Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 (1) 2019

Jurnal Keperawatan Muhammadiyah


Alamat Website: http://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/JKM

Kesehatan Mental dan Strategi Koping Dalam Perspektif Budaya: Sebuah Studi Sosiodemografi
di Ambon

Margie Grace Kelly Tarehy1, Arwyn Weynand Nusawakan1, Simon Pieter Soegijono2
1
Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah
2
Universitas Kristen Indonesia Maluku, Indonesia

INFORMASI ABSTRACT
Korespondensi: Purpose: To describe the perception of mental health and coping strategy based on the
arwyn.nusawakan@staff. culture againts Ambonese with different background of sociodemography.
uksw.edu Method: Descriptive qualitative used purposive sampling and snowball sampling
techniques. Data collection used interviews through semi structured questions.
The results of interviews then was analyzed using technique of data reduction, data
display and conclusions. Results: that found six enormous themes: healthy it was free
from any diseases and should maintain a healthy lifestyle, mental health perception
and factors of mental disorder, the strategy of community to face the patients mental
health, procured health services and support from families and communities, external
stresor as the cause of stress, and coping strategy of Latuhalat community.
Keywords: Conclusions: Based on sosiodemography participants have the right coping strategy
Mental Health; Coping in handling people who have mental disorder that brought the person to Psychiatric
Strategy; Sociodemography Hospital to obtain the care of nursing .While there was no coping strategy which
based on culture.

26
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 (1) 2019

PENDAHULUAN lebih serius (Kurniawan & Sulistyarini, 2016). Data


Badan Kesehatan Dunia mendefenisikan kesehatan yang ada mengatakan bahwa penderita gangguan kes-
sebagai kondisi dinamis yang meliputi kesehatan jas- ehatan mental di Indonesia tidaklah sedikit sehingga
mani, rohani, sosial, dan tidak hanya terbebas dari hal ini menjadi sebuah perhatian dengan tersedianya
penyakit, cacat, dan kelemahan. Sehat mental atau penanganan atau pengobatan yang lebih tepat (Putri,
psikis merupakan kondisi sehat pikiran, emosional, Wibhawa & Gutama).
maupun spiritual dari seseorang (Adliyani, 2015). Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keseha-
Pendapat lain dari Semiun (2006) menjelaskan bah- tan mental seseorang adalah kondisi sosiodemogra-
wa orang yang sehat secara mental mempunyai sikap fi. Komponen demografi digunakan dalam peneli-
menghargai diri sendiri, memahami dan menerima ke- tian sosial dengan variabel seperti komposisi rumah,
terbatasan diri sendiri maupun orang lain, memahami umur, jenis kelamin, etnis, status perkawinan, peng-
kenyataan bahwa semua tingkah laku ada penyebab- hasilan, status ekonomi, pekerjaan, status pekerjaan
nya dan memahami dorongan untuk aktualisasi-diri. dan agama (Vaus, 2002). Beberapa hasil penelitian
Sebaliknya sakit mental jika ia mempunyai emosi yang telah menunjukan bahwa indikator-indikator sosio-
tidak terkendali, secara kepribadian tidak matang se- demografi (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
suai usianya, tidak mampu menghadapi tekanan hid- pekerjaan, penghasilan, status perkawinan, agama)
up, mempunyai tingkat tekanan kecurigaan tinggi ter- dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang (Id-
hadap orang lain, dan agresif. aiani, Suhardi & Kristanto (2010; asdadsasda, 2011)
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKES- Selain itu hasil penelitian dari Agung Wahyudi dan
DAS) tahun 2013, jumlah penderita ganguan jiwa Arulita Ika Febriana (2016) adanya hubungan antara
berat nasional (psikosis/skizofrenia) adalah sebanyak faktor resiko jenis kelamin, daerah tempat tinggal,
1.728 orang. Prevalensi psikosis tertinggi ada di DI tipe kepribadian, status perkawinan, status pekerjaan,
Yogyakarta dan Aceh (masing-masing 2.7%) dan yang status sosio-ekonomi, dan faktor pencetus dengan ke-
terendah di Kalimantan Barat (0,7%), provinsi malu- jadian skizofrenia.
ku berada pada angka 1,7%. Prevalensi gangguan jiwa Individu yang sehat secara mental dapat berfungsi se-
berat nasional sebesar 1,7 per mil. Gangguan jiwa be- cara normal dalam menjalankan hidupnya khususn-
rat adalah gangguan jiwa yang ditandai tertinggi yaitu ya saat menyesuaikan diri untuk menghadapi stressor
Sulawesi Tengah (11,6%), sedangkan yang terendah yang akan ditemui sepanjang hidupnya (Putri, Wibha-
di Lampung dengan terganggunya kemampuan me- wa & Gutama). Syamsu Yusuf (2007) mendefenisikan
nilai realitas dan tilikan diri (insight) yang buruk. Ge- stres sebagai perasaan tidak enak, tidak nyaman, atau
jala yang menyertai gangguan ini berupa halusinasi, tertekan, baik fisik maupun psikis sebagai respon atau
waham, gangguan proses pikir, dan kemampuan ber- reaksi individu terhadap stresor yang mengancam,
pikir, dan tingkah laku aneh seperti katatonik. Skizof- mengganggu, membebani, atau membahayakan kes-
renia dan gangguan psikotik adalah contoh dari gang- elamatan, kepentingan, keinginan, atau kesejahtraan
guan jiwa berat yang lazim terjadi masyarakat. Orang hidupnya. Rasmun (2004) mengatakan, dampak
yang mengalami gejala psikotik disebut orang dengan dari stres yang dibiarkan berlarut-larut dalam inten-
gangguan jiwa (ODGJ) (Yudi Kurniawan & Indahria sitas yang tinggi bisa mengakibatkan penyakit fisik
Sulistyarini, 2016). Hasil Riset Kesehatan Dasar dan mental, yang pada akhirnya dapat menurunkan
(RISKESDAS) tahun 2013 prevalensi penduduk yang produktivitas dan buruknya hubungan interpersonal.
mengalami gangguan mental emosional secara na- Teori yang disampaikan oleh Lazarus dan Folkman
sional adalah 6,0% (37.728 orang dari subyek yang (1984, dikutip dalam Huriani, 2006) menyebutkan
dianalisis). Provinsi dengan prevalensi gangguan men- bahwa situasi dari sumber stres oleh masing-masing
tal (1,2%), di Maluku prevalensi gangguan mental individu mempunyai respon yang berbeda-beda, ada
emosional yaitu (4,9%). Gangguan mental emosional yang memiliki potensi menimbulkan ancaman dan
dapat dialami oleh semua orang pada kondisi distres tantangan, maka individu akan melakukan suatu hal
psikologis. Individu yang mengalami masalah mental untuk mengurangi stres. Hal yang dilakukan tersebut
emosional disebut orang dengan masalah kejiwaan merupakan bagian dari koping. Lebih lanjut Lazarus
(ODMK). Apabila tidak mendapatkan intervensi dari (1976, dalam Rahmatika, 2014) menjelaskan bah-
profesional kesehatan mental, orang dengan ganggu- wa koping merupakan jalan untuk menyesuaikan
an mental emosional dapat mengalami gangguan yang diri dengan stres atau usaha untuk mengatasi kondi-
27
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 (1) 2019

si-kondisi yang mengikuti, mengatasi, atau mengeval- untuk diteliti. Tujuan dari penelitian ini adalah un-
uasi pada saat respon tidak dapat digunakan lagi. tuk menggambarkan persepsi kesehatan mental dan
Sebagai salah satu kemampuan psikologis manusia, strategi koping berbasis budaya pada orang Ambon
strategi koping dapat didefinisikan sebagai usaha-us- dengan latar belakang sosiodemografi yang berbeda.
aha untuk merubah kognitif dan behavioral yang
berlangsung secara terus menerus untuk mengata- METODE
si tuntutan-tuntutan spesifik yang bersifat eksternal Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan
maupun internal yang dianggap sebagai beban dan pendekatan kualitatif yang dilakukan di desa Waima-
melebihi sumber daya yang dimiliki individu (Lazarus hu Latuhalat, Kota Ambon pada bulan Juni sampai
RS. & Folkman S, 1988, dalam Sari & Lolong, 2014- Juli tahun 2017. Partisipan berjumlah sepuluh orang
2015). Faktor budaya sangat terkait dengan isu stres yang dipilih secara purposive sampling dan snowball
dan strategi koping ini. Dumatubun, E A (2002) sampling sesuai latar belakang sosiodemografi dengan
mengatakan di daerah Papua, kesehatan memiliki kriteria: usia (23 tahun-75 tahun), jenis pekerjaan,
seperangkat pengetahuan yang berhubungan dengan jenis kelamin, tingkat pendidikan (minimal tamat
masalah kesehatan berdasarkan perspektif dari mas- SMA-Perguruan Tinggi), dan agama.
ing-masing suku dan bangsa dalam menanggapi mas- Pengumpulan data dilakukan menggunakan teknik
alah kesehatan tersebut. Perilaku kesehatan seseorang wawancara mendalam melalui pertanyaan-pertanyaan
sangat berkaitan dengan pengetahuan, kepercayaan, semi tersruktur. Hasil wawancara dianalisis menggu-
nilai, maupun norma dalam lingkungan sosialn- nakan teknik reduksi data, display data dan kesimpu-
ya (fisik, psikis, dan sosial) berdasarkan kebudayaan lan.
masing-masing. Perilaku itu yang akan mewujudkan
perbedaan persepsi terhadap suatu konsep sehat, sakit, HASIL
penyakit secara konkrit berbeda dengan kelompok et- Penelitian ini menghasilkan 6 tema yang akan men-
nik lainnya. jelaskan persepsi masyarakat terkait kesehatan men-
Sebagai contohnya orang Biak Numfor mengkonsep- tal dan gambaran pemahaman terkait stres dan me-
sikan penyakit sebagai suatu hal yang menyebabkan kanisme koping yang terkait dengan budaya di desa
ketidakseimbangan dalam diri tubuh seseorang. Hal tersebut maupun hubungannya dengan keadaan so-
ini berarti adanya sesuatu kekuatan yang diberikan siodemografi dari tiap-tiap partisipan.
oleh seseorang melalui kekuatan gaib karena keden-
gkiannya terhadap orang tersebut (Wambrauw, 1994, A. Sehat itu terbebas dari penyakit dan harus men-
dalam Dumatubun, 2002). Hal ini berarti disebabkan jaga pola hidup yang sehat
oleh buatan orang lain yang ditransfer oleh kekuatan Pemahaman partisipan tentang tema ini sangat berva-
supranatural. Maka penyembuhannya selalu melalui riasi. Partisipan dengan pekerjaan ibu rumah tangga,
dukun atau orang-orang yang dapat menggunakan buru kasar, pensiunan, tukang ojek, dan guru serta
berbagai macam mantra. Sebagai contoh lain orang kriteria usia 23 tahun ke atas, jenis kelamin laki-laki
Moi di sebelah utara kota Jayapura mengkonsepkan maupun perempuan, tingkat pendidikan (SMA-S1),
sakit sebagai gangguan keseimbangan fisik apabila dan yang beragama kristen berpendapat bahwa se-
masuknya kekuatan alam melebihi kekuatan manusia hat artinya tidak ada gangguan atau penyakit yang
(Wambrauw, 1994, dalam Dumatubun, 2002). Ini be- mempengaruhi tubuh. Sedangkan partisipan dengan
rarti orang Moi yang sehat, harus selalu menghindari kriteria pekerjaan wiraswasta, usia 36, jenis kelamin
gangguan dari roh manusia dengan menghindari diri perempuan, tingkat pendidikan S1, dan agama kristen
dari tempat-tempat dimana roh itu berada. (kuburan, megatakan bahwa sehat artinya hidup bersih. Selain
hutan larangan, dan sebagainya), karena kekuatan itu, partisipan dengan kriteria pekerjaan ibu rumah
alam itu berada pada lingkungan yang menurut adat tangga dan usia 65 tahun mengatakan sehat adalah
mereka sebagai tempat pantangan, dan untuk mencari keadaan yang sehat secara fisik, mental maupun ro-
tempat pengobatan, mereka langsung ke dukun, atau hani.
mengobati sendiri dengan obat tradisional. Sedangkan semua partisipan mempunyai cara yang
Berdasarkan data di atas terdapat keterkaitan antara sama untuk menjaga kondisi kesehatan mereka supaya
persepsi kesehatan mental, stres dan strategi koping tetap terjaga diantaranya menjaga pola makan teratur
serta dalam perspektif budaya menjadi sangat menarik dengan gizi seimbang, berolahraga, memiliki waktu
28
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 (1) 2019

Karakterisitik Partisipan Berdasarkan Sosiodemografi


Kode Jenis Kelamin Tingkat
Usia partisipan Jenis pekerjaan Agama
Partisipan Pendidikan
P1 23 tahun Ibu rumah tangga Perempuan SMA Kristen
P2 55 tahun Buruh kasar Laki-laki SMA Kristen
P3 75 tahun Pensiunan Laki-laki D3 Kristen
P4 P e n s i u n a n
69 tahun Perempuan D3 Kristen
pertanahan
P5 39 tahun Ibu rumah tangga Perempuan SMA Kristen
P6 26 tahun Tukang ojek Laki-laki S1 Kristen
P7 53 tahun Guru Perempuan S1 Kristen
P8 36 tahun Wiraswasta Perempuan S1 Kristen
P9 30 tahun Ibu rumah tangga Perempuan SMA Kristen
P 10 65 tahun Ibu rumah tangga Perempuan SMA Kristen

istirahat yang cukup, serta menjaga kebersihan tubuh. kemampuan. Ada juga partisipan yang mempunyai
Partisipan mendapatkan pemahaman ini menurut pe- kriteria pekerjaan wiraswasta, usia 36 tahun, jenis ke-
mikiran mereka sendiri maupun dari buku-buku kes- lamin perempuan, tingkat pendidikan S1, dan yang
ehatan yang mereka baca dan juga pendapatkan pe- beragama kristen mengungkapkan sehat mental itu
mahaman ini pada saat duduk di bangku pendidikan. terhindar dari segala macam hal misalnya terhindar
dari alkohol, rokok, narkoba dan sebagainya.
B. Persepsi kesehatan mental dan faktor penyebab Untuk dapat mengatakan seseorang bisa sehat secara
gangguan mental mental maka ada berbagai kriteria atau ciri-cirinya.
Persepsi kesehatan mental partisipan dengan kriteria Semua partisipan dengan kriteria pekerjaan, usia 23
pekerjaan ibu rumah tangga, buru kasar, pensiunan, tahun keatas, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan
dan guru, usia 23, 55, 75, 39 dan 53 tahun, baik agama mempunyai ciri-ciri sehat mental yang berbe-
laki-laki maupun perempuan, tingkat pendidikan da-beda, antara lain tidak mempunyai pikiran negatif
(SMA-S1), dan agama kristen memiliki persamaan terhadap diri sendiri dan orang lain, tidak gila jika di-
persepsi tentang kesehatan mental. Mereka menga- lihat dari sikap dan perilaku yang baik, tidak mudah
takan sehat secara mental artinya seseorang yang ti- terpengaruh dengan orang lain, ramah dan tidak ter-
dak mengalami gangguan atau penyakit jiwa. Selain pengaruh dengan lingkungan, hidup terlihat seperti
itu dua partisipan dengan kriteria pekerjaan sebagai aman dan sejahtera maupun tidak ada beban pikiran,
tukang ojek (26 thn) dan ibu rumah tangga (65 thn), bisa menguasai diri, dilihat dari kesehatan tubuh yang
jenis kelamin laki-laki dan perempuan, tingkat pendi- menyeluruh, hidup bersih dan menjaga diri serta
dikan SMA dan S1, dan yang beragama kristen men- melakukan perawatan tubuh, tidak melakukan ses-
gatakan sehat mental berarti sehat secara emosional. uatu diluar batas kesadaran dan yang terakhir tenang
Sedangkan partisipan yang mempunyai pekerjan pen- serta memiliki emosi yang terkontrol.
siunan pertanahan (69 thn), jenis kelamin laki-laki, Selain itu semua partisipan dapat mengetahui orang
tingkat pendidikan D3 dan yang beragama kristen yang mengalami gangguan jiwa dengan berbagai pan-
mempunyai persepsi bahwa sehat mental terkait den- dangan. Dua partisipan dengan kriteria pekerjaan ibu
gan melakukan sikap hidup sesuai dengan aturan atau rumah tangga, usia 23 dan 39 tahun, jenis kelamin
dari segi kepercayaan melakukan kehendak Tuhan. perempuan, tingkat pendidikan SMA, bahkan yang
Kemudian partisipan dengan kriteria pekerjaan ibu beragama kristen mempunyai pendapat yang sama
rumah tangga, usia 30 tahun, jenis kelamin perem- yaitu dilihat dari perilaku baik seseorang yang berubah
puan, tingkat pendidikan SMA, bahkan agama kris- maupun dari perbuatan. Kemudian partisipan dengan
ten mengatakan sehat secara mental berarti kurang dengan kriteria pekerjaan pensiunan pertanahan, tu-
mendapat tekanan atau beban yang melebihi batas kang ojek, ibu rumah tangga, usia 69 tahun sampai 65

29
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 (1) 2019

tahun, jenis kelamin laki-laki dan perempuan, tingkat ten mengatakan jika ada masyarakat yang mengalami
pendidikan (SMA-S1), serta semua yang beragama gangguan jiwa di desa tempat tinggal mereka maka
kristen juga mempunyai pemahaman yang sama yaitu langsung membawa orang tersebut ke Rumah Sakit
berjalan tanpa arah dan tujuan, berbicara sendiri tan- Jiwa. Sedangkan partisipan dengan kriteria pekerjaan
pa ada yang mengajaknya untuk berbicara, menangis buru kasar, pensiunan, ibu rumah tangga, maupun
tanpa sebab, tertawa sendiri, duduk melamun sendiri, guru, usia 55, 75, 26, 53 tahun, jenis kelamin laki-la-
hingga melempar orang lain menggunakan batu. Se- ki dan perempuan, tingkat pendidikan (SMA-S1), ag-
dangkan dua partisipan yang lain mempuyai pendapat ama kristen mempunyai pendapat yang berbeda-be-
yang berbeda yakni dilihat faktor rumah tangga mau- da yaitu dengan cara mengganggu orang tersebut,
pun sikap dan cara tutur kata dan meminum obat memberikan cara peneguran maupun memberikan
dengan dosis yang tinggi ketika sedang hamil. pandangan-pandangan untuk memberikan ketenan-
Partisipan juga mengatakan bahwa seseorang dapat gan, memberikan pengarahan dan pembicaraan ses-
mengalami gangguan jiwa karena ada faktor penye- uai Firman Tuhan, tidak menanggapi orang tersebut,
babnya. Partisipan yang mempunyai kriteria buru memanggil dengan cara yang sopan, tidak berani
kasar, pensiunan pertanahan, ibu rumah tangga dan mendekati karena takut, terkadang ada yang menge-
usia 55, 69, 65 tahun, yang berjenis kelamin laki-la- jek, dirangkul dengan cara yang halus, tidak dengan
ki dan perempuan, tingkat pendidikan SMA dan D3, kekerasan dan yang terakhir membiarkan mereka be-
serta agama kristen mempunyai persamaan pendapat gitu saja atau tidak mengganggu mereka.
yaitu stres karena terlalu banyak memikirkan sesuatu Semua partisipan mengatakan bahwa dilingkungan
misalnya harta. Selanjutnya dua partisipan dengan tempat tinggal mereka tidak terdapat orang yang
kriteria pekerjaan tukang ojek dan wiraswasta, usia 26 mengalami gangguan jiwa. Maka strategi yang tepat
dan 36 tahun, jenis kelamin laki-laki dan perempuan, secara tradisi atau kebudayaan tidak ada.
tingkat pendidikan S1, maupun agama kristen agama
mengatakan hal yang sama bahwa penyebab ganggu- D. Mendapatkan Layanan Kesehatan dan Dukun-
an jiwa terjadi karena adanya faktor ekonomi. Namun gan Dari Keluarga Dan Masyarakat
partisipan yang lain mempunyai perbedaan pendapat. Dalam menangani orang yang mengalami gangguan
Mereka mengatakan terjadi karena faktor lingkungan, jiwa masyarakat dengan kriteria pekerjan ibu rumah
dan adanya ilmu gaib. tangga, buru kasar, pensiunan pertanahan, tukang
Masyarakat lokal percaya atau menganggap bahwa ojek, wiraswasta, usia 23 sampai 75 tahun, yang ber-
gangguan jiwa adalah adanya kekuatan dari ilmu gaib, jenis kelamin laki-laki dan perempuan, tingkat pen-
tetapi masyarakat lokal yang lain percaya gangguan didikan (SMA-S1), maupun semua yang beragama
jiwa sama saja dengan orang gila, bahkan ada yang kristen memilih untuk membawa orang tersebut ke
mengatakan tidak tahu. Rumah Sakit Jiwa di Nania untuk mendapatkan asu-
Hasil penelitian lain yang didapat oleh peneliti, mas- han keperawatan dan pengobatan. Selain itu partisi-
yarakat dengan semua jenis kriteria mengatakan bah- pan dengan kriteria ibu rumah tangga (30 thn) men-
wa dilingkungan tempat tinggal mereka tidak terdapat gatakan adanya dukungan dari pihak keluarga yaitu
orang yang mengalami gangguan kejiwaan. Jika ada, dengan memberikan pengobatan. Kemudian mas-
itupun bukan dari tempat mereka melainkan orang yarakat setempat juga turut memberikan dukungan
luar yang berasal dari desa yang terletak jauh beberapa kepada orang yang mengalami gangguan jiwa yaitu
km dari tempat masyarakat tinggal. dengan lebih menjaga maupun memberikan support
kepada mereka.
C. Strategi Masyarakat Menghadapi Pasien Gang-
guan Mental E. Eksternal Stresor Sebagai Penyebab Stres
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menemukan Partisipan dengan kriteria pekerjaan sebagai buru
ada berbagai macam pernyataan yang disampaikan kasar, pensiunan pertanahan dan guru, usia 55, 53,
oleh partisipan tentang cara menghadapi orang yang 69 tahun, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan,
mengalami gangguan jiwa. Dua partisipan dengan yang tingkat pendidikannya (SMA-S1), serta berag-
kriteria sebagai ibu rumah tangga (23 thn), wiraswasta ama kristen mempunyai persepsi yang sama tentang
(36 thn), yang berjenis kelamin perempuan, tingkat stres yaitu terlalu banyak berpikir seperti memikirkan
pendidikan SMA dan S1, serta yang beragama kris- harta benda. Selanjutnya partisipan yang bekerja se-
30
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 (1) 2019

bagai pensiunan (75 thn), ibu rumah tangga (65 thn), kan seorang partisipan dengan pekerjaan pensiunan
memiliki jenis kelamin laki-laki perempuan, tingkat pertanahan (69 thn), yang berjenis kelamin perem-
pendidikan D3 dan SMA, beragama kristen sama-sa- puan, tingkat pendidikan D3 dan beragama kristen
ma berpendapat bahwa stres artinya masalah-masalah mengatakan tidak mau mendengar kata stres yang dit-
yang terlalu berat sehingga tidak dapat mengatasinya. anyakan oleh peneliti, karena partisipan tersebut tidak
Sedangkan partisipan yang lain mengatakan hal yang ingin stres dengan hal-hal yang tidak berguna.
berbeda yaitu batin yang tertekan, pikiran yang tidak
stabil atau pikiran yang terombang-ambing karena F. Strategi Koping Masyarakat Latuhalat
kurang yakin terhadap suatu hal. Partisipan dengan kriteria pekerjaan sebagai guru (53
Partisipan yang bekerja sebagai ibu rumah tangga, thn), jenis kelamin perempuan dengan tingkat pendi-
buru kasar, tukang ojek, pensiunan pertanahan, dan dikan S1, beragama kristen memilih untuk menyanyi
wiraswasta dan juga partisipan dengan usia 23, 55, 26, dan membaca kitab suci. Selain itu, partisipan den-
69, 36 tahun, yang jenis kelaminnya laki-laki dan per- gan kriteria pekerjaan ibu rumah (23 thun) tangga
empuan, dengan tingkat pendidikan (SMA-S1), mau- dan buru kasar (55 thn), jenis kelamin lak-laki dan
pun semua yang beragama kristen mengungkapkan perempuan, tingkat pendidikan SMA, beragama kris-
penyebab stres terjadi karena terdapat banyak masalah ten memilih untuk menenangkan diri dengan cara
dalam keluarga maupun dalam pekerjaan sehingga ti- jalan-jalan ke suatu tempat dan mendapatkan dukun-
dak mampu untuk menghadapinya dan banyak ber- gan dari keluarga sedangkan satu partisipan memilih
pikir hingga melewati batas kewajaran. Namun tiga menggantung diri saat mengalami stres. Selanjutnya
partisipan yang lain mengatakan peyebab stres terja- partisipan dengan kriteria pekerjaan tukang ojek (26
di karena gagal saat ingin berusaha untuk mencapai thn), jenis kelamin laki-laki, tingkat pendidikan S1,
sesuatu, faktor ekonomi, dan mendapat tekanan jiwa beragama kristen memilih untuk mendengar lagu dan
dari dosen, teman, hingga mendapat teror. ke pantai kemudian partisipan dengan kriteria peker-
Saat terjadi stres hampir semua partisipan banyak par- jaan wiraswasta (36 thn), jenis kelamin perempuan,
tisipan lebih menyalahkan diri sendiri tetapi ada juga tingkat pendidikan S1, dan agama kristen memilih
yang menyalahkan orang lain. untuk melakukan aktifitas saat mengalami stres. Saat
Dari hasil penelitian yang didapatkan partisipan men- partisipan mengalami stres sebagian memilih untuk
gatakan bahwa ada dampak buruk yang timbulkan percaya kepada seseorang yang dianggap bisa untuk
dari stres. Delapan partisipan yang bekerja sebagai ibu mengatasi masalah maupun stres tersebut, sedangkan
rumah tangga, buru kasar, pensiunan, tukang ojek, partisipan yang lain tidak percaya kepada seseorang
guru, wiraswasta dan partisipan dengan usia 23 sam- yang dianggap bisa untuk mengatasi masalah maupun
pai 75 tahun, jenis kelamin laki-laki dan perempuan, stres.
tingkat pendidikan (SMA-S1), semua yang beragama Secara umum biasanya yang dilakukan masyarakat
kristen mengatakan ada dampak buruk yang ditim- lokal saat mengalami stres yaitu lampiaskan ke peker-
bulkan karena stres misalnya bisa menjadi gila, mar- jaan, makan, hingga ada yang melakukan hal-hal
ah-marah, mengucapkan kata-kata kasar, membuat bodoh seperti berlari kesana kemari, banyak berger-
orang lain celaka, membentak dan menusuk orang ak atau dalam istilah masyarakat Ambon ‘isi badang
lain, atau ada yang melampiaskan ke hal-hal yang ti- seng tado atau isi badang bagara’, bahkan ada yang
dak baik contohnya seorang lelaki melampiaskan ke membunuh diri (gantung diri), mabuk-mabukan
minum minuman keras, berjudi dan untuk seorang dan merokok, mencaci maki, pergi ke pesta, marah
perempuan berjalan ke tempat yang tidak jelas atau tanpa sebab yang membuat orang lain menjadi sakit
pergi ke pesta hingga membunuh diri. Tetapi ada dua hati. Ketika terjadi stres penanganan yang dilakukan
partisipan lain yang mengatakan tidak ada dampak oleh partisipan dan masyarakat lokal tidak jauh ber-
buruk yang ditimbulkan dari stres. beda misalnya refresing di pantai, jalan-jalan, bahkan
Peneliti menemukan fakta bahwa seorang partisipan memilih untuk santai, menenangkan pikiran dan me-
mengatakan anak perempuannya melakukan bunuh mikirkan hal yang lebih baik, kemudian ada juga yang
diri (gantung diri) karena stres yang dialaminya. pergi ke dokter untuk konsultasi atau membagikan
Sebagian besar partisipan mengatakan stres dapat ter- perasaan mereka ke orang yang dapat dipercaya untuk
jadi secara terus menerus, ada yang mengatakan tidak, membuat masalahnya terasa sedikit berkurang. Untuk
kadang-kadang, atau membatasi stres itu sendiri. Bah- anak muda lebih cenderung miras, mencaci maki dan
31
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 (1) 2019

berpesta. Tetapi ada partisipan lain yang mengatakan guan jiwa. Tindakan-tindakan tersebut menunjukan
tidak tahu apakah dilingkungan tempat tinggalnya bahwa adanya keterbatasan pengetahuan terkait cara
ada yang mengalami stres ataukah tidak karena tidak penanganan pasien gangguan mental (Agusno, 2011;
nampak, tapi partisipan tersebut yakin bahwa tidak Hansen, 2013). Selain itu dua hal penting menurut
ada yang mengalami stres karena selalu mengikuti ke- temuan penelitian ini adalah perlunya layanan kese-
giatan ibadah dari hari senin sampai hari minggu. hatan mental bagi anggota masyarakat yang memiliki
gangguan jiwa dan juga perlunya dukungan dari kel-
PEMBAHASAN uarga maupun masyarakat demi upaya kesembuhan
Menurut Undang-Undang Kesehatan NO.36 Tahun mereka (Muhlisin & Pratiwi, 2015; Davenport, 2006)
2009, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara Hal yang ditemui dalam penelitian ini terkait stres
fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungk- dan mekanisme koping. Koping dianggap menja-
inkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial di hal yang sangat penting dalam menetukan suatu
dan ekonomis. Defenisi sehat ini juga hampir sama kejadian yang menegangkan dalam hidup sehingga
dengan yang disebutkan partisipan penelitian mau- dapat memberikan respon yang adaptif atau mal-
pun hasil penelitian lain yang didapat pada orang Bajo adaptif (Dardas & Ahmad, 2013, dalam Aris, 2015).
bahwa sehat tidak hanya terkait sempurna dari fisik, Kemampuan anggota masyarakat dalam mengelola
mental dan rohani tetapi juga terkait kemampuan stresor eksternal (masalah hubungan interpersonal
melakukan pekerjaan sehari-hari (Harjati, Ridwan dalam keluarga maupun pekerjaan, tekanan kebutu-
& Natsir, 2012). Penelitian ini juga mengungkapkan han ekonomi) menjadi kunci seseorang dalam mana-
bahwa kondisi sehat bisa dicapai jika melakukan hal- jemen stres itu sendiri. Ketidakmampuan melakukan
hal yang bisa membuat hidup tetap sehat. Departemen menejemen stres akan berdampak pada sikap negatif
Kesehatan Republik Indonesia (1997) gaya hidup se- (Safaria, 2006) atau melakukan mekanisme koping
hat adalah segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang tidak adaptif. Hasil penelitian menunjukan saat
yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menangani stres masyarakat memilih untuk menggu-
menghindari kebiasaan buruk yang dapat menggang- nakan penyelesaian secara maladaptif maupun adaptif.
gu kesehatan (Wibawa & Widiasafitri, 2013). Dalam Tindakan maladaptif seperti mengkonsumsi minu-
hal ini pola hidup yang dimaksud adalah seseorang man keras, ikut serta dalam kegiatan hura-hura seperti
yang harus mengatur pola makan, beristirahat yang pesta, berjudi (Safaria, 2006). Sebagian masyarakat
cukup, dan berolahraga demi mencapai kesehatan yang lain juga menujukan koping yang adaptif seperti
(Irianto 2000:16) dikutip dalam Suharjana (2012). tetap aktif melakukan aktivitas sehari-hari, bersosial-
Persepsi masyarakat terkait sehat menjadi dasar dalam isasi dan bercerita dan berbagi dengan orang terdekat
menjelaskan hal-hal yang lebih spesifik terkait konsep (Mesarini & Astuti, 2013, Agustina & Sari 2015).
sehat mental maupun faktor-faktor yang bisa menye-
babkan seseorang tidak sehat mental. Persepsi sehat KESIMPULAN
mental ditunjukan dengan kemampuan masyakarat Persepsi kesehatan mental dapat dipahami sebagai
dalam pengelolaan emosi, kemampuan beradapta- keadaan seseorang yang tidak mengalami gangguan
si dengan lingkungan (Yosep, 2013) dan kemam- kejiwaan dan ditunjukan lewat perilaku sosialnya. Jika
puan mencukupi kebutuhan ekonomi (Sulistyorini, perilakunya aneh, tidak sesuai nilai dan norma atau
2013). Selain itu, masih ditemuinya kepercayaan di bahkan mengganggu maka individu tersebut men-
masyarakat bahwa kekuatan supranatural dapat mem- galami gangguan jiwa. Gangguan jiwa memiliki ket-
pengaruhi kesehatan mental mereka (Syaharia, 2008 erkaitan dengan stres dikarenakan tekanan kehidupan
dikutip dalam Setiawati 2012; Tyas, 2008; Warhani berkeluarga, tuntutan ekonomi, faktor lingkungan,
dkk, 2011; Colucci, 2013 dikutip dalam Lestari & dan adanya kekuatan supranatural. Sehingga perlunya
Wardhani, 2014 ). dukungan keluarga yang bisa menenangkan, pengab-
Pemahanan terkait kesehatan mental menjadi dasar aian, serta dukungan rohani demi kesembuhan orang
dalam cara masyarakat menghadapi orang dengan yang mengalami gangguan jiwa. Stres dipersepsikan
gangguan jiwa. Tindakan yang beragam seperti mem- sebagai sesuatu hal yang bisa membuat batin tertekan.
beri dukungan yang bisa menenangkan, pengabaian, Strategi koping yang dipakai masyarakat lokal dalam
maupun dukungan rohani dilakukan kepada anggota menangani stres lebih cenderung maladaptif dari pada
masyarakat yang perilakunya sudah mengarah ke gan- melakukan tindakan-tindakan yang bersifat adaptif.
32
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 (1) 2019

Selatan.
SARAN Hidayanti, E. (2013). Strategi Coping Stress Perem-
Penelitian ini memiliki kelemahan dan keterbatasan. puan Dengan Hiv/Aids. Sawwa. 9(1), 89–106.
Data yang ada menunjukan bahwa tidak terdapat Idaiani, S., Suhardi, Kristanto, A.Y. (2009). Analisis
strategi koping secara budaya untuk mengatasi orang Gejala Gangguan Mental Emosional Penduduk
yang mengalami gangguan jiwa karena tidak ada Indonesia. Artikel Penelitian. 59(10), 473-479.
orang gangguan kejiwaan di desa Waimahu Latuhalat, Kurniawan, Y., Sulistyarini, I. (2016). Komunitas
Kota Ambon. Dengan demikian diharapkan peneliti Sehati (Sehat Jiwa dan Hati) Sebagai Investasi
selanjutnya lebih menggali secara mendalam menge- Kesehatan Mental Berbasis Masyarakat. Jurnal
nai budaya yang terdapat pada desa setempat. Psikologi dan Kesehatan Mental. 1(2), 112-124.
Lestari, W., Wardhani Y.F. (2014). Stigma Dan Pen-
DAFTAR PUSTAKA anganan Penderita Gangguan Jiwa Berat Di-
Adliyani, Z.O.N. (2015). Pengaruh Perilaku Individu pasung. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan.
terhadap Hidup Sehat. Majority, 4(7), 109-114. 17(2), 157-166.
Agustinah., Sari, M.T. (2015). Pengalaman Isteri Lolong, O.F., Sari, Y. (2014-2015). Hubungan antara
Dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Coping Strategi dengan Adaptational Outcomes
(KDRT) di Kota Jambi. Jurnal Akademika Bai- pada Mahasiswa yang Mengalami Stress Pasca
turrahim. 4(2), 53-61. Putus Cinta. Prosiding Psikologi. 2460-6448.
Agusno, M. (2011). Global - National Mental Health 543–550.
& Psychosocial Problem & Mental Health Poli- Mesarini, B.A., Astuti, V.W. (2013). STRES dan Me-
cy. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. kanisme Koping Terhadap Gangguan Siklus
Aris, Y. (2015). Hubungan tingkat Stres Dengan Menstruasi Pada Remaja Putri. Jurnal Stikes.
Strategi Koping Pada Mahasiswa Keperarawatan 6(1). 31-42.
Universitas Andalas Padang Tahun 2015. Skrip- Mesuri, R.P., Huriani, E., Sumarsih, G. (2014).
si. 17-95 Hubungan Mekanisme Koping dengan Tingkat
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Stres Pada Pasien Fraktur. Ners Jurnal Keper-
Kementrian Kesehatan RI Tahun 2013. (2013). awatan.10(1), 66–74.
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Mestdagh, A., Hansen, B. (2013). Stigma in Patients
1-268. with Schizophrenia Receiving Community
Davenport, C., Mathers, J., Parry, J. (2006). Use Mental Health Care: AReview of Qualitative
of Health Impact Assessment in Incorporat- Studies. Soc Psychiatry Psychiatr Epidemiol
ing Health Considerations in Decision Mak- (2014). 49:79-87.
ing. Journal of Epidemiology and Community Moleong, J.L. (2015). Metodologi Penelitian Kuali-
Health. 60(3), 196-201. tatif.
Dumatubun, A.E. (2002). Kebudayaan Kesehatan Muhlisin, A., Pratiwi, A. (2015). Model Pelayanan
Orang Papua dalam Perspektif Antropologi Kesehatan Berbasis Partisipasi Masyarakat Un-
Kesehatan. Antropologi Papua. 1(1). tuk Meningkatkan Pelayanan Kesehatan Jiwa
Gunawati, R., Hartati, S., Listiara., A. (2006). Pada Masyarakat Setempat. The 2nd University
Hubungan Antara Efektivitas Komunikasi Ma- Research Coloquium. 51-57.
hasiswa-Dosen Pembimbing Utama Skripsi Nasilah, S., Marettih A.K.E. (2015). Integrasi Diri
Dengan Stres Dalam Menyusun Skripsi Pada Sebagai Konsep Sehat Mental Orang Melayu
Mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Riau. Jurnal Psikologi, 11(1), 37-48.
Kedokteran Universitas Diponegoro. Jurnal Psi- Oktarina, R., Krisnatuti, D., Muflikhati, I. (2015).
kologi. 3(2), 93-115. Sumber Stres Strategi Koping, dan Tingkat Stres
Hadjam, M.N.R. (2011). Pengujian Model Peranan Pada Buruh Perempuan Berstatus Menikah Dan
Kecakapan Hidup terhadap Kesehatan Mental. Lajang. Jur Ilm Kel & Kons. 8(3), 133-141.
Jurnal Psikologi. 38(1), 61–72. Putri, A.W., Wibhawa, B., Gutama, A.S. Kesehatan
Harjati, Thaha, R.M., Natsir, S. Konsep Sehat Sakit Mental Masyarakat Indonesia (Pengetahuan ,
Terhadap Kesehatan Ibu Dan Anak Pada Mas- Dan Keterbukaan Masyarakat Terhadap Gang-
yarakat Suku Bajo, Kabupaten Bone, Sulawesi guan Kesehatan Mental). Prosiding KS: Riset &
33
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 4 (1) 2019

PKM, 2(2), 147-300. Menjelang Ujian Nasional Berdasarkan Strategi


Rahmatika, R. (2014). Hubungan antara Emo- Coping Stres. Jurnal Psikologi Udayana. 1(1),
tion-Focused Coping dan Stres Kehamilan. Jur- 138-150.
nal Psikogenesis. 3(1), 92–103. Yosep. (2013). Keperawatan jiwa Edisi Revisi. Band-
Rasmun. (2004). Stres, Koping dan Adaptasi Teori ung : Refika Aditama 346.
dan Pohon Masalah Keperawatan (Edisi 1). Ja-
karta: Sagung Seto.
Safaria, T. (2006). Stres Ditinjau Dari Active Coping
Avoidance Coping Dan Negative Coping. Huma-
nitas. 3(2), 87-93.
Setiawati, E.M. (2012). Studi Kualitatif Tentang
Sikap Keluarga Terhadap Pasien Gangguan Jiwa
Di Wilayah Kecamatan Sukoharjo. Naskah Pub-
likasi.1-10.
Semiun, Y (2006). Kesehatan Mental: Pandangan
Umum Mengenai Penyesuian Diri dan Keseha-
tan Mental serta Teori-Teori Yang Terkait. Yog-
yakarta: Penerbit Kanisius.
Suardana, I.W. (2011). Hubungan Faktor Sosiode-
mografi Dukungan Sosial Dan Status Kesehatan
Dengan Tingkat Depresi Pada Agregat Lanjut
Usia Di Kecamatan Karangasem Kabupaten
Karangasem Bali. FIK Universitas Indonesia.
1-145.
Sugiyono. (2016). Memahami Penelitian Kualitatif.
Suharjana.(2012). Kebiasaan Berperilaku Hidup Se-
hat Dan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter. Jurnal
Pendidikan Karakter. II(2), 189-201.
Sulistyorini, N. (2013). Hubungan Pengetahuan
Tentang Gangguan Jiwa Terhadap Sikap Mas-
yarakat Kepada Penderita Gangguan Jiwa Di
Wilayah Kerja Puskesmas Colomadu 1. Naskah
Publikasi. 2-15.
Syamsu, Y. (2007). Mental Hygiene Perkembangan
Kesehatan Mental Dalam Kajian Psikologi Dan
Agama. Bandung: Bani Quraisy.
Purnama, G., Yani, D.I., Sutini,T. (2016). Gambaran
Stigma Masyarakat Terhadap Klien Gangguan
Jiwa Di RW 09 Desa Cileles Sumedang. Jurnal
Pendidikan Keperawatan Indonesia. 2(1), 29-
37.
Vaus, D. (2002). Survey in Social Research (5ͭ ͪ ed).
Australia: Allen and Unwin.
Wahyudi, A., Febriana, A.I. (2016). Faktor Resiko
Terjadinya Skizofrenia (Studi Kasus di Wilayah
Kerja Puskesmas Pati II). Public Health Per-
spective Journal. 1(1), 1-12.
Wibawa, N.A.K., Widiasavitri, P.N. (2012). Hubun-
gan Antara Gaya Hidup Sehat Dengan Tingkat
Stres Siswa Kelas XII SMA Negeri di Denpasar
34

Anda mungkin juga menyukai