Anda di halaman 1dari 6

Kegiatan penambangan diawali dengan tahap perencanaan.

Dalam tahap ini dilakukan pemodelan

geologi untuk memetakan lokasi batuan yang memiliki kandungan mineral berharga. Selain itu,

dibuat juga data geoteknikal untuk mengetahui jenis batuan yang ada serta struktur geologi di lokasi

yang akan ditambang. Data dari pemodelan geologi dan geoteknikal lantas dikombinasikan dengan

data harga jual logam yang berlaku. Setelah itu, informasi tersebut dibandingkan dengan biaya

operasional yang harus dikeluarkan untuk melakukan kegiatan pertambangan. Pengolahan data

dilakukan secara digital menggunakan perangkat lunak yang disebut TSS Miner untuk mendapatkan

model tiga dimensi sebagai dasar dalam membuat pit atau lubang tambang. Model tersebut

berbentuk cekungan ke dalam perut bumi menyerupai mangkok raksasa.

Dari model tersebut diketahui bahwa bentuk pertambangan yang ideal diterapkan di Batu Hijau

adalah pertambangan terbuka atau open pit. Pit Batu Hijau dibagi menjadi 7 fase yang akan

ditambang secara bertahap. Setiap fase memiliki kandungan mineral berharga yang berbeda. Pada

tahun 2016 ini, penambangan sudah mencapai fase 6. Diameter terluar pit saat ini mencapai 2,8

kilometer dengan kedalaman mencapai sekitar minus 240 meter dari permukaan laut.
Open pit di tambang Batu Hijau

Dalam tahap perencanaan perlu juga diperhitungkan jalur pengangkutan bijih batuan. Lebar jalur

tersebut disesuaikan dengan kebutuhan, misalnya apakah di jalur tersebut hanya akan digunakan

sebagai jalur lalu lintas haul truck saja atau juga akan dibangung instalasi pipa dan pompa.

Setelah perencanaan tambang siap, selanjutnya dimulailah tahap konstruksi. Tahap ini diawali

dengan pembukaan dan pembersihan lahan. PT NNT membuka hutan di Batu Hijau dengan

menebang pepohonan di sana. Kayu-kayu gelondongan hasil pembukaan hutan lantas dikumpulkan

dan diinventarisasi untuk selanjutnya dilaporkan kepada pemerintah. Setelah lahan dibuka,

dilakukan pengupasan lapisan tanah hingga mencapai lapisan batuan yang mengandung mineral.
Tanah yang dikupas selanjutnya dikumpulkan dan ditempatkan di soil stockpile. Tanah tersebut

akan digunakan untuk proses reklamasi lahan.

Tahap berikutnya adalah pengeboran dan peledakan (blasting). Tingkat kekerasan batuan di Batu

Hijau tidak memungkinkan untuk digali secara langsung. Pengeboran dan peledakan dilakukan

untuk menghancurkan batuan yang memiliki kandungan mineral sehingga bisa dimuat dan diangkut

dari lokasi tambang. Dalam tahap ini diambil sampel batuan untuk dianalisis di laboratorium

sehingga diketahui kadar mineral berharga dalam batuan dan karakteristiknya. Analisis tersebut

diperlukan untuk mengelompokkan batuan berdasarkan kandungannya. Batuan yang sama sekali

tidak mengandung mineral dikategorikan sebagai batuan buangan. Batuan tersebut diangkut dan

ditempatkan di area penimbunan yang disebut waste dump. Sedangkan batuan yang memiliki

kandungan mineral atau dikenal dengan bijih (ore) dibawa ke tahap pengolahan berikutnya.

Bijih dikategorikan menjadi tiga tingkatan, yaitu bijih kadar tinggi, bijih kadar menengah, dan bijih

kadar rendah. Bijih kadar tinggi selanjutnya diangkut menuju area crusher atau penghancur. Di

tempat ini bijih yang semula berdiameter sekitar 25 cm dihancurkan hingga berukuran sekitar 15 cm.

Dari area crusher, bijih kadar tinggi diangkut dengan conveyor belt menuju pabrik untuk diolah lebih

lanjut. Sementara itu, bijih kadar menengah dan rendah diangkut menuju area stockpile untuk

disimpan. Saat produksi tambang menurun sehingga pasokan bijih tidak mencukupi kebutuhan

pabrik pengolahan, deposit bijih kadar menengah dan rendah itulah yang akan diolah untuk menjaga

kelangsungan produksi.
Bijih dengan kadar tinggi diangkut ke crusher untuk diperkecil ukurannya

PT NNT membuat rencana penambangan lima tahunan yang dirinci dalam rencana satu tahunan.

Rencana tersebut digambarkan dalam bentuk model tiga dimensi berupa rencana topografi akhir.

Dari model tersebut dapat dipetakan mana saja area yang akan ditambang berikut kandungan

mineralnya. Rencana topografi akhir ini juga berfungsi sebagai kontrol agar kegiatan pertambangan

berjalan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya.

Aspek lain yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pertambangan adalah pengelolaan air tambang.

PT NNT menerapkan sistem pengelolaan tertutup, yaitu air yang terdampak aktivitas tambang

ditampung dalam kolam-kolam tertentu agar tidak keluar ke lingkungan bebas. Air yang terdampak

tambang akan bersifat asam dengan kadar pH mencapai 2 hingga 3. Agar air tambang tidak
tercampur dengan air bersih di luar lingkungan tambang, PT NNT membuat saluran pengalih di

sekeliling area tambang. Saluran tersebut berfungsi memisahkan air terdampak dengan air bersih di

luar tambang. Di dalam area tambang, dibangun beberapa kolam penampung untuk mengendapkan

secara bertahap kandungan mineral yang terlarut agar air menjadi netral. Setidaknya, air tambang

diendapkan hingga 3 tahap hingga mencapai baku mutu yang ditentukan. Barulah air tersebut

dialirkan ke lingkungan luar tambang.

Air terdampak tambang ini dialirkan di saluran pengalih agar tidak bercampur dengan air bersih dari luar tambang

Ada standar dan kaidah yang harus dipatuhi dalam proses pertambangan. Hal tersebut untuk

menjaga agar alam tetap lestari setelah digali dan diambil kekayaannya. Konstitusi republik ini

menjagmin bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dapat dimanfaatkan
untuk kemakmuran rakyat. Yang menjadi penting adalah proses pertambangan itu harus dilakukan

dengan standar yang memadai. Ada aturan jelas yang harus dipatuhi. Dengan demikian, kegiatan

pertambangan akan memberikan lebih banyak manfaat dibandingkan mudharat.

(AK)

https://pillowlava.wordpress.com/2011/06/19/mineralisasi-dan-alterasi-dalam-sistem-hidrotermal/

Anda mungkin juga menyukai