui standar internal, kemampuan untuk menilai probabilitas umum dari
akurasi dalam melaporkan fakta dari kecermatan atas ketepatan pernyataan, dokumentasi,
bukti dan sebagainya. 
Kemampuan menunjukkan kekeliruan (fallacies) secara logis dalam argumen.
2) Penilaian (judgments) atas kriteria eksternal
Evaluasi atas materi dengan mengacu pada kriteria yang telah dipilih atau diingat. 
Perbandingan dari teori besar, generalisasi, dan fakta mengenai budaya tertentu. 
Menilai (judging) melalui standar eksternal, kemampuan untuk membandingkan sebuah
karya dengan standar tertinggi dalam bidangnya –terutama dengan karya-karya lain yang
diakui kehebatannya.
Pengembangan Tes untuk Tujuan Evaluasi
Terdapat enam perilaku yang menunjukkan kemampuan untuk melakukan evaluasi, yaitu:
1) Melakukan penilaian (judgments) atas sebuah dokumen atau karya yang berhubungan
dengan akurasi, ketepatan (precision), dan kecermatan (akurasi internal)
2) Melakukan penilaian (judgments) atas sebuah dokumen atau karya yang berhubungan
dengan konsistensi atas argumen; hubungan antara asumsi, bukti, dan kesimpulan, dan
konsistensi internal dari logika dan pengaturan (organization) (konsistensi internal) 
3) Mengetahui nilai dan sudut pandang yang digunakan pada penilaian (judgments) atas
sebuah karya (kriteria internal)
4) Melakukan penilaian (judgments) atas sebuah karya dengan membandingkannya dengan
karya lain yang relevan (kriteria eksternal)
5) Melakukan penilaian (judgments) atas sebuah karya dengan menggunakan seperangkat
kriteria atau standar yang tersedia (kriteria eksternal)
6) Melakukan penilaian (judgments) atas sebuah karya menggunakan seperangkat kriteria
atau standar eksplisit yang dimiliki siswa (kriteria eksternal)
Pada prinsipnya untuk ranah kognitif untuk keperluan evaluasi pengajaran dapat
dikembangkan teknik tes dalam bentuk objektif dan uraian.

2. Ranah Afektif
Pembagian domain ini disusun Bloom bersama dengan David Krathwol dengan lima
subkategori; penerimaan (Receiving/Attending), tanggapan (Responding),
penghargaan/penilaian (Valuing), pengorganisasian (Organization), dan karakterisasi
berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value Complex). 
a. Penerimaan (berkonsentrasi / attending)
Siswa menjadi peka terhadap keberadaan dari fenomena dan stimuli tertentu, sehingga ia
bersedia menerima atau berkonsentrasi pada (attend to) fenomena dan stimuli tersebut. Ini
merupakan langkah pertama yang penting dalam mengarahkan siswa untuk memelajari apa
yang diinginkan guru.
1) Kesadaran
Kesadaran hampir merupakan perilaku kognitif. Pembelajar menyadari akan sesuatu yang
kemudian dipertimbangkannya seperti sebuah situasi, fenomena, obyek, atau urusan
tertentu. Seseorang mungkin saja tidak mampu mengungkapkan dengan kata-kata
(verbalize) aspek-aspek stimulus yang menimbulkan kesadaran. 
2) Kemauan untuk menerima
Menunjukkan perilaku bersedia menerima (tolerate) stimulus yang diberikan, bukan
menghindarinya. Perilaku ini melibatkan adanya kenetralan atau penilaian yang tertunda
(suspended judgment) terhadap stimulus. 
3) Perhatian yang terkontrol atau terpilih
Di tingkat ini penerimaan masih tanpa ketegangan atau asesmen dan siswa mungkin tidak
tahu istilah atau simbol teknis untuk menggambarkan sebuah fenomena dengan benar dan
tepat pada orang lain. Terdapat unsur dimana pembelajar mengontrol perhatian sehingga ia
dapat memilih dan menerima stimulus yang diinginkan. 
b. Respon (tanggapan) 
Menunjukkan keinginan atau hasrat bahwa seorang anak menjadi terlibat dalam atau
memberikan komitmen pada suatu subyek, fenomena, atau kegiatan sehingga ia akan
mencari dan memeroleh kepuasan untuk bekerja dengan atau melibatkan diri pada subyek,
fenomena, atau kegiatan tersebut. 
1) Kepasrahan (acquiescence) dalam merespon
Terdapat suatu perilaku yang pasif dan stimulus yang memancing perilaku ini sulit untuk
diterima atau digambarkan (subtle). Terdapat lebih banyak unsur reaksi terhadap sebuah
gagasan dan lebih sedikit implikasi dari penolakan atau keterpaksaan (yielding unwillingly).
2) Kesediaan untuk merespon
Pembelajar cukup berkomitmen untuk menunjukkan perilaku bahwa ia bersedia untuk
merespon bukan karena takut akan hukuman, namun karena “dirinya sendiri” atau secara
sukarela. Unsur penolakan atau keterpaksaan (yielding unwillingly) yang ada pada tingkat
sebelumnya, kini digantikan oleh persetujuan yang berasal dari pilihan pribadi seseorang.

3) Kepuasan dalam merespon


Unsur tambahan pada langkah yang melampaui tingkat respon secara sukarela, adalah
bahwa perilaku yang tampak disertai dengan rasa puas, suatu respon emosional, yang
umumnya menunjukkan rasa senang, kegembiraan atau suka cita. 
c. Menilai (Valuing)
Konsep nilai yang abstrak ini sebagian merupakan hasil dari penilaian (valuing) atau
asesmen (assessment) dan juga merupakan hasil sosial yang perlahan-lahan telah terserap
dalam diri siswa (internalized) atau diterima dan digunakan siswa sebagai kriteria untuk
melakukan penilaian. Unsur utama yang terdapat pada perilaku dalam melakukan penilaian
adalah bahwa perilaku tersebut dimotivasi, bukan oleh keinginan untuk menjadi siswa yang
patuh, namun oleh komitmen terhadap nilai yang mendasari munculnya perilaku.
1) Penerimaan atas nilai
Ciri utama perilaku ini adalah konsistensi respon pada kelompok obyek, fenomena, dan
sebagainya, yang digunakan untuk mengidentifikasi keyakinan atau sikap. 
2) Pemilihan atas nilai
Perilaku pada tingkatan ini tidak hanya menunjukkan penerimaan seseorang atas suatu nilai
sehingga ia bersedia diidentifikasi berdasarkan nilai tersebut, namun ia juga cukup terikat
pada nilai tersebut sehingga ia ingin mengejar, mencari, dan menginginkannya. 
3) Komitmen
Keyakinan pada tingkatan ini menunjukkan kadar kepastian yang tinggi. Komitmen
merupakan penerimaan emosional yang kuat atas suatu keyakinan. Kesetiaan terhadap
posisi, kelompok atau tujuan juga termasuk dalam komitmen.
d. Pengaturan (organization)
Ketika pembelajar telah menyerap nilai, ia menemui situasi dimana ada lebih dari satu nilai
yang relevan sehingga ia perlu melakukan (a) pengaturan beberapa nilai ke dalam sebuah
sistem, (b) penentuan hubungan diantara nilai-nilai tersebut, dan (c) penetapan nilai-nilai
yang dominan dan mencakup segala hal. 
1) Konseptualisasi suatu nilai
Pada tingkatan ini kualitas keabstrakan atau konseptualisasi menjadi bertambah yang
membuat seseorang melihat bagaimana nilai tersebut berhubungan dengan nilai yang telah
diyakininya atau nilai baru yang akan diyakininya.
2) Pengaturan suatu sistem nilai
Meminta pembelajar untuk menyatukan sekelompok nilai yang sama, atau mungkin nilai-
nilai yang berbeda, dan membawanya ke dalam suatu hubungan dengan nilai lain yang
telah diatur dengan baik. Pengaturan nilai dapat menghasilkan sintesis yang berupa suatu
nilai baru atau kelompok nilai dengan tingkatan yang lebih tinggi.
e. Karakterisasi melalui suatu nilai atau kelompok nilai 
Pada tingkat penyerapan atau internalisasi nilai ini, nilai telah diatur menjadi sebuah sistem
yang konsisten secara internal dan telah mengontrol perilaku seseorang yang
menganutnya. 
1) Perangkat yang tergeneralisasi (Generalized set)
Memberikan suatu konsistensi internal terhadap sistem sikap dan nilai pada saat-saat
tertentu yang juga merupakan suatu dasar orientasi yang memungkinkan seseorang untuk
mempersempit dan mengatur dunia yang kompleks yang ada di sekitarnya dan untuk
bertindak secara konsisten dan efektif. 
2) Penentuan karakter
Ini merupakan tingkatan teratas dari proses penyerapan atau internalisasi nilai yang
berhubungan dengan pandangan seseorang terhadap dunia, filosofi hidupnya, serta sebuah
sistem nilai dengan obyek berupa seluruh bagian dari apa yang telah diketahui atau dapat
diketahuinya. 
Metode untuk Mengevaluasi Hasil-hasil Afektif 
1) Observasi
Observasi memungkinkan tercapainya asesmen perilaku afektif yang cepat di lokasi tempat
subyek berada. Observasi harian juga memungkinkan tercapainya kesimpulan yang lebih
langsung dan lebih aman mengenai pola perilaku afektif ketimbang data dari instrumen
administrasi tertulis. Dengan mendengarkan apa yang dikatakan siswa pada temannya dan
dengan mengobservasi mereka setiap hari, pola-pola perilaku afektif dapat diidentifikasi. 
2) Wawancara
Wawancara adalah pertemuan tatap muka secara langsung dimana pewawancara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah dikembangkan dengan cermat kepada
siswa. Bentuk wawancara bisa terstruktur, bisa pula tidak. Wawancara tidak terstruktur
memperluas dan memperdalam infomasi evaluatif dengan mendorong ekspresi pribadi dari
sikap siswa yang lebih spontan dan lebih cepat. 
3) Pertanyaan Open-Ended
Pertanyaan open-ended membutuhkan pernyataan tertulis yang panjangnya bisa beragam. 
4) Kuisioner Closed-Item 
Kuisioner dengan pilihan-pilihan yang ditentukan hampir sama dengan wawancara
terstruktur yang telah dibahas sebelumnya, hanya saja disini responden melengkapi
kuisioner tanpa bantuan pewawancara. Ada dua jenis kuisioner closed-item, yaitu
menentukan peringkat (ranking) atau pilihan yang dipaksakan (forced choice) dan skala. 

3. Ranah Psikomotor
Rincian dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, tapi oleh ahli lain berdasarkan domain
yang dibuat Bloom. Dari beberapa sumber yang ada rumusan subkategori yang tidak sama
baik jumlah maupun istilah yang dipakai.
Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom, ranah ini terbagi dalam enam kategori
jenjang kemampuan yaitu Persepsi (Perception), kesiapan (Set), guided Response (respon
Terpimpin), mekanisme (Mechanism), respon Tampak yang Kompleks (Complex Overt
Response), Penyesuaian (Adaptation), Penciptaan (Origination).
Keenam subketegori tersebut menurut Daryanto (1999:123) masih dapat dikelompokkan
dalam tiga kelompok utama, yakni keterampilan motorik (muscular or motor skill), manipulasi
benda-benda (manipulation of material or objects) dan koordinasi neuromuscular.
Menurut Harrow sebagaimana dikutip oleh Hadi Siswoyo dalam
http://hadisiswoyo.co.cc/index.php?option=com_content&task=view&id=48&Itemid=39,
Ranah Psikomotorik ada 5 tingkat yaitu (1)meniru, (2) manipulasi, (3) ketepatan gerakan, (4)
artikulasi dan (5) naturalisasi.
Gambaran tentang tingkat klasifikasi dan subkategori ranah psikomotor dapat dilihat dari
skema berikut:
Tingkat Klasifikasi dan subkategori Batasan Tingkah laku
1. Gerakan Refleks
1.1. Refleks segmental
1.2. Refleks intersegmental
1.3. Refleks suprasegemental Kegiatan yang timbul tanpa sadar dalam menjawab
rangsangan Bungkuk, meregangkan badan, penyesuaian postur tubuh.
2. Gerakan fundamental yang dasar
2.1. Gerakan lokomotor
2.2. Gerakan nonlokomotor
2.3. Gerakan manipulative
Pola-pola gerakan yang dibentuk dari paduan gerakan-gerakan reflex dan merupakan dasar
gerakan terampil kompleks. Jalan, lari, lompat, luncur, guling, mendaki, mendorong, tarik,
pelintir, pegang dsb.
3. Kemampuan Perseptual
3.1. Diskriminasi kinestetis
3.2. Diskriminasi visual
3.3. Diskriminasi Auoditeoris
3.4. Diskriminasi Taktil
3.5. Diskriminasi Terkoordinir Interpretasi stimulasi dengan berbagai cara yang memberi
data untuk siswa membuat penyesuaian dengan lingkungannya Hasil-hasil kemampuan
perseptual diamati dalam semua gerakan yang disengaja
4. Kemampuan Fisik
4.1. Ketahanan
4.2. Kekuatan
4.3. Fleksibilitas
4.4. Agilitas Karakteristik fungsional dari kekuatan organic yang esensial bagi
perkembangan gerakan yang sangat terampil Lari jauh, berenang, gulat, balet, mengetik
dsb.
5. Gerakan Terampil
5.1. Keterampilan Adaptif
5.2. Keterampilan Adaptif terpadu
5.3. Keterampilan Adaptif kompleks Suatu tingkat efisiensi apabila melakukan tugas-tugas
gerakan kompleks yang didasarkan atas pola gerak yang inheren Semua keterampilan yang
dibentuk atas lokomotor dan pola gerakan manipulatif
6. Komunikasi Nondiskursif
6.1. Gerakan Ekspresif
6.2. Gerakan Interpretatif Komunikasi melalui gerakan tubuh mulai dari ekspresi muka
sampai gerakan koreografis yang rumit Gerakan muka, semua gerakan tarian dan
koreografis yang dilakukan dengan efisien

Pada ranah psikomotorik ini evaluasi yang dapat dikembangkan adalah tes kinerja
(performance) atau praktik. 
IV. PENUTUP
A. Simpulan
Dari pembahasan evaluasi dan taksonomi di atas dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Evaluasi dalam sistem pendidikan dan pengajaran adalah komponen yang urgen yang
harus dilakukan terutama untuk tujuan mengetahui pencapaian keberhasilan proses
pendidikan dan pengajaran yang telah dijalankan.
2. Tujuan pengajaran pada dasarnya adalah diperolehnya bentuk perubahan tingkah laku
baru pada peserta didik yang menurut Benyamin S Bloom terbagi dalam tiga ranah tujuan
pengajaran yakni ranah kognitif, afektif dan psikomotorik yang dikenal dengan taksonomi
Bloom.
3. Taksonomi Bloom dikembangkan dari teori psikologi kognitif dan dirumuskan pertama kali
tahun 1956. Setiap ranah/domain tersusun atas kategori-kategori atau subkategori yang
menunjukkan tingkat kemampuan yang dapat ditunjukkan oleh peserta didik
4. Dalam evaluasi pendidikan taksonomi Bloom dapat digunakan sebagai acuan melakukan
penilaian secara lebih komprehensif dan terperinci mencakup ketiga ranah (kognitif, afektif
dan psikomotor) dan mencakup sub-sub kategorinya.

B. Penutup
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Ilahi Rabb atas pertolongan-Nyalah penyusunan
makalah ini dapat selesai tepat waktu. namun demikian kami menyadari sepenuhnya bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna baik dari sisi substansi isi maupun teknis penulisan.
itu semua terpulang kepada kami dan secara akademik menjadi tanggung jawab kami pula.
Untuk itu segala bentuk saran, masukan, koreksi maupun kritik sangat kami nantikan dan
harapkan dalam kerangka mencari kebenaran serta guna memperbaiki kualitas makalah ini.
Akhirnya dengan penuh kerendahan hati, kami berharap walau ibarat setetes air di samudra
luas makalah ini dapat menjadi sarana menambah ilmu yang bermanfaat. amin.
Bibliografi
Arikunto, Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 1995)
Departemen Agama RI, Dirjend Pendidikan Islam, Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Serta UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas, (Jakarta: Depag RI, 2006)
Echols, John M. dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia,(Jakarta: PT Gramedia,1992).
Haryono, A. 1999, Evaluasi Pengajaran. Semarang : FMIPA IKIP Semarang.
http://dokumens.multiply.com/journal/item/34
http://evaluasipendidikan.blogspot.com/2008/03/pengukuran-penilaian-dan-evaluasi.html
http://groups.yahoo.com/group/cfbe/message/15489
http://hadisiswoyo.co.cc/index.php?option=com_content&task=view&id=48&Itemid=39
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom
http://jurnalpaedagogy.wordpress.com/category/evaluasi-pendidikan/
http://m-thohir.blogspot.com/2008/02/kompleksitas-revisi-taksonomi-bloom.html
http://prasastie.multiply.com/journal/item/47/TAKSONOMI_BLOOM_oleh_I._Prasastie
http://re-searchengines.com/afdhee5-07.html
http://statistikpendidikanii.blogspot.com/
http://sylvie.edublogs.org/2007/04/27/evaluasi-pendidikan/
Sudijono, Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan., (Jakarta:Rajawali Pers, 1996)
Sudjana, Nana, Dr., Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar
Baru Algensindo, 1996).
Tayibnapis, Farida Yusuf Dr., M.Pd, Evaluasi Program, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000).
Thoha, M. Chabib, Teknik evaluasi pendidikan (Jakarta: Rajawali Press,1996).

http://alim-online.blogspot.co.id/2010/05/evaluasi-dan-taksonomi-tujuan.html

BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP DASAR EVALUASI

1.      Pengertian Evaluasi, Pengukuran, dan Penilaian Pembelajaran


a.       Evaluasi Pembelajaran
                                Evaluasi dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah evaluation. Evaluasi
secara umum dapat di artikan sebagai proses sistematis untuk menemukan nilai sesuatu
(tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, ataupun objek) berdasarkan kriteria
tertentu. Evaluasi dalam pengertian luas dapat diartikan sebagai suatu proses merencanakan,
memperoleh, dan menyediakan informasi atau data yang di perlukan sebagai dasar untuk
membeuat alternatif keputusan (Ratnawulan, 2015).
                                Purwanto,1992 (dalam Ratnawulan, 2015), setiap kegiatan evaluasi atau
penilaian merupakan suatu proses yang sengaja direncanakan untuk memperoleh informasi
atau data.
                                Dalam hubungannya dengan kegiatan pembelajaran, Gronlund,1976 (dalam
Ratnawulan, 2015), merumuskan pengerian evaluasi sebagai suatu proses sistematis untuk
menentukan atau membuat keputusan tentang ketercapaian tujuan pengajaran.
                                Wrighston (dalam Ratnawulan, 2015), mengemukakan bahwa evaluasi adalah
penafsiran terhadap pertumbuhan dan kemajuan siswa kearah tujuan atau nilai yang telah
ditetapkan dalam kurikulum.
                                Wysong, 1974 (dalam Ratnawulan, 2015), mengemuakan bahwa evaluasi
adalah proses untuk menggambarkan, memperoleh, atau menghasilkan informasi yang
berguna untuk mempertimbangan  suatu keputusan.
                                Uman, 2007 (dalam Ratnawulan, 2015), mengemukakan bahwa proses
evaluasi adalah untuk mencoba menyesuaikan data objektif dari awaql hingga akhir
pelaksanaan program sebagai dasr penilaian terhadap tujuan program.
                                Evaluasi pembelajaran merupakan evaluasi dalam bidang pembelajaran.
Tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk menghimpun informasi yang di jadikan dasar
untuk mengetahui taraf kemajuan, perkembangan, dan pencapaian belajar siswa, serta
keefektifan pengajaran guru.
                                Pengertian evaluasi pembelajaran adalah proses untuk menentukan nilai
pembelajaran yang dilaksanakan melaluai kegiatan pengukuran dan penilaian pembelajaran.
                                Adapun Depdiknas (2006)  memberikan  penjelasan bahwa evaluasi adalah
egiatan mengidentifikasi untuk melihat suatu program yang di rencanakan telah tercapai atau
belum, berharga atau tdak, dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi pelakasanaannya.
                                Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 57 ayat (1), evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian
mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan, diantaranya terhadap peserta didik, lembaga, dan
program pendidikan.
                                Dalam arti luas, evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh, dan
menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif
keputusan. Sesuai dengan pengertian tersebut maka setiap kegiatan evaluasi atau penilaian
merupakan suatu proses yang sengaja direncanakan untuk memperoleh informasi atau data;
berdasarkan data tersebut kemudian dicoba membuat suatu keputusan(Purwanto, 1992).
                                Dengan demiakan, dapat disimpulkan bahwa evaluasi dalam pembelajaran
adalah proses atau kegiatan untuk mengukur dan menilai kemempuan siswa dalam
pembelajaran, seperti pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk membuat
keputusantentang status kemampuan siswa tersebut.
b.      Pengukuran Pembelajaran
          Sebelum seorang evaluator menilai tentang proses sebuah pendidikan, maka langkah
awal yang dilakukan adalah melakukan sebuah pengukuran. Dalam penilaian pendidikan,
evaluator harus mengatahui standar penilain yang telah telah ditetapkan oleh pemerintah
sebagai acuan dasar, sehingga dari situ evaluator mampu melakukan pengukuran sesuai
dengan apa yang seharusnya diakur dalam bidang pendidikan. Umumnya sebuah pengukuran,
akan dapat dilakukan dengan baik apabila evaluator mengetahui dengan pasti objek apa yang
akan diukur, dengan begitu evaluator dapat menentukan instrument yang digunakan dalam
pengukuran.
          Pengukuran merupakan proses yang mendeskripsikan performance siswa dengan
menggunakan suatu skala kuantitatif (system angka) sedemikian rupa sehingga sifat kualitatif
dari performance siswa tersebut dinyatakan dengan angka-angka (Alwasilah et al.1996).
          Dapat didefinisan sebagai proses penetapan angka terhadap individu atau
karakteristiknya menurut aturan tertentu (Ebel &Frisbie, 1986).
          Pengukuran adalah usaha untuk mengetahui keadan sesuatu hal menurut apa adanya,
yang biasanya dinyatakan dalam bilangan
          Menurt Ign. Masidjo (1995: 14) pengukuran sifat suatu objek adalah suatu kegiatan
menentukan kuantitas suatu objek melalui aturan-aturan tertentu sehingga kuantitas yang
diperoleh benar-benar mewakili sifat dari suatu objek yang dimaksud.
          Menurut Cangelosi (1991) pengukuran adalah proses pengumpulan data melalui
pengamatan empiris. Pengertian yang lebih luas mengenai pengukuran dikemukakan oleh
Wiersma & Jurs (1990) bahwa pengukuran adalah penilaian numeric pada fakta-fakta dari
objek yang hendak diukur menurut criteria atau satuan-satuan tertentu. Jadi pengukuran bisa
diartikan sebagai proses memasangkan fakta-fakta suatu objek dengan fakta-fakta satuan
tertentu (Djaali & Pudji Muljono, 2007).
          Sedangkan menurut Endang Purwanti (2008: 4) pengukuran dapat diartikan sebagai
kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau
peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka.
          Dari pendapat ahli beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pengukuran
adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menentukan fakta kuantitatif yang disesuaikan
dengan kriteria-kriteria tertentu sesuai dengan objek yang akan diukur.
c.       Penilaian Pembelajaran
Penilaian dalam Bahasa Inggris dikenal dengan istilah Assessment yang berarti
menilai sesuatu. Menilai itu sendiri bararti mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan
mengacu pada ukuran tertentu seperti menilai baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau
bodoh, tinggi atau rendah, dan sebagainya (Djaali & Pudji Muljono, 2007).
Istilah asesmen (assessment) diartikan oleh Stiggins (1994) sebagai penilaian proses,
kemajuan, dan hasil belajar siswa (outcomes). Sementara itu asesmen diartikan oleh Kumano
(2001) sebagai “ The process of Collecting data which shows the development of learning”.
Menurut Endang Purwanti (2008: 3) Secara umum, asesment dapat diartikan sebagai
proses untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang dapat digunakan untuk dasar
pengambilan keputusan tentang siswa baik yang menyangkut kurikulumnya, program
pembelajarannya, iklim sekolah maupun kebijakan-kebijakan sekolah.
Pendapat yang serupa juga disampaikan oleh Akhmad sudrajat (2008) Penilaian
atau asesment adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk
memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian
kompetensi (rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang
sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta didik. Hasil penilaian dapat berupa nilai
kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (http://akhmadsudrajat.
wordpress. com.2008).
Sedangkan Menurut Ign. Masidjo (1995: 18) penilaian sifat suatu objek adalah suatu
kegiatan membandingkan hasil pengukuran sifat suatu objek dengan suatu acuan yang
relevan sedemikian rupa sehingga diperoleh kuantitas suatu objek yang bersifat kualitatif.
Penialaian juga diartikan sebagai kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran atau
kegiatan untuk memperoleh informasi tentang pencapaian emajuan belajar peserta didik.
Dari beberapa pengertian menurut para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa penilaian
adalah suatu kegiatan membandingkan atau menerapkan hasil pengukuran untuk memberikan
nilai terhadap objek penilaian dalam konteks pembelajaran.

2.      Tujuan Evaluasi Pembelajaran


            Dalam setiap kegiatan evaluasi, langkah pertama yang harus diperhatikan adalah
tujuan evaluasi. Penentuan tujuan evaluasi sangat bergantung dengan jenis evaluasi yang
digunakan. Bila tidak, maka guru akan mengalami kesulitan merencanakan dan
melaksanakan evaluasi.
            Tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui keefektifan dan efisiensi
sistem pembelajaran, baik yang menyangkut tentang tujuan, materi, metode, media, sumber
belajar, lingkungan maupun sistem penilaian itu sendiri.
            Tujuan utama melakukan evaluasi dalam pembelajaran adalah untuk mendapatkan
informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh siswa sehingga
dapat diupayakan tindak lanjutnya.
Adapun tujuan evaluasi pembelajaran adalah:
1)      Untuk mengadakan diagnosis
2)      Untuk merevisi kurikulum
3)       Untuk mengadakan perbandingan
4)      Untuk mengantisipasi kebutuhan pendidikan
5)      Untuk menetapkan apakah tujuan pendidikan sudah tercapai atau belum.
                        Dengan demikian tujuan evaluasi adalah untuk memperbaiki cara belajar
mengajar, mengadakan perbaikan dan pengayaan bagi anak didik serta menempatkan anak
didik pada situasi belajar mengajar yang lebih tepat sesuai dengan tingkat kemampuan yang
dimilikinya. Tujuan lainnya adalah untuk memperbaiki atau mendalami dan memperluas
pelajaran dan yang terakhir adalah untuk memberikathukan/ melaporkan kepada orang tua/
wali peserta didik mengenai penentuan kenaikan kelas dan penentuan kelulusan peserta didik.
                        Secara umum, evaluasi merupakan salah satu rangaian kegiatan dalam
meningkatkan kwalitas, kinerja, atau produktifitas suatu lembaga dalam melaksanakan
programnya. Tujuan evaluasi untuk melihat dan mengetahui proses yang terjadi dalam proses
pembelajaran (Mardapi, 2004:19).

Tujuan umum eveluasi pembelajaran adalah:


a)      Untuk mengetahui keefektifan dan efesiensi sistem pembelajaran baik tujuan, materi,
metode, media sumber belajar lingkungan maupun sistem pembelajaran.
b)      Untuk menghimpun bahan keterangan (data) yang di jadikan sebagai bukti mengenai taraf
kemajuan anak didik dalam mengalami proses pendidikan selama jangka waktu tertentu.

                        Tujuan khusus evaluasi pembelanjaran menurut Gornlund (1976:8) antara lain:


a)      Memberikan klasrifikasi tentang sifat hasil pembelajaraqn yang telah dilaksanakan.
b)      Memberikan informasi tentang ketercapaian tujuan jangka pendek yang telah di lakasanakan
c)      Memberikan masukan untuk kemajuan pembelajaran
d)     Memberikan informasi tentang kesulitan dalam pembelajaran
e)      Untuk memilih pengalaman pembelajaran pada masa yang akan datang.
                        Adapun Daryanto (2010) mengkhususkan bahwa tuan utama melakukan
evaluasi dalam proses belajar mengajar adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat
mengenai tingkat pencapaian tujuan intruksional oleh siswa sehingga dapat di upayakan
tindak lanjut berupa:
a)      Penempatan ditempat yang tepat
b)      Pemberian umpan balik
c)      Diagnosis kesulitan belajar siswa
d)     Penentuan kelulusan.
3.      Fungsi Evaluasi Pembelajaran
a.       Fungsi Umum Evaluasi Pembelajaran
1.      Untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan pengajarandalam hal ini adalah tujuan
instruksional khususdengan fungsi ini kita dapat tingkat penguasaan bahan pelajaran yang di
kuasain oleh siswa.
2.      Untuk mengetahui keefektifan proses belajar mengajar yang telah di lakukan leh guru.dengan
fungsi ini, guru dapat mengetahui berhasil tidaknya dalam mengajar.rendahnya hasil belajar
yang di capai oleh siswa tidak hanya di sebabkan oleh  kemampuan siswa,tetapi juga bisa di
sebabkan kurang berhilnya guru mengajar.melalui penilaian,menilai kemampuan guru dan
hasilnya dapat di jadikan bahan dalam mempervaiki usahanya,yakni tindakan mengajar
berikutnya.
Scriven(1967), membedakan fungsi evaluasi menjadi dua macam yaitu fungsi
formatif dilaksanakan apabila hasil yang di peroleh dari kegiatan evaluasidiarahkan untuk
memperbaiki bagian tertentu atau sebagian besar bagian kurikulum yang sedang
dikembangkan dan fungsi sumatif dihubungkan dengan penyimpulan mengenai kebaikan
darin sistemsecara keseluruhan
Fungsi evaluasi memang cukup luas,apabila di lihat dari sudut pandang Arifin (2012)
fungsi evaluasi di bagi menjadi 4 bagian yaitu:
1)      Secara Psikologis
Secara psikologis,peserta didik selalu butuh untuk mengetahui kegiatan yang telah di
lakukan sesuai dengan tujuan yang hendak di capai. Peserta didik adalah manusia yang belum
dewasa. Mereka masih mempunyai sikap dan moral yang heteronom, membutuhkan pendapat
orang-orang dewasa (seperti orang tua dan guru) sebagai pedoman baginya untukmengadakan
orientasi pada situasi tersebut.
Dalam menentukan sikap dan tingkah lakunya,mereka pada umumnya tidak
berprgang pada pedoman yang berasal dari dalam dirinya,tetapi mengacu pada norma-norma
yang bersal dari luar dirinya.dalam belajar mereka perlu mengetahui hasil belajarnya
sehingga mereka bisa merasa puas dan senang
2)      Secara sosoilogis
Secara sosoilogis,evaluasi berfungsi untuk mengetahui bahwa peserta didik untuk
terjun ke masyarakat.mampu dalam arti peserta didik dan berkomunikasi dan beradaptasi
terhadap seluruh lapisan masyarakat dengan segalanya karakteristiknya.peserta didik di
harapkan dapat membina dan mengembangkan semua potensi yang ada pada masyarakat.oleh
karna itu,materi pembelajaran harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
3)      Secara didaktis-metodis
Evaluasi berfungsi membantu guru dalam menempatkan peserta didik pada kelompok
tertentu dangan kemampuan dan kecakapannya serta membantu guru memperbaiki proses
pembelajarannya, evaluasi juga berfungsi untuk mengetahui kedudukan peserta didik dalam
kelompok, mengetahui taraf kesiapan peserta didik dalam menempuh program
pendidikannya, dan membantu guru dalam memberikan bimbingan dan seleksibaik dalam
rangka menentukan jenis pendidikan, jurusan, maupun kenaikan kelas melalui evaluasi akan
dapat mengetahui potensi peserta didi, sehingga dapat memberikan bimbingan sesuai dengan
tujuan yang diharapkan.

4)      Secara administrative
Evaluasi berfungsi untuk memberikan laporan tentang kemajuan peserta didik:
a.       Orang tua
b.      Pejabat pemerintah yang berwenang
c.       Kepala sekolah
d.      Guru-guru
e.       Peserta didik
b.      Fungsi Khusus Evaluasi Pembelajaran
Fungsi evaluasi pembelajaran juga dimaknai tes. Spanley (Oemar Hamalik (1989))
mengemukakan secara spesifik tentang fungsi tes dalam pembelajaran yang  dikategorikan
dalam tiga fungsi yang saling berinterelasi.
1.      Fungsi intruksional
·         Proses konstruksi suatu tes merangsang untuk menjelaskan dan merumuskan kembali tujuan-
tujuan pembelajaran (KD) yang bermakna..
·         Suatu tes akan memberikan umpan balik kepada guru.
·         Tes yang dikontruksi secara cermat dapat memotivasi peserta didik dalam melakukan
kegiatan belajar.
·         Ulangan adalah alat yang bermakna dalamrangka penguasaan atau pemantapan belajar,
ulangan ini dilaksanakan dalam bentuk latihan, pengembangan keterampilan dan konsep-
konsep. Pemantapan, penguasaan, dan pengembangan ingatan akan lebih baik jika di
lakakukan ulangan secara periodic dan kontiniu

2.      Fungsi administrative
·         Tes merupakan suatu mekanisme untuk mengontrol kualitas suatu sekolah atau suatu system
sekolah.
·         Tes berguna untuk mengevaluasi program dan melakukan penelitian.
·         Tes dapat meningkatkan kualitas hasil seleksi.
·         Tes berguna sebagai alat akreditasi, penguasaan dan sertifikasi. Tes dapat di pergunakan
untuk mengukur kompetensilulusan.
3.      Fungsi bimbingan
·         Tes sangat penting untuk mendiagnosis bakat-bakat khusus dan kemampuan peserta didik.
·         Bakat skolastik, prestasi,minat, kepribadian, meriupakan aspek-aspekpenting yang harus
mendapat perhatian dalam proses bimbingan.

4.      Acuan Penilaian
a.       Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Penilaian acuan patokan (PAP) biasanya disebut juga criterion evaluation merupakan
pengukuran yang menggunakan acuan yang berbeda. Dalam pengukuran ini siswa
dikomperasikan dengan kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dalam tujuan
instruksional, bukan dengan penampilan siswa yang lain. Keberhasilan dalam prosedur acuan
patokan tegantung pada penguasaaan materi atas kriteria yang telah dijabarkan dalam item-
item pertanyaan guna mendukung tujuan instruksional.
Dengan PAP setiap individu dapat diketahui apa yang telah dan belum dikuasainya.
Bimbingan individual untuk meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran dapat
dirancang, demikian pula untuk memantapkan apa yang telah dikuasainya dapat
dikembangkan. Guru dan setiap peserta didik (siswa) mendapat manfaat dari adanya PAP.
Melalui PAP berkembang upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dengan
melaksanakan tes awal (pre test) dan tes akhir (post test). Perbedaan hasil tes akhir dengan
test awal merupakan petunjuk tentang kualitas proses pembelajaran.
Pembelajaran yang menuntut pencapaian kompetensi tertentu sebagaimana
diharapkan dan termuat pada kurikulum saat ini, PAP merupakan cara pandang yang harus
diterapkan. PAP juga dapat digunakan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan,
misalnya kurang terkontrolnya penguasaan materi, terdapat siswa yang diuntungkan atau
dirugikan, dan tidak dipenuhinya nilai-nilai kelompok berdistribusi normal.PAP ini
menggunakan prinsip belajar tuntas (mastery learning).
b.      Penilaian Acuan Norma (PAN)
Ada beberapa pendapat tentang pengertian Penilaian Acuan Norma, yaitu:
Acuan norma merupakan elemen pilihan yang memeberikan daftar dokumen normatif
yang diacu dalam standar sehingga acuan tersebut tidak terpisahkan dalam penerapan standar.
Data dokumen normatif yang diacu dalam standar yang sangat diperlukan dalam penerapan
standar.
Pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai dilakukan dengan mengacu
pada norma atau kelompok. Cara ini dikenal sebagai penilaian acuan norma (PAN).
PAN adalah Nilai sekelompok peserta didik (siswa) dalam suatu proses pembelajaran
didasarkan pada tingkat penguasaan di kelompok itu. Artinya pemberian nilai mengacu pada
perolehan nilai di kelompok itu.
Penilaian Acuan Norma (PAN) yaitu dengan cara membandingkan nilai seorang siswa
dengan nilai kelompoknya. Jadi dalam hal ini prestasi seluruh siswa dalam kelas / kelompok
dipakai sebagai dasar penilaian.
Dari beberapa pengertian ini dapat disimpulkan bahwa Penilaian Acuan Norma adalah
penilaian yang dilakukan dengan mengacu pada norma kelmpok; nilai-nilai yang diperoleh
siswa diperbandingkan dengan nilai-nilai siswa yang lain yang termasuk di dalam kelompok
itu.
Penilaian acuan norma (PAN) merupakan pendekatan klasik, karena tampilan
pencapaian hasil belajar siswa pada suatu tes dibandingkan dengan penampilan siswa lain
yang mengikuti tes yang sama. Pengukuran ini digunakan sebagai metode pengukuran yang
menggunakan prinsip belajar kompetitif. Menurut prinsip pengukuran norma, tes baku
pencapaian diadministrasi dan penampilan baku normative dikalkulasi untuk kelompok-
kelompok pengambil tes yang bervariasi. Skor yang dihasilkan siswa dalam tes yang sama
dibandingkan dengan hasil populasi atau hasil keseluruhan yang telah dibakukan. Guru kelas
kemudian mengikuti asas yang sama, mengukur pencapaian hasil belajar siswa, dengan tepat
membandingkan terhadap siswa lain dalam tes yang sama. Seperti evaluasi empiris, guru
melakukan pengukuran, mengadministrasi tes, menghitung skor, merangking skor, dari tes
yang tertinggi sampai yang terendah, menentukan skor rerata menentukan simpang baku dan
variannya .
Berikut ini beberapa ciri dari Penilaian Acuan Norma :
a)      Penilaian Acuan Norma digunakan untuk menentukan status setiap peserta didik terhadap
kemampuan peserta didik lainnya. Artinya, Penilaian Acuan Normatif digunakan apabila kita
ingin mengetahui kemampuan peserta didik di dalam komunitasnya seperti di kelas, sekolah,
dan lain sebagainya.
b)      Penilaian Acuan Norma menggunakan kriteria yang bersifat “relative”. Artinya, selalu
berubah-ubah disesuaikan dengan kondisi dan atau kebutuhan pada waktu tersebut.
c)      Nilai hasil dari Penilaian Acuan Norma tidak mencerminkan tingkat kemampuan dan
penguasaan siswa tentang materi pengajaran yang diteskan, tetapi hanya menunjuk
kedudukan peserta didik (peringkatnya) dalam komunitasnya (kelompoknya).
d)     Penilaian Acuan Norma memiliki kecendrungan untuk menggunakan rentangan tingkat
penguasaan seseorang terhadap kelompoknya, mulai dari yang sangat istimewa sampai
dengan yang mengalami kesulitan yang serius.
e)      Penilaian Acuan Norma memberikan skor yang menggambarkan penguasaan kelompok.

c.       Persamaan Antara PAP Dan PAN


·         Penilaian acuan norma dan acuan patokan memerlukan adanya tujuan evaluasi spesifik
sebagai penentuan fokus item yang diperlukan. Tujuan tersebut termasuk tujuan intruksional
umum dan tujuan intruksional khusus
·         Kedua pengukuran memerlukan sample yang relevan, digunakan sebagai subjek yang hendak
dijadikan sasaran evaluasi. Sample yang diukur mempresentasikan populasi siwa yang
hendak menjadi target akhir pengambilan keputusan.
·         Untuk mandapatkan informasi yang diinginkan tenyang siswa, kedua pengukuran sama-sama
nenerlukan item-item yang disusun dalam satu tes dengan menggunakan aturan dasar
penulisan instrument.
·         Keduanya mempersyaratkan perumusan secara spesifik perilaku yang akan diukur.
·         Keduanya menggunakan macam tes yang sama seperti tes subjektif, tes karangan, tes
penampilan atau keterampilan.
·         Keduanya dinilai kualitasnya dari segi validitas dan reliabilitasnya.
·         Keduanya digunakan ke dalam pendidikan walaupun untuk maksud yang berbeda.

d.      Perbedaan Antara PAP Dan PAN


·         Penilaian acuan norma biasanya mengukur sejumlah besar perilaku khusus dengan sedikit
butir tes untuk setiap perilaku. Penilaian acuan patokan biasanya mengukur perilaku khusus
dalam jumlah yang terbatas dengan banyak butir tes untuk setiap perilaku.
·         Penilaian acuan norma menekankan perbedaan di antara peserta tes dari segi tingkat
pencapaian belajar secara relatif. Penilaian acuan patokan menekankan penjelasan tentang
apa perilaku yang dapat dan yang tidak dapat dilakukan oleh setiap peserta tes.
·         Penilaian acuan norma lebih mementingkan butir-butir tes yang mempunyai tingkat kesulitan
sedang dan biasanya membuang tes yang terlalu mudah dan terlalu sulit. Penilaian acuan
patokan mementingkan butir-butir tes yang relevan dengan perilaku yang akan diukur tanpa
perduli dengan tingkat kesulitannya.
·         Penilaian acuan norma digunakan terutama untuk survey. Penilaian acuan patokan digunakan
terutama untuk penguasaan.

5.      Prinsip Penilaian
Penilaian adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam
taksonomi Bloom. Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat
pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang dihadapkan pada
beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan
patokan-patokan atau kriteria yang ada.
Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk
menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik.  Berdasarkan pada PP. Nomor 19 tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa penilaian pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
·         Penilaian hasil belajar oleh pendidik;
·         Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan;
·         Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.
Setiap satuan pendidikan selain melakukan perencanaan dan proses pembelajaran,
juga melakukan penilaian hasil pembelajaran sebagai upaya terlaksananya proses
pembelajaran yang efektif dan efisien.
Berdasarkan pada PP. Nomor 19 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 64 ayat
(1) dijelaskan bahwa penilaian hasil belajar  oleh pendidik dilakukan secara
berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar dalam
bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan
kenaikan kelas.  Selanjutnya, ayat (2) menjelaskan bahwa penilaian hasil belajar oleh
pendidik digunakan untuk (a) menilai pencapaian kompetensi peserta didik; (b) bahan
penyusunan laporan kemajuan hasil belajar; dan (c) memperbaiki proses pembelajaran. 
Prinsip-prinsip penilaian:
·         Terpadu dengan pembelajaran, yakni menilai apapun yang dikerjakan peserta didik dalam
kegiatan belajar mengajar itu dinilai, baik kognitif, psikomotorik dan afektifnya.
·         Objektif, yakni tidak terpengaruh oleh pertimbangan subjektif penilai.
·         Sistematis, yakni penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap untuk memperoleh
gambaran tentang perkembangan belajar peserta didik sebagai hasil kegiatan belajarnya.

Evaluasi hasil belajar dapat dikatakan terlaksana dengan baik apabila dalam
pelaksanaanya berpegang pada tiga prinsip dasar, yakni :
·         Prinsip  Keseluruhan (Komprehensif)
Dengan prinsip keseluruhan ini, dimaksudkan disini bahwa evaluasi hasil belajar
dapat apabila evaluasi tersebut dilaksanakan secara bulat utuh atau menyeluruh.Dalam
evaluasi belajar ada  tiga aspek yang harus diungkap yakni aspek kognitif, Berfikir, sikap atau
nilai dan aspek ketrampilan yang kesemuanya melakat dalam diri setiap individu peserta
didik. Dengan prinsip menyeluruh ini, diharapkan pendidik sebagai evaluator dapat mengerti
dana memahami bahan-bahan keterangan dan informasi lengkap menganai keadaan subjek
peserta didik yang dijadikan sasaran evaluasi.

·         Prinsip Kesinambungan (Kontinuitas)


Menurut prinsip ini evalusi yang baik adalah evaluasi yang dilakukan sambung
menyambung dari waktu ke waktu, teratur, terencana dan terjadwal.Hal positif yang dapat
didapat dari pengaplikasiannya adalah pendidik dapat menerima informasi yang dapat
memberikan gambaran mengenai kemajua an atau perkembangan peserta didik sejak dari
awal mula mengikuti program pendidikan yang mereka tempuh.
·         Prinsip Objektivitas
Dalam pelaksanaanya evaluator harus senantiasa berfikir dan bertindak wajar menurut
keadaan yang wajar tidak dicampuri oleh kepentingan-kepentingan yang bersifat subjektif.
Jika yang terjadi adalah sebaliknya maka akan mempengaruhi kemurinian dari hasil evaluasi
sendiri. Dalam buku Penilaian berbasis kelas yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan
menyebutkan bahwa Prinsip umum penilaian Berbasis kelas ada banyak sekali diantaranya ;
Ø  Valid. Penilaian berbasis kelas harus mengukur apa yang seharusnya diukur dengan
menggunakan alat yang dapat dipercaya dan shohih. Ada empat jenis validitas yakni validitas
isi, validitas bangun pengertian, validitasramalan, dan validitas persamaan.
Ø  Mendidik. Penilaian harus memberikan sumbangan yang positif terhadap pencapaian hasil
belajar siswa,dirasakan sebagai penghargaan yang memotivasi bagi siswa berhasil dan
sebagai pemicu semangat untuk meningkatkan yasil belajar yang kurang maksimal.
Ø  Adil dan Objektif. Penilaian harus adil terhadap semua siswa dan tidak membeda-membedakan
latar belakang dari siswa.
Ø  Terbuka. Kriteria Penilaian hendaknya terbuka bagi semua kalangan sehingga keputusan
tentang keberhasilan siswa jelas bagi pihak-pihak yang berkepetingan.
Ø  Berkesinambungan. Penilaian dilakukan secara terencana, bertahap dan teratur terus menerus
dan berkesinambungan untuk memperoleh gambaran terkait perkembangan hasil belajar
siswa.
Ø  Menyeluruh. Penilaian hasil belajar siswa hendaknya dilakukan secara menyeluruh, utuh, dan
tuntas yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik serta berdasarkan berbagai
teknik dan prosedur penilaian dengan berbagai bukti dan hasil belajar siswa.
Ø  Bermakna. Penilaian idealnya mudan difahami dan ditindak lanjuti oleh pihak-pihak yang
berkepentingan.
Dalam literlatur yang lain disebutkan ada beberapa prinsip penilaian kelas yakni:
motivasi, validitas, adil, terbuka, berkesinambungan, bermakna, menyeluruh, edukatif.

DAFTAR PUSTAKA

Ratnawulan dan Rusdiana. 2015. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Pustaka Setia


Purwanto, Ngalim.2009.Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung; PT.
Remaja Rosdakarya)
Evaluasi hasil belajar.pdf-adobe reader
Kumpulan materi evaluasi pembelajaran.pdf-adobe reader
  

akalah Tentang Dasar-dasar Taksonomi


Posted by kumpulan makalah on 06:59 with No comments

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Taksonomi tumbuhan tinggi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk dan susuna
tubuh tumbuhan yang terdiferensiasi.Morfologi tumbuhan adalah ilmu yang mepelajari
bentuk dan susunan tubuh tumbuhan. Taksonomi tumbuhan tinggi menguraikan bentuk dan
susunan tubuh tumbuhan serta kedudukannya dalam kehidupan tumbuhan itu sendiri. Jika
kita amati setiap tumbuhan, maka akan terlihat beberapa perbedaan maupun kesamaan dari
setiap jenis tumbuhan tersebut.hal ini pula menjadikan ilmu taksonomi tumbuhan tinggi ini
menjadi suatu proses pemahaman tentang kehidupan tumbuhan disekitar kita.
Dalam duni tumbuhan terdapat bermaam-macam jenis tumbuhan yang Allah ciptakan di
muka buki ini, yang membuat bumi ini menjadi indah. Diantaranya ada yang disebut dengan
Gymnospermae, Angiospermae, Pteridophyta, dan lain sebagainya. Allah menciptakan itu
semua agar mahluk hidup dapat menikmatinya dan mengambil pelajaran dari apa yang ada
dilingkungan sekitarnya. Hal inilah yang membuat ilmu Taksonomi Tumbuhan Tinggi
menjadi ilmu yang penting untuk dipelajari.
Dalam taksonomi terdapat dua istilah yang sering dianggap sinonim yaitu identifikasi dan
determinasi. Karena kedua istilah tersebut dianggap sinonim, maka penggunaannya sering
dipertukarkan. Kalau kita memperhatikan definisi dari kedua istilah tersebut, sesungguhnya
terdapat perbedaan identifikasi asal katanya adalah to identify yang artinya mempersamakan,
mencocokkan, membandingkan dan sebagainya. Sedangkan to determine yang atinya
menentuka atau memastikan. Dengan demikian identifikasi sesungguhnya berarti langkah-
langkah yang dilakukan dengan mempersamakan, mencocokkan, atau membandingkan sifat
dan ciri yang dimiliki oleh dua tumbuhan.
Determinasi berarti menentukan atau memastikan nama dari tumbuhan atau spesimen
tumbuhan tersebut, sedangkan identifikasi merupakan proses yang dilaksanakna terlebih
dahulu yaitu dengan mengamati sifat-sifat tumbuhan atau spesimen atau yang lainnya setelah
itu lalu melakukan determinasi atau menentukan nama ilmiahnya yang benar.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa saja dasar-dasar taksonomi?
2.      Apa saja macam-macam determinasi?
3.      Bagaimana pembuatan kunci determinasi sederhana?
4.      Bagaimana sejarah perkembangan taksonomi tumbuhan tinggi?
5.      Bagaimana cara pembuatan herbarium?

1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui dasar-dasar taksonomi
2.      Untuk mengetahui macam-macam determinasi
3.      Untuk mengetahui pembuatan kunci determinasi sederhana
4.      Untuk mengetahui sejarah perkembangan taksonomi tumbuhan tinggi
5.      Untuk mengetahui pembuatan herbarium

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Dasar-Dasar Taksonomi


Dasar-dasar taksonomi adalah klasifikasi, identifikasi dan nomenklatur.
Klasifikasi adalah pengelompokan orgenisme dalam suatu sistem menurut kategori tertentu.
Setiap kategori mengandung sejumlah organism dengan sifat-sifat yang sama dan mempunyai
tetua yang sama. Satuan dasar klasifikasi adalah jenis (spesies).

2.2 Macam-Nacam Kunci Determinasi


            Kunci determinasi merupakan cara analitis buatan yang memungkinkan pengenalan
tumbuh-tumbuhan berdasarkan sifat-sifat yang penting dengan jalan memilih di antara sifat-
sifat yang dipertentangkan, mana yang sesuai (digunakan) dan mana yang tidak sesuai ( tidak
digunakan). Kunci identifikasi (determinasi) sangat penting untuk mengidentifikasi
(mengetahui) tumbuhan yang belum diketahui. Kunci determinasi dibuat dalam bentuk
dikotom atau bercabang dua.
Cara menyusun kunci dikotom
a)      pernyataan (cirri-ciri tumbuhan) harus berlawanan misalnya pernyataan ‘buah batu’  yang
lainnya harus ‘bukan buah batu’
b)      pemakaian pernyataan tidak boleh overlapping, kalau sudah digunakan pada satu urutan
pohon dikotom, maka tidak boleh digunakan lagi pada kelompok yang lain
c)      pernyataan harus dimulai dulu dari cirri-ciri yang umum dari tumbuh-tumbuhan yang akan
dibuat kunci determinasinya
d)     jangan menggunakan pernyataan yang meragukan seperti ukuran, rasa, aroma, berat, dan
lain-lainseperti bunga besar atau buahnya berat
e)      hindari pernyataan yang terlalu umum, contoh : daun ukuran besar dan daun ukuran kecil
f)       kata pertama dari setiap pernyataan di dalam setiap bait haruslah identik
g)      dua pernyataan di dalam setiap bait harus saling bertentangan
h)      hindari penggunaan yang tumpang tindih
i)        pernyataan yang terdapat pada bait yang berurutan jangan dimulai dengan kata yang sama
j)        menggunakan sifat-sifat makroskopis
k)      setiap bait harus diberi nomor atau huruf
Secara umum ada dua macam kunci determinasi yaitu :
a.       kunci satu jalur (single access) atau sequential key
Kunci ini pertama kali di perkenalkna oleh j.p Lamack pada karangan Frorecancaese
padatahun 1778. Kunci ini disusun berdasarkan hasil deskripsi dan hasil analisa sifat-sifat
dari tumbuh-tubuhan. Kemudian sifat-sifat ini disusun secara dikotomik.sifat yang disusun
dikotemik harus berlawanan misalnya habitus suatu kelompok tumbuhan herbacius berarti
sifat untuk  yanglainnya non herbaceous, atau misalnya bunga berwarna merah yang lainnya
bunga berwarna tidak merah dapat dilihat dengan menngunakan contoh penyusunan kunci
determinasi beberapa sampel dari familia ranunkulaseae:
1.      Ranunculus: habitusnya herbaceus, buah achene (buah kecil tunggal kering, jelas kelopak
dan mahkota, tidak memiliki taji, memiliki kelenjer nectar padapangkal mahkota)
2.      Adonis: habitusnya herbaceus, buah achene ,kelopak dan mahkota berbeda, tidak memiliki
taji, mahkota tanpa nectar
3.      Anemone: tumbuhan herba, buah achene kelopak tidakdapat di bedakan dengan mahkota,
perhiasan bunga petaloid, dan tidak memiliki taji
4.      Clasmatis: tumbuhan berkayu, buah achene, kelopak tidak dapat dibedakan, tidak memiliki
taji
5.      Caltha: tumbuhan herba buah berambut, kelopak tidak dapat dibedakan perhiasan bunga
petaloid tidak memiliki taji
6.      Delphinium: tumbuhan herba buah berambut, kelopak tidak dapat dibedakan, perhiasan
bunga petaloid memiliki satu taji
7.      Aqulegia: tumbuhan herbaceus buah berambut kelopak petaloid tidak dapat di bedakan denga
korola, taji lima
Berdasarkan informasi diatas dapat diketahui sifat-sifat seperti
1.      Tumbuhan berkayu (tumbuhan herba)
2.      Buah achene (buah berambut)
3.      Kelopak dan mahkota dapat dibedakan (kelopak dan mahkota tidak dapat di bedakan)
4.      Memiliki taji (tidak memiliki taji)
5.      Jumalah taji (taji 5)
6.      Memiliki mahkotakelenjar nectar pada pangkalnya (mahkota tidak memilliki kelenjar nectar
Ada 3 kunci determinasai yaitu:
a)      Yoked-key atau kunci identik
Kunci ini merupakan kunci yang paling banyak digunakan dalammelakukan identifikasi pada
tumbuhan. Pada kunci ini cirri-ciri dan urutan taksonomi telah disusun pada suatu kelompok
mulai dari yang umum ke yang khusus.
1.Buah achene
2.Kelopak dapat di bedakan dengan mahkota
3.Terdapat kelenjar nectar di pangkal mahkota… Ranunculus (1)
3.Tidak terdapat kelenjar di pangkal mahkota…. .Adonis (2)
                                                2.Kelopak tidak dapat dibedakan dengan mahkota
                                                                4.Batang berkayu……………….Clematis (4)
                                                                4.Batang basah…………….……Anemone (3)
                                1.Buah berambut
                                                5.Memiliki taji
                                                                6.Memiliki satu taji…………..…Delphinum (6)
                                                                6.Memiliki lima taji…………..…Aquelegia (7)
                                                5.Tidak memiliki taji……………………...Caltha(5)
b)      Bracketed-key atau kunci parallel
Kunci ini talah digunakan secara luas pada tumbuh-tumbuhan seperti pada beberapa kunci
determinasi yang telah diterbitkan yaitu: flora of  the USSR, Plant Central Asia, flora of the
British is les  pada kunci ini dua ernyataan yang berlawanan selalu berdekatan contohnya
1.Buah achene………………………………………………...……….2
1.Buah tidak achene          …………………………………………….5
2.Kelopak dapat di bedakan dengan mahkota            …………..……….…….3
2.Kelopak tidak dapat di bedakan dengan mahkota  ……………….4
3.Memiliki nectar                …..…………………………..………...Ranunculus 1
3.Tidak memilki nectar….…………………………………....Adonis 2
4.Batang berkayu               ……..……………………………………..clematis 4
4.Batang tidak berkayu…………………………..…………Anemone 3
5.Mahkota bertaji               ………………..……………………..………………6
5.Mahkota tidak bertaji……………………………..…..……….Calta 5
6.Memiliki satu taji……..…………………………...……Delphinium 5
6.Memiliki lebih dari stu taji……...……………….………..Aquelegia 7
c)      Kunci berseri atau kunci bernomor
Sama halnya dengan kunci identifikasi diatas, kunci ini juga telah banyak digunakan untuk
mengidentifikasi tumbu-tumbuahan. Kunci ini juga di akai pada beberapa volume flora of the
USSR. Kunci ini menyerupai susunan pada yoked-key, tetapi tidak memiliki kelomok dengan
jarak margin tertentu, semuanya disusun sama rata, tanapa penjorokan kedalam seperti pada
yoked-key tersebut.
b.      kunci banyak jalur (Multiaccess) multientry key
1.      kunci tabular
2.      formula  taksonomi

 2.3 Pembuatan Kunci Determinasi Sederhana


Untuk membuat kunci determinasi perlu memperhatikan hal-hal berikut.
1.      Kunci harus dikotom (berlawanan), sehingga satu bagian dapat diterima, sedangkan yang lain
ditolak.
2.      Ciri yang dimasukkan mudah diamat.
3.      Deskripsi karakter dengan istilah umum sehingga dapat dimengerti orang.
4.      Menggunakan kalimat sesingkat mungkin
5.      Setiap kuplet diberi nomor
6.      Kata pertama dari setiap pernyataan dalam satu kuplet harus identik
Contoh:Tumbuhan memiliki bunga …………….
Tumbuhan tidak memiliki bunga ……….
7.      Hindari pemakaian kisaran yang tumpang tindih atau hal-hal yang bersifat relatif dalam
kuplet
Contoh: Panjang daun 4 – 8 cm. Daun besar atau kecil
Salah satu kunci identifikasi disusun dengan menggunakan ciri-ciri taksonomi yang
saling berlawanan. Tiap langkah dalam kunci tersebut terdiri atas dua alternatif (dua ciri yang
saling berlawanan) sehingga disebut kunci dikotomi. Kunci determinasi dengan pernyataan
yang berlawanan dapat dilihat pada contoh berikut.
Determinasi yaitu membandingkan suatu tumbuhan dengan satu tumbuhan lain yang
sudah dikenal sebelumnya (dicocokkan ataudipersamakan). Karena di dunia ini tidak ada dua
benda yang identik atau persis sama, maka istilah determinasi (Inggris to determine =
menentukan, memastikan) dianggap lebih tepat daripada istilah identifikasi (Inggeris to
identify = mempersamakan.

Pembuatan kunci determinasi


Kunci determinasi merupakan suatu alat yang diciptakan khusus untuk memperlancar
pelaksanaan pendeterminasian tumbuh-tumbuhan. Kunci determinasi dibuat secara bertahap,
sampai bangsa saja, suku, marga atau jenis dan seterusnya. Ciri-ciri tumbuhan disusun
sedemikian rupa sehingga selangkah demi selangkah si pemakai kunci dipaksa memilih satu
di antara dua atau beberapa sifat yang bertentangan, begitu seterusnya hingga akhirnya
diperoleh suatu jawaban berupa identitas tumbuhan yang diinginkan. Beberapa syarat kunci
determinasi yang baik menurut Vogel (1989) antara lain:
1.      Ciri yang dimasukkan mudah diobservasi, karakter internal dimasukkan bila sangat penting.
2.      Menggunakan karakter positif dan mencakup seluruh variasi dalam grupnya. Contoh :
a). Leaves opposites
b). Leaves either in whorls, or spirally arranged, or distichous
Bukan
a). Leaves opposites
b) . Leaves not opposites
3.   Deskripsi karakter dengan istilah umum yang dimengerti orang
4. Menggunakan kalimat sesingkat mungkin, hindari deskripsi dalam kunci
5.  Mencantumkan nomor couplet
6.  Mulai dari ciri umum ke khusus, bawah ke atas.
Menggunakan Kunci Determinasi
Kunci determinasi adalah suatu kunci untuk menentukan nama atau kelompok
makhluk hidup pada tingkat filum/ divisi, kelas, ordo, famili, genus, dan spesies. Kunci
determinasi diciptakan khusus untuk memperlancar pelaksanaan determinasi pada tumbuh-
tumbuhan.Kunci determinasi dibuat secara bertahap, sampai bangsa saja, suku, marga, atau
jenis dan seterusnya.Ciri-ciri tumbuhan disusun sedemikian rupa sehingga selangkah demi
selangkah si pemakai kunci dipaksa memilih satu di antara dua atau beberapa sifat yang
bertentangan.Demikian seterusnya, hingga akhirnya diperoleh suatu jawaban berupa identitas
tumbuhan yang diinginkan.
Penggunaan kunci determinasi pertama kali diperkenalkan oleh Carolus Linnaeus.Namun,
sebenarnya Lammarck (1778) juga pernah menggunakan kunci modern untuk identifikasi.
Cara menggunakan kunci determinasi meliputi beberapa tahapan berikut ini:
1.      Mengambil objek yang lengkap Contoh: mengambil seluruh bagian tumbuhan (akar, batang,
daun, buah, biji, dan bunga).
2.      Menggambarkan dan mengidentifikasi objek dengan alat pembesar, seperti lup.
3.      Mencocokkan hasil pengamatan dengan kunci determinasi yang memuat ciri objek.
·         Membaca sifat makhluk hidup pada nomor 1A. Semua kunci determinasi dimulai dari nomor
1A.
·         Jika ciri yang ditunjuk sesuai dengan pernyataan 1A, lihatlah nomor yang ditunjuk di akhir
kalimat, dan seterusnya hingga diperoleh nama makhluk hidup.
·         Jika ciri yang ditunjukkan tidak sesuai dengan pernyataan 1A, maka langsung lihat
pernyataan nomor 1B, dan seterusnya.
4.      Menuliskan nama atau kelompok objek dan menuliskan rumus determinasinya.
Jenis-jenis kunci determinasi
Berdasarkan cara penyusunan sifat-sifat yang harus dipilih maka dikenal tiga macam
kunci determinasi yaitu kunci analisis, kunci perbandingan, dan sinopsis.

·         Kunci analisis
Kunci analisis merupakan kunci yang paling umum digunakan dalam pustaka. Kunci
ini sering juga disebut kunci dikotomi sebab terdiri atas sederetan bait atau kuplet. Setiap bait
terdiri atas dua (atau adakalanya beberapa) baris yang disebut penuntun dan berisi ciri-ciri
yang bertentangan satu sama lain. Untuk memudahkan pemakaian dan pengacuan, maka
setiap bait diberi bernomor, sedangkan penuntunnya ditandai dengan huruf. Kunci analisis
dibedakan menjadi dua macam berdasarkan cara penempatan bait-baitnya yaitu kunci
bertakik (kunci indent) dan kunci paralel.
·         Kunci perbandingan
Dalam kunci perbandingan maka semua takson tumbuhan yang dicakup dan segala
ciri utamanya dicantumkan sekaligus. Yang termasuk kunci perbandingan adalah table, kartu
berlubang, dan kunci Leenhouts.
·         Sinopsis
Sinopsis merupakan kesimpulan suatu sistem penggolongan yang disajikan secara
tertulis. Golongan-golongan yang diduga mempunyai kekerabatan yang erat dikelompokan
dan ciri umum yang dipakai sebagai dasar pengelompokn dicantumkan. Jadi walaupun
penyajian sinopsis itu kebanyakan menyerupai bentuk bertakik, tetapi tujuan utama
penyusunannya bukanlah dimaksudkan untuk mendeterminasikan takson tumbuhan, jadi
sinopsis nerupakan bentuk kunci yang memeperlihatkan gambaran sifat-sifat teknik yang
umum ataua secara keseluruhan dalam membedakan golongan tumbuhan.

2.4 Sejarah Perkembangan Taksonomi Tumbuhan


Taksonomi dapat dikatakan sebagai ilmu yang paling tua dibandingkan dengan ilmu-
ilmu lainnya, taksonomi dipastikan telah digunakan semenjak adanya kehidupan manusia.
Walaupun taksonomi itu berdasarkan manfaat atau kegunaan tanaman tersebut bagi mereka.
Terdapat lima periode perkembangan taksonomi tumbuhan
1)      Periode sebelum adanya catatan, ini merupakan periode dimana belum adanya catatan
tentang taksonomi tersebut, pada periode ini manusia mengelompokan tanaman berdasarkan
manfaatnya seperti untuk obat, makanan, pakaian, tempat berlindung, senjata dan lain-lain.
Nama-nama tanaman yang kita kenal sekarang seperti kentang, tomat, karet, cokelat,
tembakau dan sebagainya, hal ini juga merupakan pengelompokan tanaman yang telah
dilakukan oleh manusia sebelumnya yang disebut dengan taksonomi primitive
2)      Catatan Kuno, pada peradaban barat. periode ini merupakan tonggak sejarah dari peradaban
manusia, dan pada masa ini juga lah dimulainya wastern taxonomi pada masa yunani kuno.
a.       Theophrastos, kira-kira 300 tahun sebelum masehi, dia seorang yang berkebangsaan yunani,
yang merupakan murid Plato dan Aristotle. Tulisannya lebig dari 200 judul, tetapi hanya
beberapa yang diketahui dengan jelas seperti Enquiry Into Plants, dan The Causes of Plant,
bersama temannya Alexander yang sangat tertarik dengan botani yang selalu mengambil
sampel tanaman pada saat perjalanannya. Mereka menemukan 500 jenis tanaman dan
membuat deskripsi tanaman kapas, merica, kayu manis, pisang dan memberi nama beberapa
genera tanaman seperti Asparagus dan Narcissus. Diantara karya-karyanya yang terkenal
antara lain:
1.      distinctions between external (organs) vs. internal (tissue) structures.
2.      distinction between different kinds of tissues.
3.      classification into trees, shrubs, subshrubs and herbs.
4.      distinction between flowering vs. non-flowering plants.
5.      recognition of different kinds of sexual & asexual reproduction.
6.      understood basic anatomy, e.g. sepals & petals modified leaves.
7.      True understanding of fruit
b.      Pliny dan Elder, merupakan orang romawi yang bekerja sebagai kepala sejarah alam yang
memiliki banyak cabang, tetapi hanya 37 cabang saja yang bertahan, dia selalu mencoba
mencatat sesuatu yang ia tahu tentang dunia. Seperempat dari karyanya membahas tentang
biologi yang kebanyakan tentang obat-obatan dan pertanian.Lebih dari 1000 tahun karyanya
ini selalu di pakai dan ini merupakan satu diantara karya yang dicetak.
c.       Dioscorides, hidup dimasa Pliny dan Elder, menulis sebuah karya tertua yang masih dapat di
lihat, yang paling mempengaruhi buku sejarah alam yang pernah ditulis oleh beberapa ahli,
seperti karyanya Materia Medica merupakan catatan tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat
untuk pengobatan. Sampai pada tahun 1500-an, di pakai kembali sebagai buku
referensi.Karya ini banyak dicetak dan sempat diterbitkan beberapa kali dan digambar ulang
beberapa kali juga, dengan adanya percetakan ulang tersebut gambarnya juga terjadi
pembaharuan, dan sebagian memiliki sedikit perbedaan dibandingkan dengan karya aslinya
yang pertama kali di keluarkan.
3)      Zaman Pertengan (Dark Ages) masa dimana runtuhnya romawi sampai dibangunnya kembali
sering disebut dengan zaman kegelapan atau Dark Ages, hal ini dikarenakan sangat
sedikitnya lahir pemikiran-pemikiran dan gagasan-gagasan dan juga minimnya pekerjaan.
Pada masa ini ilmu pengetahuan sangat sedikit sekali bahkan dapat dikatakan tidak ada
perkembangan yang berati di yunani dan Romawi.
Sayangnya pada zaman ini belum ditemukannya perkembangan informasi tentang ilmu
pengetahuan terutama tentang botani.
Ø  Pada masa ini hanya satu ahli botani yang tercatat yaitu Albertus Magnus (St. Albert) yang
mengelompokkan tanaman dikotil dan monokotil sebagai tanaman vaskular dan tanaman non
vascular.
4)      Zaman pembanguan Kembali Romawi (Ranaissance), dimulai pada abad ke 14 di itali
ditandai dengan masa pemikiran para ahli dan seni, kesusasteraan dan dimulainya ilmu
pengetahuan modern.
a.       Dua buah teknologi yang berperan penting terutama untuk taksonomi tumbuhan ialah mesin
cetak dan ilmu navigasi. Hal ini membuat ilmu pengetauan yang ada makin berkembang dan
buku-buku botani tanaman obat yang dikenal dengan herbal semakin terkenal.
b.      Pada dasarnya pada masa ini terdapat empat era (zaman)
1.      Herbalist (1500-an)
2.      Abad ke 17
a.       Caesalpino
b.      Konsep Aristoteles
c.       Bauhin
3.      Periode Linnaean (1800-an)
4.      Natural Sistem
a.       Adanson
b.      De Jussieus
c.       Bentham & Hooker
5)      Teory Evolusi, semenjak di keluarkannya teori evolusi oleh Darwin pada tahun 1859 hampir
semua ahli biologi menggunakan konsep ini dalam ilmu biologi, dua konsep yang di pakai
dalam klasifikasi ialah: konsep Filogeni dan populasi yang tidak tetap, para ahli yang
menggunakan sistem ini antara lain yang banyak digunakan sampai saat ini ialah:
a.       Engler and Prant (1844-1930)
b.      Bessey (1845-1915)
c.       Cronquist (1968)
6)      Sistem Taksonomi modern, sistem klasifikasi tumbuhan yang telah menggunakan hubungan
kekerabatan pada tingkat biokimia dan molekular, banyak ahli yang telah memakai sistem ini
seperti:
a.       O. Winge (1917) mengklasifikasikan tanaman berdasarkan karakter dan jumlah kromosom
pada tanaman (Cytology, cytotaxonomy).
b.      B. Turesson (1920-30-an) menggunakan system klasifikasi dengan melihat variasi spesies
berdasarkan adaptasinya dengan lingkungan (Gene Ecology, Ecotypes).
c.       Alston& Turner 1959 Taksonomi berdasarkan kandungan kimia (Biochemical Systematics)
d.      Palmer (1980-an) Taksonomi berdasarkan analisis DNA pada organism (Molecular
Systematic)

2.5 Herbarium
          Herbarium adalah material tumbuhan yang sudah diawetkan, baik kering maupun
basah dan sudah diberi label. Herbarium juga di artikan tempat penyimpanan material
tumbuhan yang sudah diawetkan. Herbarium merupakan alat yang sangat penting untuk studi
taksonomi, karena herbarium merupakan alat yang terbaik dari gambar yang ada di flora.
            Kegunaan dari herbarium adalah :
1.      Sebagai bahan pengajaran
2.      sebagai bahan penelitian
3.      untuk identifikasi tumbuhan
4.      untuk pertukaran herbarium
5.      sebagai dokumentasi kekayaan flora atau tumbuhan
6.      sebagai specimen tipe
Keberhasilan mempelajari taksonomi tumbuhan dapat dicapai dengan baik salah
satunya adalah memanfaatkan specimen herbarium yang baik. Untuk menghasilkan
herbarium yang baik harus dimulai dengan koleksi yang baik pula. penyiapan koleksi yang
lengkap, baik dan sempurna adalah aspek yang sangat penting bagi suatu specimen yang
baik, sehingga dapat digunakan untuk material studi taksonomi tumbuhan.

Cara pembuatan herbarium


1.      Herbarium Kering
a.      Koleksi
Dalam mengkoleksi tumbuhan harus mempunyai kelengkapan organ vegetative dan
generative serta karakter biologisnya. Sifat atau karakter yang tidak mungkin terbawa
bersamaan dengan specimen, harus diamati dan dicatat secara lengkap dilapangan. Misalnya :
tinggi. diameter batang, bergetah atau tidak, warna, bau, rasa, habitat, dan lain-lain.
Untuk ukuran specimen yang akan diambil lebih kurang 30 cm, jika tinggi tumbuhan
kurang dati 30 cm, maka diambil seluruhnya lengkap dengan akarnya, jika tumbuhan itu
parasit maka tumbuhan inangnya harus terbawa, jika tumbuhan itu kecil, berumpun dan
rumput-rumputan, maka dikoleksi lengkap dengan akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji.
Untuk tumbuhan besar dan berkayu, sebaiknya koleksi dilengkapi dengan koleksi
kayu atau kulit kayunya. Selain dari karakter morfologi, juga dicatat habitat atau bentuk
hidup (habitus), lokasi pengambilan sampel, habitat, data ekologi, nama daerah (nama local),
dan kegunaannya (pada daerah tempat kita koleksi).
b.      Pengawetan dilapangan
Setelah kita koleksi dilapangan kemudian kita lakukan pengawetan di lapangan
dengan menyusun sampel di dalam Koran (jangan sampai ada yang keluar ) dan
menumpuknya., kemudian diikat dengan tali rafia dan dimasukkan ke dalam plastic dan di
siram dengan alcohol 96% sampai basah namun tidak tergenang, kemudian kantong plastic
diikat sehingga udara tidak bisa keluar masuk dan diberi lakban. kemudian apit dengan
triplek atau besi plat atau sekurang-kurangnya degan kardus tebal dan diikat dengan kuat agar
spesimenya ter-press.
c.       Pengapitan (Pressing) dan Pengeringan (Drying)
Koleksi yang telah diawetkan  di lapangan dikeluarkan dari plastiknya (tetap ditekan ,
jangan sampai dibuka lipatan atau lembaran korannya), kemudian specimen tersebut
dipisahkan masing-masing 5 specimen dan diapit dengan kardus tebal (40x30), diikat dengan
kuat , kemudian dikeringkan dalam oven 2-3 haridengan suhu 60 0C atau dijemur dengan
panas matahari sampai kering.
d.      pemisahan dan pengelompokan (sortering)
Setelah specimen kering maka dipisahkan dari kertas koran atau kardus, kemudian
disusun dan dikelompokkan berdasarkan nomor koleksi di lapangan.
e.       Pemberian Label (Labeling)
Memberi label setiap specimen yang telah kering dengan isi label adalah tanggal
koleksi (Date), Collector ( nama orang yang mengoleksi), Nomor Collector ( nomor urut
koleksi yang dipunyai oleh setiap kolektor), family (nama suku tumbuhan ), Species (nama
jenis), Lokasi ( lokasi tempat pengambilan koleksi), nama lokasi kecil dan arah serta jarak
lokasi dari kota terdekat yang ada dalam peta, serta tinggi tempat dari permukaan laut, nama
daerah dab catatan tambahan.
f.       Mounting (penempelan)
Mounting yaitu penempelan specimen yang telah kering pada kertas mounting dengan
cara menjahitkannya ( ukuran kertas mounting 40x30 cm). Specimen disusun dengan rapi
diatas kertas mounting, dan dipasang label disudut kanan bawah.
g.      Penyimpanan Herbarium
Herbarium yang sudah di mounting dan diberi label disimpan pada tempat penyimpanan
seperti kotak atau almari. Sebelum di simpan diberi dulu larutan sublimat atau baigon untuk
mencegah serangga dan jamur. Dalam almari sebaiknya diberi naftalin atau kanfer atau
dilakukan fumigasi dengan gas beracun bagi serangga dan jamur misalnya gas sianida,
paradiklor benzene, campuran diklorit etilen, tetra klorid karbon, DDT atau CS 2. Perlakuan
ini dapat diulang setelah waktu yang cukup lama.
2.      Pembuatan Herbarium Basah
Herbarium basah adalah specimen tumbuhan yang telah diawetkan dan disimpan
dalam suatu larutan yang dibuat dari berbagai macam zat dengan komposisi yang berbeda-
beda.
Untuk membuat herbarium basah digunakan FAA 70%, misalnya untuk membuat
10 ml FAA 70% dibutuhkan (formalin 5ml, alcohol 70% 90ml, dan asam asetat galasial 5 ml)
atau bisa dengan alcohol 70% saja. Untuk mempertahankan warna asli tumbuhan perlu
ditambah dengan turisi (CUCO4) kedalam larutan pengawet. Material tumbuhan yang akan
kita awetkan dimasukkan kedalam wadah yang sudah berisi larutan pengawet tadi, lalu
ditutup supaya larutan tidak mudah menguap.
Keuntungan herbarium basah adalah bahan yang diawetkan tidak terlalu jauh
kehilangan sifat-sifat aslinya, seperti bentuk, susunan, bahkan mungkin warnanya. selain itu
pembuatan herbarium basah ini dapat dilakukan dengan cepat, asal larutannya dan wadah
telah tersedia. Tetapi kelemahannya biaya pembuatan tinggi dan mmerlukan wadah atau
tempat meletakkan specimen yang kokoh dan ruangan yang lebih luas dan penanganan harus
hati-hati. Pada wadah herbarium basah juga harus ditempelkan label seperti pada herbarium
kering.
3.      Spesimen Tipe
Merupakan specimen herbarium yang digunakan oleh author untuk member nama
ilmiah jenis (jenis yang baru di dapatkan) dalam wadah penyusunan deskripsi atau diagnosis
jenis tersebut. Spesimen yang dijadikan specimen type harus memperlihatkan tatanama yang
eksplisit koleksi siapa, nomor berapa, dan tersimpan di herbarium mana. Untuk memudahkan
pengenalan specimen type dalam suatu koleksi, pada  lembaran herbarium specimen yang
dijadikan tipe harus ditulis (dicap) dengan huruf yang mencolok kata “TYPE”.
Halotype merupakan copy-an dari specimen type. Jika specimen type ini hilang maka
dicari lagi specimen yang baru yang diambil lagi ketempat pertama kali specimen type di
dapatkan.
Cara Pengisian Label Herbarium
Family          :  Familia tumbuhan yang diherbariumkan
species          :  Nama latin species yang diherbariumkan
Det               : Nama oranng (anda atau teman anda) yang mengklasifikasikan             tumbuhan tersebut
date              : Waktu ( Tanggal/bulan/tahun) mengklasifikasikan atau pemberian nama tumbuhan
locality         : Tempat atau lokasi pengambilan sampel
Coll               : Nama kolektor atau orang yang mengkoleksi tumbuhan ini
No.Coll         : Nomor koleksi anda
Det              : Tanggal anda mengambil sampel
Habitat                 : Tempat hidup tumbuhan (hidrofit, mesofit, xerofit,epifix, dll)
Vern Name   : Nama daerah tunbuhan yang dikoleksi
Annote          : Catatan penting tumbuhan (bagian-bagian yang tidak terlihat setelah tumbuhan dibuat
herbarium, contohnya warna bunga, warna pucuk atau daun muda, warna daun tua, bau, rasa,
dll)

BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
          Dasar-dasar taksonomi adalah klasifikasi, identifikasi dan nomenklatur. Klasifikasi
adalah pengelompokan orgenisme dalam suatu sistem menurut kategori tertentu. Setiap
kategori mengandung sejumlah organism dengan sifat-sifat yang sama dan mempunyai tetua
yang sama.
          Kunci determinasi (identifikasi) merupakan cara analitis buatan yang memungkinkan
pengenalan tumbuh-tumbuhan berdasarkan sifat-sifat yang penting dengan jalan memilih di
antara sifat-sifat yang dipertentangkan, mana yang sesuai (digunakan) dan mana yang tidak
sesuai ( tidak digunakan).
          Beberapa syarat kunci determinasi yang baik menurut Vogel (1989) antara lain:1. Ciri
yang dimasukkan mudah diobservasi, karakter internal dimasukkan bila sangat penting.2.
Menggunakan karakter positif dan mencakup seluruh variasi dalam grupnya.3. Deskripsi
karakter dengan istilah umum yang dimengerti orang.4. Menggunakan kalimat sesingkat
mungkin, hindari deskripsi dalam kunci.5. Mencantumkan nomor couplet.6. Mulai dari ciri
umum ke khusus, bawah ke atas.
          Taksonomi dapat dikatakan sebagai ilmu yang paling tua dibandingkan dengan ilmu-
ilmu lainnya, taksonomi dipastikan telah digunakan semenjak adanya kehidupan manusia.
Walaupun taksonomi itu berdasarkan manfaat atau kegunaan tanaman tersebut bagi mereka.
          Herbarium adalah material tumbuhan yang sudah diawetkan, baik kering maupun
basah dan sudah diberi label. Herbarium juga di artikan tempat penyimpanan material
tumbuhan yang sudah diawetkan. Herbarium merupakan alat yang sangat penting untuk studi
taksonomi, karena herbarium merupakan alat yang terbaik dari gambar yang ada di flora.

3.2  Saran
Dalam segala hal mungkin selalu ada kekeliruan setiap melaksanakan suatu
perbuatan. Begitu juga dalam penulisan makalah ini, kami juga menyadari bahwa masih
banyak kekeliruan dan mungkin juga kekurangannya. Baik dari segi penulisan maupun isi
dari makalah ini. Untuk itu kami sangat mengharapkan saran maupun kritik yang
membangun.

Penilaian, Pengukuran, dan Evaluasi


Posted by Hadi Susanto on 29 Mei 2013
Posted in: Pembelajaran. 22 Komentar
A.    Pendahuluan

Ada tiga istilah yang sering digunakan dalam evaluasi, yaitu tes, pengukuran, dan penilaian.
(test, measurement, and assessment). Tes adalah salah satu cara untuk menaksir besarnya
kemampuan seseorang secara tidak langsung, yaitu melalui respons seseorang terhadap
stimulus atau pertanyaan (Djemari Mardapi, 2008: 67). Tes merupakan salah satu alat untuk
melakukan pengukuran, yaitu alat untuk mengumpulkan informasi karakteristik suatu objek.
Objek ini bisa berupa kemampuan peserta didik, sikap, minat, maupun motivasi. Respons
peserta tes terhadap sejumlah pertanyaan menggambarkan kemampuan dalam bidang tertentu.
Tes merupakan bagian tersempit dari evaluasi.

Pengukuran (measurement) dapat didefinisikan sebagai the process by which information about


the attributes or characteristics of thing are determinied and differentiated (Oriondo,1998: 2).
Guilford mendefinisikan pengukuran dengan assigning numbers to, or quantifying, things
according to a set of rules (Griffin & Nix, 1991: 3). Pengukuran dinyatakan sebagai proses
penetapan angka terhadap individu atau karakteristiknya menurut aturan tertentu (Ebel & Frisbie.
1986: 14). Allen & Yen mendefinisikan pengukuran sebagai penetapan angka dengan cara yang
sistematik untuk menyatakan keadaan individu (Djemari Mardapi, 2000: 1). Dengan demikian,
esensi dari pengukuran adalah kuantifikasi atau penetapan angka tentang karakteristik atau
keadaan individu menurut aturan-aturan tertentu.  Keadaan individu ini bisa berupa kemampuan
kognitif, afektif dan psikomotor. Pengukuran memiliki konsep yang lebih luas dari pada tes. Kita
dapat mengukur karakateristik suatu objek tanpa menggunakan tes, misalnya dengan
pengamatan, skala rating atau cara lain untuk memperoleh informasi dalam bentuk kuantitatif.

Penilaian (assessment) memiliki makna yang berbeda dengan evaluasi. Popham (1995: 3)
mendefinisikan asesmen dalam konteks pendidikan sebagai sebuah usaha secara formal untuk
menentukan status siswa berkenaan dengan berbagai kepentingan pendidikan. Boyer & Ewel
mendefinisikan asesmen sebagai proses yang menyediakan informasi tentang individu siswa,
tentang kurikulum atau program, tentang institusi atau segala sesuatu yang berkaitan dengan
sistem institusi. “Processes that provide information about individual students, about curricula or
programs, about institutions, or about entire systems of institutions” (Stark & Thomas,1994: 46).

Berdasarkan berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa assessment atau penilaian dapat


diartikan sebagai kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran. Evaluasi memiliki makna yang
berbeda dengan penilaian, pengukuran maupun tes. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
bahwa,

Evaluation is the process of delineating, obtaining, and providing descriptive and judgmental
information about the worth and merit of some object’s goals, design, implementation, and
impact in order to guide decision making, serve needs for accountability, and promote
understanding of the involved phenomena (Stufflebeam dan Shinkfield. 1985: 159).

Evaluasi merupakan suatu proses menyediakan informasi yang dapat dijadikan sebagai
pertimbangan untuk menentukan harga dan jasa (the worth and merit) dari tujuan yang dicapai,
desain, implementasi dan dampak untuk membantu membuat keputusan, membantu
pertanggung jawaban dan meningkatkan pemahaman terhadap fenomena. Menurut rumusan
tersebut,  inti dari evaluasi adalah penyediaan informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam mengambil keputusan.

Komite Studi Nasional tentang Evaluasi (National Study Committee on Evaluation) dari UCLA
(Stark & Thomas, 1994: 12), menyatakan bahwa : Evaluation is the process of ascertaining the
decision of concern, selecting  appropriate information, and collecting and analyzing information
in order to report summary data useful to decision makers in selecting among
alternatives. Evaluasi merupakan suatu proses atau kegiatan pemilihan, pengumpulan, analisis
dan penyajian informasi yang sesuai untuk mengetahui sejauh mana suatu tujuan program,
prosedur, produk atau strategi yang dijalankan telah tercapai, sehingga bermanfaat bagi
pengambilan keputusan serta dapat menentukan beberapa alternatif keputusan untuk program
selanjutnya.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan proses yang
sistematis dan berkelanjutan untuk mengumpulkan, mendeskripsikan, mengintepretasikan dan
menyajikan informasi untuk dapat digunakan sebagai dasar membuat keputusan dan atau
menyusun kebijakan. Adapun tujuan evaluasi adalah untuk memperoleh informasi yang akurat
dan objektif tentang suatu program. Informasi tersebut dapat berupa proses pelaksanaan
program, dampak/hasil yang dicapai, efisiensi serta pemanfaatan hasil evaluasi yang difokuskan
untuk program itu sendiri, yaitu untuk mengambil keputusan apakah dilanjutkan, diperbaiki atau
dihentikan. Selain itu, juga dipergunakan untuk kepentingan penyusunan program berikutnya
maupun penyusunan kebijakan yang terkait dengan program.

B.     Penilaian

Istilah penilaian sebagai terjemahan dari “Evaluation” jika dalam kepustakaan lain digunakan
istilah assesmen, appraisal, sebagai panduan akan digunakan sebuah definisi yang berasall dari
Benjamin S. Bloom dalam bukunya Handbook or Formative and Summative Evaluation of
Student Learning dikatakan bahwa Evaluation, as we see it, is the systimatic collection of
evidence to determine whither infact certain changes are taking place in the learns as well as to
determine the a mount or degree of change in individual students.

Dari definisi di atas yang perlu diperhatikan adalah bahwa dalam melakukan penilaian harus
yakin bahwa pendidikan dapat membawa perubahan pada diri anak didik karena ada dua hal
yang harus dilakukan yaitu : mengumpulkan bukti-bukti yang cukup untuk kemudian dijadikan
dasar penetapan ada tidaknya perubahan, dan derajat perubahan yang terjadi. Bukti-bukti yang
dikumpulkan dapat bersifat kuantitatif, membagi hasil pengukuran berbentuk angka misalnya dari
testing, pemberian tugas penampilan (performance), kertas kerja, laporan tugas lapangan dan
lain-lain.

Bukti dapat pula bersifat kualitatif, tidak berbentuk bilangan, melainkan hanya menunjukkan
kualifikasi hasil belajar seperti baik sekali, sedang, rajin, cermat dan lain-lain. Bukti-bukti
kuantitatif maupun kualitatif yang dikumpulkan, seharusnya memenuhi persyaratan tertentu agar
dijadikan dasar pengambilan keputusan adanya perubahan perilaku dan derajat perubahannya
secara adil dan objektif. Pengambilan keputusan selalu dipengaruhi oleh value judgment, karena
itu peran bukti-bukti penilaian tersebut tidak bisa diabaikan, demi kepentingan semua siswa.

Penilaian adalah hasil pengukuran dan penentuan pencapaian hasil belajar, sementara evaluasi
adalah penentuan nilai suatu program dan penentuan pencapaian tujuan suatu program. Adapun
tujuan penilaian meliputi: 1) menilai kemampuan individual melalui tugas tertentu, 2) menentukan
kebutuhan pembelajaran, 3) membantu dan mendorong siswa, 4) membantu dan mendorong
guru untuk mengajar yang lebih baik, 5) menentukan strategi pembelajaran, 6) akuntabilitas
lembaga, dan 7) meningkatakan kualitas pendidikan

Depdiknas (2004:23) mengemukakan penilaian adalah suatu proses sistematis yang


mengandung pengumpulan informasi, menganalisis dan menginterpretasi informasi tersebut
untuk membuat keputusan keputusan. Menegaskan pendapat di atas, Hamalik (2003:210)
mengemukakan bahwa penilaian adalah suatu proses berkelanjutan tentang pengumpulan dan
penafsiran informasi untuk menilai (assess) keputusan-keputusan yang dibuat dalam merancang
suatu sistem pengajaran. Sedangkan Arikunto (1997:3) mengemukakan bahwa penilaian dalam
pendidikan adalah kegiatan menilai yang terjadi dalam kegiatan pendidikan atau sekolah.

Guru ataupun pengelola pengajaran mengadakan penilaian dengan maksud melihat apakah
usaha yang dilakukan melalui pengajaran sudah mencapai tujuan. Sementara itu,
menurut Angelo (1991): Classroom Assessment is a simple method faculty can use to collect
feedback, early and often, on how well their students are learning what they are being
taught (artinya: asesmen kelas adalah suatu metode yang sederhana dapat digunakan untuk
mengumpulkan umpan balik, baik di awal maupun setelah pembelajaran tentang seberapa baik
siswa mempelajari apa yang telah diajarkan kepada mereka.)

Kizlik, Bob (2009): Assessment is a process by which information is obtained relative to some


known objective or goal. Assessment is a broad term that includes testing. A test is a special
form of assessment. Tests are assessments made under contrived circumstances especially so
that they may be administered. In other words, all tests are assessments, but not all
assessments are tests (artinya : asesmen adalah suatu proses di mana informasi diperoleh
berkaitan dengan tujuan pembelajaran. Asesmen adalah istilah yang luas yang mencakup tes
(pengujian). Tes adalah bentuk khusus dari asesmen. Tes adalah salah satu bentuk asesmen.
Dengan kata lain, semua tes merupakan asesmen, namun tidak semua asesmen berupa tes)
Overton, Terry (2008): Assesment is a process of gathering information to monitor progress and
make educational decisions if necessary. As noted in my definition of test, an assesment may
include a test, but also include methods such as observations, interview, behavior monitoring,
etc, (artinya: sesmen adalah suatu proses pengumpulan informasi untuk memonitor kemajuan
dan bila diperlukan pengambilan keputusan dalam bidang pendidikan. Sebagaimana disebutkan
dalam definisi saya tentang tes, suatu asesmen bisa saja terdiri dari tes, atau bisa juga terdiri
dari berbagai metode seperti observasi, wawancara, monitoring tingkah laku, dan sebagainya).

Palomba and Banta(1999), Assessment is the systematic collection , review , and use of


information about educational programs undertaken for the purpose of improving student
learning and development (Artinya: asesmen adalah pengumpulan, reviu, dan penggunaan
informasi secara sistematik tentang program pendidikan dengan tujuan meningkatkan belajar
dan perkembangan siswa). Sebagai salah satu bagian yang penting dalam rangkaian proses
pendidikan dan pengajaran, dapat dikatakan semua kegiatan pendidikan dan pengajaran baik
tidaknya di tentukan oleh penilaian, dan tentunya di dalam prakteknya tidak melihat hasil baiknya
saja tetapi juga harus melihat kriteria atau hal-hal yang perlu di perhatikan dalam penilaian,
antara lain :

 Penilaian harus mencakup tiga aspek kemampuan, yaitu pengetahuan dan sikap.
 Menggunakan berbagai cara penilaian pada waktu kegiatan belajar sedang berlangsung
 Pemilihan alat dan jenis penilaian berdasarkan rumusan tujuan pembelajaran
 Mengacu pada tujuan dan fungsi penilaian,misal pemberian umpan balik,memberikan
laporan pada orang tua,dan pemberian informasi pada siswa tentang tingkat keberhsilan
belajarnya.
 Alat penilaian harus mendorong kemapuan penalaran dan kreativitas siswa, misalnya tes
tertulis uraian, portofolio, hasil karya siswa,observasi dan lain-lain.
 Penilaian dapat dilakukan melalui tes dan non tes.
 Mengacu pada prinsip diferensiasi,yakni memberikan peluang kepada siswa untuk
menunjukkan apa yang diketahui, yang dipahami, dan mampu dilakukannya.
 Tidak bersifat diskriminasi, yakni untuk memilih-milih mana siswa yang berhasil dan
mana yang gagal dalam menerima pembelajaran (Depdiknas,2003 : 37)

Ahli lain mengatakan bahwa penilaian adalah suatu kegiatan untuk membuat keputusan tentang
hasil pembelajaran dari masing-masing siswa, serta keberhasilan siswa dalam kelas secara
keseluruhan. Penilaian juga merupakan indikator keberhasilan guru dalam proses pembelajaran
(Supratiningsih dan Suharja, 2006).
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian dapat diartikan sebagai
proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu (tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk-kerja,
proses, orang, objek, dan yang lain). Alat penilaian yang baik adalah yang mampu mengukur
keberhasilan proses pendidikan secara tepat dan akurat. Berikut ini dipaparkan syarat-syarat alat
penilaian yang baik.

1.     Kesahihan (validity)

Kesahihan (validity) adalah ketepatan alat penilaian dalam mengukur tingkat keberhasilan
pencapaian tujuan pembelajaran. Kesahihan suatu alat penilaian dapat ditinjau dari empat sisi,
yaitu (a) kesahihan isi (content validation), (b) kesahihan konstruksi (construction validity), (c)
kesahihan yang ada sekarang (concurrent validity), dan (d) kesahihan prediksi (prediction
validity) (Arikunto, 1990). Penentuan kesahihan suatu alat penilaian juga  dipengaruhi oleh faktor
penskoran, faktor respon siswa, dan faktor pengadministrasiannya.

2.     Keterandalan (reliability)

Keterandalan (reliability) biasanya disebut juga dengan keajegan atau konsistensi. Keterandalan
suatu alat penilaian penting untuk diperhatikan. Faktor yang mempengaruhi tingkat reliabilitas
suatu alat penilaian: (1) jika alat penilaian yang diberikan kepada siswa terlalu mudah, terlalu
sukar, atau tidak jelas, maka akan berpeluang memberikan skor yang tidak handal, (2) jika siswa
peserta penilaian tersebut memiliki karakteristik yang terlalu beragam, maka hal ini juga
berpeluang memberikan skor yang tidak handal, (3) jika standar penilaian yang digunakan guru
pada masing-masing pelaksanaan kegiatan penilaian tidak seragam, maka skor yang dihasilkan
pun tidak handal, (4) jika jumlah soal yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa terlalu
sedikit, maka hal ini berpeluang memberikan skor yang tidak handal. Alasannya, jumlah soal
yang tersedia tidak mampu menjaring secara lengkap pengetahuan siswa.

3.     Kepraktisan

Kepraktisan dalam menyusun suatu alat penilaian penting untuk diperhatikan. Alat penilaian
yang praktis dapat membantu guru dalam menyiapkan, menggunakan, dan menginterpretasikan
hasil penilaian. Kepraktisan ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yaitu penskoran, kemudahan
dalam mengadministrasikan, waktu, dan bentuk alat penilaian.

C.     Jenis Penilaian
Penilaian kompetensi dasar dilakukan berdasarkan indikator-indikator pencapain kompetensi
yang memuat satu ranah atau lebih (kognitif, afektif, dan psikomotorik). Berkaitan dengan ranah
kognitif yaitu kemampuan berpikir, yang mencakup kemampuan intelektual, mulai dari
kemampuan mengingat sampai dengan kemempuan memecahkan masalah. Taxonomy
Cognitive Bloom (Bloom, Englehert, furst, Hill, kwathwohl ’56 ) menjelaskan bahwa ada enam
tingkat kognitif berpikir yaitu :

 Pengetahuan (Knowledge) kemampuan mengingat misalanya : nama ibu kota, rumus.


 Pemahaman (Comprehension), kemampuan memahami misalnya :menyimpulkan suatu
paragraph.
 Aplikasi (Aplication), kemampuan penerapan misalnya : menggunakan suatu informasi /
pengetahuan yang diperolehnya untuk memecahkan suatu masalah.
 Analisis (Analysis) kemampuan menganalisis suatu informasi yang luas menjadi bagian-
bagian kecil.
 Sintesis (Synthesis) kemampuan menggabungkan beberapa informasi menjadi suatu
kesimpulan 
 Evaluasi (Evaluation) kemampuan mempertimbangkan mana yang baik dan mana yang
buruk dan memutuskan untuk mengambil tindakan tertentu. (Mulyasa, 2004:25).

Adapun penilaian dalam kurikulum 2006 yang seringkali dipakai saat ini yaitu penilaian
portofolio. Terdapat tiga pengertian portofolio, yaitu sebagai wujud benda fisik, proses
sosial pedagogis, dan sebagai adjective. Sebagai wujud benda fisik, portofolio berati kumpulan
hasil pekerjaansiswa yang disimpan dalam suatu bandel, seperti hasil pre test, tugas-tugas,
catatan, piagam-piagam penghargaan, hasil post test dan sebagainya. Sebagai proses social
pedagogis, portofolio berarti collection of learning experiences yang terdapat dalam diri siswa
baik berupa pengetahuan, ketrampilan, maupun nilai. Sedangkan sebagai adjective, portofolio
biasa diartikan sebagi portofolio based learning dan portofolio based assessment.

Portofolio dalam KTSP dapat diartikan sebagai kumpulan hasil karya seorang siswa, sebagai
hasil pelaksanaan tugas kinerja, yang ditentukan oleh guru atau oleh siswa bersama guru,
sebagai bagian dari usaha mencapai tujuan belajar, atau mencapai kompetensi yang ditentukan
dalam kurikulum. Portofolio dapat digunakan sebagai instrumen penilaian atau salah satu
komponen dari instrumen penilaian untuk menilai kompetensi siswa, atau menilai hasil belajar
siswa.

Sebagai instrumen penilaian. portofolio difokuskan pada dokumen tentang kerja siswa yang
produktif, yaitu ‘bukti’ tentang apa yang dapat dilakukan oleh siswa, bukan apa yan tidak dapat
dikerjakan (dijawab atau dipecahkan) oleh siswa. Bagi guru, portofolio menyajikan wawasan
tentang banyak segi perkembangan siswa dalam belajarnya: cara berpikirnya, pemahaman atas
pelajaran yang bersangkutan, kemampuannya mengungkapkan gagasan-gagasannya, sikapnya
terhadap mata pelajaran yang bersangkutan, dan sebagainya. Portofolio penilaian bukan
sekedar kumpulan hasil kerja siswa, melainkan kumpulan hasil siswa dari kerja yang disengaja
diperbuat siswa untuk menunjukkan bukti tentang kompetensi, pemahaman dan capaian siswa
dalam mata pelajaran tertentu. Portofolio juga merupakan kumpulan informasi yang perlu
diketahui oleh guru sebagai bahan pertimbangan dlam menentukan langkah-langkah perbaikan
pembelajaran, atau peningkatan belajar siswa.

Berkaitan dengan ranah afektif, hasil belajar menurut Bloom (1976) mencakup prestasi belajar,
kecepatan belajar, dan hasil afektif. Anderson (1981) sependapat dengan Bloom bahwa
karakteristik manusia meliputi cara yang tipikal dari berpikir, berbuat dan perasaan. Tipikal
berpikir berkaitan degan ranah kognitif, tipikal berbuat berkaitan dngan ranah psikomotorik, dan
tipikal perasaan berkaitan dengan ranah afektif. Ketiga ranah tersebut merupakan karakteristik
manusia dan dalam bidang pendidikan ketiga ranah tersebut merupakan hasil belajar
(Depdiknas, 2004:30).

Untuk mencapai hasil belajar yang optimal, guru dalam merancang program pembelajaran dan
pengalaman belajar peserta didik harus memperhatikan karakteristik afektif peserta didik.

1.      Peringkat Ranah Afektif

Menurut Krathwohl (1961) bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif mempunyai komponen
afektif. Dalam pembelajaran sains misalnya didalamnya ada komponen sikap ilmiah. Sikap
ilmiah adalah komponen afektif (Depdiknas, 2004:7). Selanjutnya Kwathwohl membagi peringkat
ranah afektif meliputi:

a.      Peringkat Receiving

Pada peringkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan memperhatikan suatu
fenomena khusus atau stimulus , misalnya kelas, kegiatan, musik, buku, dll. Tugas guru adalah
mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif
(Depdiknas, 2004:12). Misalnya guru mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku,
senang bekerjasama, dan sebagainya, kesenangan ini akan menjadi kebiasaan.

c.     Peringkat Responding
Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari perilakunya.
Pada peringkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga
bereaksi. Hasil pembelajaran pada daerah ini menekankan pada pemerolehan respons, atau
kepuasan dalam memberi respon. Peringkat yang tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-
hal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktifitas khusus. Misalnya
membaca buku, sengan bertanya, senang membantu, dan sebagainya.

c.      Peringkat Valuing

Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajad
internalisasi dan komitmen. Derajad rentangnnya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya
keinginan untuk meningkatkan ketrampilan, sampai pada tingkat tingkat komitmen. Valuing atau
penilaian berbasis pada internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada
peringkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stsbil agar nilai dikenal secara
jelas. Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi.

d.     Peringkat organisasi

Pada peringkat ini, nilai satu dengan nilai yang lain dikaitkan dan konflik antar nilai diselesaikan,
dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil pembelajaran pada peringkat
ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai, misalnya pengembangan filsafat
hidup.

e.      Peringkat Characterization

Peringkat ranah afektif yang apaling tinggi adalah characterization nilai. Pada peringkat ini
peserta didik memilik sistem nilai mengendalikan perilaku sampai pada suatu waktu tertentu
hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada peringkat ini berkaitan dengan pribadi,
emosi, sosial.

2.      Karakteristik ranah afektif

Ada lima tipe karakteristik afektif yaitu ;

a.     Sikap

Sikap menurut Fishbein dan Ajzen (1975) adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk
merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep atau orang. Objek
sekolah adalah sikap peserta didik terhadap sekolah dan mata pelajaran, ranah sikap ini penting
untuk dikembangkan (Depdiknas, 2004: 16).

b.     Minat

Menurut Getzel (1966) minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang
mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan ketrampilan
untuk tujuan perhatian atau pencapaian(Depdiknas, 2004:16). Hal penting pada minat adalah
intensitasnya, secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.

c.     Konsep diri

Menurut Smith konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan
eklemahan yang dimilikinya. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti
ranah afektif lainnya (Depdiknas, 2004:17).

d.     Nilai

Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan yang dalam tentang perbuatan,
tindakan atau perilaku, yang diannggap baik dan jelek. Sikap mengacu pada suatu organisasi
sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan
(Depdiknas, 2004:17) Target nilai cenderung menjadi ide, target juga dapat berupa sesuatu
seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif, sedangkan intensitas nilai
dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu.

e.     Moral

Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral anak, namun
mengabaikan masalah hubungan antara judgment moral dan tindakan moral. Moral berkaitan
dengan perasaan salah satu atau benar terhadap kebahagiaan orang lain. Perasaan terhadap
tindakan yang dilakukan diri sendiri, moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama
seseorang.

Berkaitan dengan psikomotorik menurut Sax Mardapi ketrampilan psikomotorik ada enam
peringkat yaitu gerakan refleks, gerakan dasar, kemampuan konseptual,gerakan fisik, gerakan
trampil dan komunikasi nondiskursif. Gerakan refleks adalah respon motor atau gerak tanpa
sadar yang muncul ketika bayi lahir. Gerakan dasar adalah gerakan yang mengarah pada
ketrampilan komplek yang khusus. Kemampuan perceptual adalah kombinasi kemampuan
kognitif dan motor atau gerak. Kemampuan fisik adalah kemampuan untuk mengembangkan
gerakan yang paling terampil. Gerakan terampil adalah gerakan yang memerlukan belajar.
Komunikasi nondiskursip adalah kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan gerakan.

Dave (1967) mengatakan bahwa hasil belajar psikomotor dapat dibedakan menjadi lima
perangkat yaitu : imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi, dan naturalisasi (Depdiknas, 2004:9).
Imitasi adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana dan sama persis dengan yang dilihat
atau diperhatikan sebelumnya. Manipulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana
yang belum pernah dilihatnya berdasarkan pada pedoamn atau petunjuknya. Kemampuan
tingkat presisi adalah kemampuan melakukan kegiatan yang akurat sehingga mampu
menghasilkan produk kerja yang presisi. Kemampuan pada tingkat artikulasi adalah kemampuan
melakukan kegiatan komplek dan presisi sehingga produk kerjanya merupakan sesuatu yang
utuh. Kemampuan pada tingkat naturalisai adalah kemampuan melakukan kegiatan secara
refleks, yakni kegiatan yang melibatkan fisik saja sehingga efektifitas tinggi.

3.     Pembelajaran psikomotorik

Menurut Ebel (1972) ada kaitan erat antara tujuan yang akan dicapai, metode pembelajaran, dan
evaluasi yang akan dilaksanakan (Depdiknas,2004:12). Oleh karena ada sedikit perbedaan titik
berat tujuan pembelajaran psikomotorik dan kognitif maka strategi pembelajarannya juga sedikit
berbeda. Pembelajaran ketrampilan akan efektif bila dilakukan dengan menggunakan prinsip
belajar sambil mengerjakan (learning by doing).

4.     Evaluasi hasil belajar psikomotorik

Menilai hasil belajar psikomotorik / hasil belajar ketrampilan itu dapat diukur melalui (1)
pengamatan langsung serta penilaian tingkah laku sisiwa selama proses belajar mengajar
praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes
kepada siswa untuk mengukur pengetahuan, ketrampilan, dan sikap, dan (3) beberapa waktu
sesudah pelajaran selesai dana kelak dalam lingkungan kerjanya.

Sementara itu Leghbody (1968) berpendapat bahwa dalam melakukan penilaian hasil belajar
ketrampilan sebaiknya penilaian itu mencakup : (1) kemampuansiswa menggunakan alat dan
sikap kerja, (2) kemampuan siswa menganalisis suatu pekerjaan, menyususn urut-urutan
pengerjaan, (3) kecepatan siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya, (4)
kemampuan siswa dalam membaca gambar dan simbol, dan (5) keserasian bentuk dengan yang
diharapkan dan atau ukuran yang telah ditentukan.
5.     Jenis instrumen psikomotor

Untuk melakukan pengukuran hasil belajar ranah psikomotor, ada dua hal yang perlu dilakukan
oleh guru yaitu: (1) membuat soal, dan (2)membuat instrumen untuk mengamati jawaban siswa.

6.     Konstruksi instrumen

Sama halnya dengan soal untuk ranah kognitif, soal untuk ranah psikomotor juga harus
mengacu pada standar kompetensi yang sudah dijabarkan menjadi kompetensi dasar.stiap butir
standar kompetensi dijabarkan menjadi 3 sampai 6 butir kompetensi dasar, setiap butir
kompetensi dasar dapat dibarkan menjadi 3 sampai 6 indikator, dan setiap indikator harus dapat
dibuat lebih dari satu butir soal. Namun ada kalanya satu butir soal ranah psikomotor terdiri dari
beberapa indikator.

7.     Penyusunan rancangan penilaian

Sebaiknya guru merancang secara tertulis rapi system penilaian yang akan dilakukan selama
satu semester. Rancangan penilaian ini sifatnya terbuka, sehingga guru lain dan kepala sekolah
bias atau boleh melihatnya.

8.     Penilaian ranah psikomotor

Penilaian dapat dibedakan menjadi dua yaitu penilai nkelas dan penilaian berkala. Penilaian
kelas adalah penilain yang dilaksanakan secara terpadu dengan kegiatan pembelajaran. Dengan
demikian untuk ranah psikomotorik penilaian ini dilakukan dengan cara mengamati siswa setiap
mereka belajar, mengerjakan tugas dan menjawab ujian harian.

Penilain berkala adalah penilaian yang dilakukan secara berkala tidak terus menerus. Penilaian
ini dilakukan setelah siswa belajar sampai dengan penguasaan kompetensi dasar, dengan
demikian ada kemungkinan pelaksanaan tes blok mata pelajaran tertentu tidak bersamaan
waktunya dengan tes blok mata pelajaran lainnya. Oleh kerana itu, hasil laporan hasil belajar
siswa harus dinyatakan dalam ketiga ranah tersebut Laporan hasil belajar siswa dapat berupa
raport dan hasil belajar siswa sebaiknya juga dilaporkan ke masyarakat, yang dapat berupa
laporan pengembangan prestasi akademik sekolah yang ditempelkan ditempat pengumuman
sekolah. Untuk itu terdapat beberapa jenis penilaian yang perlu diberikan sesuai dengan
kompetensi yang akan dinilai (Depdiknas,2003 : 10 ).

1.     Penilaian unjuk kerja


Merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam
melakukan sesuatu. Penilaian ini cocok digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang
menuntut peserta didik menunjukkan unjuk kerja, misal kemampuan berbicara, peserta didik
dapat diamati dengan cara diskusi, bercerita dan melakukan wawancara.

2.     Penilaian sikap

Merupakan penilaian yang dilakukan dengan melihat ekspresi dari nilai-nilai yang dimiliki oleh
seseorang. Misalnya penilaian sikap peserta didik terhadap materi pelajaran, terhadap proses
pembelajaran, dan penilaian sikap yang berhubungan dengan kompetensi afektif lintas kurikulum
yang relevan dengan mata pelajaran.

3.     Penilaian tertulis

Penilaian ini dilakukan dengan tes tertulis yaitu dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada
peserta didik dalam bentuk tulisan. Misal dengan soal yang memilaih jawaban (pilihan ganda,
benar salah, menjodohkan).dan dengan mensuplai jawaban (isian, soal uraian).

4.     Penilaian proyek

Merupakan penilaian terhadap sutu tugas yang harus diselesaikan dalam periode tertentu. Misal
kemampuan peserta didik dalam memilih topik dan mencari informasi serta dalam mengelola
waktu pengumpulan data dan penulisan laporan.

5.     Penilaian produk

Penilaian terhadap keterampilan dalam membuat suatu produk tersebut. Misal kemampuan
peserta didik dalam membuat produk teknologi dan seni seperti hail karya seni dan lain-lain.

6.     Penilaian portofolio

Merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang


menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. Misalnya
hasil pekerjaan dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik oleh peserta didiknya, hasil tes
(bukan nilai).

7.     Penilaian diri
Penilaian dimana subjek yang ingin dinilai diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan
status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran
tertentu. Penilaian ini dapat digunakan dalam menilai berbagai aspek yang berkaitan dengan
kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor.

Dalam penilaian aspek kognitif misalnya, peserta didik diminta untuk menilaipenguasan
pengetahuan dan keterampilan berpikir sebagai hasil belajar dalam mata pelajaran tertentu.
Dalam penilaian aspek afektif misalnya, peserta didik diminta untuk membuat tulisan yang
memuat curahan perasaannya terhadap suatu obyek sikap tertentu. Dan dalam penilaian pada
aspek psikomotor misalnya, peserta didik diminta untuk menilai kecakapan / keterampilan yang
telah dikuasainya sebagi hasil belajar berdasarkan acuan / kriteria yang telah disiapkan.

Selain jenis penilaian diatas Nurhadi (2004:162 ) mengemukakan bahwa jenis penilaian dibagi
menjadi lima yaitu :

 Penilaian kelas, Penilaian yang dilakukan oleh guru untuk mengetahui kemajuan dan
hasil belajar siswa, mendiagnosa kesulitan belajar, memberikan umpan balik / perbaikan proses
belajar mengajar, dan penentuan kenaikan kelas. Penilaian kelas terdiri atas ulangan harian,
pemberian tugas dan ulangan umum.
 Tes kemampuan dasar, dilakukan untuk mengetahui kemampuan membaca, menulis,
dan berhitung yang diperlukan dalam rangka memperbaiki program pembelajaran.
 Penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi, dilakukan untuk mendapatkan
gambaran secara utuh pencapaian ketuntasan belajar siswa dalam satuan waktu tertentu
 Benchmarking, penilaian terhadap proses dan hasil untuk menuju ke suatu keunggulan
yang memuaskan.
 Penilaian program, dilakukan secara berkala dan terus menerus oleh Departemen
Pendidikan Nasional, dan Dinas Pendidikan, untuk mengetahui kesesuaian kurikulum dengan
dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, serta kesesuaiannya dengan tuntutan
perkembangan yang terjadi dalam masyarakat.

Sedangkan mengenai jenis penilaian Hamalik (2003:212) juga menyatakan bahwa jenis
penilaian ada empat yaitu :

 Penilaian sumatif yakni untuk menentukan angka kemajuan hasil belajar para siswa.
 Penilaian penempatan yaitu menempatkan para siswa dalam situasi belajar mengajar
yang serasi.
 Penilaian diagnostik untuk membantu para siswa mengatasi kesulitankesulitan belajar
yang mereka hadapi.
 Penilaian formatif yang berfungsi untuk memperbaiki proses belajar mengajar.

D.     Tujuan Penilaian

Sebagaimana tersebut di muka, kita mengenal tujuan umum evaluasi secara umum, ialah untuk
mengetahui ada atau tidaknya perubahan pada diri siswa, serta tingkat perubahan yang
dialaminya. Tetapi sebenarnya hal tersebut baru merupakan sebagian tujuan penilaian. Tujuan
atau fungsi penilaian siswa di sekolah pada dasarnya dapat digolongkan ke dalam empat
kategori :

1. Untuk mendapatkan umpan balik (feed back) kepada guru sebagai dasar untuk
memperbaiki proses belajar-mengajar dan mengadakan remidial program bagi siswa.
2. Untuk menemukan angka kemajuan atau hasil belajar masing-masing siswa yang antara
lain diperlukan untuk pemberian laporan kepada orang tua, penentuan kenaikan kelas dan
penentuan lulustidaknya siswa.
3. Untuk menempatkan siswa dalam situasi belajar mengajar yang tepat sesuai dengan
kemampuan atau karakteristik lainnya yang dimiliki siswa.
4. Untuk mengenal latar belakang (psikologi, fisik dan lingkungan) siswa yang mengalami
kesulitankesulitan belajar, yang hasilnya dapat digunakan sebagai dasar dalam memecahkan
kesulitan-kesulitan tersebut.

Sehubungan dengan ke empat tujuan tersebut maka selanjutnya penilaian siswa di sekolah
dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu :

1. Penilaian Formatif : yang ditujukan untuk memperbaiki proses belajarmengajar (fungsi


pertama).
2. Penilaian Sumatif : ditujukan untuk keperluan menentukan angka kemajuan aat hasil
belajar siswa (fungsi kedua).
3. Penilaian Penempatan (placement) : ditujukan untuk menempatkan siswa dalam situasi
belajar-mengajar atau program pendidikan yang sesuai (fungsi ketiga).
4. Penilaian Diagnostik : guna membantu memecahkan kesulitan-kesulitan belajar yang
dialami oleh siswa-siswa tertentu (fungsi ke empat).

Jenis penilaian formatif dan penilaian sumatif menjadi tanggung jawab guru, sedangkan
penilaian penempatan dan penilaian diagnostik lebih merupakan tanggung jawab petugas
bimbingan dan penyuluhan. Depdiknas (2003:9) merinci tujuan penilaian menjadi tujuh yaitu:
1. Mengetahui tingkat pencapaian kompetensi
2. mengukur pertumbuhan dan perkembangan siswa
3. Mendiagnosis kesulitan belajar siswa
4. Mengetahui hasil pembelajaran
5. Mengetahui pencapaian kurikulum
6. Mendorong siswa belajar
7. Mendorong guru untuk mengajar lebih baik

Selain tujuan penilaian di atas ada pendapat lain yang mengemukakan tujuan penilaian, yaitu
menurut Arikunto (1997:9) bahwa tujuan penilaian ada empat yaitu :

1. Tujuan selektif, yaitu untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu, untuk
memilih siswa yang dapat naik ke kelas atau tingkat berikutnya, untuk memilih siswa yang
seharusnya mendapat beasiswa, untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan
sekolah.
2. Tujuan diagnostik, guru mengadakan diagnosa kepada siswa tentang kebaikan dan
kelemahannya, dengan diketahui sebab- sebab kelemahan ini maka akan lebih mudah mencari
cara untuk mengatasinya.
3. Tujuan penempatan, Dengan keterbatasan sarana dan tenaga, pendidikan, yang bersifat
individual kadang-kadang sukar sekali dilaksanakan, maka dengan pendekatan ini akan dapat
melayani perbedaan kemampuan dengan pengajaran secara kelompok, untuk menentukan
dengan pasti dikelompok mana seseorang siswa harus ditempatkan maka digunakan suatu
penilaian.
4. Tujuan mengukur keberhasilan, yaitu untuk mengetahui sejauh mana suatu program
berhasil diterapkan.

Dalam hubungannya dengan penilaian pendidikan dilakukan untuk :

1. Mengetahuai status siswa. Agar diketahui status siswa saat tertentu berada, apakah
memperpleh kemajuan atau tidak dalam mengikuti pembelajaran dan hasil evaluasi oleh guru
yang bias menjawabnya.
2. Mengadakan seleksi. Hasil penilaian bertujuan untuk memilih siswa yang dapat mewakili
sekolah dalam suatu lomba.
3. Mengetahui prestasi siswa. Agar diketahui prestasi atau pengetahuan yang dicapai siswa
guru haruslah mengadakan penilaian.
4. Mengetahui kelemahan dan kesulitan siswa. Atas dasar penilaian yang dilakukan guru,
maka akan diketahiui latar belakang siswa yang mengalami kelemahan dan kesulitan belajar.
5. Mengadakan pengelompokan. Siswa dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil
yang homogen agar memudahkan dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Umumnya
pengelompokamn ini didasarkan pada tingkat kemampuan dan keterampilan, usia, jenis kelamin,
dan minat.
6. Memberi motivasi siswa, Dengan demikian diketahui hasil belajar yang dicapi dan sikap
siswa akan menjadi pendorong terhadap siswa itu untuk belajar lebih giat.
7. Penempatan siswa. Untuk menempatkan siswa dalam situasi pembelajaran yang tepat
dan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki siswa.
8. Memberikan data pada pihak tertentu/ Dengan memberikan data itu pada sekolah atau
lembaga pendidikan dapat melaporkan hasil belajar siswa pada orang tua murid dan juga
masyarakat yang memerlukan keterangan.laporan ini dengan berbentuk rapor, STTB, dan
sebagainya (Depdiknas,2004 : 6).

Prinsip-prinsip penilaian dalam KTSP adalah prinsip penilaian hasil belajar berbasis kompetensi.
Prinsip belajar tuntas (mastery learning) untuk pencapaian kompetensi sangat efektif untuk
meningkatkan kinerja akademik (Depdiknas, 2004: 24). Siswa tidak diperkenankan mengerjakan
tugas berikutnya sebelum mampu menyelesaikan pekerjaan dengan prosedur yang benar dan
hasil yang baik. Jika siswa dikelompokkan berdasarkan tingkat kemampuannya untuk beberapa
mata pelajaran, dan diajar sesuai dengan karakteristiknya maka sebagian besar dari mereka
akan mencapai ketuntasan. Adapun nilai ketuntaan standar kompetensi ideal yaitu 100, namun
standar nilai ini disesuaikan dengan tiap sekolah dengan berbagai alasan yang
melatarbelakanginya. Guru dan sekolah dapat menetapkan nilai ketuntasan minimum secara
bertahap dan terencana agar memperoleh nilai ideal. Siswa yang belum tuntas harus mengikuti
program remedial. Depdiknas (2004 : 7) menyatakan bahwa prinsip atau kriteria penilaian yaitu:

 Validitas. Menilai apa yang seharusnya dinilai dan alat penilaian yang digunakan sesuai
dengan kompetensi yang akan dicapai dan isinya mencakup semua kompetensi yang terwakili
secara proporsional.Dalam pelajaran bahasa misalnya, guru menilai kompetensi berbicara,
penilaian valid jika menggunakan tes lisan, jika menggunakan tes tertulis tidak valid.
 Reliabilitas. Penilaian yang reliable memungkinkan perbandingan yang reliable dan
menjamin konsistensi.Misal, guru menilai dengan proyek penilaian akan reliabel jika hasil yang
diperoleh itu cenderung sama bila proyek itu dilakukan lagi dengan kondisi yang relatif sama,
untuk menjamin penilaian yang reliabel petunjuk pelaksanaan priyek dan penskorannya harus
jelas.
 Terfokus pada kompetensi. Dalam pelaksanaan KTSP, penilaian harus terfokus pada
pencapaian kompetensi rangkaian kemampuan), bukan pada penguasaan materi
(pengetahuan).
 Keseluruhan atau komprehensif. Penilaian harus menyeluruh dengan menggunakan
beragam cara dan alat untuk menilai beragam kompetensi atau kemampuan peserta didik,
sehingga tergambar profil kemampuan peserta didik.
 Objektivitas. Penilaian harus dilaksanakan secara obyektif, untuk itu penilaian harus adil,
terencana, berkesinambungan, menggunakan bahasa yang dapat dipahami peserta didik dan
menerapkan kriteria yang jelas dalam pembuatan keputusan atau pemberian angka.
 Mendidik. Penilaian dilakukan untuk memperbaiki proses pembelajaran bagi guru dan
meningkatkan kualitas belajar bagi peerta didik.

Selain prinsip penilaian di atas Nurhadi (2004:164) merinci prinsip penilaian menjadi delapan
yaitu :

 Menyeluruh. Penilaian dapat di lakukan dengan berbagai teknik termasuk


mengumpulkan berbagai bukti bagi hasil belajajar siswa. Penilaian meliputi pengetahuan
(kognitif), ketrampilan (psikomotor), sikap (afektif).
 Berkesinambungan. Pelaksanaan penilaian dilakukan dengan berencana, bertahap, dan
terus-menerus untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan belajar siswa.
 Valid. Penilaian harus memberikan informasi yang akurat tentang hasil belajar siswa,
misalnya apabila pembelajaran menggunakan pendekatan eksperimen maka kegiatan
melakukan eksperimen harus menjadi salah satu obyek yang di nilai.
 Terbuka. Proses dari hasil penilaian harus bersifat terbuka dan diterima semua pihak
terkait yaitu siswa, guru, sekolah, orang tua, dan masyarakat.
 Bermakna. Penilaian hendaknya mudah di pahami, mempunyai arti, berguna, dan bisa di
tindak lanjuti oleh semua pihak. Makna bagi guru, hasil penilaian dapat bermakna untuk
meningkatkan prestasi siswa, memberikan hasil kemajuan siswa dan sebagai umpan balik untuk
proses perbaikan belajar mengajar pada masa yang akan datang.
 Mendidik. Hasil penilaian harus dapat membina dan memberi dorongan kumparan siswa
untuk dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
 Berorientasi pada kompetensi. Penilaian harus menilai pencapaian kompetensi yang
dimaksud dalam kurikulum.
 Adil. Penilaian harus adil terhadap semua siswa dengan tidak membedakan latar
belakang sosial-ekonomi, budaya, bahasa dan kelamin.

Sementara menurut Depdiknas (2004:8) dalam prinsip penilaian kelas yaitu guru sehaharusya:
a) memandang penilaian dan KBM itu secara terpadu, b) mengembangkan strategi yang
mendorong dan memperkuat penilaian sebagai cermin diri, c) melakukan berbagai strategi
penilaian didalam program pengajaran untuk menyediakan berbagai jenis informasi tentang hasil
belajar peserta didik, d) mempertimbangkan berbagai kebutuhan khusus peserta didik, e)
mengembangkan dan menyediakan system pencatatan yang bervariasi dalam pengamatan
kegitan belajar peserta didik, dan (f) menggunakan cara dan alat penilaian yang bervariasi dalam
rangka mengumpulkan informasi untuk membuat keputusan tentang tingkat pencapaian peserta
didik (Depdiknas, 2004:8).

E.     Kriteria Penilaian

Sudah Anda ketahui, bahwa evaluasi merupakan kegiatan yang meliputi pengumpulan bukti-
bukti yang kemudian dijadikan dasar pengambilan keputusan tentang keberhasilan siswa
mengikuti pelajaran. Agar pengambilan keputusan tidak merupakan perbuatan yang subjektif,
makaa diperlukan patokan pedoman, aat kriteriaa tertentu, kriteria tersebut dapat digunakan
sebagai “ukuran”, apakah seseorang siswa telah memenuhi persyaratan untuk dikategorikan
berhasil, naik, lulus, atau tidak. Kriteria ini disebut orientasi penilaian atau standar penilaian.

Standar penilaian ada tiga yaitu :

1. Standar yang mutlak : Dinamakan demikian karena kriteria ini bersifat tetap (tidak bisa
ditawar) dan tidak dipengaruhi oleh prestasi sesuatu kelompok. Misalkan dalam mata pelajaran
IPS, mungkin standar tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : untuk dapat dinyatakan lulus
siswa harus dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan betul paling sedikit 70% dari
soalsoal yang diberikan. Ini berarti bahwa siswa yang menjawab dengan benar kurang dari 70%
jumlah soal yang diberikan tidak dapat dinyatakan berhasil, apapun yang terjadi.
2. Standar yang relatif, pada standar yang relaatif ini keberhasilan seorang siswa
ditentukan oleh posisinya diantara kelompok siswa yang mengikuti evaluasi. Dapat juga
dikatakan bahwa keberhasilan dipengaruhi oleh tempat relatifnya dibandingkan dengan prestasi
(rata-rata) kelompok.
3. Standar perbuatan sendiri. Jika Anda menggunakan kriteria ini keberhasilan siswa
didasarkan pada performance yang dilakukan sebelumnya, misalnya seminggu yang lalu, Kholid
mampu meloncat 1,05 meter dan sekarang dapat meloncat setinggi 1,10 meter, ini merupakan
kemajuan (keberhasilan) baginya, dan dapat dinyatakan lulus.

F.     Prinsip Dasar Penilaian

Setiap orang akan selalu belajar, artinya bahwa aktivitas belajar tidak berhenti. Tetapi akan terus
berkelanjutan. Begitu juga para siswa yang sedang belajar akan terus belajar sampai mencapaai
hasil yang diharapkan. Dalam hal ini tidak ada istilah gagal, tetapi hanya belum mencapainya.
Pada saatnya nanti akan dapat mencapai hasil belajar yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan
konsep belajar tuntas dan belajar berkelanjutan.
Kurikulum berbasis kompetensi dan kemampuan dasar sangat cocok dengan prinsip
belajar berkelanjutan, begitu juga kegiatan penilaiannya, berupa sistem penilaian yang
berkelanjutan. Jadi selain prinsip menyeluruh, penilaian untuk mata pelajaran pengetahuan
sosial juga perlu dikembangkan sistem penilaian berkelanjutan. Hal ini dimaksudkan untuk
mendapatkan gambaran yang utuh mengenai perkembangan hasil belajar siswa sebagai
dampak langsung (main effect) maupun dampak tidak langsung (naturant effect) dari proses
pembelajaran. Sistem penilaian pada mata pelajaran pengetahuan sosial mengikuti prinsip-
prinsip penilaian yang berlaku umum yaitu :

1. Menyeluruh. Penguasaan kompetensi dalam mata pelajaran pengetahuan sosial


hendaknya menyeluruh baik menyangkut standar kompetensinya, kompetensi dasar, indikator,
pencapaian, maupun aspek-aspek intelektual, sikap dan tindakannya, beserta keseluruhan
proses dalam upaya penguasaan kompetensi tersebut.
2. Berkelanjutan. Sistem penilaian berkelanjutan menagih pencapaian semua kompetensi
dasar yang telah dipelajari yaitu dalam bentuk ujian. Selanjutnya hasil ujian dianalisis untuk
mengetahui kompetensi dasar yang telah dicapai dan yang belum mencapai diminta mengikuti
program remedial, dan bila sudah siap diuji lagi. Bagi yang telah mencapai kompetensi dasar
diberi program pengayaan. Strategi pembelajaran yang dilakukan sebelumnya, agar siswa tidak
bosan. Jadi pada sistem penilaian berkelanjutan semua kompetensi dasar diujikan, hasilnya
dianalisis untuk menentukan strategi pembelajaran berikutnya hingga semua siswa diharapkan
mencapai kompetensi dasar yang diharapkan.
3. Berorientasi pada indikator. Berorientasi pada indikator ketercapaian hasil belajar sistem
penilaian dalam pembelajaran pengetahuan sosial harus mengacu pada indikator ketercapaian
hasil kemampuan dasar yang sudah ditetapkan dari setiap standar kompetensi dengan demikian
hasil penilaian memberikan gambaran mengenai perkembangan pencapaian kompetensi dasar
pengetahuan sosial telah dikuasai oleh siswa.
4. Sesuai dengan pengalaman belajar. Sistem penilaian dalam pengetahuan sosial harus
disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya,
jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas kunjungan lapangan maka evaluasi harus
diberikan baik pada proses (keterampilan proses) misalnya teknik wawancara, maupun produk
atau hasil melakukan kunjungan lapangan yang berupa informasi yang dibutuhkan.

Sistem penilaian berbasis kompetensi dasar adalah sistem penilaian yang berkelanjutan dengan
kriteria tercapaian kompetensi tertentu. Tercapainya suatu kompetensi ditandai dengan
tampilnya indikator tertentu setelah menempuh pengalaman belajar tertentu seluruh indikator
dikembangkan menjadi butir-butir soal kemudian diaplikasikan dengan menggunakan berbagai
teknik penilaian baik pada ujian formatif, pertanyaan lisan, kuis di kelas, ulangan harian, tugas,
pekerjaan rumah, maupun ujian sumatif yang tidak harus bersamaan dengan akhir semester
atau ulangan umum kenaikan.

Penentuan teknik penilaian yang digunakan didasarkan pada kompetensi dasar yang dinilai, dan
harus ditelaah oleh sejawat dalam mata pelajaran yang sama. Hasilnya dianalisis guna
menentukan kompetensi dasar yang telah dan yang belum dikuasai, serta kesulitan. Kesulitan
yang dialami siswa, sehigga dapat ditentukan tindak lanjut yang sesuai dengan kesulitannya
apabila sebagian besar siswa belum menguasai suatu kompetensi dasar, maka dilakukan
program pembelajaran ulang. Untuk seluruh siswa tentang kompetensi dasar tersebut. Bila yang
belum mengusai hanya sebagian kecil, maka remedi dilakukan secara individual atau kelompok
yang bersangkutan saja. Bagi siswa yang telah mengusai kompetensi dasar tertentu diberi tugas
untuk pengayaan.

Ujian sumatif dapat diselenggarakan untuk setiap standar kompetensi atau sekelompok
kompetensi dasar yang merupakan satu kebulatan dalam bentuk kemampuan tertentu. Oleh
karena itu dalam sistem penilaian berkelanjutan, guru harus mengembangkan kisi-kisi soal ujian
secara menyeluruh untuk satu semester dengan teknik penilaian yang tepat. Kisi-kisi sistem
penilaian berbasis kompetensi berisi rancangan sistem penilaian. Penilaian merupakan langkah
terakhir untuk menentukan sejauh mana tujuan pembelajaran bisa tercapai. Melalui penilaian,
keberhasilan anak dan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dapat diukur.

1. Penilaian hendaknya memiliki prinsip objektif, artinya dalam melakukan suatu penilaian,


hendaknya guru bertindak adil dan tidak pandang bulu Penilaian hendaknya memiliki
prinsip kejelasan, artinya dalam melakukan penilaian hendaknya guru memahami semuanya
dengan jelas.
2. Penilaian hendaknya dikerjakan dengan seksama, artinya semua komponen untuk
menilai siswa sudah disiapkan oleh guru secara cermat dan seksama.
3. Penilaian hendaknya menggunakan prinsip representatif, artinya dalam menilai
hendaknya guru mampu melakukannya secara menyeluruh. Semua materi yang telah
disampaikan dalam kegiatan pembelajaran di kelas harus dapat dinilai secara representatif.

Penilaian hendaknya dilaksanakan dengan menggunakan prinsip terbuka, artinya apa pun


bentuk soal yang dibagikan kepada siswa, hendaknya model penilaiannya diinformasikan secara
terbuka kepada siswa. Model penilaian yang dimaksud antara lain meliputi bobot skor masing-
masing soal, kejelasan maksud soal, serta hal-hal lain yang perlu mendapat perhatian dari siswa
ketika menjelang pelaksanaan penilaian.

 
G.     Penyusunan Instrumen

1.      Jenis Penilaian (Tagihan)

Penilaian atau tagihan merupakan kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk menunjukkan
hasil belajar yang telah dicapainya. Jenis tagihan yang dapat digunakan dalam sistem penilaian
berbasis kompetensi pada mata pelajaran pengetahuan sosial antara lain : 1) Kuis, bentuknya
berupa isian singkat dan menanyakan hal-hal yang bersifat prinsip. Biasanya dilakukan sebelum
pelajaran dimulai kurang lebih 15 menit. Kuis dilakukan untuk mengungkap kembali penguasaan
pelajaran oleh siswa, 2) Pertanyaan lisan di kelas, pertanyaan-pertanyaan yang diucapkan oleh
guru dengan tujuan memperkuat pemahaman terhadap konsep dan prinsip, 3) Ulangan
harian, 4) Tugas individu, 5) Tugas kelompok, 6) Ujian sumatif, ujian yang dilaksanakan setiap
standar kompetensi atau beberapa satuan kompetensi dasar, 7) Ujian akhir, yaitu ujian yang
dilaksanakan pada akhir program persekolahan.

2.    Bentuk Instrumen (Soal)

 Bentuk soal uraian : – Soal uraian bebas – Soal uraian terbatas – Soal uraian terstruktur
 Bentuk soal objektif : – Isian singkat – Benar-salah – Menjodohkan – Pilihan ganda : –
Melengkapi pilihan – Hubungan antar hal – Tinjauan kasus – Asosiasi pilihan ganda – Membaca
diagram (Bentuk-bentuk soal ini semua Anda sudah sangat familier, sehigga tidak perlu disajikan
contoh)

3.     Bentuk-Bentuk Instrumen Nontes

Pengukuran dengan teknik nontes meliputi :

a.     Pengamatan atau observasi

Observasi dapat dilakukan secara langsung pada saat siswa melakukan aktivitas belajar.
Kemampuankemampuan yang muncul menggambarkan tingkat kemampuan yang muncul
menggambarkan tingkat kemampuan yang berhasil dikuasai. Jika Anda bermaksud untuk
melakukan pengamatan, hendaknya dipersiapkan lembar observasi baik berupa daftar cek
(check list) maupun catatan biasa, untuk lembar observasi dalam bentuk check list :

Observasi biasanya digunakan untuk menilai perbuatan, terutama aspek psikomotor atau
keterampilan tertentu, yang berkaitan dengan proses. Dalam mata pelajaran pengetahuan sosial
misalnya keterampilan wawancara,berdiskusi, membuat peta dan sebagainya.
b      Dokumentasi

Penilaian dilakukan dengan cara melihat kerja siswa yang diperoleh selama kegiatan
pembelajaran. Dokumen hasil karya siswa berupa kesimpulankesimpulan diskusi kelompok,
kliping dan sebagainya.

c.      Penugasan. Pemberian tugas dapat secara individual atau kelompok.

d.     Portofolio

Portofolio adalah kumpulan hasil karya siswa dalam satu periode tertentu yang menggambarkan
perkembangan dalam aspek atau satu bidang tertentu. Portofolio cocok untuk mengetahui
perkembangan kompetensi siswa.

H.     Penskroran

Untuk menentukan keberhasilan siswa dalam sistem penilaian ini dilakukan penskroran dan
penentuan kriteria keberhasilan belajar. Secara umum sistem penilaian pengetahuan sosial
menggunakan prinsip “Belajar Tuntas (Mastery Learning)” dimana siswa dikatakan berhasil bila
telah mencapai kriteria 75% penguasaan (mastery). Namun secara khusus sistem penilaian
pengetahuan sosial perlu memperhatikan keterkaitannya dengan ranah-ranah kognitif, afektif,
psikomotor dimana masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda.

I.      Pemanfaatan dan Pelaporan hasil Penilain Kelas

Penilaian kelas yang menghasilkan informasi tentang kemajuan pencapaian kompetensi


menyeluruh setiap peserta didik dengan menggunakan berbagai tehnik bermanfaat untuk : (a)
perbaikan/remidial bagi anak yang kurang berprestasi, (b) pengayaan bagi peserta didik cepat,
(c) perbaikan program dan proses pembelajaran, (d) pelaporan dan (e) penentuan kenaikan
kelas.

Pelaporan hasil belajar yang dilakukan oleh guru atas perkembangan pembelajaran siswa
berupa raport. Raport adalah laporan kemajuan belajar peserta didik dalam kurun waktu satu
semester. Laporan prestasi mata pelajaran berisi informasi tentang pencapaian kompetensi yang
telah ditetapkan dalam kurikulum. Laporan disajikan dalam bentuk yang lebih rinci agar orangtua
dapat mengetahui hasil belajar anaknya dalam menguasai kompetensi mata pelajaran.
Disamping itu, ada catatan guru tentang pencapaian kompetensi tertentu sebagai masukan
kepada anak dan orang tuanya untuk membantu kinerjanya.
Nilai pada raport merupakan gambaran kemampuan peserta didik karena itu kedudukan atau
bobot nilai harian dan nilai sumatif (nilai akhir semester) sama. Nilai sumatif merupakan
kumpulan nilai harian yang terdiri dari standar kompetensi, kompetensi dasar, serta indikator-
indikator hasil belajar. Nilai laporan hasil belajar per semester merupakan nilai kumulatif dari
hasil pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar selama siswa mngikuti
pembelajaran pada semester yang terkait yang diperoleh melalui ujian lisan, tertulis, wawancara,
kuis, praktik, tugas-tugas dan lainnya serta hasil remidial.

J.      Pengembangan Alat Penilaian dalam Bentuk Tes dan Non-Tes

Alat penilaian dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan teknik tes dan teknik non-tes.
Pembahasan mengenai pengembangan alat penilaian pada kedua teknik tersebut dapat Anda
baca pada berikut.

1.      Pengembangan Alat Penilaian dengan Teknik Tes

Teknik tes merupakan salah satu alat, cara, dan langkah-langkah yang sistematik untuk
digunakan dalam mengukur sejumlah perilaku tertentu siswa. Berdasarkan cara
pelaksanaannya, teknik tes dikelompokkan sebagai berikut. Tes tertulis, yaitu alat penilaian yang
bentuk dan pelaksanaanya dilakukan secara tertulis. Tes lisan, yaitu alat penilaian yang bentuk
dan pelaksanaanya dilakukan secara lisan. Tes perbuatan, yaitu alat penilaian yang baik
pertanyaan maupun jawabannya dilakukan secara tertulis maupun lisan, seperti praktek di
laboratorium, praktik kesenian, simulasi, dan deklamasi.

2.     Pengembangan Alat Penilaian dengan Teknik Non-Tes

Teknik non-tes adalah alat penilaian yang prosedurnya tidak sistematis sebagaimana teknik tes.
Akan tetapi, teknik non tes ini dapat dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai
karakteristik minat, sikap, atau kepribadian siswa. Berdasarkan cara pelaksanaannya, teknik
non-tes dikelompokkan sebagai berikut.

a.      Skala sikap

yaitu alat penilaian yang digunakan untuk mengungkapkan sikap siswa melalui tugas tertulis.
Sikap artinya pendirin seseorang terhadap suatu peristiwa atas obyek. Skala sikap alat penialain
yang mengukur pendirian seseorang seperti sangat setuju, ragu-ragu, setuju dan sangat tidak
setuju
b.     Check list

yaitu alat penilaian yang pengisiannya dilakukan oleh guru atas dasar pengamatan terhadap
perilaku siswa. Dalam tes pengamatan, siswa tidak perlu selalu diberitahu sebelumnya bahwa
perilaku mereka sedang diamati. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kealamiahan perilaku
siswa

c.     Quesioner

yaitu alat penilaian yang penyajian maupun pengerjaannya dilakukan dengan cara tertulis.
Penyusunan angket diarahkan untuk menyaring infomasi mengenai berbagai faktor yang
berpengaruh terhadap prestasi belajar.

d.     Catatan harian

yaitu suatu catatan mengenai perilaku siswa yang dipandang mempunyai kaitan dengan
perkembangan kepribadiannya. Misalnya, catatan mengenai siswa yang memperlihatkan
perilaku khusus seperti, suka terlambat, mengambil milik teman, suka mengganggu, atau
membuat gaduh

e.     Portofolio

yaitu penilaian berdasarkan koleksi atau kumpulan bahan pilihan yang dikembangkan oleh
siswa/guru, berfungsi untuk menelaah proses, usaha, perbaikan, dan pencapaian kinerja siswa
secara objektif. Ada beberapa prinsip yang perlu Anda perhatikan dalam penggunaan portofolio,
yaitu (1) saling percaya antara guru dan siswa (mutual trust), (2) milik bersama antara guru dan
siswa (joint ownership), (3) keberhasilan bersama antara guru dan siswa (confidentiality), (4)
kepuasan (satisfaction), serta (5) kesesuaian (relevance).

K.     Pengukuran

Pengukuran adalah penentuanbesaran, dimensi, atau kapasitas, biasanya terhadap suatu


standar atau satuan pengukuran. Pengukuran tidak hanya terbatas pada kuntlitas fisik, tetapi
juga dapat diperluas untuk mengukur hampir semua benda yang bisa dibayangkan, seperti
tingkat ketidakpastianatau kepercayaan konsumen. Pengukuran adalah proses pemberian
angka-angka atau label kepada unit analisis untuk merepresentasikan atribut-atribut konsep.
Proses ini seharusnya cukup dimengerti orang walau misalnya definisinya tidak dimengerti. Hal
ini karena antara lain kita sering kali melakukan pengukuran.
Menurut Cangelosi (1995) yang dimaksud dengan pengukuran (measurement) adalah suatu
proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris untuk mengumpulkan informasi yang
relevan dengan tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal ini guru menaksir prestasi siswa dengan
membaca atau mengamati apa saja yang dilakukan siswa, mengamati kinerja mereka,
mendengar apa yang mereka katakan, dan menggunakan indera mereka seperti melihat,
mendengar, menyentuh, mencium, dan merasakan. Menurut Zainul dan Nasution (2001)
pengukuran memiliki dua karakteristik utama yaitu: 1) penggunaan angka atau skala tertentu; 2)
menurut suatu aturan atau formula tertentu.

Pengukuran adalah suatu kegiatan yang ditujukan untuk mengidentifikasi besar kecilnya obyek
atau gejala (Hadi, 1995). Pengukuran dapat dilakukan dengan dua cara; 1) menggunakan alat-
alat yang standar, 2) menggunakan alat-alat yang tidak standar. Suryabrata (1984)
mendefinisikan secara sederhana bahwa pengukuran terdiri atas aturan-aturan untuk
mengenakan bilangan-bilangan kepada sesuatu obyek untuk mempresentasikan kuantitas
atribut pada obyek tersebut. Cronbach yang dikutip oleh Mehren (1973) mendefinisikan
pengukuran sebagai suatu prosedur yang sistematis untuk mengamati perilaku seseorang dan
menggambarkannya dengan bantuan skala numerik atau sistem pengkategorian. Hamalik
(1989), menyatakan bahwa kualitas dan kuantitas hasil pengukuran itu banyak bergantung pada
jenis dan mutu alat ukur yang digunakan. Menegaskan pendapat tersebut, menurut Umar (1991)
pengukuran adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan informasi data secara kuantitatif. Hasil
dari pengukuran dapat berupa informasiinformasi atau data yang dinyatakan dalam berntuk
angka ataupun uraian yang sangat berguna dalam pengambilan keputusan, oleh karena itu mutu
informasi haruslah akurat.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengukuran adalah suatu


prosedur yang sistematis untuk memperoleh informasi data kuantitatif baik data yang dinyatakan
dalam bentuk angka maupun uraian yang akurat, relevan, dan dapat dipercaya terhadap atribut
yang diukur dengan alat ukur yang baik dan prosedur pengukuran yang jelas dan benar.

Pengukuran menurut guilford (1982) yaitu sistem penetapan angka pada satu tanda-tanda
menurut aturan spesifik. Pengukuran pendidikan berbasis kompetensi menurut pada klasifikasi
observasi unjuk kerja atau kekuatan peserta didik gunakan satu standar. Pengukuran
bisa menggunakan tes serta nontes. Measurement (pengukuran) merupakan proses yang
mendeskripsikan performance siswa dengan menggunakan suatu skala kuantitatif (system
angka) sedemikian rupa sehingga sifat kualitatif dari performance siswa tersebut dinyatakan
dengan angka-angka (Alwasilah et al.1996). Pernyataan tersebut diperkuat dengan pendapat
yang menyatakan bahwa pengukuran merupakan pemberian angka terhadap suatu atribut atau
karakter tertentu yang dimiliki oleh seseorang, atau suatu obyek tertentu yang mengacu pada
aturan dan formulasi yang jelas. Aturan atau formulasi tersebut harus disepakati secara umum
oleh para ahli (Zainul & Nasution, 2001).

Dengan demikian, pengukuran dalam bidang pendidikan berarti mengukur atribut atau
karakteristik peserta didik tertentu. Dalam hal ini yang diukur bukan peserta didik tersebut, akan
tetapi karakteristik atau atributnya. Senada dengan pendapat tersebut, Secara lebih ringkas,
Arikunto dan Jabar (2004) menyatakan pengertian pengukuran (measurement) sebagai kegiatan
membandingkan suatu hal dengan satuan ukuran tertentu sehingga sifatnya menjadi kuantitatif.

Pengukuran merupakan proses yang mendeskripsikan performance siswa dengan


menggunakan suatu skala kuantitatif (system angka) sedemikian rupa sehingga sifat kualitatif
dari performance siswa tersebut dinyatakan dengan angka-angka (Alwasilah et al.1996). Menurt
Ign. Masidjo (1995: 14) pengukuran sifat suatu objek adalah suatu kegiatan menentukan
kuantitas suatu objek melalui aturan-aturan tertentu sehingga kuantitas yang diperoleh benar-
benar mewakili sifat dari suatu objek yang dimaksud.

Menurut Cangelosi (1991) pengukuran adalah proses pengumpulan data melalui pengamatan
empiris. Pengertian yang lebih luas mengenai pengukuran dikemukakan oleh Wiersma & Jurs
(1990) bahwa pengukuran adalah penilaian numeric pada fakta-fakta dari objek yang hendak
diukur menurut criteria atau satuan-satuan tertentu. Jadi pengukuran bisa diartikan sebagai
proses memasangkan fakta-fakta suatu objek dengan fakta-fakta satuan tertentu (Djaali & Pudji
Muljono, 2007). Sedangkan menurut Endang Purwanti (2008: 4) pengukuran dapat diartikan
sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala
atau peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka.

Dari pendapat ahli beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pengukuran adalah suatu
kegiatan yang dilakukan untuk menentukan fakta kuantitatif yang disesuaikan dengan kriteria-
kriteria tertentu sesuai dengan objek yang akan diukur. Alwasilah et al.(1996), measurement
(pengukuran) merupakan proses yang mendeskripsikan performa siswa dengan menggunakan
suatu skala kuantitatif (sistem angka) sedemikian rupa sehingga sifat kualitatif dari performa
siswa tersebut dinyatakan dengan angka-angka Arikunto dan Jabar (2004) menyatakan
pengertian pengukuran (measurement) sebagai kegiatan membandingkan suatu hal dengan
satuan ukuran tertentu sehingga sifatnya menjadi kuantitatif.

Cangelosi, James S. (1995), pengukuran adalah proses pengumpulan data secara empiris yang
digunakan untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang telah ditentukan.
Sridadi (2007) pengukuran adalah suatu prose yang dilakukan secara sistematis untuk
memperoleh besaran kuantitatif dari suatu objek tertentu dengan menggunakan alat ukur yang
baku.

L.     Evaluasi

Evaluasi dalam bahasa Inggris dikenal dengan istila Evaluation. Gronlund (1985) berpendapat


evaluaasi adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan,
sampai sejauh mana tujuan proram telah tercapai. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh
Wrightstone, dkk (1956) yang mengemukakan bahwa evaluasi pendidikan adalah penaksiran
terhadap pertumbuhan dan kemajuan siswa kearah tujuan atau nilai-nilai yang telah ditetapkan
dalam kurikulum (Djaali & Pudji Muljono, 2007).

Sedangkan Endang Purwanti (2008: 6) Berpendapat bahwa evaluasi adalah proses pemberian
makna atau penetapan kualitas hasil pengukuran dengan cara membandingkan angka hasil
pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Sudiono, Anas (2005) mengemukakan bahwa
secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation, dalam bahasa Indonesia
berarti penilaian. Akar katanya adalah value yang artinya nilai. Jadi istilah evaluasi menunjuk
pada suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.

Frey, Barbara A., and Susan W. Alman. (2003): Evaluation The systematic process of collecting,
analyzing, and interpreting information to determine the extent to which pupils are achieving
instructional objectives. (Artinya: Evaluasi adalah proses sistematis pengumpulan, analisis, dan
interpretasi informasi untuk menentukan sejauh mana siswa yang mencapai tujuan
instruksional). Mardapi, Djemari (2003), penilaian adalah kegiatan menafsirkan atau
mendeskripsikan hasil pengukuran. Zainul, Asmawi dan Noehi Nasution (2001), mengartikan
penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi
yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan tes maupun nontes.

M.     Tahapan pelaksanaan evaluasi

Tahapan pelaksanaan evaluasi proses pembelajaran adalah penentuan tujuan, menentukan


desain evaluasi, pengembangan instrumen evaluasi, pengumpulan informasi/data, analisis dan
interpretasi dan tindak lanjut.
1.     Menentukan tujuan

Tujuan evaluasi proses pembelajaran dapat dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau
pertanyaan. Secara umum tujuan evaluasi proses pembelajaran untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan berikut: (1) Apakah strategi pembelajaran yang dipilih dan dipergunakan oleh dosen
efektif, (2) Apakah media pembelajaran yang digunakan oleh dosen efektif, (3) Apakah cara
mengajar dosen menarik dan sesuai dengan pokok materi sajian yang dibahas, mudah diikuti
dan berdampak mahasiswa mudah mengerti materi sajian yang dibahas, (4) Bagaimana
persepsi mahasiswa terhadap materi sajian yang dibahas berkenaan dengan kompetensi dasar
yang akan dicapai, (5) Apakah mahasiswa antusias untuk mempelajari materi sajian yang
dibahas, (6) Bagaimana mahasiswa mensikapi pembelajaran yang dilaksanakan oleh dosen, (7)
Bagaimanakah cara belajar mahasiswa mengikuti pembelajaran yang dilaksanakan oleh dosen.

2.     Menentukan desain evaluasi

Desain evaluasi proses pembelajaran mencakup rencana evaluasi proses dan pelaksana
evaluasi. Rencana evaluasi proses pembelajaran berbentuk matriks dengan kolom-kolom berisi
tentang: No. Urut, Informasi yang dibutuhkan, indikator, metode yang mencakup teknik dan
instrumen, responden dan waktu. Selanjutnya pelaksana evaluasi proses adalah dosen mata
kuliah yang bersangkutan.

3.     Penyusunan instrumen evaluasi

Instrumen evaluasi proses pembelajaran untuk memperoleh informasi deskriptif dan/atau


informasi judgemental dapat berwujud (1) Lembar pengamatan untuk mengumpulkan informasi
tentang kegiatan belajar mahasiswa dalam mengikuti pembelajaran yang dilaksanakan oleh
dosen dapat digunakan oleh dosen sendiri atau oleh mahasiswa untuk saling mengamati, dan
(2) Kuesioner yang harus dijawab oleh mahasiswa berkenaan dengan strategi pembelajaran
yang dilaksanakan dosen, metode dan media pembelajaran yang digunkan oleh dosen, minat,
persepsi maha-siswa tentang pembelajaran untuk suatu materi pokok sajian yang telah
terlaksana.

4.     Pengumpulan data atau informasi

Pengumpulan data atau informasi dilaksanakan secara obyektif dan terbuka agar diperoleh
informasi yang dapat dipercaya dan bermanfaat bagi peningkatan mutu pembelajaran.
Pengumpulan data atau informasi dilaksanakan pada setiap akhir pelaksanaan pembelajaran
untuk materi sajian berkenaan dengan satu kompetensi dasar dengan maksud dosen dan
mahasiswa memperoleh gambaran menyeluruh dan kebulatan tentang pelaksanaan
pembelajaran yang telah dilaksanakan untuk pencapaian penguasaan satu kompetensi dasar.

5.     Analisis dan interpretasi

Analisis dan interpretasi hendaknya dilaksanakan segera setelah data atau informasi terkumpul.
Analisis berwujud deskripsi hasil evalusi berkenaan dengan proses pembelajaran yang telah
terlaksana; sedang interpretasi merupakan penafsiran terhadap deskripsi hasil analisis hasil
analisis proses pembelajaran. Analisis dan interpretasi dapat dilaksanakan bersama oleh dosen
dan mahasiswa agar hasil evaluasi dapat segera diketahui dan dipahami oleh dosen dan maha-
siswa sebagai bahan dan dasar memperbaiki pembelajaran selanjutnya.

6.     Tindak lanjut

Tindak lanjut merupakan kegiatan menindak lanjuti hasil analisis dan interpretasi. Dalam
evaluasi proses pembelajaran tindak lanjut pada dasarnya berkenaan dengan pembelajaran
yang akan dilaksanakan selanjutnya dan evaluasi pembelajarannya. Pembelajaran yang akan
dilaksanakan selanjutnya merupakan keputusan tentang upaya perbaikan pembelajaran yang
akan dilaksanakan sebagai upaya peningkatan mutu pembelajaran; sedang tindak lanjut
evaluasi pembelajaran berkenan dengan pelaksanaan dan instrumen evaluasi yang telah
dilaksanakan mengenai tujuan, proses dan instrumen evaluasi proses pembelajaran.

Evaluasi Hasil Belajar antara lain mengunakan tes untuk melakukan pengukuran hasil
belajar. Tes dapat didefinisikan sebagai seperangkat pertanyaan dan/atau tugas yang
direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait, atribut pendidikan, psikologik atau hasil
belajar yang setiap butir pertanyaan atau tugas tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan
yang dianggap benar. Pengukuran diartikan sebagai pemberian angka pada status atribut atau
karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau obyek tertentu menurut aturan atau
formulasi yang jelas. Penilaian adalah suatu proses untuk mengambil keputusan dengan
menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik yang
menggunakan instrumen test maupun non-test. Penilian dimaksudkan untuk memberi nilai
tentang kualitas hasil belajar Secara klasik tujuan evaluasi hasil belajar adalah untuk
membedakan kegagalan dan keberhasilan seorang peserta didik.

Dalam perkembangannya evaluasi dimaksudkan untuk memberikan umpan balik kepada peserta
didik maupun kepada pembelajar sebagai pertimbangan untuk melakukan perbaikan serta
jaminan terhadap pengguna lulusan sebagai tanggung jawab institusi yang telah meluluskan.
Tes, pengukuran dan penilaian berguna untuk : seleksi, penempatan, diagnosis dan remedial,
umpan balik, memotivasi dan membimbing belajar, perbaikan kurikulum dan program pendidikan
serta pengembangan ilmu. Tahapan Evaluasi Tahapan pelaksanaan evaluasi hasil belajar
adalah penentuan tujuan, menentukan desain evaluasi, pengembangan instrumen evaluasi,
pengumpulan informasi/data, analisis dan interpretasi serta tindak lanjut.

1. Menentukan tujuan. Tujuan evaluasi hasil belajar yaitu untuk mengetahui capaian


penguasaan kompetensi oleh setiap mahasiswa sesuai rencana pembelajaran yang disusun
oleh guru mata pelajaran atau guru kelas. Kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa
mencakup koginitif, psikomotorik dan afektif.
2. Menentukan Rencana Evaluasi. Rencana evaluasi hasil belajar berwujud kisi-kisi, yaitu
matriks yang menggambarkan keterkaitan antara behavioral objectives (kemampuan yang
menjadi sasaran pembelajaran yang harus dikuasai siswa) dan course content (materi sajian
yang dipelajari siswa untuk mencapai kompetensi) serta teknik evaluasi yang akan digunakan
dalam menilai keberhasilan penguasaan kompetensi oleh siswa.
3. Penyusunan Instrumen Evaluasi. Instrumen evaluasi hasil belajar untuk memperoleh
informasi deskriptif dan/atau informasi judgemantal dapat berwujud tes maupun non-test. Tes
dapat berbentuk objektif atau uraian; sedang non-tes dapat berbentuk lembar pengamatan atau
kuesioner. Tes objektif dapat berbentuk jawaban singkat, benarsalah, menjodohkan dan pilihan
ganda dengan berbagai variasi : biasa, hubungan antar hal, kompleks, analisis kasus, grafik dan
gambar tabel. Untuk tes uraian yang juga disebut dengan tes subjektif dapat berbentuk tes
uraian bebas, bebas terbatas, dan terstruktur. Selanjutnya untuk penyusunan instrumen tes atau
nontes, guru harus mengacu pada pedoman penyusunan masing-masing jenis dan bentuk tes
atau non tes agar instrumen yang disusun memenuhi syarat instrumen. yang baik, minimal
syarat pokok instrumen yang baik, yaitu valid (sah) dan reliabel (dapat dipercaya).
4. 4. Pengumpulan data atau informasi. Pengumpulan data atau informasi dalam bentuknya
adalah pelaksanaan testing/penggunaan instrumen evaluasi harus dilaksanakan secara obyektif
dan terbuka agar diperoleh informasi yang sahih dan dapat dipercaya sehingga bermanfaat bagi
peningkatan mutu pembelajaran. Pengumpulan data atau informasi dilaksanakan pada setiap
akhir pelaksanaan pembelajaran untuk materi sajian berkenaan dengan satu kompetensi dasar
dengan maksud dosen dan mahasiswa memperoleh gambaran menyeluruh dan kebulatan
tentang pelaksanaan pembelajaran yang telah dilaksanakan untuk pencapaian penguasaan satu
kompetensi dasar
5. Analisis dan interpretasi. Analisis dan interpretasi hendaknya dilaksanakan segera
setelah data atau informasi terkumpul. Analisis berwujud deskripsi hasil evalusi berkenaan
dengan hasil belajar mahasiswa, yaitu penguasaan kompetensi; sedang interpretasi merupakan
penafsiran terhadap deskripsi hasil analisis hasil belajar mahasiswa. Analisis dan interpretasi
didahului dengan langkah skoring sebagai tahapan penentuan capaian penguasaan kompetensi
oleh setiap siswa. Pemberian skoring terhadap tugas dan/atau pekerjaan siswa harus
dilaksanakan segera setelah pelaksanaan pengumpulan data atau informasi serta dilaksanakan
secara objektif. Untuk menjamin keobjektifan skoring guru harus mengikuti pedoman skoring
sesuai dengan jenis dan bentuk tes/instrumen evaluasi yang digunakan.
6. Tindak lanjut. Tindak lanjut merupakan kegiatan menindak lanjuti hasil analisis dan
interpretasi. Sebagai rangkaian pelaksanaan evaluasi hasil belajar tindak lanjut pada dasarnya
berkenaan dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan kelanjutnya berdasarkan hasil
evaluasi pembelajaran yang telah dilaksanakan dan berkenaan dengan pelaksanaan evaluasi
pemebelajaran itu sendiri.

Tindak lanjut pembelajaran yang akan dilaksanakan selanjutnya merupakan pelaksanaan


keputusan tentang usaha perbaikan pembelajaran yang akan dilaksanakan sebagai upaya
peningkatan mutu pembelajaran. Tindak lanjut berkenaan dengan evaluasi pembelajaran
menyangkut pelaksanaan evaluasi dengan instrumen evaluasi yang digunakan meliputi tujuan,
proses dan instrumen evaluasi hasil belajar.

Evaluasi dalam bidang pendidikan ditinjau dari sasarannya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
evaluasi yang bersifat makro dan yang mikro. Evaluasi yang bersifat makro sasarannya adalah
program pendidikan pada umumnya, yaitu program yang direncanakan untuk memperbaiki
bidang pendidikan.  Evaluasi mikro sering digunakan di tingkat kelas. Jadi sasaran evaluasi
mikro adalah program pembelajaran di kelas (Djemari Mardapi. 2000: 2).

Guru mempunyai tanggung jawab untuk menyusun dan melaksanakan program pembelajaran di
kelas, sedangkan pimpinan sekolah mempunyai tanggung jawab untuk mengevaluasi program
pembelajaran yang telah disusun dan dilaksanakan oleh guru.

M.    Perbedaan Evaluasi, Penilaian, dan Pengukuran

Berdasarkan pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa penilaian adalah suatu proses untuk
mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil
belajar baik yang menggunakan tes maupun nontes. Pengukuran adalah membandingkan hasil
tes dengan standar yang ditetapkan. Pengukuran bersifat kuantitatif. Sedangkan menilai adalah
kegiatan mengukur dan mengadakan estimasi terhadap hasil pengukuran atau membanding-
bandingkan dan tidak sampai ke taraf pengambilan keputusan.Penilaian bersifat kualitatif.

Agar lebih jelas perbedaannya maka perlu dispesifikasi lagi untuk pengertian masing-masing :

 Evaluasi pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan nilai,
kriteria-judgment atau tindakan dalam pembelajaran.
 Penilaian dalam pembelajaran adalah suatu usaha untuk mendapatkan berbagai
informasi secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh tentang proses dan hasil dari
pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik melalui program kegiatan
belajar.
 Pengukuran atau measurement merupakan suatu proses atau kegiatan untuk
menentukan kuantitas sesuatu yang bersifat numerik. Pengukuran lebih bersifat kuantitatif,
bahkan merupakan instrumen untuk melakukan penilaian. Dalam dunia pendidikan, yang
dimaksud pengukuran sebagaimana disampaikan Cangelosi (1995: 21) adalah proses
pengumpulan data melalui pengamatan empiris.

Dari pengertian di atas istilah evaluasi dan penilaian hampir sama, bedanya dalam evaluasi
berakhir dengan pengambilan keputusan sedangkan penilaian hanya sebatas memberikan nilai
saja. Berdasarkan pengertian antara istilah pengukuran, penilaian dan evaluasi yang
dikemukakan diatas, maka jelaslah sudah bahwa pengukuran, penilaian dan evaluasi
merupakan tiga konsep yang berbeda. Namun demikian, dalam prakteknya dalam dunia
pendidikan, ketiga konsep tersebut sering dipraktikkan dalam satu rangkaian kegiatan

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, et al. 1996. Glossary of educational Assessment Term. Jakarta: Ministry of Education


and Culture.

Alwasilah, et al. 1996. Glossary of educational Assessment Term. Jakarta: Ministry of Education


and Culture.

Anas sudiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta:PT.Grafindo persada, 2001.

Angelo, T.A., 1991. Ten easy pieces: Assessing higher learning in four dimensions. In
Classroom research: Early lessons from success. New directions in teaching and learning(#46),
Summer, 17-31.

Arikunto, S & Jabar. 2004. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Arikunto, S & Jabar. 2004. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta
Arikunto, Suharsimi. 1984. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Yogyakarta: Bina Aksara.

Borg, W.R. & Gall, M.D. 1983. Educational research: An Introduction. NewYork & London:

Calongesi, J.S. 1995. Merancang Tes untuk Menilai Prestasi Siswa. Bandung : ITB

Calongesi, James S. 1995. Merancang Tes untuk Menilai Prestasi Siswa. Bandung : ITB

Darsono, Max, Prof, DR, dkk, 2000, Belajar dan Pembelajaran, Semarang : CV IKIP Semarang
Press

Depdiknas. 2003, Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian, Jakarta : Depdiknas

Depdiknas. 2004, Cara Pengisian Laporan Hasil Belajar Siswa SMA, Jakarta : Depdiknas

Depdiknas. 2004, KTSP SMA Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif,
Jakarta : Depdiknas

Depdiknas. 2004, KTSP SMA Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah


Psikomorik. Jakarta : Depdiknas

Depdiknas. 2004, KTSP SMA Pedoman Pengembangan Portofolio untuk Penilaian. Jakarta :


Depdiknas

Depdiknas. 2004, Kurikulum 2004 Kerangka Dasar, Jakarta : Depdiknas

Depdiknas. 2004, Panduan Penilaian, Penjurusan, Kenaikan Kelas dan Pindah Sekolah di SMA,
Jakarta : Depdiknas

Depdiknas. 2004, PedomanPenilaian Kelas, Jakarta : Depdiknas

Depdiknas. 2004. Modul Pembelajaran, Rembang : Sekda Pemkab Rembang

Djahiri, Ahmad Kosasih. 1992. Menelusuri Dunia Affective, Nilai Moral dan Pendidikan Nilai
Moral. Bandung: LPPMP IKIP Bandung.

Feczel, J. D. 1985. Towaed A Confluent Taxono My of Cognitive, and Psychomotor Abilities in


Communication, 34.
Frey, Barbara A., and Susan W. Alman. 2003. Formative Evaluation Through Online Focus
Groups, in Developing Faculty to use Technology, David G. Brown (ed.), Anker Publishing
Company: Bolton, MA.

Hamalik, Oemar, Penelitian Pendidikan, Bandung : Remaja Rosdakarya

Hamalik, Oemar. 2003. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta :


Bumi Aksara

Imam Ghozali & Fuad. 2005. Structural equation modeling: Teori, konsep dan aplikasi dengan
program Lisrel 8,54. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Joreskog, K. & Sorbom, D. 1996. Lisrel 8: User reference guide. Chicago. Scientific Software
International.

Kirkpatrick, D.L. 1998. Evaluating training programs, The four levels (2nd ed.). San Francisco:
Berrett-Koehler Publisher, Inc

Kizlik, Bob. 2009. Measurement, Assessment, and Evaluation in Education.


Online : http://www.adprima.com/measurement.htm diakses tanggal 20-01-2013.

Kumano, Y. 2001. Authentic Assessment and Portfolio Assessment-Its Theory and Practice.


Japan: Shizuoka University.

Lehmann, H. 199). The Systems Approach to Education. Special Presentation Conveyed in The


International Seminar on Educational Innovation and Technology Manila. Innotech Publications-
Vol 20 No. 05.

Longman  Djemari Mardapi. 2000. Evaluasi pendidikan. Makalah disampaikan pada Konvensi


Pendidikan Nasional tanggal 19 – 23 September 2000 di Universitas Negeri Jakarta.

Mardapi, Djemari. 2003. Desain Penilaian dan Pembelajaran Mahasiswa. Makalah Disajikan


dalam Lokakarya Sistem Penjaminan Mutu Proses Pembelajaran tanggal 19 Juni 2003 di
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Masrukhi, Drs, Mpd, Makalah Model Pembelajaran Berbasis Portofolio. Bandung : Rosdakarya

Mathew B. Miles dan A. Michael Huberman , 1992, Analisis Data Kualitatif , Jakarta : UI Press
Mulyasa, E, 2004, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Bandung : Rosdakarya

Nurhadi, 2004. Kurikulum 2004. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia

Overton, Terry. 2008. Assessing Learners with Special Needs: An Applied Approach (7th
Edition). University of Texas – Brownsville

Palomba, Catherine A. And Banta, Trudy W. 1999. Assessment Essentials: Planning,


Implementing, Improving. San Francisco: Jossey-Bass

Plomp, T. 1997. Development research on/in educational development. Netherlands: Twente


University.

Ruminiati, 2001. Pengembangann model penilaian PKn SD. Malang: Jurnal Sekolah
DasarTahun 10, Nomor 1, Mei 2001

Solimun. 2002. Structural equation modeling (SEM) Lisrel dan Amos. Malang: Fakultas MIPA
Universitas Brawijaya

Sridadi. 2007. Diktat Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran Penjas. Yogyakarta: FIK UNY.

Stiggins, R.J. 1994. Student-Centered Classroom Assessment. New York : Macmillan College


Publishing Company

 Stufflebeam, D.L. & Shinkfield, A.J. 1985. Systematic evaluation. Boston: Kluwer Nijhof
Publishing.

Sudiyono, A. 2003. Pengantar evaluasi pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Tayibnapis, F.Y. 2000. Evaluasi Program. Jakarta: Rineka Cipta

Wahab, Abdul Azis. 1993. Evaluasi Hasil Belajar PMP, Bandung: Jurusan PMP/Kn.

Wayan Nurkencana. (1993). Evaluasi Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional.

Winataputra, Udin Syarifudin.1991. Model Belajar Mengajar Bidang Studi PMP dan Pendidikan


IPS. Jakarta: Depdikbud.
Yusuf A.Muri.  2005. Evaluasi Pendidikan. Padang: Universitas Negeri Padang

Zainul & Nasution. 2001. Penilaian Hasil belajar. Jakarta: Dirjen Dikti

Zainul, Asmawi dan Noehi Nasution. 2001. Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional

Pengetian evaluasi , penilaian, pengukuran


Posted on 19 Oktober 2013by nurfitriyanielfima
BAB II
PEMBAHASAN
1. A.    Pengetian evaluasi , penilaian, pengukuran
Secara harfiah, kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris yakni evaluation; dalam
bahasa Arab berarti al-taqdîr (‫ ;)التقدير‬dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Akar
katanya adalah value; dalam bahasa Arab berarti al-qîmah (‫ ;)القيمة‬dalam bahasa
Indonesia berarti nilai.[1]
Evaluasi artinya penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang
telah ditetapkan dalam sebuah program. Padaan kata evaluasi adalah assessment
yang menurut Tardif ( 1989), berarti: proses penilaian untuk menggambarkan
prestasi yang dicapai seorang siswa sesuai dengan criteria yang telah ditetapkan.[2]
Ada beberapa istilah yang sering disalah artikan dan disalah gunakan dalam praktek
evaluasi yaitu tes, pengukuran , penilaian, dan evaluasi.

Mengenai istilah pengukuran, ahmann dang lock dalam S. Hamid hasan ( 1989)
menjelaskan bahwa pengukuran adalah  suatu proses atau kegiatan untuk
menetukan kualitas sesuatu. Kata sesuatu perlu digaris bawahi yaitu: bisa peserta
didik, guru, gedung sekolah, meja belajar dan sebagainya.

Istilah mengenai penilaian adalah alihan bahasa dari istilah assessment, bukan dari
istilah evaluation. Debdikbud ( 1994) mengemukakan bahwa penilaian adalah suatu
kegiatan untuk memberikan berbagai informasi secara kesinambungan dan
menyeluruh tentang prosesdan hasil yang telah dicapai siswa.  Kata menyeluruh
mengandung arti bahwa penilaian tidak hanya ditunjukan pada penguasaan salah
satu bidang tertentu saja, tetapi menyangkup  aspek pengetahuan , ketrampilan,
sikap dan nilai- nilai. .

1. B.     DASAR EVALUASI
Ada tiga istilah yang sering digunakan dalam evaluasi yaitu : Tes, pengukuran dan
penilaian. ( test, measurement, and assessment) Tes merupakan salah satu cara
untuk menaksir besarnya kemampuan seseorang terhadap stimulus atau pertanyan (
Djemari mardapi, 2008: 67). Tes merupakan salah satu alat untuk melakukan
pengukuran , yaitu alat untuk mengumpulkan informasi karasteristik
suatu obyek.obyek ini bisa berupa kemampuan peserta didik, sikap minat, ataupun
motivasi. Respon peserta tes terhadap jumlah pertanyaan menggambarkan
kemapuan dalam bidang tertentu. Jadi tes merupakan bagian tersempit dari
evaluasi.
Pengukuran dapat didefinisikan sebagai proses penetapan angka terhadap individu
atau karasteristiknya menurut aturan tertentu( ebel & frisbie, 1986:14) dari berbagia
pendapat tentang pengukuran ini dapat disimpulkan bahwa esensi pengukuran
adalah kuantifikasi atau penetapan angka tentang karasteristik atau keadaan
individu menurut aturan – aturan tertentu.keadaan individu ini bisa
berupakemampuan kognitif, afektif dan psikomotor.

Penilaian ( assessment) memiliki makna yang berbeda dengan evaluasi the taks  on
assasment and testing ( TGAT) Mendiskipsikan assessment sebagai semua cara yang
digunakan untuk menilai unjuk kerja atau kelompok. Mendefenesikan assesent
dalam konteks pendidikan sebagai sebuah usaha secara formal untuk menentukan
status siswa bewrkenaan dengan berbagai kepentingan pendidikan.[3] Berdasarkan
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa assessment itu dalah sebagai kegiatan
menafsirkan data hasil pengukuran berdasarkan criteria maupun aturan –aturan
tertentu. Untuk maksud dan istilah evaluasi telah dipaparkan pada awal
pembahasan.
 

1. C.    TUJUAN EVALUASI  
Dalam setiap kegiatan evaluasi, langkah pertama yang harus diperhatikan adalah
tujuan evaluasi. Penentuan tujuan evaluasi sangat bergantung pada jenis evaluasi
yang digunakan. Tujuan evaluasi ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat
khusus. Jika tujuan evaluasi masih bersifat umum, maka tujuan tersebut perlu
diperinci menjadi tujuan khusus, sehingga dapat menuntun guru dalam menyusul
soal atau mengembangkan instrument evaluasi lainnya.[4]
Tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui keefektifan dan efisiensi
sistem pembelajaran, baik menyangkut tentang tujuan, materi metode, media,
sumber belajar, lingkungan maupun sistem penilaian itu sendiri. Tujuan lain dari
evaluasi adalah untuk menentukan kualitas sesuatu, terutama yang berkenaan
dengan nilai dan arti.[5] Tujuan khusus evaluasi pembelajaran disesuaikan dengan
jenis evaluasi pembelajaran itu sendiri, seperti evaluasi perencanaan dan
pengembangan, evaluasi monitoring, evaluasi dampak, evaluasi efisiensi-ekonomis,
dan evaluasi program komprehensif.[6]
Dalam bimbingan, tujuan evaluasi adalah untuk memperoleh informasi secara
menyeluruh mengenai karakteristik peserta didik, sehingga dapat diberikan
bimbingan dengan sebaik-baiknya.[7]yang mana informasi tersebut bersifat akurat
dan objektif tentang suatu program.[8]
 

1. D.    FUNGSI EVALUASI
Menurut Scriven ( 1967) fungsi evaluasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
fungsi formatif dan fungsi sumatif. Fungsi formatif dilaksanakan apabila hasil yang
diperoleh dari kegiatan evaluasi diarahkan untuk memperbaiki bagian tertentu atau
sebgaian besar bagian kurikulum yang sedang dikembangkan. Sedangkan fungsi
sumatif dihubungkan dengan penyimpulan mengenai kebaikan dari sistem secara
keseluruhan, dan fungsi ini baru dapat dilaksanakan apabila pengembangan suatu
kurikulum,telah dianggap selesai.[9]
Fungsi evaluasi memang cukup luas bergantung dari sudut mana kita melihatnya.
Bila  kita lihat secara menyeluruh, fungsi evaluasi adala sebagai berikut:[10]
1. Secara psikologis, fungsi evaluasi adalah untuk mengetahui prestasi belajar
peserta didik.
2. Secara sosiologis, evaluasi berfungsi untuk mengetahui apakah peserta didik
sudah cukup mampu untuk terjun ke masyarakat.
3. Secara didaktis-metodis, evaluasi berfungsi untuk membantu guru dalam
menempatkan peserta didik pada kelompok tertentu sesuai dengan kemampuan
dan kecakapannya masing-masing serta membantu guru dalam usaha
memperbaiki proses pembelajarannya.
4. Evaluasi berfungsi untuk mengetahui kedudukan peserta didik dalam
kelompok, apakah dia termasuk anak yang pandai, sedanga atau kurang pandai.
5. Evaluasi berfungsi untuk mengetahui taraf kesiapan peserta didik dalam
menempuh program pendidikannya.[11]
6. Evaluasi berfungsi membantu guru dalam memberikan bimbingan dan
seleksi, baik dalam rangka menentukan jenis pendidikan, jurusan, maupun
kenaikan kelas.
7. Secara administrative, evaluasi berfungsi untuk memberikan laporan tentang
kemajuan peserta didik kepada orang tua, pejabat pemerintah yang berwenang,
kepala sekolah, guru-guru, dan peserta didik itu sendiri.
8. Evaluasi berfungsi untuk mengetahui kemaajuan dan perkembangna serta
keberhasilan siswa setelah mengalami atau melakukan kegiatan belajar selama
jangka waktu tertentu.[12]
9. Evaluasi berfungsi untuk mengetahui tingkat keberhasilan program
pengajaran.[13]
Sementara itu Stanley dan Oemar Hamalik ( 1989 ) mengemukakan secara spesifik
tentang fungsi tes dalam pembelajaran yang dikategorikan ke dalam tiga fungsi yang
saling berinterelasi, yakni “ fungsi instruksional, fungsi administrative, dan fungsi
bimbingan.[14]
1. Fungsi instruksional
1)      Proses konstruksi suatu tes merangsang para guru untuk menjelaskan dan
merumuskan kembali tujuan-tujuan pembelajaran ( kompetensi dasar ) yang
bermakna.

2)      Suatu tes akan memberikan umpan balik kepada guru. Umpan balik yang
bersumber dari hasil tes akan membantu guru untuk memberikan bimbingan
pembelajaran yang lebih bermakna bagi peserta didiknya.

3)      Tes-tes yang dikonstruksi secara cermat dapat memotivasi peserta didik
melakukan kegiatan belajar.

4)      Ulangan adalah alat yang bermakna dalam rangkan penguasaan atau
pemantapan belajar.[15]
2. Fungsi administrative
1)      Tes merupakan suatu mekanisme untuk mengontrol kualitas suatu sekolah atau
suatu sistem sekolah.

2)      Tes berguna untuk mengevaluasi program dan melakukan penelitian.


3)      Tes dapat meningkatkan kualitas hasil seleksi.

4)      Tes berguna sebagai alat untuk melakukan akreditasi, penguasaan, dan
sertifikasi.

3. Fungsi bimbingan
Tes sangat penting untuk mendiagnosis bakat-bakat khusus, dan kemampuan
(ability) peserta didik.

            Berdasarkan penjelasan di atas, maka fungsi evaluasi pembelajaran adalah:

            Pertama, untuk perbaikan pengembangan sistem pembelajaran. Kedua, untuk


akreditasi. Dalam UU No. 20/2003 Bab 1 pasal 1 ayat 22 dijelaskan bahwa”
akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.[16]
1. E.     ACUAN EVALUASI
            Di dalam setiap kegiatan belajar mengajar selalu dilakukan penilaian. Hasil
penilaian disajikan dalam bentuk nilai angka atau huruf. Dalam hal ini, ada lembaga
pendidikan yang menggunakan nilai angka dengan skala 0 smapi 100 dan ada pula
yang menggunakan nilai angka itu dengan skala 0 sampai 10. Di perguruan tinggi
umumnya digunakan nilai huruf, yaitu A,B,C,D dan F atau TL. Nilai –nilai huruf itu
akan ditransfer ke dalam nilai angka dengan bobot masing-masing sebagai berikut:
A=4, B=3, C=2, D=1, dan F ( atau TL) =0.[17]
            Pengolahan nilai-nilai menjadi nilai akhir seorang siswa dapat dilakukan
dengan mengacu kepada kriteria atau patokan tertentu. Dalam hal ini dikenal
adanya dua patokan yang umum dipakai dalam penelitian itu, yakni “ penilaian
acuan patokan” ( criterion-referenced evaluation ) dan ‘ penilaian acuan norma
( norm-referenced evaluation ).[18]
1)      PAN (Penilaian Acuan Norma)
1. Pengertian
PAN (Norm Referenced Evaluation) dikenal pula dengan sebutan “Standar Relatif”
atau norma kelompok. Pendekatan ini menafsirkan hasil tes yang diperoleh siswa
dengan membanding-kannya dengan hasil tes siswa lain dalam kelompoknya.  Alat
pembanding itu ditentukan berdasarkan skor yang diperoleh siswa dalam satu
kelompok. Ini berarti bahwa standar kelulusan baru dapat ditentukan setelah
diperoleh skor siswa. Hal ini mengisyaratkan kepada kita bahwa standar yang dibuat
untuk kelompok tertentu tidak dapat digunakan untuk kelompok lainnya. Begitu
pula dengan standar yang digunakan untuk hasil tes sebelumnya tidak dapat
digunakan untuk hasil tes sekarang atau yang akan datang. Jadi setiap kali kita
memperoleh data hasil tes, kita dituntut untuk membuat norma baru. Jika
dibandingkan antara norma yang satu dengan yang lainnya mungkin saja akan
ditemukan standar yang sangat berbeda. Jika kelompok tertentu kebetulan siswanya
pintar-pintar, maka norma/standar kelulusannya akan tinggi. Sebaliknya jika
siswanya kurang pintar, maka standar kelulusannya pun akan rendah. Itulah
sebabnya pendekatan ini disebut standar relatif.[19]
Ada beberapa pendapat lain tentang pengertian Penilaian Acuan Norma, yaitu:

a.  Acuan norma merupakan elemen pilihan yang memberikan daftar dokumen


normatif yang diacu dalam standar sehingga acuan tersebut tidak terpisahkan dalam
penerapan standar. Data dokumen normatif yang diacu dalam standar yang sangat
diperlukan dalam penerapan standar.

b.  Pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai dilakukan dengan


mengacu pada norma atau kelompok. Cara ini dikenal sebagai penilaian acuan
norma (PAN).

c.  PAN adalah Nilai sekelompok peserta didik (siswa) dalam suatu proses
pembelajaran didasarkan pada tingkat penguasaan di kelompok itu. Artinya
pemberian nilai mengacu pada perolehan nilai di kelompok itu.

d.  Penilaian Acuan Norma (PAN) yaitu dengan cara membandingkan nilai seorang
siswa dengan nilai kelompoknya. Jadi dalam hal ini prestasi seluruh siswa dalam
kelas / kelompok dipakai sebagai dasar penilaian.[20]
1. b.  Ciri-ciri PAN (Penilaian Acuan Norma)
a.  Penilaian Acuan Normatif digunakan untuk menentukan status setiap peserta
didik terhadap kemampuan peserta didik lainnya. Artinya, Penilaian Acuan Normatif
digunakan apabila kita ingin mengetahui kemampuan peserta didik di
dalam komunitasnya seperti di kelas, sekolah, dan lain sebagainya.
b.  Penilaian Acuan Normatif menggunakan kriteria yang bersifat “relative”. Artinya,
selalu berubah-ubah disesuaikan dengan kondisi dan atau kebutuhan pada waktu
tersebut.

c.  Nilai hasil dari Penilaian Acuan Normatif tidak mencerminkan tingkat


kemampuan dan penguasaan siswa tentang materi pengajaran yang diteskan, tetapi
hanya menunjuk kedudukan peserta didik (peringkatnya) dalam komunitasnya
(kelompoknya).
d. Penilaian Acuan Normatif memiliki kecendrungan untuk menggunakan rentangan
tingkat penguasaan seseorang terhadap kelompoknya, mulai dari yang sangat
istimewa sampai dengan yang mengalami kesulitan yang serius.

e. Penilaian Acuan Normatif memberikan skor yang menggambarkan penguasaan


kelompok.

Dari beberapa pengertian ini dapat disimpulkan bahwa Penilaian Acuan Norma
adalah penilaian yang dilakukan dengan mengacu pada norma kelmpok; nilai-nilai
yang diperoleh siswa diperbandingkan dengan nilai-nilai siswa yang lain yang
termasuk di dalam kelompok itu. [21]
c. Pedoman Konversi PAN
Konversi didasarkan pada Mean dan Standar Deviasi (SD) yang dihitung dari hasil
tes yang diperoleh. Oleh karena itu untuk membuat standar penilaian atau  pedoman
konversi, terlebih dahulu kita harus menghitung Mean dan SD-nya. Jika dihubung-
kan dengan skala penilaian, maka pedoman konversi untuk PAN dapat
mempergunakan berbagai skala, misalnya skala lima, sembilan, sepuluh, dan
seratus.

d. Keunggulan PAN
Ada beberapa keunggulan yang dimiliki PAN, diantaranya seperti tersaji di bawah
ini:

1.   Hasil PAN dapat membuat guru bersikap positif dalam  memperlakukan siswa
sebagai individu yang unik.

2.   Hasil PAN akan merupakan informasi yang baik tentang kedudukan siswa  dalam
kelompoknya.

3.   PAN dapat digunakan untuk menyeleksi calon siswa yang dites secara ketat.[22]
e. Contoh PAN
Suatu kelompok peserta didik (siswa) terdiri dari 9 orang mendapat skor (nilai
mentah):,50, 45, 45, 40, 40, 40, 35, 35, 30. Dari skor mentah ini dapat dibaca bahwa
perolehan tertinggi adalah 50 dan perolehan terendah adalah 30. Dengan demikian
nilai tertinggi diberikan terhadap skor tertinggi, misalnya 10. Secara proporsional
skor di atas dapat diberi nilai 10, 9, 9, 8, 8, 8, 7, 7, 6. Cara lain ialah dengan
menghitung persentase jawaban benar yang dijawab oleh setiap siswa. Kemudian
kepada siswa yang memperoleh persentase tertinggi diberikan nilai tertinggi. Jika
skor (nilai mentah) di atas didapat dari 60 butir pertanyaan atau skor maksimalnya
60. Perhatikan tabel di bawah ini !
 
Menghitung Nilai dari Skor (Nilai Mentah)
 

Nilai
mentah 50 45 45 40 40 40 35

Persentase

jawaban

yang benar 83,3 75,0 75,0 66,7 66,7 66,7 58,5

Nilai

(1-10) 10 9 9 8 8 8 7

Untuk mengubah persentase menjadi nilai (1-10) dengan cara bahwa persentase
tertinggi diberi nilai 10, ini berarti bahwa 83,3% dihargai 10, maka 75,0% harganya
adalah (75,0%/83,3%) x 10 = 9,0.

Dapat juga dicari faktor pengali terlebih dahulu, yaitu: 83,3% adalah 10 atau
(83,3/100) x n = 10 atau n = 12. Jadi faktor pengalinya adalah 12, sehingga 66,7%
pada nilai (1-10) adalah 66,7% x 12 = 7,9 atau 8.[23]
2). PAP (Penilaian Acuan Patokan)
1. a.      Pengertian
Penilaian acuan patokan (PAP) biasanya disebut juga criterion evaluation
merupakan pengukuran yang menggunakan acuan yang berbeda. Dalam pengukuran
ini siswa dikomparasikan dengan kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu
dalam tujuan instruksional, bukan dengan penampilan siswa yang lain. Keberhasilan
dalam prosedur acuan patokan tegantung pada penguasaaan materi atas kriteria
yang telah dijabarkan dalam item-item pertanyaan guna mendukung tujuan
instruksional.[24]
Dengan PAP setiap individu dapat diketahui apa yang telah dan belum dikuasainya.
Bimbingan individual untuk meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi
pelajaran dapat dirancang, demikian pula untuk memantapkan apa yang telah
dikuasainya dapat dikembangkan. Guru dan setiap peserta didik (siswa) mendapat
manfaat dari adanya PAP. Melalui PAP berkembang upaya untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran dengan melaksanakan tes awal (pre test) dan tes akhir (post
test). Perbedaan hasil tes akhir dengan test awal merupakan petunjuk tentang
kualitas proses pembelajaran.
Pendekatan ini lebih menitikberatkan pada apa yang dilakukan oleh peserta didik.
Dengan kata lain, kemampuan-kemampuan apa yang telah dicapai peserta didik
sesudah menyelesaikan satu bagian kecil dari suatu keseluruhan program. Jadi, 
penilaian acuan patokan meneliti apa yang dapat dikerjakan oleh peserta didik,
bukan membandingkan seorang peserta didik dengan teman sekelasnya, melainkan
dengan suatu kriteria atau patokan yang spesifik.[25]
Pembelajaran yang menuntut pencapaian kompetensi tertentu sebagaimana
diharapkan dan termuat pada kurikulum saat ini, PAP merupakan cara pandang
yang harus diterapkan. PAP juga dapat digunakan untuk menghindari hal-hal yang
tidak diinginkan, misalnya kurang terkontrolnya penguasaan materi, terdapat siswa
yang diuntungkan atau dirugikan, dan tidak dipenuhinya nilai-nilai kelompok
berdistribusi normal. PAP ini menggunakan prinsip belajar tuntas (mastery
learning).
1. b.      Penetapan
Penafsiran hasil tes yang mempergunakan PAP dilakukan dengan membandingkan
nilai hasil tes yang diperoleh siswa dengan patokan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Akan tetapi kriteria yang dipergunakan untuk menetapkan besar-nya
patokan itu sendiri  hingga kini belum ada kesepakatan. Oleh karena itu selama ini
setiap lembaga/sekolah biasanya bersepakat untuk membuat patokan yang akan
diberlakukan di tempat masing-masing.[26]
Penafsiran dengan menggunakan pendekatan PAP menggunakan langkah-langkah
sebagai berikut:

1)      Mencari skor ideal, yaitu skor yang mungkin dicapai oleh peserta didik, jika
semua soal dapat dijawab dengan betul.

2)      Mencari rata-rata ( X ) ideal dengan rumus

S ideal = ½ x X ideal.

      3). Mencari simpangan baku ( s ) ideal dengan rumus.

           S ideal = ½ x X ideal


      4). Menyusun pedoman konversi sesuai dengan kebutuhan.[27]
                  Contoh gambaran dalam menetapkan presentase ketercapaian dalam
penilain berdasarkan acuan patokan adalah sebagai berikut:[28]
Taraf penguasaan Angka kualitas Nilai huruf kualifikasi

91-100 % 4 A memuaskan

81-90% 3 B Baik

71-80% 2 C Cukup

61-70% 1 D Kurang

< 60% 0 E Gagal

1. c.       Keunggulan PAP
1)   Hasil PAP merupakan  umpan balik yang dapat digunakan guru sebagai
introspeksi tentang program pembelajaran yang telah dilaksanakan.

2)   Hasil PAP dapat membantu guru dalam pengambilan keputusan tentang perlu
atau tidaknya penyajian ulang topik/materi tertentu.

3)   Hasil PAP dapat pula membantu guru merancang pelak-sanaan program remidi.

d. Contoh PAP
Pada cara ini hanya mereka yang telah menguasai paling sedikit sekian persen soal-
soal yang ditanyakan, siswa yang dianggap menguasai materi yang ditanyakan itu.
Batas kelulusan itu misalnya dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan sebanyak 75%.
Bila hendak dikonversi terhadap nilai A, B, C, D atau E, dapat menggunakan
pedoman berikut:

Konversi Angka terhadap Nilai


Angka Nilai (Huruf)

95 – 100 A

87 – 94 B
75 – 86 C

60 – 74 D

<>  E (Gagal)

Pengelompokan nilai-nilai mentah kedalam huruf-huruf tersebut tanpa adanya


alasan ilmiah, hanya rasional saja.[29]
e. Penilaian Acuan Norma ( PAN )
Dalam penilaian acuan norma, maka angka ( skor ) seorang peserta didik ditemukan
dengan cara membandingkan hasil belajarnya dengan hasil belajar peserta didik
lainnya dalam satu kelompok/kelas. Peserta didik dikelompokkan berdasarkan
jenjang hasil belajar sehingga dapat diketahui kedudukan relative seorang peserta
didik dibandingkan dengan teman sekelasnya. Tujuan penilaian acuan norma adalah
untuk membedakan peserta didik atas kelompok-kelompok tingkat kemampuan,
mulai dari yang terendah sampai dengan tertinggi.[30]
Langkah-langkah pengolahan data dengan pendekatan PAN adalah sebagai berikut:

1)      Mencari skor mentah.

2)      Menghitung rata-rata ( X ) aktual dengan rumus

ᵡ=

Keterangan :

Md : Mean duga

f : Frekuensi                                                              

d : deviasi

fd : Frekuensi kali deviasi

n : jumlah sampel.

i: interval

               3).  Menghitung simpangan baku ( s ) aktual dengan rumus:

              4). Menyusun pedoman konversi.[31]                     


3). PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PAN DAN PAP
Penilaian Acuan Norma dan Penilaian Acuan Patokan mempunyai beberapa
persamaan sebagai berikut:

a.  Penilaian acuan norma dan acuan patokan memerlukan adanya tujuan evaluasi
spesifik sebagai penentuan fokus item yang diperlukan. Tujuan tersebut termasuk
tujuan intruksional umum dan tujuan intruksional khusus

b. Kedua pengukuran memerlukan sample yang relevan, digunakan sebagai subjek


yang hendak dijadikan sasaran evaluasi. Sample yang diukur mempresentasikan
populasi siwa yang hendak menjadi target akhir pengambilan keputusan.

c.  Untuk mandapatkan informasi yang diinginkan tenyang siswa, kedua pengukuran


sama-sama nenerlukan item-item yang disusun dalam satu tes dengan menggunakan
aturan dasar penulisan instrument.

d. Keduanya mempersyaratkan perumusan secara spesifik perilaku yang akan


diukur.

e. Keduanya menggunakan macam tes yang sama seperti tes subjektif, tes karangan,
tes penampilan atau keterampilan

f. Keduanya dinilai kualitasnya dari segi validitas dan reliabilitasnya.

g. Keduanya digunakan ke dalam pendidikan walaupun untuk maksud yang berbeda.

Perbedaan kedua penilaian adalah sebagai berikut:

1. Penilaian acuan norma biasanya mengukur sejumlah besar perilaku khusus


dengan sedikit butir tes untuk setiap perilaku. Penilaian acuan patokan biasanya
mengukur perilaku khusus dalam jumlah yang terbatas dengan banyak butir tes
untuk setiap perilaku.

2.  Penilaian acuan norma menekankan perbedaan di antara peserta tes dari segi
tingkat pencapaian belajar secara relatif. Penilaian acuan patokan menekankan
penjelasan tentang apa perilaku yang dapat dan yang tidak dapat dilakukan oleh
setiap peserta tes.

3. Penilaian acuan norma lebih mementingkan butir-butir tes yang mempunyai


tingkat kesulitan sedang dan biasanya membuang tes yang terlalu mudah dan terlalu
sulit. Penilaian acuan patokan mementingkan butir-butir tes yang relevan dengan
perilaku yang akan diukur tanpa perduli dengan tingkat kesulitannya.

4. Penilaian acuan norma digunakan terutama untuk survey. Penilaian acuan


patokan digunakan terutama untuk penguasaan.[32]
 
4). Peneilaian Acuan Kriteria ( Criterion- Referenced Assessment )
Penilaian dengan pendekatan PAK ( Penilaian Acuan Kriteria ) Menurut tardif et al
( 1989: 95) merupakan proses pengukuran prestasi belajar dengan cara
membandingkan pencapaian seorang siswa dengan berbagai perilaku ranah yang
telah ditetapkan secara baik ( well- defined domain behaviours) sebagai patokan
absolute. Oleh karena itu, dalam mengimplementasika pendekatan  PAK diperlukan
adanya criteria mutlak yang merujuk pada tujuan pembelajaran umum dan khusus.
Artinya, Nilai atau kelulusan seorang siswa bukan berdasarkan perbandingan
dengan niat yang telah dicapai oleh rekan- rekan sekelompoknya melainkan
ditentukan oleh penguasaannya atas materi pelajaran hingga batas yang sesuai
dengan tujuan instruksional.
      Pendekatan penilaian seperti diatas biasanya ditetapkan  dalam system belajar
tuntas ( mastery learning). Dalam system belajar tuntas, seorang siswa baru dapat
dinyataka lulus dalam evaluasi suatu mata pelajaran apabila ia telah menguasai
seluruh materi secara merata dan mendalam dengan nilai minimal 80.
      Sebagai contoh , apabila pelajaran agama dikelas 1 SLTP misalnya harus dikuasai
secara tuntas antara lain siswa harus terampil mempraktekan shalat lengkap dengan
penguasaan atasn  arti bacaan dan doanya, lalu penguasaanya ditentukan minimal
80%, maka nilai 75 sekali pun, belum dapat dinyatakan lulus/ berhasil meskipun
nilai ini tertinggi diantara nilai teman- temannya yang rata- rata mungkin hanya 70
atau kurang.[33]
 

 
 

BAB III
Kesimpulan.
 Secara harfiah, kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris yakni evaluation;
dalam bahasa Arab berarti al-taqdîr (‫ ;)التقدير‬dalam bahasa Indonesia berarti
penilaian. Akar katanya adalah value; dalam bahasa Arab berarti al-qîmah (‫;)القيمة‬
dalam bahasa Indonesia berarti nilai. Evaluasi artinya penilaian terhadap tingkat
keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah
program.
  Ada tiga istilah yang sering digunakan dalam evaluasi yaitu : Tes, pengukuran
dan penilaian. ( test, measurement, and assessment)
 Tujuan evaluasi diantaranya adalah Tujuan evaluasi pembelajaran
adalah untuk mengetahui keefektifan dan efisiensi sistem pembelajaran, baik
menyangkut tentang tujuan, materi metode, media, sumber belajar,
lingkungan maupun sistem penilaian itu sendiri.
 Fungsi evaluasi menurut Scriven fungsi evaluasi dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu fungsi formatif dan fungsi sumatif. Fungsi formatif
dilaksanakan apabila hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi diarahkan
untuk memperbaiki bagian tertentu atau sebgaian besar bagian kurikulum
yang sedang dikembangkan. Sedangkan fungsi sumatif dihubungkan dengan
penyimpulan mengenai kebaikan dari sistem secara keseluruhan, dan fungsi
ini baru dapat dilaksanakan apabila pengembangan suatu kurikulum,telah
dianggap selesai
 Acuan evaluasi pembelajaran ada 3yaitu PAN ( Penilaian acua norma), 
PAK ( Penilaian nilai keriteria) PAP ( Penilaian acuan patokan ).
 

 
 

 
DAFTAR PUSTAKA
.Junaedi, dan Baihaqi, Evaluasi Pembelajaran MI, Surabaya: LPM Fakultas
Tarbiyah IAIN  Sunan Ampel Surabay, 2009.
Arifin, Zainal, Evaluasi Pembelajaran, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012.
Atwi Suparman, Desain Instruksional,( Jakarta: PAU ,1997), 23.
http://blogwirabuana.wordpress.com/2011/03/16/penilaian-acuan-norma-pan-
-acuan-patokan-pap/
http://diwarman64.blogspot.com .
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar. ( Jakarta: PT Raja Grafido Persada 2009).

Purwanto, Ngalim, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran ,Bandung:


Remaja Rosdakarya, 2010.
Putro, Eko,  Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran Panduan Praktis Bagi
Pendidik dan Calon Pendidik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.

[1] Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan. Edisi 7. Jakarta: Raja Grafindo


Persada, 2007), 1. 
[2]. Muhibbin Syah, Psikologi Belajar. ( Jakarta: PT Raja Grafido Persada 2009).
197.
[3]. Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran Panduan Praktis Bagi
Pendidik dan Calon Pendidik, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011),1-3
[4] Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012),
13.
[5] Ibid., 6.
[6] Ibid.,
[7] Ibid.
[8] Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran Panduan Praktis Bagi
Pendidik dan Calon Pendidik, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 6.
[9] Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012),16.
[10] Ibid.
[11] Ibid., 17.
[12] Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2010), 5.
[13] Ibid.
[14] Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, ( Bandung: Remaja Rosdakarya,
2012),18.
[15] Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, ( Bandung: Remaja Rosdakarya,
2012),19.
[16] Ibid.
[17] Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2010), 75.
[18] Ibid.
[19] Sukardi. E, dan Maramis. W. F, Penilaian Keberhasilan Belajar,(Jakarta:
Erlangga,1986), 34.
[20] Ibid., 35.
[21] Bistok Sirait, Menyusun Tes Hasil Belajar, (Semarang: Press,1985), 45.
[22] Ibid., 52.
[23] http://diwarman64.blogspot.com .
[24] Atwi Suparman, Desain Instruksional,( Jakarta: PAU ,1997), 23.
[25] Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, ( Bandung: Remaja Rosdakarya,
2012),235.
[26] Bistok Sirait, Menyusun Tes Hasil Belajar, (Semarang: Press,1985), 48.
[27] Ibid., 236.
[28] Junaedi, dan Baihaqi, Evaluasi Pembelajaran MI, ( Surabaya: LPM Fakultas
Tarbiyah IAIN  Sunan Ampel Surabay, 2009), 213.
[29]  http://diwarman64.blogspot.com .
 

[30] Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, 240.


[31] Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, 241.
[32] http://blogwirabuana.wordpress.com/2011/03/16/penilaian-acuan-norma-
pan-dan-penilaian-acuan-patokan-pap/
[33]. Muhibbin Syah, Psikologi Belajar. ( Jakarta: PT Raja Grafido Persada 2009).
2020-

Anda mungkin juga menyukai