Anda di halaman 1dari 46

ARTIKEL TEMAKEISLAMAN:

1. TAUHID: KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN


DALAM ISLAM
2. SAINS&TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS
3. 3 GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADITS
4. PENGERTIAN DAN JEJAK SALAFUSSOLEH(REFERENSI AL-HADITS)
5. AJARAN DAN TUNTUNAN TENTANG BERBAGI, KEADILAN SERTA
PENEGAKAN HUKUM DALAM ISLAM.

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampu:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

DisusunOleh:

Nama : Erna Agustina


NIM : C1G020075
Fakultas&Prodi : Pertanian Agribisnis
Semester : Satu (1)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas karunia-Nya
berupa nikmat iman dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan artikel
bertema keislaman ini tepat waktu. Tak lupa, sholawatdansalam semoga ALLAH
limpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW atas bimbingan beliau kepada kita
menuju jalan yang lurus.
Terima kasih penulis sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani,
S.Th.I.,M.Sos sebagai dosen pengampu mata Kuliah Pendidkan Agama Islam.
Besar harapan saya tugas ini akan member manfaat bagi pembaca, khususnya
bagi penulis pribadi. Semoga tugas ini menambah pengetahuan dan wawasan kita
semua. Penulis menyadari artikel ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah
ini.

Penyusun,
Masbagik, 18 Oktober 2020

Nama: Erna Agustina


NIM: C1G020075

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER....................................................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB I. Tauhid: Keistimewaan & Kebenaran Konsep Ketuhanan dalam Islam
1.1 Pendahuluan.............................................................................................1
1.2 Pengertian Tauhid....................................................................................1
1.3 Konsepsi Tauhid.......................................................................................2
1.4 Pentingnya Tauhid....................................................................................2
1.5 Tingkatan Tauhid......................................................................................3
1.6 Dalil-Dalil Pembuktian Eksistensi Tuhan.................................................5
1.7 Keistimewaan dan Keutamaan Kalimat Tauhid........................................9
1.8 Kesimpulan..................................................................................................11
BAB II. Sains dan Teknologi dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits
2.1 Pendahuluan..............................................................................................12
2.2 Al-Qur'an dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi..........13
2.3 Proses Islamisasi Ilmu Pengetahuan.......................................................17
2.4 Kesimpulan................................................................................................19
BAB III. 3 Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits
3.1 Pendahuluan..............................................................................................21
3.2 Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits.......................................................21
3.3 Kesimpulan............................................................................................ .....25
BAB IV. Pengertian dan Jejak Salafussoleh(Referensi Al-Hadits)
4.1 Pengertian Salafi .......................................................................................26
4.2 Pengertian Salafussoleh..........................................................................27
4.3 Dalil-dalil Yang Menunjukkan Wajibnya Mengikuti SalafushShalih....28
4.4 Kesimpulan................................................................................................31
BAB V. Ajaran dan Tuntunan tentang Berbagi, Penegakan serta
Keadilan Hukumdalam Islam
5.1 Ajaran dan Tuntunan Berbagi dalam Islam............................................32
5.2 Penegakan dan Keadilan Hukum Islam..................................................33
5.3 Kesimpulan................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ .....38
LAMPIRAN

iii
BAB I TAUHID
Keistimewaan Dan Kebenaran Konsep Ketuhanan Dalam Islam

1.1 Pendahuluan
Dalam mempelajari suatu agama, aspek yang pertama harus dikaji ialah konsep
ketuhanan. Dari konsep tersebut, akan diketahui watak dan nilai agama serta
dampaknya bagi kehidupan. Sebab, konsep ketuhanan merupakan titik sentral yang
menjadi landasan, sumber pemikiran dan tindakan, serta menjadi tujuan tempat
kembali. Adapun ilmu yang membahas tentang wujud dan sifat Allah disebut ilmu
tauhid.
Berdasarkan pada pentingnya peranan tauhid dalam kehidupan manusia, maka
wajib bagi setiap muslim untuk mempelajarinya. Tauhid bukan sekedar mengenal
dan mengerti bahwa pencipta alam semesta ini Allah; bukan sekedar mengetahui
bukti-bukti rasional tentang kebenaran wujud (keberadaan)-Nya dan wahdaniyah
(keesaan)-Nya; dan bukan pula sekedar mengenal asma' dan shifat-Nya. Iblis
mempercayai bahwa Tuhannya adalah Allah; bahkan mengakui ke-Esaan dan ke-
Mahakuasaan Allah dengan permintaannya kepada Allah melalui Asma' dan Shifat-
Nya. Kaum Jahiliyah kuno yang dihadapi Rasulullah juga mayakini bahwa Tuhan
pencipta, pengatur pemelihara dan penguasa alam semesta ini adalah Allah (Lihat
Al-Qur'an 38:82; 31:25; 23:84-89). Namun, kepercayaan dan keyakinan mereka itu
belumlah menjadikan mereka sebagai makhluk yang berpredikat Muslim, yang
beriman kepada Allah. Dari sini lalu timbul pertanyaan: "Apakah hakikat tauhid itu?”

1.2 Pengertian Tauhid


Menurut istilah, tauhid adalah menyakini akan keesaan Allah dalam rububiyah
(penciptaan, pemeliharaan, pemilikan), uluhiyah (ikhlas beribadah kepada-Nya) dan
dalam al-Asma washifat (nama-nama dan sifat-Nya). Tauhid apabila dimutlakkan,
maka maknanya adalah memurnikan seluruh peribadatan hanya untuk Allah SWT.
Asal makna tauhid ialah meyakini bahwa Allah adalah satu, tidak ada sekutu
bagi-Nya. Alasan dinamakan ilmu tauhid ialah karena bagiannya yang terpenting,
menetapkan sifat wahdah (satu) bagi Allah dalam zat-Nya dan dalam perbuatan-Nya
menciptakan alam seluruhnya dan juga bahwa Allah sendiri tempat kembali segala
alam ini dan penghabisan segala tujuan. Keyakinan (tauhid) inilah yang menjadi
tujuan paling besar bagi kebangkitan Nabi Muhammad SAW, seperti ditegaskan
oleh ayat-ayat Al-quran.
Agama Islam adalah agama tauhid. Itu adalah kepercayaan yang wajib kita
pegang. Akal adalah pembantunya yang paling utama dan naqli (Al-Quran dan

1
sunnah) merupakan sendi-sendinya yang paling kokoh. Di balik itu, hanyalah godaan
setan belaka dan nafsu-nafsu orang yang haus akan kekuasaan. Al-Quran menjadi
saksi bagi segala amal perbuatan manusia dan menjadi hakim yang menghukum
benar atau salahnya masing-masing orang dengan amalnya itu.

1.3 Konsepsi Tauhid


Iman kepada Allah Swt merupakan konsep dasar seseorang meyakini,
mempercayai tentang keberadaan Tuhan sang Pencipta alam semesta. Hal ini
merupakan pondasi dasar keberagamaan seseorang.
Konsep Ketuhanan dapat diartikan sebagai kecintaan, pemujaan atau sesuatu
yang dianggap penting oleh manusia terhadap sesuatu hal (baik abstrak maupun
konkret). Filsafat Ketuhanan dalam Islam merupakan aspek ajaran yang
fundamental, kajian ini harus dilaksanakan secara intensif. Tuhan (ilah) ialah sesuatu
yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa, sehingga
manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat
la illaha illa Allah. Susunan kalimat tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu tidak
ada Tuhan, kemudian baru diikuti dengan penegasan melainkan Allah. Hal ini berarti
bahwa seorang muslim harus membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih
dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan yaitu
Allah.HalinisesuaidenganAl-Quran.
"SembahlahAllahdanjanganlahkamumempersekutukan-
Nyadengansesuatupun(berbuatsyirik)."(QS.An-Nisaa':36)
Tidak ada satupun perintah dalam Islam yang bisa dilepaskan dari tauhid.
Seluruh agama itu sendiri, kewajiban manusia untuk menyembah Tuhan, untuk
mematuhi perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya akan hancur
begitu tauhid dilanggar. Oleh karena itu, berpegang teguh pada prinsip tauhid
merupakan suatu keniscayaan dan merupakan fondamen dari seluruh kesalehan,
religiusitas, dan kebaikan. Seorang muslim dapat didefinisikan dengan kepatuhannya
kepada tauhid, dengan pengakuannya akan keesaan dan transendensi Allah sebagai
prinsip tertinggi dari seluruh ciptaan, wujud, dan kehidupan.

1.4 Pentingnya Tauhid


Tauhid sebagai intisari Islam adalah esensi peradaban Islam dan esensi
tersebut adalah pengesaan Tuhan, tindakan yang mengesakan Allah sebagai yang
Esa, pencipta yang mutlak dan penguasa segala yang ada. Keterangan ini
merupakan bukti, tak dapat diragukan lagi bahwa Islam, kebudayaan dan peradaban
memiliki suatu esensi pengetahuan yaitu tauhid.

2
Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: Aku bersaksi bahwa tidak ada
sesembahan yang berhak diibadahi melainkan Allah semata, tidak ada sekutu bagi-
Nya. Inilah kalimat yang dengannya tegak langit dan bumi. Karena kalimat tauhid
inilah diciptakan semua makhluk-makhluk-Nya. Dengan kalimat Tauhid inilah Allah
mengutus para Rasul-Nya dan menurunkan kitab-kitab-Nya serta mensyariatkan
syariat-syariat-Nya. Karena kalimat tauhid inilah diletakkanya timbangan dan catatan
amalan di akhirat serta berdirinya pasar di surga dan di neraka. Dengan kalimat
tauhid inilah manusia terpisahkan menjadi orang-orang beriman dan orang-orang
kafir, orang–orang yang baik dan orang-orang yang fajir. Kalimat tauhid adalah
sumber penciptaan, perintah, dan sebab adanya pahala serta siksa. Kalimat tauhid
adalah kebenaran yang karenanya diciptakan semua makhluk-Nya. Kalimat tauhid
berserta hak-haknya merupakan bahan pertanyaan dan penghisaban (pada hari
kiamat) serta karenanya diturunkan pahala dan siksa. Karena kalimat tauhid inilah
diadakannya arah kiblat dan ditancapkannya agama. Karena kalimat tauhid inilah
dihunuskannya pedang jihad. Kalimat tauhid merupakan hak Allah atas semua
hamba-hamba-Nya. Itulah kalimat Islam dan kunci surga.

1.5 Tingkatan Tauhid


Tauhid menurut Islam ialah tauhid I,tiqadi-'ilmi (keyakinan teoritis) dan Tauhid
amali-suluki (tingkahlaku praktis). Dengan kata lain ketauhidan antara ketauhidan
teoritis dan ketauhidan praktis tak dapat dipisahkan satu dari yang lain; yakni tauhid
bentuk makrifat
(pengetahuan), itsbat (pernyataan), I‟tiqad (keyakinan), qasd (tujuan) dan iradah
(kehendak). Dan semua itu tercermin dalam empat tingkatan atau tahapan tauhid
yaitu;
a. Tauhid Rububiyah
Secara etimologis kata Rububiyah berasal dari akar kata rabb. Kata rabb ini
sebenarnya mempunyai banyak arti antara lain menumbuhkan, mengembangkan,
mencipta, memelihara, memperbaiki, mengelola, memiliki dan lain-lain. Secara
Terminolgis Tauhid Rububiyah ialah keyakinan bahwa Allah Swt adalah Tuhan
pencipta semua mahluk dan alam semesta. Dia-lah yang memelihara makhluk-Nya
dan memberikan hidup serta mengendalikan segala urusan. Dia yang memberikan
manfaat, penganugerahan kemuliaan dan kehinaan. Tauhid Rububiyah ini tergambar
dalam ayat al-Quran antara lain QS. al-Baqarah 21-22
"Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-
orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. Dialah yang menjadikan bumi sebagai
hamparan bagimu dan langit sebagai atap dan dia menurunkan air (hujan) dari langit,

3
lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki
untukmu, karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah padahal
kamu mengetahui."
b. Tauhid Mulkiyah
Kata mulkiyah berasal dari kata malaka. Isim fa'ilnya dapat dibaca dengan
dua macam cara: Pertama, malik dengan huruf mim dibaca panjang; berarti yang
memiliki, kedua, malik dengan huruf mim dibaca pendek; berarti, yang menguasai.
Secara terminologis Tauhid Mulkiyah adalah suatu keyakinan bahwa Allah swt.,
adalah satu-satunya Tuhan yang memiliki dan menguasai seluruh mahluk dan alam
semesta. Keyakinan Tauhid Mulkiyah ini tersurat dalam ayat-ayat al-Quran seperti
berikut ini;
"Yang menguasai hari pembalasan." (QS. al-Fatihah ; 4)

"Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada dalamnya,
dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu." ( QS. al-Maidah ; 120 )

c. Tauhid Uluhiyah
Kata Uluhiyah adalah masdar dari kata alaha yang mempunyai arti tentram,
tenang, lindungan, cinta dan sembah. Namun makna yang paling mendasar adalah
abada, yang berarti hamba sahaya ('abdun), patuh dan tunduk ('ibadah), yang mulia
dan agung (al-ma'bad), selalu mengikutinya ('abada bih). Tauhid Uluhiyah
merupakan keyakinan bahwa Allah swt., adalah satu-satunya Tuhan yang patut
dijadikan yang harus dipatuhi, ditaati, digungkan dan dimuliakan. Hal ini tersurat
dalam QS. Thaha: 14
"Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka
sembahlah Aku dan dirikanlah sholat untuk mengingat-Ku."

d. Tauhid Ubudiyah
Kata 'ubudiyah berasal dari akar kata abada yang berarti menyembah,
mengabdi, menjadi hamba sahaya, taat dan patuh, memuja, yang diagungkan (al-
ma'bud.) Dari akar kata diatas, maka diketahui bahwa Tauhid Ubudiyah adalah suatu
keyakinan bahwasanya Allah Swt. Merupakan Tuhan yang patut disembah, ditaati,
dipuja dan diagungkan. Tiada sesembahan yang berhak dipuja manusia melainkan
Allah semata. Tauhid Ubudiyah tercermin dalam ayat dibawah ini:
"Hanya kepada Engkaulah kami beribadah dan hanya kepada Engkau (pula) kami
mohon pertolongan."

4
1.6 Dalil-Dalil Pembuktian Eksistensi Tuhan
Allah sebagai Tuhan memiliki wujud yang tidak terbatas, maka hakikat diri-Nya
tidakakan pernah dicapai, namun pemahaman Allah dapat dijangkau sehingga kita
dapat mengenal-Nya, melalui jejak dan tanda-tanda yang tak terhingga jumlahnya.
Mengenai hal tersebut, Imam `Ali menjelaskan bahwa “Allah tidak memberitahu akal
bagaimana cara menjangkau sifat-sifat-Nya, tapi pada saat yang sama tidak
menghalangi akal untuk mengetahui-Nya.”
Selain itu, jika kita menyelami diri kita sendiri, maka sebenarnya fitrah manusia
memiliki rasa berketuhanan. Dalil fitrah ini merupakan perasaan berketuhanan
secara langsung yang tertanam pada diri setiap manusia.Dalil ini menjadi model
sekaligus modal khusus bagi manusia.Akan tetapi untuk memperkuat fitrah itu kita
memerlukan dalil-dalil yang argumentatif, bersandar pada akal, dan wahyu sebagai
tambahan serta penguat argumentasi. Untuk itu di bawah ini akan dijabarkan secara
singkat dan sederhana beberapa argumentasi tentang keberadaan dan ke-Esaan
Allah .
Amirul Mukminin al-Imam Ali bin Abi Thalib dengan indah melukiskan
karakteristik Tuhan dengan sempurna dalam lembaran-lembaran Nahj al-Balaghah
sebagai berikut:
“Dia adalah satu, tapi bukan dalam arti jumlah.Dia tidak dibatasi oleh batasan-
batasan ataupun tidak di hitung oleh angka-angka.siapa yang menunjuk-Nya berarti
mengakui batas-batas-Nya, dan yang mengakui batas-batas-Nya berarti telah
menghitung-Nya. Siapa yang menggambarkan-Nya, berarti membatasi-Nya,
memberikan jumlah kepada-Nya, menolak keazalian-Nya.Segala sesuatu yang
disebut satu adalah kurang, kecuali Dia.”
1. Dalil Fitrah
Yaitu perasaan alami yang tajam pada manusia mengenai adanya dzat yang
maujud, tidak terbatas, tidak berkesudahan, mengawasi segala sesuatu, mengurus
dan mengatur segala yang ada di alam semesta, diharapkan kasih sayang-Nya dan
ditakuti kemurkaan-Nya.Hal ini digambarkan oleh Allah SWT dalam QS.
Yunus/10:22.
“Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan,(dan berlayar) di
lautan. Sehingga ketika kamu berada di dalam kapal,dan meluncurlah (kapal) itu
membawa mereka (orang-orang yang ada di dalamnya) dengan tiupan angina yang
baik, dan mereka bergembira karenanya; tiba-tiba datanglah badai dan gelombang
menimpanya dari segenap penjuru, dan mereka berdo’a dengan tulus ikhlas kepada
Allah semata. (seraya berkata), ‘sekiranya Engkau menyelamatkan kamu dari
(bahaya) ini, pasti kami termasuk orang-orang yang bersyukur’”

5
2. Dalil Akal
Yaitu dengan tafakkur dan perenungan terhadap alam semesta yang merupakan
manifestasi dari eksistensi Allah Subhana Wa Ta’ala. Terdapat empat unsur alam
semesta yang terkandung di dalamnya:
1). Ciptaan-Nya
Bila kita perhatikan makhluk yang hidup di muka bumi, kita akan menemukan
berbagai jenis dan bentuk, berbagai macam cara hidup dan cara berkembang biak
(QS. Fatir/35:28)
”Dan demikian (pula) diantara manusia, makhluk bergerak yang bernyawa dna
hewan-hewan ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya)….”
Semua itu menunjukkan adanya zat yang menciptakan, membentuk,
menentukan rizki dan meniupkan ruh kehidupan (QS. Al-Ankabut/29:19-20)
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah memulai penciptaan
(makhluk), kemudian Dia mengulanginya (kembali).Sungguh, yang demikian itu
mudah bagi Allah. Katakanlah, ‘Berjalanlah di bumi, maka perhatikanlah bagaimana
(Allah) memulai penciptaan (makhluk),...’”
Sepintar apapun manusia, tentu ia tidak akan dapat membuat makhluk yang
hidup dari sesuatu yang belum ada. Allah Subhana Wa Ta’ala menantang manusia
untuk meminta sesembahan mereka membuat seekor lalat jika mereka mampu
(QS. Al-Mu’minun/22:73)
“…. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah tidak dapat menciptakan
seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya….”
Nyatalah bahwa tiada yang dapat menciptakan alam semesta ini kecuali Allah
Yang Maha Tinggi dan Maha Hidup.
2). Kesempurnaan
Kalau kita perhatikan, akan terlihat bahwa alam ini sangat tersusun rapi,
diciptakan dalam kondisi yang sangat sempurna tanpa cacat. Hal ini menunjukkan
adanya kehendak agung yang bersumber dari Sang Pencipta. Sebagai contoh,
seandainya matahari memberikan panasnya pada bumi hanya setengah dari
panasnya sekarang, pastilah manusia akan membeku kedinginan. Dan seandainya
malam lebih panjang sepuluh kali lipat dari malam yang normal tentulah matahari
pada musim panas akan membakar seluruh tanaman di siang hari dan di malam hari
seluruh tumbuhan membeku. Firman Allah:
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis.Kamu sekali-kali melihat pada
ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang.Maka lihatlah
berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?Kemudian
pandanglah sekali lagi, niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan

6
tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah.”
(QS. Al-Mulk/67:3,4)

3). Perbandingan Ukuran Yang Tepat Dan Akurat (QS. Al-Furqan/25:2)


“Yang memiliki kerajaan langit dan bumi, tidak mempunyai anak, tidak ada
sekutu bagi-Nya dalma kekuasaan(-Nya), dan Dia menciptakan segala sesuatu, lalu
menetapkan ukuran-ukurannya dengan tepat”
Alam ini diciptakan dalam perbandingan ukuran, susunan, timbangan, dan
perhitungan yang tepat akurat. Bila tidak, maka tidak akan mungkin para ilmuwan
berhasil menyusun rumus-rumus matematika, fisika, kimia bahkan biologi.
Satukenyataan yang sangat mengherankan tentang pengetahuan ilmiah ialah bahwa
bukti-bukti ilmiah itu menunjukkan adanya hubungan antara pikiran manusia dengan
susunan alam yang ia pelajari.
4). Hidayah (Tuntunan dan Petunjuk) (QS. 20:50)
“Dia (Musa) menjawab,’Tuhan kami ialah (Tuhan) yangtelah memberikan bentuk
kejadian kepada segala sesuatu, kemudian memberinya petunjuk”
Allah memberikan hidayah (tuntunan dan petunjuk) kepada makhluk-Nya untuk
dapat menjalankan hidupnya dengan mudah, sesuai dengan karakteristiknya
masing-masing.Pada manusia sering disebut sebagai ilham dan pada hewan disebut
insting/naluri. Seorang bayi ketika dilahirkan menangis.Siapa yang mengajarkan
bayi-bayi tersebut? Seekor ayam betina membolak-balikkan telur yang tengah
dieramnya, agar zat makanan yang terdapat pada telur itu merata, juga kehangatan
dari induk ayam tersebut, dengan demikian telur tersebut dapat menetas.Secara
ilmiah akhirnya diketahui bahwa anak-anak ayam yang sedang diproses dalam telur
itu mengalami pengendapan bahan makanan pada tubuhnya di bagian bawah. Jika
telur tersebut tidak digerak-gerakkan maka zat makanan tersebut tidak merata,
dengan demikian ia tidak dapat menetas. Siapa yang mengajarkan ayam untuk
berbuat demikian ?
Kita sering mendengar seseorang ditimpa musibah yang membuat hatinya
hancur luluh, putus harapan, lalu ia berdoa menghadap Allah Subhana Wa Ta’ala.
Tiba-tiba musibah itu hilang, kebahagiaan pun kembali dan datanglah kemudahan
sesudah kesusahan. Siapa yang mengabulkan doa, siapa pula yang mengajarkan
orang, yang kafir sekalipun, untuk meminta pertolongan pada suatu zat di luar dirinya
yang dirasakannya bersifat Maha Kuasa dan Maha Berkehendak ? Firman Allah :
“Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah yang kamu seru
kecuali Dia. Maka tatkala Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu pun
berpaling.Dan manusia adalah selalu tidak berterima kasih.” (QS.Al-Isra/17:67)

7
Eksistensi Allah terlihat dalam banyak fenomena kehidupan. Barangsiapa yang
membaca alam yang maha luas ini dan memperhatikan penciptaan langit dan bumi
serta dirinya sendiri, pasti ia akan menemukan bukti-bukti yang jelas tentang adanya
Allah SWT. Firman Allah :
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di
segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-
Quran itu adalah benar.” (QS.Fussilat/41:53)
3. Dalil Akhlaq
Secara fitrah manusia memiliki moral (akhlaq).Dengan adanya akhlaq inilah,
secara naluri mau tunduk dan menerima kebenaran agar hidupnya lurus dan
urusannya berjalan teratur dan baik.Zat yang dapat menanamkan akhlaq dalam jiwa
manusia adalah Allah, sumber dari segala sumber kebaikan, cinta dan
keindahan.Keberadaan ‘moral’ yang mendominasi jiwa manusia merupakan bukti
eksistensi Allah.
4. Dalil Wahyu
Para rasul diutus ke berbagai umat yang berbeda pada zaman yang
berbeda.Semua rasul menjalankan misi dari langit dengan perantara wahyu. Dengan
membawa bukti yang nyata (kitab/wahyu dan mukzijat) mengajak umatnya agar
beriman kepada Allah, mengesakan-Nya dan menjalin hubungan baik dengan-Nya,
serta memberi peringatan akan akibat buruk dari syirik/berpaling dari-Nya. Siapa
yang mengutus mereka dengan tugas yang persis sama? Siapa yang memberikan
kekuatan, mendukung dan mempersenjatai mereka dengan mukzijat?Tentu suatu
zat yang eksis (maujud), Yang Maha Kuat dan Perkasa, yaitu Allah.Keberadaan para
rasul ini merupakan bukti eksistensi Allah.

5. Dalil Sejarah
Semua umat manusia di berbagai budaya, suku, bangsa dan zaman, umumnya
percaya akan adanya Tuhan yang patut disembah dan diagungkan. Semuanya telah
mengenal iman kepada Allah menurut cara masing-masing. Konsensus sejarah ini
merupakan bukti yang memperkuat eksistensi Allah. Terdapat beberapa cara
mengenal Tuhan menurut ajaran selain Islam, diantaranya yaitu dengan hanya
mengandalkan panca indera dan sedikit akal, sehingga timbul perkiraan-perkiraan
yang membentuk filsafat-filsafat atau pemikiran tentang ketuhanan. Filsafat dan
pemikiran tersebut justru mendatangkan keguncangan dan kebingungan dalam jiwa.
Sehingga hanya menanamkan keraguan dan kesangsian terhadap keberadaan
Allah. (QS. Yunus/10:94)

8
“Maka jika engkau (Muhammad) berada dalam keragu-raguan tentang apa yang
kami turunkan kepadamu, maka tanyakanlah kepada orang yang membaca kitab
sebelummu, sungguh telah datang kebenaran kepadamu dari Tuhanmu, maka
janganlah sekali-kali engkau termasuk orang yang ragu”
Jalan yang ditempuh oleh orang-orang kafir tersebut melanggar fitrah mereka.
Sebab mereka mencoba mengenal Allah dengan menggunakan panca indra saja.
Padahal panca indra hanya bisa mendeteksi sesuatu yang dapat diraba, diukur,
disentuh. Sebaliknya untuk mengenal sesuatu selain Allah mereka menggunakan
panca indra dan akal. Jalan yang ditempuh oleh orang-orang kafir ini pada akhirnya
tidak pernah membawa mereka sampai mengenal siapa Sang Pencipta. Sebaliknya
yang mereka dapatkan adalah ketidaktahuan akan Allah Yang Maha Mencipta.
Adapun jalan yang ditempuh Islam untuk mengenal Allah ialah dengan
menggunakan keimanan dan dilengkapi dengan akal. Kedua potensi tersebut
dioptimalkan dengan proses tafakkur dan tadabbur. Tafakkur artinya memikirkan
ciptaan atau tanda-tanda kebesaran Allah (ayat kauniyah).Tadabbur berarti
merenungkan ayat-ayat Allah yang tertulis dalam al-Qur’an (ayat qauliyah).Sehingga
timbul keyakinan di dalam hati tentang keberadaan dan kekuasaan Allah (QS.
Yusuf/12:105)
“Dan berapa banyak tanda-tanda (kebesaran Allah) di langit dan di bumi yang
mereka lalui, namun mereka berpaling darinya.”
Jalan yang ditempuh oleh orang mukmin bersandarkan pada fitrahnya sebagai
manusia, yaitu mengoptimalkan akal, pemikiran, ilmu, serta hatinya untuk mengenal
Allah lewat tanda-tanda kebesaran-Nya (ayat-ayat-Nya), bukan zat-Nya.Baik tanda-
tanda kebesaran Allah yang ada di alam, mukzijat serta dalm Al Qur’an. Lewat jalan
inilah manusia akan mengenal Allah SWT.

1.7 Keistimewaan dan Keutamaan Kalimat Tauhid


Syaikh Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Abbad Al-Badr hafidzahullahu
berkata: Sesungguhnya kalimat tauhid yang mulia ini memiliki banyak keutamaan
yang agung dan fadhilah yang mulia serta keistimewaan yang bermacam-macam.
Tidak mungkin bagi siapa pun untuk dapat menyebutkan semuanya. Itulah kalimat
yang paling mulia, yang paling agung dan yang paling afdhal. Karena kalimat itulah
Allah menciptakan makhluk-makhluk-Nya, mengutus rasul-rasul-Nya, dan
menurunkan kitab-kitab-Nya. Dengan kalimat tauhid inilah manusia dibagi menjadi
orang-orang mukmin dan orang-orang kafir, orang-orang yang berbahagia sebagai
penghuni surga dan orang-orang yang sengsara sebagai penghuni api neraka.
Kalimat 899999 adalah al-‘urwah al-wustqa (tali yang kokoh), kalimat takwa, pondasi

9
agama yang paling agung dan cabang keimanan yang paling tinggi. Dia adalah jalan
kemenangan menuju ke surga dan jalan keselamatan dari api neraka. Itulah kalimat
syahadat, kuncinya surga, pondasi agama dan induknya.

Diantara keutamaan kalimat tauhid yang tercantum di dalam Al-Qur’an adalah:


1. Allah menjadikan kalimat tauhid ini sebagai intisari dakwah para rasul.
2. Kalimat tauhid adalah nikmat Allah yang paling besar kepada hamba-hamba-Nya.
3. Allah menyebutkannya di dalam Al-Qur’an dengan istilah Al-Kalimah At-Thayyibah
(ucapan yang baik).
4. Kalimat tauhid adalah Al-Qaul Ats-Tsabit (ucapan yang teguh).
5. Kalimat tauhid adalah al-‘ahdu (perjanjian)
6. Kalimat tauhid adalah Al-‘Urwah Al-Wutsqa (Tali yang kokoh) yang barangsiapa
perpegang teguh dengannya maka dia selamat dan barangsiapa yang tidak
berpegang teguh dengannya dia akan binasa.
7. Kalimat tauhid adalah Al-Kalimah Al-Baqiyah (ucapan yang kekal) yang diajarkan
oleh
Nabi Ibrahim 'alaihissalam kepada keturunan beliau agar mereka kembali (ke jalan
Allah).
8. Kalimat tauhid adalah kalimat taqwa yang Allah perintahkan kepada para sahabat
Nabi-Nya. Dan mereka adalah orang yang paling layak dengan kalimat tersebut dan
para pengibar benderanya.
9. Kalimat tauhid adalah Muntaha Ash-Shawaab (puncak kebenaran).
10. Kalimat tauhid adalah dakwah al-haq (seruan kebenaran)

Sebagian keutamaan kalimat tauhid yang tercantum di dalam hadits Rasulullah:


1. Kalimat tauhid adalah amal yang paling mulia dan paling banyak dilipat gandakan
(pahalanya).
2. Kalimat tauhid adalah sebaik-baik apa yang dikatakan oleh para nabi.
3. Kalimat tauhid lebih berat (di dalam timbangan hari kiamat) dibandingkan catatan-
catatan dosa pada hari kiamat.
4. Kalimat tauhid seandainya ditimbang dengan langit dan bumi maka kalimat
tauhidlah yang lebih berat.
5. Kalimat tauhid menyingkap tabir hingga sampai kepada Allah ta'ala.
6. Kalimat tauhid merupakan sebab keselamatan dari api neraka bagi yang
mengucapkannya.
7. Kalimat tauhid adalah cabang iman yang paling tinggi.
8. Kalimat Tauhid adalah dzikir yang paling afdhal (utama).

10
9. Kalimat tauhid sebab digapainya syafaat Rasul
10. Kalimat tauhid adalah kunci surga.

1.8 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Tauhid merupakan ilmu
yang membahas tentang "Wujud Allah, "tentang sifat-sifat yang wajib tetap pada-
Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya dan tentang sifat-sifat yang
sama sekali wajib dihilangkan dari-Nya; juga membahas tentang Rasul-rasul
Allah, meyakinkan kerasulan mereka, meyakinkan apa yang wajib ada pada diri
mereka, apa yang boleh dihubungkan (nisbah) kepada diri mereka dan apa yang
terlarang dihubungkan kepada diri mereka.
Tauhid menjadi pegangan pokok bagi kehidupan manusia karena menjadi
landasan bagi setiap amal perbuatan. Menurut tuntunan Islam, amal yang
dilandasi dengan tauhidlah yang akan menghantarkan manusia kepada
kehidupan yang baik dan kebahagiaan yang hakiki di alam Akhirat nanti.

BAB II
Sains dan Teknologi dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits
2. 1 Pendahuluan

11
Sains atau Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan dua hal yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Ilmu adalah sumber teknologi yang mampu
memberikan kemungkinan munculnya berbagai penemuan rekayasa dan ide-ide.
Adapun teknologi adalah terapan atau aplikasi dari ilmu yang dapat ditunjukkan
dalam hasil nyata yang lebih canggih dan dapat mendorong manusia untuk
berkembang lebih maju lagi.
Dari semua agama yang ada di dunia ini, Islam adalah satu-satunya agama
samawi yang benar dan diridhai oleh Allah Swt., untuk dijadikan sebagai pedoman
hidup manusia hingga akhir zaman. Sebagai agama yang diharapkan sebagai
tuntunan hidup, Islam telah sempurna danmencakup segala sesuatu yang
dibutuhkan oleh manusia. Adapun yang dimaksud dengan sempurna adalah segala
sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan manusia, telah diatur dalam Islam, baik
yang terkait dengan urusan dunia maupun akhirat. Hal ini tertuang dalam al-Quran
dan hadis yang merupakan sumber utama pedoman hidup umat Islam, sehingga
tidak ada alasan untuk tidak menjadikan keduanya sebagai sumber rujukan dalam
menghadapi permasalahan hidup. Sebagai agama yang sempurna, Islam mengatur
semuanya, mulai dari hal-hal yang terkecil, seperti ketika akan masuk ke kamar
mandi harus berdo’a dan mendahulukan kaki kiri, hingga permasalahan yang
berkaitan dengan negara dan pemerintahan.
Salah satu hal penting sebagai bukti bahwa Islam merupakan satu-satunya
agama yang benar dan cocok dijadikan sebagai pedoman hidup manusia
adalahadanya keselarasan antara agama Islam dengan ilmu pengetahuan, sehingga
bisa dicapai titik temu antara keduanya. Bahkan, selain sebagai pedoman hidup, al-
Quran dan hadis juga merupakan sumber ilmu pengetahuan.
Al-Qur’an menerangkan dengan jelas Beberapa cabang ilmu pengetahuan
modern, di antaranya ilmu falak (astronomi), ilmu kelautan, ilmu tinjauan cuaca
(meterologi), ilmu hewan (zoology) dan ilmu serangga (entomologi) dan lain
sebagainya telah digambarkan dalam Al-Quran. Ini adalah beberapa contoh dari
berbagai contoh kandungan ayat yang menerangkan berbagai ilmu pengetahuan,
yang kandungan isinya selalu menjadi kajian, riset dan teknologi. Allah menciptakan
teknologi (desain alam). Dengan sains dan teknologilah manusia memanfaatkan
serta melastarikan alam sekelilingnya, seperti serangga yang dimanfaatkan dalam
teknologi manusia untuk membuat mesin turbin gas berteknologi kumbang. Inilah
salah satu desain alam ciptaan Allah yang ditiru manusia dan dimanfaatkan dalam
ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga, Al-Qur’an yang merupakan penuntun
bagi setiap umat manusia terus dikaji sebagai informasi awal dari sebuah penelitian,
meskipun sebagaian dari mereka tidak mengimaninya.

12
2. 2 Al-Qur'an dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
1. Pengertian Teknologi
Teknologi merupakan pengembangan dan aplikasi dari alat, mesin,material, dan
proses yang menolong manusia menyelesaikan masalahnya. Teknologi berarti
keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi
kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia. Sebagai aktifitas manusia, teknologi
mulai sebelum sain dan teknik. Kata teknologi penting menggambarkan penemuan
dan alat yang menggunakan prinsip dan proses penemuan sainsifik yang baru
ditemukan, penemuan yang sangat lama seperti roda dapat disebut teknologi.
2. Dasar-dasar Teknologi dalam Al-Qur'an
Tidak seorang pun dapat menyangkal bahwa di dalam Al-Qur’an tidak hanya
diletakkan dasar-dasar peraturan hidup manusia dalam hubungannya dengan Tuhan
sang pencipta, dalam interaksinya sesama manusia, dan dalam tindakannya
terhadap alam di sekitarnya, tetapi juga dinyatakan untuk apa manusia diciptakan. Di
dalam Al- Qur’an disebutkan juga garis besar tentang kejadian alam semesta,
tentang penciptaan makhluk hidup, termasuk manusia didorong hasrat ingin tahunya,
dipacu akalnya untuk menyelidiki segala apa yang ada di sekelilingnya.
Dalam ayat-ayat Al-Qur’an, Allah SWT memberi bimbingan-Nya dengan
memberi contoh apa saja yang dapat diamati dan untuk tujuan apa pengamatan itu
dilakukan, agar manusia selalu melakukan observasi untuk mencari titik terang dari
apa yang telah Allah gambarkan, karena alam semesta dan proses-proses yang
terjadi di dalamnya sering kali dinyatakan sebagai "ayat-ayat Allah." Maka, meneliti
kosmos atau alam semesta dapat diartikan sebagai "membaca ayatullah."
Allah telah menggambarkan tentang teknologi dalam Al-Qur’an, teknologi bagi
para pendahulu kita (para utusan Allah). Hal ini Allah gambarkan untuk kita jadikan
bahan pembelajaran dan motivasi dalam menguasai berbagai cabang ilmu. Firman
Allah yang berkaitan tenang teknologi di antaranya dalam surat al-Anbiya 80-81 :
"Dan telah Kami ajarkan kepada Daud baju perisai untuk kamu, guna memeliharamu
dalam peperangan, maka tidakkah kamu bersyukur ? Dan bagi Sulaiman, angin yang
kencang tiupannya yang menghembus ke negeri yang telah Kami berkati, dan Kami
mengetahui tentang segala sesuatu."
Di dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa Nabi Daud as diberitahu oleh Allah
SWT tentang pembuatan baju pelindung yang dapat digunakan dalam pertempuran.
Dari pelajaran yang disampaikan Allah kepada Nabi Daud ini dapat kita lihat
perkembangan pembuatan baju besi yang dirancang khusus untuk para prajurit
dalam peperangan yang mereka hadapi baik itu berupa topi besi, rompi anti peluru

13
dan sebagainya, ini merupakan pengembangan dari teknologi yang telah berabad-
abad Allah ajarkan kepada nabi-Nya. Begitu juga Nabi Sulaiman as, Allah telah
menundukkan angin baginya, hingga ia dapat melawat ke negeri sekitarnya. Dari
gambaran yang Allah tunjukkan, kita bisa melihat perkembangannya saat ini berapa
banyak peralatan canggih yang dikembangkan hampir dari semuannya
menggunakan tenaga angin seperti kapal layar, kincir angin dan alat-alat berat
sejenisnya.
Kalau di abad yang lalu, umat Islam hanya bisa meraba dan menerka saja
jawaban dari teknologi. Maka dalam abad ini kita telah melihat dengan mata kepala
sendiri bagaimana teknologi roket dan pengendalian elektronik yang canggih telah
berhasil melontarkan manusia sampai ke permukaan bulan dan mengembalikannya
ke bumi serta mengirimkannya pesawat-pesawat antariksa, yang masing-masing
mempunyai misi tertntu. Al-Qur’an juga memberi tahu tentang sarana transportasi
tercanggih. Dalam Surat Yasin ayat 41-42 Allah berfirman:
"Dan suatu tanda bagi mereka adalah bahwa Kami angkat keturunan mereka
dalam bahtera yang penuh dengan muatan dan Kami ciptakan untuk mereka yang
akan mereka kendarai seperti bahtera itu."
Ayat tersebut menguraikan kekuasaan Allah yang mengingatkan manusia
tentang leluhurnya yang diselamatkan di atas perahu Nabi Nuh as. Dalam ayat 41
ini, Allah menerangkan tentang bahtera Nabi Nuh as yang juga memberi kepadanya
pengetahuan tentang cara pembuatan perahu itu hingga dapat digunakan.
Kemudian, dalam ayat 42 Allah juga menerangkan tentang informasi aneka alat
transformasi yang dapat digunakan manusia. Semua informasi Allah itu dapat kita
lihat dan kita rasakan keberadaannya.
3. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pada abad modern ini, para pakar entomolog telah menemukan teknologi
mutakhir yang semua diilhami dan ditiru dari desain yang sempurna pada makhluk
hidup sekitarnya. Saat kita memikirkan secara mendalam fenomena alam yang
nampak biasa saja di mata kita, di sanalah Allah akan mengajarkan kepada kita
betapa sempurnanya ilmu dan ciptaan-Nya. Tak ada kekuatan lain selain Allah yang
mampu menciptakan seekor lalat sekalipun. Fakta ini dinyatakan Allah dalam Al-
Qur’an :
“ Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu
perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali
tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu untuk
menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka

14
dapat merebutnya kembali dari lalat itu, amat lemahlah (pulalah) yang disembah ”.
(Q.S. al-Hajj, 22 : 73).
4. Ilmu Pengetahuan dalam Al Qur’an
Ilmu pengetahuan merupakan salah satu isi pokok kandungan kitab suci
Alquran. Bahkan kata ‘ilm itu sendiri disebut dalam Alquran sebanyak 105 kali, tetapi
dengan kata jadiannya ia disebut lebih dari 744 kali (Rahardjo, 2002). yang memang
merupakan salah satu kebutuhan agama Islam, betapa tidak setiap kali umat Islam
ingin melaksanakan ibadah selalu memerlukan penentuan waktu dan tempat yang
tepat, umpamanya melaksanakan shalat, menentukan awal bulan Ramadhan,
pelaksanaan haji, semuanya punya waktu-waktu tertentu. Dalam menentukan waktu
yang tepat diperlukan ilmu astronomi. Maka dalam Islam pada abad pertengahan
dikenal istilah sains mengenai waktu-waktu tertentu (Turner, 2004). Banyak lagi
ajaran agama yang pelaksanaannya sangat terkait erat dengan sains dan teknologi,
seperti menunaikan ibadah haji, berdakwah, semua itu membutuhkan kendaraan
sebagai alat transportasi. Allah telah meletakkan garis-garis besar sains dan ilmu
pengetahuan dalam Alquran, manusia hanya tinggal menggali, mengembangkan
konsep dan teori yang sudah ada, antara lain sebagaimana terdapat dalam QS. Ar-
Rahman ayat 33 di bawah ini.
"Hai bangsa jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru
langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan
kekuatan."
Ayat di atas pada masa empat belas abad yang silam telah memberikan isyarat
secara ilmiyah kepada bangsa Jin dan Manusia, bahwasanya mereka telah
dipersilakan oleh Allah untuk mejelajah di angkasa luar asalkan saja mereka punya
kemampuan dan kekuatan (sulthan). Kekuatan yang dimaksud di sini sebagaimana
di tafsirkan para ulama adalah ilmu pengetahuan atau sains dan teknologi, hal ini
telah terbukti di era modern sekarang ini, dengan ditemukannya alat transportasi
yang mampu menembus luar angkasa, bangsa-bangsa yang telah mencapai
kemajuan dalam bidang sains dan teknologi telah berulang kali melakukan
pendaratan di Bulan, Pelanet Mars, Jupiter dan planet-pelanet lainnya. Kemajuan
yang telah diperoleh oleh bangsa-bangsa yang maju (bangsa barat) dalam bidang
ilmu pengetahuan, sains dan teknologi di abad modern ini, sebenarnya merupakan
kelanjutan dari tradisi ilmiah yang telah dikembangkan oleh ilmuan-ilmuan muslim
pada abad pertengahan atau dengan kata lain ilmuan muslim banyak memberikan
sumbangan kepada ilmuan barat, hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Yatim
(1997) dalam bukunya Sejarah Perdaban Islam: "Kemajuan Barat pada mulanya
bersumber dari peradaban Islam yang masuk ke Eropa melalui Spanyol."

15
Hal ini diakui oleh sebagian mereka. Sains dan teknologi baik itu yang
ditemukan oleh ilmuan muslim maupun oleh ilmuan barat pada masa dulu, sekarang
dan yang akan datang, semua itu bukti kebenaran informasi yang terkandung di
dalam Alquran, karena jauh sebelum peristiwa penemuan-penemuan itu terjadi,
Alquran telah memberikan isyarat-isyarat tentang hal itu dan ini termasuk bagian dari
kemukjizatan Alquran, dimana kebenaran yang terkandung di dalamnya selalu
terbuka untuk dikaji, didiskusikan, diteliti, diuji dan dibuktikan secara ilmiah oleh
siapa pun. Alquran adalah kitab induk, rujukan utama bagi segala rujukan, sumber
dari segala sumber, basis bagi segala sains dan ilmu pengetahuan. Alquran adalah
buku induk ilmu pengetahuan, di mana tidak ada satu perkara apapun yang
terlewatkan (Kartanegara, 2006), semuanya telah diatur di dalamnya, baik yang
berhubungan dengan Allah (hablum minallah) sesama manusia (hablum minannas)
alam, lingkungan, ilmu akidah, ilmu sosial, ilmu alam, ilmu emperis, ilmu agama,
umum dan sebagainya (dalam QS Al An’am: 38).
5. Ilmu Pengetahuan dalam Hadits
Hadits-hadits Nabi juga sangat banyak yang mendorong dan menekankan,
bahkan mewajibkan kepada umatnya untuk menuntut ilmu (Alavi, 2003).
Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW:
Artinya: “Menuntut ilmu itu suatu kewajiban kepada setiap muslim.” (HR. Ibnu
Majah)
Hadits di atas memberikan dorongan yang sangat kuat bagi kaum muslimin
untuk belajar mencari ilmu sebanyak-banyaknya, baik ilmu-ilmu agama maupun ilmu-
ilmu umum, karena suatu perintah kewajiban tentunya harus dilaksanakan, dan
berdosa hukumnya jika tidak dikerjakan. Lebih lanjut Rasulullah mewajibkan kepada
umatnya untuk menuntut ilmu sepanjang hayatnya, tanpa di batasi usia, ruang,
waktu dan tempat sebagaimana sabdanya “Tuntutlah ilmu dari buayan sampai liang
lahat” dan “Tuntutlah ilmu sekalipun ke negeri Cina”.
Shadr al-Din Syirazi, seperti yang dikutip oleh Iryani, menyebutkan ada beberapa
poin yang dapat diambil dari hadits tersebut:
1. Kata “ilm” (pengetahuan atau sains), memiliki beberapa makna yang bervariasi.
Kata “ilm” dalam hadis ini bermaksud untuk menetapkan bahwa pada tingkat ilmu
apapun seseorang harus berjuang untuk mengembangkan lebih jauh. Nabi
bermaksud bahwa mencari ilmu itu wajib bagi setiap Muslim, baik itu para ilmuwan
maupun orang-orang yang bodoh, para pemula mupun para sarjana terdidik. Apapun
tingkat ilmu yang dapat dicapainya, ia seperti anak kecil yang beranjak dewasa,
sehingga ia harus mempelajari hal-hal yang sebelumnya tak wajib baginya.

16
2. Hadis ini menyiratkan arti bahwa seorang Muslim tidak akan pernah keluar dari
tanggung jawabnya untuk mencari ilmu.
3. Tidak ada lapangan pengetahuan atau sains yang tercela atau jelek dirinya
sendiri, karena ilmu laksana cahaya, dengan demikian selalu dibutuhkan. Alasan
mengapa beberapa ilmu dianggap tercela adalah karena akibat-akibat tercela yang
dihasilkannya.
2. 3 Proses Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Konsep Islamisasi ilmu pengetahuan ini dibahas oleh kedua tokoh besar dalam
gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan ini, yakni Ismail Raji al-Faruqi dan Syed M.
Naquib al-Attas.
1) Al-Faruqi dan Proyek Islamisasi Sains
Ismail Raji al-Faruqi merupakan seorang pemikir Islam yang intens memadukan
antara Islam dengan esensi ajaran tauhid dengan pengetahuan dan seni. Al-Faruqi
menegaskan bahwa esensi pengetahuan dan kebudayaan Islam ada pada agama
Islam itu sendiri. Sedangkan esensi Islam itu adalah tauhid. Hal ini berarti, tauhid
sebagai prinsip penentu pertama dalam Islam, kebudayaan, dan sainsnya.
Al-faruqi pertama kali mengemukakan gagasannya tentang islamisasi sains
pada saat pembentukan The International Institute of Islamic Thought di Washington
pada tahun 1981 dan forum The First International Conference of Islamic Thought
dan Islamization of Knowledge di Islamabad pada tahun 1982. Menurut Esposito,
islamisasi sains inilah yang menjadi inti visi dari al-Faruqi. Ia menganggap
kelumpuhan politik, ekonomi, dan religio-kultural umat Islam utamanya merupakan
akibat dualisme sistem pendidikan di dunia Islam, ditambah hilangnya indentitas dan
pudarnya visi Islam. Al-Faruqi menyakini bahwa solusi atas problem ini adalah
mengkaji peradaban Islam dan islamisasi pengetahuan modern (sains).
Al-Faruqi berpendapat bahwa adanya pertentangan wahyu dan akal dalam diri
umat Islam, memisahkan pemikiran dari aksi serta adanya dualisme kultural dan
religius merupakan akibat dari pengetahuan modern. Oleh sebab itu, diperlukan
islamisasi sains yang berpijak dari ajaran tauhid. Menurut tradisi Islam, sains tidak
menerangkan dan memahami realitas sebagai entitas yang terpisah dan independen
dari realitas absolut (Allah), tetapi melihatnya sebagai bagian integral dari eksistensi
Allah. Oleh karena itu, islamisasi sains menurut al-Faruqi harus diarahkan pada
suatu kondisi analisis dan sintesis tentang hubungan realitas yang sedang dipelajari
dengan pola hukum Tuhan (divine pattern).
Al-Faruqi percaya bahwa Islam adalah solusi bagi problematika yang dihadapi
manusia sekarang ini. Karenanya, ia tidak pernah bosan mengingatkan orang-orang
Islam yang menerima secara utuh westernisasi dan modernisasi Barat untuk

17
melakukan reformasi pemikiran Islam. Ini berarti bahwa umat Islam tidak saja harus
menguasai ilmu-ilmu warisan Islam saja, melainkan juga harus menguasai disiplin
ilmu modern. Sangat perlu bagi umat Islam melakukan integrasi pengetahuan-
pengetahuan baru dengan warisan Islam dengan penghilangan, perubahan,
penafsiran kembali dan adaptasi komponen-komponennya, sehingga sesuai dengan
pandangan dan nilai-nilai Islam. Dalam bukunya, Islamization of Knowledge: General
Principles and Work Plan, Al-Faruqi mengelaborasi gagasannya, dan gagasan al-
Faruqi ini tidak hanya bersifat teoretis, namun justru cenderung kepada perencanaan
praktis.
Islamisasi sains dilakukan dengan mensintesakan Islam dan ilmu pengetahuan
modern. Proses ini harus menempuh dua belas tahapan, yakni:
1. Penguasaan disiplin ilmu pengetahuan modern.
Disiplin modern harus dipecah-pecah menjadi kategori-kategori, prinsip-prinsip,
metodologi-metodologi, problem-problem, dan tema-tema, yang kesemuanya ini
merupakan pemilahan yang mencerminkan daftar isi suatu buku teks klasik.
2. Survei disiplin ilmu.
Jika kategori-kategori dari disiplin ilmu telah dipilah-pilah, suatu survei
menyeluruh harus ditulis untuk suatu disiplin ilmu. Langkah ini diperlukan agar
sarjana-sarjana muslim mampu menguasai setiap disiplin ilmu modern.
3. Penguasaan khazanah Islam
Khazanah Islam harus dikuasai dengan cara yang sama. Tetapi yang diperlukan
di sini adalah antologi-antologi mengenai warisan pemikiran muslim yang berkaitan
dengan disiplin ilmu.
4. Penguasaan terhadap khazanah Islam untuk tahap analisis.
Jika antologi-antologi sudah disiapkan, khazanah pemikiran Islam harus
dianalisis dari perspektif masalah-masalah masa kini.
5. Penentuan relevansi spesifik untuk setiap disiplin ilmu.
Relevansi dapat ditetapkan dengan mengajukan 3 persoalan, yaitu: (1) apa yang
telah disumbangkan oleh Islam, mulai dari al-Qur’an hingga pemikiran-pemikiran
kaum modernis, dalam keseluruhan masalah yang telah dicakup dalam disiplin-
disiplin modern. (2) seberapa besar sumbangan itu jika dibandingkan dengan hasil-
hasil yang telah diperoleh oleh disiplin modern tersebut. (3) apabila ada bidang-
bidang masalah yang sedikit diperhatikan atau sama sekali tidak diperhatikan oleh
khazanah Islam, ke arah mana umat Islam harus mengusahakan untuk mengisi
kekurangan itu, juga memformulasi masalah-masalah, dan memperluas visi disiplin
tersebut.
6. Penilaian kritis terhadap disiplin modern.

18
Jika relevansi Islam telah disusun, maka ia harus dinilai dan dianalisis dari titip
pijak Islam.
7. Penilaian kritis terhadap khazanah Islam.
Sumbangan khazanah Islam untuk setiap bidang kegiatan manusia harus
dianalisis dan relevansi kontemporernya harus dirumuskan.
8. Survei mengenai permasalahan yang dihadapi umat Islam.
Suatu studi sistematis harus dibuat tentang masalah- masalah politik, sosial,
ekonomi, intelektual, kultural, moral dan spiritual dari umat Islam.
9. Survei mengenai permasalahan yang dihadapi umat manusia.
Suatu studi yang sama, kali ini difokuskan pada seluruh umat manusia, harus
dilaksanakan.
10. Analisis kreatif dan sintesis.
Pada tahap ini sarjana muslim harus sudah siap melakukan sintesa antara
khazanah- khazanah Islam dan disiplin modern, serta untuk menjembatani jurang
kemandegan berabad-abad. Dari sini khazanah pemikiran Islam harus berjalan
beriringan dengan prestasi-prestasi modern, dan harus menggerakkan tapal batas
ilmu pengetahuan ke horison yang lebih luas daripada yang sudah dicapai disiplin-
disiplin modern.
11. Penuangan kembali disiplin ilmu modern ke dalam kerangka Islam.
Sekali keseimbangan antara khazanah Islam dengan disiplin modern telah
dicapai, buku-buku teks universitas harus ditulis untuk menuang kembali disiplin-
disiplin modern dalam bingkai Islam.
12. penyebarluasan ilmu yang telah diislamisasikan tersebut.

2. 4 Kesimpulan
Alquran dan Hadits merupakan sumber ilmu yang dikembangkan oleh umat
Islam dalam spektrum yang seluas-luasnya. Alquran dan hadits merupakan sumber
pokok Islam yang memainkan peran ganda dalam penciptaan dan pengembangan
ilmu-ilmu. Peran itu adalah: Pertama, prinsip-prinsip semua ilmu dipandang kaum
Muslimin terdapat dalam Al Qur’an. Dan sejauh pemahaman terhadap Alquran,
terdapat pula penafsiran yang bersifat esoteris terhadap kitab suci ini, yang
memungkinkan tidak hanya pengungkapan misteri-misteri yang dikandungnya tetapi
juga pencarian makna secara lebih mendalam, yang berguna untuk pembangunan
paradigma ilmu. Kedua, Alquran dan Hadits menciptakan iklim yang kondusif bagi
pengembangan ilmu dengan menekankan kebajikan dan keutamaan menuntut ilmu,
pencarian ilmu dalam segi apa pun pada akhirnya akan bermuara pada penegasan

19
Tauhid. Karena itu, seluruh metafisika dan kosmologi yang lahir dari kandungan
Alquran dan Hadits merupakan dasar pembangunan dan pengembangan ilmu Islam.
Singkatnya, Alquran dan Hadits menciptakan atmosfir khas yang mendorong
aktivitas intelektual dalam konformitas (Azra, 2001). Wahyu yang diterima oleh Nabi
Muhammad SAW berasal dari Allah SWT, merupakan sumber pengetahuan yang
paling pasti. Namun, Alquran juga menunjukkan sumber-sumber pengetahuan lain
disamping apa yang tertulis di dalamnya, yang dapat melengkapi kebenaran wahyu.
Pada dasarnya sumber-sumber itu diambil dari sumber yang sama, yaitu Allah SWT,
asal segala sesuatu. Namun, karena pengetahuan yang tidak diwahyukan tidak
diberikan langsung oleh Allah SWT kepada manusia, dan karena keterbatasan
metodologis dan aksiologis dari ilmu non-wahyu tersebut, maka ilmu-ilmu tersebut di
dalam Islam memiliki kedudukan yang tidak sama dengan ilmu pengetahuan yang
langsung diperoleh dari wahyu. Sehingga, di dalam Islam tidak ada satupun ilmu
yang berdiri sendiri dan terpisah dari bangunan epitemologis Islam, ilmu-ilmu
tersebut tidak lain merupakan penjelasan yang mengafirmasi wahyu, yang
kebenarannya pasti. Di sinilah letak perbedaan epistemologi sekuler dengan
epistemologi Islam.

BAB III.
Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits

20
3. 1 Pendahuluan
Bagi umat Islam, sahabat Nabi menduduki posisi yang sangat menentukan
dalam periwayatan hadis. Mereka menjadi jalur yang tak dapat dihindari antara Nabi
dengan generasi berikutnya. Merekalah yang melihat dan mengalami langsung
aplikasi wahyu dan Nabi. Predikat generasi sahabat sebagai generasi terbaik karena
mereka merupakan produk pertama umat islam yang dididik langsung oleh nabi
muhammad saw. Meskipun demikian,sebagaiman usia biasa para sahabat tidak
terbebas dari melakukan kesalahan dan dosa.
Posisi sahabat nabi sebagai periwayat hadis menjadi sangat strategis
mengingat dari merekalah mata-rantai pertama asal mula hadis diterima sahabat
adalah generasi yang masih hidup sezaman dan sering bertemu dengan nabi
Muhammad saw dengan begitu dapat dipastikan mereka pernah melihat nabi dan
lalu memeluk islam. Para sahabat telah menjadi obyek dakwah pertama sekaligus
menjadi pendukung utama penyebaran informasi-informasi yang berasal dari nabi.
Semua riwayat hadis nabi yang disampaikan oleh sahabat-sahabat nabi dianggap
kuat karena mereka yang pernah telah mendengar, telah melihat dan atau telah
merasakan hidup bersama baginda nabi Muhammad saw.
Para sahabat adalah agen utama Alquran dan Sunnah Nabi diketahui. Para
sahabat yang pernah berinteraksi langsung dengan Nabi, mereka pernah
mendengar, melihat dan menjadi saksi langsung ucapan, perbuatan, sifat dan atau
persetujuan Nabi Muhammad saw. Dengan begitu, para sahabat sangat menentukan
benar-tidaknya sebuah sumber riwayat. Hanya saja jati diri dan rekam jejak para
sahabat, hampir-hampir tidak di diskusikan lagi dalam kritik hadis.
3. 2 Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits

Umat Rasulullah merupakan umat terbaik dari seluruh umat-umat para Nabi
yang diutus sebelum beliau. Meskipun umat Rasulullah datang sebagai yang terakhir
diantara umat-umat lainnya, tetapi di akhirat kelak umat Rasulullah-lah yang akan
memasuki Surga terlebih dahulu di bandingkan dengan umat-umat lainnya. Allah
telah memberikan pujian kepada umat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dalam
firman-Nya :
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah..” (QS. Ali
Imran : 110)
Tetapi diantara umat Rasulullah, terdapat beberapa generasi terbaik,
sebagaimana beliau sebutkan dalam sebuah hadits mutawatir, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

21
"Sebaik-baik manusia adalah generasiku (yaitu generasi sahabat), kemudian orang-
orang yang mengiringinya (yaitu generasi tabi’in), kemudian orang-orang yang
mengiringinya (yaitu generasi tabi’ut tabi’in)." [Hadits mutawatir, riwayat Bukhari dan
lainnya].

Berdasarkan hadits tersebut, yang dimaksud dengan generasi terbaik terbagi


menjadi tiga, yaitu:
1. Generasi terbaik pertama adalah ummat yang hidup di zaman Rasulullah. Dalam
hal ini merujuk kepada generasi Rasulullah dan para sahabat. Para sahabat
merupakan generasi terbaik karena mereka lebih memahami ajaran Rasulullah
dengan melihat dan mendengar secara langsung dari apa yang dipraktikkan
Rasulullah kepada mereka. Para sahabat juga lebih memahami Al Quran daripada
generasi belakangan, sebab mereka ada saat Al Quran diturunkan dan mengetahui
sebab-sebab Al Quran diturunkan. Dan mereka akan menanyakan ayat-ayat Al
Quran yang sulit mereka pahami kepada Rasulullah.
Berikut ini 25 tokoh generasi terbaik pertama:
1. Rasulullah SAW 13. Abu Hurairah
2. Abu Bakar as-Siddiq, 14. Abu Thufail al-Laitsi
3. Umar bin Khattab, 15. Amru bin Ash
4. Utsman bin Affan, 16. Bilal bin Rabah
5. Ali bin Abi Thalib, 17. Hakim bin Hazm
6. Sa'id bin Abi Waqqas, 18. Hamzah bin Abdul Muthalib
7. Sa'id bin Zaid bin Amr bin 19. Imran bin Hushain
Nufail, 20. Khalid bin Walid
8. Talhah bin Ubaidillah, 21. Abdullah bin Umar
9. Zubair bin Awwam, 22. Mua'dz bin Jabal
10. Abdurrahman bin Auf 23. Mua'wiyah bin Abu Sufyan
11. Abu Ubaidah bin al-Jarrah. 24. Mus'ab bin Umair
12. Abu Dzar Al-Ghiffari 25. Salman al-Farisi

2. Generasi terbaik kedua adalah generasi tabi'in. Generasi ini adalah ummat setelah
Rasulullah dan para sahabat wafat. Menurut Wikipedia, generasi tabi'in adalah orang
Islam awal yang masa hidupnya setelah para Sahabat Nabi dan tidak mengalami
masa hidup Nabi Muhammad saw. Usianya tentu saja lebih muda dari sahabat nabi,

22
bahkan ada yang masih anak-anak atau remaja pada masa sahabat masih hidup.
Tabiin merupakan murid sahabat nabi.
Di bawah ini adalah daftar beberapa tokoh tabiin yang ternama:
1. Abu Hanifah
2. Al-Hasan al-Bashri
3. Ali bin al-Husain Zainal Abidin
4. 'Alqamah bin Qais an-Nakha
5. 'iAl-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar ash-Shiddiq
6. Ibnu Abi Mulaikah
7. Muhammad bin al-Hanafiyah
8. Muhammad bin Sirin
9. Muhammad bin Syihab az-Zuhri
10. Salim bin Abdullah bin Umar bin Khattab

11. Said bin al-Musayyib


12. Rabi'ah ar-Ra'yi
13. Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah bin Mas'ud
14. Umar bin Abdul Aziz
15. Urwah bin az-Zubair
16. Uwais al-Qarni
17. Abdah binti Abi Syawal
18. Abdah binti Ahmad
19. Aisyah binti Sa’ad
20. Aisyah binti Thalhah
21. Amrah binti Abdurrahman
22. Ar Rabab binti Imril Qais
23. Atikah binti Yazid
24. Asma Ar Ramaliyah
25. Bardah Ash Shamiriyah

3. Generasi terbaik ketiga adalah generasi tabiittabiin. Menurut Wikipedia,


Tabiittabiin adalah generasi setelah Tabi'in, artinya pengikut Tabi'in, adalah orang
Islam teman sepergaulan dengan para Tabi'in dan tidak mengalami masa hidup
Sahabat Nabi. Generasi ini juga disebut murid tabi'in. Ulama Tabi'ut tabi'in lainny:
1. Ja'far al-Sadiq
2. al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakr as-Siddiq (w. 108 H)
3. Sufyan al-Tsauri (97–161 H)

23
4. Sufyan bin ‘Uyainah (107-198 H)
5. Al-Auza'i (w. 158 H)
6. Al-Laits bin Saad
7. Abdullah bin Al-Mubarak
8. Waki'
9. Abdurrahman bin Mahdi
10. Yahya bin Said Al-Qathan
11. Yahya bin Ma'in
12. Ali bin Al-Madini

3. 3 Kesimpulan
Tidak satu pun generasi dalam Islam yang benar-benar maksum, atau
terbebas dari kesalahan dan dosa. Predikat generasi sahabat sebagai generasi
terbaik, maksudnya karena mereka adalah produk pertama umat Islam yang dididik
langsung oleh Nabi Muhammad saw. Sekalipun demikian, sebagai manusia biasa
para sahabat tidak terbebas dari melakukan kesalahan dan dosa. Implikasinya,
semua generasi dapat menjadi generasi terbaik, selama mereka patuh dan taat
kepada aturan-aturan Islam. Untuk menerapkan kaedah semua sahabat, yakni
dalam memposisikan generasi sahabat secara umum, tetapi dalam mengkritisi
pribadi sahabat, maka setiap individu harus diteliti tingkat akurasinya, sesuai dengan
tingkat kematangan spiritual, intelegensi, kestabilan emosi, dan kemampuan mereka
mengendalikan hawa nafsu.

24
BAB IV
Pengertian dan Jejak Salafussoleh
(Referensi Al-Hadits)

4. 1 Pengertian Salafi
Isilah Salafi atau Salafiyah menurut bahasa adalah telah lalu. Kata Salaf juga
bermakna seseorang yang telah mendahului (terdahulu) dalam ilmu, iman,
keutamaan dan kebaikan. Ibnu Manzhur mengatakan bahwa salaf berarti orang yang
mendahului anda, baik dari bapak maupun orang-orang terdekat (kerabat) yang lebih
tua umurnya dan lebih utama.(Yazid bin Abdul Qodir jawas 2009:14)
Adapun salaf menurut istilah adalah sifat yang khusus dimutlakkan kepada para
sahabat. Ketika disebutkan salaf, maka yang dimaksud pertama kali adalah para
sahabat. Adapun selain mereka itu ikut serta dalam makna salaf ini, yaitu orang–
orang yang mengikuti mereka. Artinya bila mereka mengikuti para sahabat, maka
disebut Salafiyyun (orang-orang yang mengikuti salafushshalih) (Yazid:15). Allah
berfirman dalam al-Qur’an surat al-Taubah ayat 100 yang maksudnya bahwa:
"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan
muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah
ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan
bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya.
Mereka kekal didalamnya. Itulah kemenangan yang besar.”
Dari segi zaman, kata salaf digunakan untuk menunjukkan kepada sebaik-baik
kurun, dan yang lebih patut dicontoh dan diikuti yaitu tiga kurun yang pertama (dalam
Islam) yang diutamakan, yang disaksikan dan disifati dengan kebaikan melalui lisan
sebaik-baik manusia, yaitu Rasulullah.(Yazid:18).

25
Apakah pembatasan dari segi zaman ini cukup untuk membatasi pengertian
salaf, sehingga setiap orang yang hidup pada tiga generasi awal adalah termasuk
dalam criteria salaf. Tentu saja tidak demikian, sesungguhnya sudah banyak
golongan dan kelompok muncul pada masa-masa tersebut. Terdahulu berdasarkan
masa, tidak cukup untuk menentukan itu salaf atau tidak. Harus ditambahkan syarat
dalam hal ini yatiu kesesuaian dengan al-Qur’an dan Sunnah, sehingga siapapun
yang akalnya menyelisihi kedua sumber tersebut bukanlah salafi, meskipun dia hidup
di tengah-tengah para sahabat dan tabi’in. (Abdussalam bin Salimal-Suhaimi
1429H:56). Ada beberapa hal di dalam memahami pengertian Salafi, yaitu mereka
tiga generasi pertama dan paling utama dari umat islam, yaitu para sahabat (mereka
yang hidup sebagai muslim pada masa Nabi, pernah bertemu dengan beliau, serta
wafat sebagai muslim), Tabi’in (mereka yang hidup di masa sahabat dan wafat
sebagai muslim), dan Tabi’utTabi’in (mereka yang hidup di masa tabi’in dan wafat
dalam keadaan muslim).

Salafiyah adalah sebuah gerakan dakwah yang sama artinya dengan gerakan
dakwah Ahlul Sunnah walJama’ah. Gerakan dakwah ini sudah mulai dari masa
Rasulullah, lalu terus berlanjut dan mempertahankan eksistensinya hingga
menjelang akhir zaman kelak. Salafi adalah sebutan untuk orang yang menyatakan
diri sebagai muslim yang berupaya mengikuti ajaran al-Qur’an dan al-Hadits, sesuai
dengan pemahaman ulama al-Salaf. Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa
salafiyah adalah arus pemikiran yang mengedepankan nash-nash syar’iyah berbagai
macam pemikiran baik secara metode maupun sistem, yang senantiasa komitmen
terhadap petunjuk Nabi dan petunjuk para sahabat baik secara keilmuan dan
pengamalan, menolak berbagai manhaj yang menyelisihi petunjuk tersebut, baik
terkait masalah ibadah maupun ketetapan syari’at. (Zainal Abidin bin Syamsudin
2009:26)
Dalam sejarah Islam ketiga generasi Muslim paling awal itu disebut Salafus
Salih, Salafim diserap dari terma al-salafal-salih, yaitu tiga genarasi pertama Muslim
yang dipandang sebagai uswah bagi masa depan umat Islam.

4. 2 Pengertian Salafussoleh
a. Etimologi (secara bahasa)
Ibnul Faris berkata, “Huruf sin, lam, dan fa’ adalah pokok yang menunjukkan
‘makna terdahulu’. Termasuk salaf dalam hal ini adalah ‘orang-orang yang telah
lampau’, dan arti dari ‘al-qoumu as-salaafu’ artinya mereka yang telah terdahulu.”
(Mu’jam Maqayisil Lughah: 3/95)

26
b. Terminologi (secara istilah)
Ada beberapa pendapat dari para ulama dalam mengartikan istilah “Salaf” dan
terhadap siapa kata itu sesuai untuk diberikan. Pendapat tersebut terbagi menjadi 4
perkataan :
Di antara para ulama ada yang membatasi makna Salaf yaitu hanya para
Sahabat Nabi saja.
1) Di antara mereka ada juga yang berpendapat bahwa Salaf adalah para
Sahabat Nabi dan Tabi’in (orang yang berguru kepada Sahabat).
2) Dan di antara mereka ada juga yang berkata bahwa Salaf adalah mereka
adalah para Sahabat Nabi, Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in. (Luzumul Jama’ah
(hal: 276-277)). Dan pendapat yang benar dan masyhur, yang mana
sebagian besar ulama ahlussunnah berpendapat adalah pendapat ketiga ini.
3) Yang dimaksud Salaf dari sisi waktu adalah masa utama selama tiga kurun
waktu/periode yang telah diberi persaksian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam dalam hadits beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka itulah
yang berada di tiga kurun/periode, yaitu para sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut
Tabi’in.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:


"Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian manusia yang
hidup pada masa berikutnya, kemudian manusia yang hidup pada masa berikutnya."
(HR. Bukhari (2652), Muslim (2533))
Maka dari itu, setiap orang yang mengikuti jalan mereka, dan menempuh
sesuai manhaj/metode mereka, maka dia termasuk salafi, karena
menisbahkan/menyandarkan kepada mereka.
4. 3 Dalil-dalil Yang Menunjukkan Wajibnya Mengikuti Salafush Shalih
a. Dalil Dari Al Qur’anul Karim
َ ‫يل ْالم ُْؤ ِمن‬
ْ ‫ِين ُن َولِّ ِه َما َت َولَّى َو ُنصْ لِ ِه َج َه َّن َم َو َسا َء‬
‫ت مَصِ يرً ا‬ ِ ‫َو َمنْ ُي َشاق ِِق الرَّ سُو َل مِنْ َبعْ ِد َما َت َبي ََّن لَ ُه ْالهُدَى َو َي َّت ِبعْ غَ ي َْر َس ِب‬
Artinya, “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran bainya
dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin. Kami biarkan ia leluasa
terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam
Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” [An-Nisa : 115]
Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman,
ٍ ‫ان َرضِ َي هَّللا ُ َع ْن ُه ْم َو َرضُوا َع ْن ُه َوأَ َع َّد لَ ُه ْم َج َّنا‬
‫ت َتجْ ِري‬ َ ‫ار َوالَّذ‬
ٍ ‫ِين ا َّت َبعُو ُه ْم ِبإِحْ َس‬ ِ ‫ص‬ َ ‫ون م َِن ْال ُم َها ِج ِر‬
َ ‫ين َواأل ْن‬ َ ُ‫ون األوَّ ل‬
َ ُ‫َّابق‬
ِ ‫َوالس‬
‫ِين فِي َها أَ َب ًدا َذل َِك ْال َف ْو ُز ْال َعظِ ي ُم‬
َ ‫َتحْ َت َها األ ْن َها ُر َخالِد‬

27
Artinya, “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di
antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan
Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang
besar.” [QS. At-Taubah : 100]
Allah mengancam dengan siksaaan neraka jahannam bagi siapa yang mengikuti
jalan selain jalan Salafush Shalih, dan Allah berjanji dengan surga dan keridhaan-
Nya bagi siapa yang mengikuti jalan mereka.
b. Dalil Dari As-Sunnah
1. Hadits Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi
wasallam telah bersabda,
َ ‫ون َوالَ ي ُْؤ َت َم ُن‬
،‫ون‬ َ ‫ ُث َّم إِنَّ َبعْ دَ ُك ْم َق ْومًا َي ْش َهد‬،‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬
َ ‫ُون َوالَ يُسْ َت ْش َهد‬
َ ‫ َو َي ُخو ُن‬، ‫ُون‬ َ ‫ ُث َّم الَّذ‬،‫َخ ْي ُر أُ َّمتِي َقرْ نِي‬
َ ‫ ُث َّم الَّذ‬،‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬
ِ ‫ َو َي ْظ َه ُر ف‬،‫ون‬
ُ‫ِيه ُم ال ِّس َمن‬ َ ‫َو َي ْن ُذر‬
َ ُ‫ُون َوالَ َيف‬
“Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian manusia yang
hidup pada masa berikutnya, kemudian manusia yang hidup pada masa berikutnya,
kemudian akan datang suatu kaum persaksian salah seorang dari mereka
mendahului sumpahnya, dan sumpahnya mendahului persaksiannya.” (HR Bukhari
(3650), Muslim (2533))
2. Kemudian dalam hadits yang lain, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
menyebutkan tentang hadits iftiraq (akan terpecahnya umat ini menjadi 73
golongan), beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
‫ ثنتان وسبعون‬،‫ وإن هذه الملة ستفترق على ثالث وسبعين‬،‫أال إن من قبلكم من أهل الكتاب افترقوا على ثنتين وسبعين ملة‬
‫ وهي الجماعة‬،‫ وواحدة في الجنة‬،‫في النار‬
Artinya, “Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari Ahlul Kitab telah
berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan. Sesungguhnya (ummat) agama
ini (Islam) akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh dua
golongan tempatnya di dalam Neraka dan hanya satu golongan di dalam Surga,
yaitu al-Jama’ah.”
[Shahih, HR. Abu Dawud (no. 4597), Ahmad (IV/102), al-Hakim (I/128), ad-
Darimi (II/241), al-Ajurri dalam asy-Syarii’ah, al-Lalikai dalam as-Sunnah (I/113 no.
150). Dishahihkan oleh al-Hakim dan disepakati oleh Imam adz-Dzahabi dari Mu’a-
wiyah bin Abi Sufyan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan hadits ini shahih
masyhur. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah
(no. 203-204)]
Dalam riwayat lain disebutkan:
‫ما أنا عليه وأصحابي‬

28
Artinya, “Semua golongan tersebut tempatnya di Neraka, kecuali satu (yaitu) yang
aku dan para Sahabatku berjalan di atasnya.” [Hasan, HR. At-Tirmidzi (no. 2641) dan
al-Hakim (I/129) dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr, dan dihasankan oleh Syaikh al-
Albani dalam Shahiihul Jaami’ (no. 5343)]
Hadits iftiraq tersebut juga menunjukkan bahwa umat Islam akan terpecah
menjadi 73 golongan, semua binasa kecuali satu golongan, yaitu yang mengikuti apa
yang telah dilaksanakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para
Sahabatnya Radhiyallahu anhum. Jadi, jalan selamat itu hanya satu, yaitu mengikuti
Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih (para Sahabat).
3. Hadits panjang dari Irbad bin Sariyah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wasallam bersabda,
َ ‫ِين ْال َم ْه ِدي‬
‫ َوإِيَّا ُك ْم‬،ِ‫ِّين ُعضُّوا َعلَ ْي َها ِبال َّن َوا ِجذ‬ َ ‫ َف َعلَ ْي ُك ْم ِب ُس َّنتِي َو ُس َّن ِة ْال ُخلَ َفا ِء الرَّ اشِ د‬،‫اخ ِتاَل ًفا َكثِيرً ا‬
ْ ‫َفإِ َّن ُه َمنْ َيعِشْ ِم ْن ُك ْم َف َس َي َرى‬
‫ضاَل َل ٌة‬ ُ ِ ‫»ومُحْ دَ َثا‬
ِ ‫ت اأْل م‬
َ ‫ُور َفإِنَّ ُك َّل ِب ْد َع ٍة‬ َ
Artinya:
“Barang siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku maka ia akan melihat
perselisihan yang banyak, oleh sebab itu wajib bagi kalian berpegang dengan
sunnahku dan Sunnah Khulafaaur Rasyidin (para khalifah) yang mendapat petunjuk
sepeninggalku, pegang teguh Sunnah itu, dan gigitlah dia dengan geraham-
geraham, dan hendaklah kalian hati-hati dari perkara-perkara baru (dalam agama)
karena sesungguhnya setiap perkara baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah
sesat” [Shahih, HR. Abu Daud (4607), Tirmidzi (2676), dishahihkan oleh Syeikh Al-
Albani dalam Shahihul Jami’ (1184, 2549)]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan kepada ummat agar mengikuti
sunnah beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam dan sunnah para Khualafaur Rasyidin
yang hidup sepeninggal beliau disaat terjadi perpecahan dan perselisihan.
c. Dari perkataan Salafush Shalih
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata,
“‫” ِا َّت ِبعُوا َواَل َت ْب َت ِدعُوا َف َق ْد ُكفِي ُت ْم‬
Artinya, “Ikutilah dan janganlah berbuat bid’ah, sungguh kalian telah dicukupi.” (Al-
Bida’ Wan Nahyu Anha (hal. 13))
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, juga pernah berkata,
َ ‫ك أَصْ َحابُ م َُح َّم ٍد‬
‫ َكا ُنوا‬،‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ‫ أُولَ ِئ‬،‫ َفإِنَّ ْال َحيَّ اَل ُت ْؤ َمنُ َعلَ ْي ِه ْالفِ ْت َن ُة‬، َ‫ان ِم ْن ُك ْم مُسْ َت ًّنا َف ْل َيسْ َتنَّ ِب َمنْ َق ْد َمات‬ َ ‫َمنْ َك‬
،‫ َفاعْ َرفُوا لَ ُه ْم َفضْ لَ ُه ْم‬،ِ‫ار ُه ُم هَّللا ُ لِصُحْ َب ِة َن ِب ِّي ِه َوإِ َقا َم ِ•ة دِي ِنه‬ َ ‫اخ َت‬ْ ‫ َق ْو ٌم‬،‫ َوأَعْ َم َق َها عِ ْلمًا َوأَ َقلَّ َها َت َكلُّ ًفا‬،‫ أَبَرَّ َها قُلُوبًا‬،ِ‫ض َل َه ِذ ِه اأْل ُ َّمة‬
َ ‫أَ ْف‬
‫ َفإِ َّن ُه ْم َكا ُنوا َعلَى ْال َه ْديِ ْالمُسْ َتق ِِيم‬،‫ َو َت َم َّس ُكوا ِب َما اسْ َت َطعْ ُت ْم مِنْ أَ ْخاَل ق ِِه ْم َودِين ِِه ْم‬،‫ار ِه ْم‬ ِ ‫وا َّت ِبعُو ُه ْم فِي آ َث‬.َ
Artinya, “Barang siapa di antara kalian ingin mncontoh, maka hendaklah mencontoh
orang yang telah wafat, yaitu para Shahabat Rasulullah, karena orang yang masih
hidup tidak akan aman dari fitnah, Adapun mereka yang telah wafat, merekalah para

29
Sahabat Rasulullah, mereka adalah ummat yang terbaik saat itu, mereka paling baik
hatinya, paling dalam ilmunya, paling baik keadaannya. Mereka adalah kaum yang
dipilih Allah untuk menemani NabiNya, dan menegakkan agamaNya, maka kenalilah
keutamaan mereka, dan ikutilah jejak mereka, karena sesungguhnya mereka berada
di atas jalan yang lurus.” (Jami’ul Bayan Al-ilmi Wa Fadhlihi (2/97))
Imam Al Auza’i rahimahullah berkata,
“‫ فما كان غير ذلك فليس بعلم‬،‫”العلم ما جاء عن أصحاب محمد صلى هللا عليه وسلم‬
Artinya, “Sebarkan dirimu di atas sunnah, dan berhentilah engkau dimana kaum itu
berhenti (yaitu para Shahabat Nabi), dan katakanlah dengan apa yang dikatakan
mereka, dan tahanlah (dirimu) dari apa yang mereka menahan diri darinya, dan
tempuhlah jalan Salafush Shalihmu (para pendahulumu yang shalih), karena
sesungguhnya apa yang engkau leluasa (melakukannya) leluasa pula bagi mereka.”
(Jami’ul Bayan Al-ilmi Wa Fadhlihi (2/29))

4. 4 Kesimpulan
Manhaj adalah ath-thariqah atau jalan yang ditempuh para sahabat Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam dalam memahami agama Allah. Sedangkan salaf adalah
para sahabat, tabi’in dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan setia. Para
pengikut mazhab salaf tidak merekayasa sesuatupun dihadapan kaum muslimin
tentang urusan agama. Dan hal ini berbeda dengan dengan kelompok lain , terdapat
ketidak-jelasan dan terkadang berjalan bersama kaum Rafidhah dan terkadang
bersama kaum Atheis. Al-sunnah menurut faham salaf adalah kesesuaian dengan al-
Qur’an, sedangkan Sunnah Rasulullah saw serta para sahabatnya adalah sama,
baik dalam masalah aqidah maupun ibadah, lawannya adalah bid’ah.

30
BAB V
Ajaran dan Tuntunan tentang Berbagi, Penegakan serta
Keadilan Hukum dalam Islam
5.1 Ajaran dan Tuntunan Berbagi dalam Islam
a. Pengertian Berbagi (Sedekah)
Islam manganjurkan kita untuk selalu berbagi. Berbagi merupakan kebaikan,
merupakan sikap yang terpuji. Sedekah Berasal Dari bahasa Arab, yakni shadaqoh .
Sedekah memiliki arti yang memberikan sesuatu kepada orang lain secara spontan
dan sukarela tanpa ada batasan jumlah dan batas waktu tertentu. Dapat dikatakan
sedekah adalah amalan baik yang sangat dicintai oleh Allah SWT. Sejalan dengan
itu tak dipungkiri bila ada sebuah ungkapan tangan di atas lebih baik di bawah
tangan dan berlomba-lombalah dalam bersedekah. Kalimat tersebut merupakan
motivasi untuk manusia, khususnya umat Islam selalu berbagi dalam keadaan suka
maupun duka.
Karena, Islam selalu mengajarkan umatnya untuk menyisihkan sebagian
hartanya dengan cara bersedekah kepada orang lain yang membutuhkan. Selain
untuk berbagi dan sebagai bekal amal di akhirat, sedekah bertujuan untuk
menyucikan harta. Sedekah tak harus dilakukan pada saat membayar zakat ataupun
infak. Dimana pun dan kapan pun kamu bisa bersedekah, yang terpenting niatkan
hati baikmu. Besar kecilnya urusan Allah SWT. Ganjarannya adalah amalan baik.
b. Dalil Berbagi
“Barangsiapa yang menjumpai saudaranya yang Muslim dengan (memberi) sesuatu
yang disukainya agar dia gembira, maka Allah akan membuatnya gembira pada hari
kiamat.” (HR. Thabrani). Gembira pada hari kiamat adalah dambaan setiap orang.
Selain itu, berbagi juga akan mendapat pahala besar. Allah SWT tegaskan,
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari
hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang
beriman di antara kamu dan yang menafkahkan (sebagian) dari hartanya
memperoleh pahala yang besar.” (QS. al-Hadid/57: 7).
Dalam pandangan pengarang Tafsir Jalalain, salah seorang sahabat Nabi SAW
yang akan mendapatkan pahala yang besar itu adalah Utsman bin Affan. Dalam
sejarah beliau dikenang sebagai seorang pengusaha yang kaya raya namun hidup
zuhud. Beliaulah yang membeli Sumur Rum milik orang Yahudi di Madinah pada
saat kaum Muslim mengalami kesulitan air.

31
Di dalam hadits Nabi SAW disebutkan bahwa orang yang berbagi akan
didoakan oleh malaikat, “Tidak ada suatu hari pun ketika seorang hamba melewati
paginya kecuali akan turun (datang) dua malaikat kepadanya lalu salah satunya
berdoa, ‘Ya Allah berikanlah pengganti bagi siapa yang menafkahkan hartanya.”
Doa malaikat tidak ditolak oleh Allah SWT.

Namun sebaliknya orang yang tidak mau berbagi akan disumpah-serapahi oleh
malaikat, seperti Nabi SAW beritahu dalam lanjutan hadits ini, “Sedangkan yang
satunya lagi berdoa, ‘Ya Allah berikanlah kehancuran (kebinasaan) kepada orang
yang menahan hartanya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Yang dimaksud dengan
menahan harta di sini adalah bakhil.
5.2 Penegakan dan Keadilan Hukum Islam
a. Pengertian Hukum Islam
Al-Quran dan literatur hukum Islam sama sekali tidak menyebutkan kata hukum
Islam sebagai salah satu istilah. Yang ada di dalam al-Quran adalah kata syarî’ah,
fiqh, hukum Allah, dan yang seakar dengannya. Istilah hukum Islam merupakan
terjemahan dari islamic law dalam literatur Barat. Istilah ini kemudian menjadi
populer. Untuk lebih memberikan kejelasan tentang makna hukum Islam maka perlu
diketahui lebih dulu arti masing-masing kata.
Muhammad Daud Ali menyebutkan bahwa kata hukum yang berasal dari lafadz
Arab tersebut bermakna norma, kaidah, ukuran, tolok ukur, pedoman, yang
digunakan untuk menilai dan melihat tingkah laku manusia dengan lingkungan
sekitarnya.
Dalam kamus Oxford sebagaimana dikutip oleh Muhammad Muslehuddin,
hukum diartikan sebagai “Sekumpulan aturan, baik yang berasal dari aturan formal
maupun adat, yang diakui oleh masyarakat dan bangsa tertentu dan mengikat bagi
anggotanya”.
Islam bermakna sebagai sebuah ketundukan dan penyerahan diri seorang
hamba saat berhadapan dengan Tuhannya. Hal ini berarti bahwa manusia dalam
berhadapan dengan Tuhannya (Allah) haruslah merasa kerdil, bersikap mengakui
kelemahan dan membenarkan kekuasaan Allah swt. Kemampuan akal dan budi
manusia yang berwujud dalam ilmu pengetahuan tidaklah sebanding dengan ilmu
dan kemampuan Allah swt. Kemampuan manusia bersifat kerdil dan sangat terbatas,
semisal hanya terbatas pada kemampuan menganalisis, menyusun kembali bahan-
bahan alamiah yang telah ada untuk diolah menjadi bahan yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia, tetapi tidak mampu menciptakan dalam arti mengadakan dari
yang tidak ada menjadi ada (invention).

32
b. Prinsip Hukum Islam
Prinsip menurut pengertian bahasa ialah permulaan; tempat pemberangkatan;
titik tolak, atau al-mabda’. Prinsip hukum Islam, mengutip Juhaya. S. Praja dalam
Filsafat Hukum Islam adalah kebenaran universal yang inheren di dalam hukum
Islam dan menjadi titik tolak pembinaannya. Prinsip membentuk hukum Islam dan
setiap cabang-cabangnya.
1. Prinsip Pertama: Tauhid
Prinsip ini menyatakan bahwa semua manusia ada di bawah suatu ketetapan
yang sama, yaitu, ketetapan tauhid yang ditetapkan dalam kalimat lâ ilâha illa Allâh
(Tiada Tuhan selain Allah). Al-Quran memberikan ketentuan dengan jelas mengenai
prinsip persamaan tauhid antar semua umat-Nya.
Berdasarkan prinsip tauhid ini, pelaksanaan hukum Islam merupakan ibadah.
Ibadah dalam arti penghambaan manusia dan penyerahan diri kepada Allah sebagai
manifestasi pengakuan atas kemahaesaan-Nya dan menifestasi syukur kepada-Nya.
Prinsip tauhid memberikan konsekuensi logis bahwa manusia tidak boleh saling
menuhankan sesama manusia atau sesama makhluk lainnya.
2. Prinsip Kedua: Keadilan (Al-‘Adl)
Islam mengajarkan agar dalam hidup bermasyarakat ditegakkan keadilan dan
ihsan. Keadilan yang harus ditegakkan mencakup keadilan terhadap diri sendiri,
pribadi, keadilan hukum, keadilan sosial, dan keadilan dunia.
Keadilan dalam hukum Islam meliputi berbagai aspek kehidupan; hubungan
manusia dengan Tuhan; hubungan dengan diri sendiri; hubungan manusia dengan
sesama manusia (masyarakat); dan hubungan manusia dengan alam sekitar. Hingga
akhirnya dari sikap adil tersebut seorang manusia dapat memperoleh predikat takwa
dari Allah swt.
3. Prinsip Ketiga: Amar Makruf Nahi Munkar
Dua prinsip sebelumnya melahirkan tindakan yang harus berdasarkan kepada
asas amar makruf nahi munkar. Suatu tindakan di mana hukum Islam digerakkan
untuk merekayasa umat manusia menuju tujuan yang baik, benar, dan diridhai oleh
Allah swt.
Menurut bahasa, amar makruf nahi munkar adalah menyuruh kepada kebaikan,
mencegah dari kejahatan. Amr: menyuruh, ma’rûf: kebaikan, nahyi: mencegah,
munkar: kejahatan. Abul A’la al-Maududi menjelaskan bahwa tujuan utama dari
syariat ialah membangun kehidupan manusia di atas dasar ma’rifat (kebaikan-
kebaikan) dan membersihkannya dari hal-hal yang maksiat dan kejahatan-kejahatan.
4. Prinsip Keempat: Persamaan atau Egaliter (al-Musâwah)

33
Manusia adalah makhluk yang mulia. Kemuliaan manusia bukanlah karena ras
dan warna kulitnya. Kemuliaan manusia adalah karena zat manusianya sendiri.
Sehingga diperjelas oleh Nabi dalam sabdanya.

“Setiap orang berasal dari Adam. Adam berasal dari tanah. Manusia itu sama
halnya dengan gigi sisir. Tidak ada keistimewaan antara orang Arab dan Non Arab
kecuali karena ketakwaannya”.
Sehingga di hadapan Tuhan atau di hadapan penegak hukum, manusia baik
yang miskin atau kaya, pintar atau bodoh sekalipun, semua berhak mendapat
perlakuan yang sama, karena Islam mengenal prinsip persamaan (egalite) tersebut.
5. Prinsip Kelima: Tolong-Menolong (at-Ta’âwun)
Ta’âwun yang berasal dari akar kata ta’âwana-yata’âwanu atau biasa diterjemah
dengan sikap saling tolong-menolong ini merupakan salah satu prinsip di dalam
Hukum Islam. Bantu membantu ini diarahkan sesuai dengan prinsip tauhid, terutama
dalam upaya meningkatkan kebaikan dan ketakwaan kepada Allah.
6. Prinsip Kebebasan/ Kemerdekaan
Prinsip kebebasan dalam hukum Islam menghendaki agar agama/hukum Islam
disiarkan tidak berdasarkan paksaan, tetapi berdasarkan penjelasan, demontrasi,
argumentasi. Kebebasan yang menjadi prinsip hukum Islam adalah kebebasan
dalam arti luas yang mencakup berbagai macamnya, baik kebebasan individu
maupun kebebasan komunal. Keberagaman dalam Islam dijamin berdasarkan
prinsip tidak ada paksaan dalam beragama, dalam al-Qur’an QS. Al-Baqarah (3) ayat
256:
“tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan
yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada
Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada
buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi
Maha mengetahui”.
c. Asas Keadilan
Tuntunan mengenai seorang Muslim harus berlaku adil sangatlah banyak
dijumpai dalam al-Quran. Berlaku adil adalah sebuah upaya seseorang dalam
menempatkan atau meletakkan sesuatu pada tempatnya (‫ محلله في الش••يء وضع‬/wadl’u
as-syai-i fî mahallihi). Hukum Islam menempatkan asas keadilan sebagai asas umum
yang harus diterapkan dalam semua bidang atau praktek keagamaan. Demikian
pentingnya, penyebutan asas keadilan dalam al-Quran hingga lebih dari seribu kali.
Berlaku adil diperuntukkan kepada seluruh manusia termasuk di dalamnya

34
penguasa, khalifah Allah, orangtua maupun rakyat biasa. Berlaku adil salah satunya
ditekankan dalam surat an-Nisa’: 135. Allah SWT berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi
saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan
kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih
tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-
kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Maha Mengetahui terhadap
segala apa yang kamu kerjakan." (QS. An-Nisa' 4: Ayat 135)
d. Keadilan dalam Penegakan Hukum Islam
Hukum bertujuan menegakkan keadilan sehingga ketertiban dan ketenteraman
masyarakat dapat diwujudkan. Putusan-putusan hakim pun harus mengandung rasa
keadilan, agar dipatuhi oleh masyarakat. Warga masyarakat pun harus ditingkatkan
kecintaannya terhadap hukum sekaligus mematuhi hukum itu sendiri. (Baharuddin
Lopa, Al-Quran dan Hak-hak Asasi Manusia, 126).
Allah SwT berfirman dalam Q.s. An-Nisa‘ [4]: 65, Tetapi tidak, demi Tuhanmu,
mereka tidak beriman sebelum mereka memintamu menjadi penengah atas segala
persengketaan di antara mereka, kemudian dalam hati mereka tak terdapat
keberatan atas keputusanmu dan mereka menerima dengan sepenuh hati. (Q.s. An-
Nisa‘ [4]: 65)
Setiap orang harus berlaku adil dalam memberikan kesaksian. Itu adalah bagian
dari tanggung jawab sosial dalam rangka menjaga keselamatan dan kemaslahatan
bersama, dan setiap orang akan mempertanggungjawabkan segala tindakannya,
termasuk dalam memberikan kesaksian. Hai orang yang beriman! Jika salah seorang
kamu menghadapi maut, adakanlah dua orang saksi yang adil di antara kamu ketika
ia berwasiat, dan dua orang dari luar kamu jika kamu berada dalam perjalanan lalu
kamu ditimpa kematian.Tahanlah kedua saksi itu sesudah shalat dan supaya
keduanya bersumpah demi Allah jika kamu ragu, “Kami tidak bermaksud dengan
sumpah ini mencari keuntungan sekalipun ia kerabat kami. Kami tidak
menyembunyikan kesaksian Allah; Jika kami berbuat demikian kami termasuk orang
yang berdosa”. (Q.s. Al-Maidah [5]: 106).
Allah adalah Hakim Yang terbaik, Yang Maha Adil. Setiap mukmin niscaya
berusaha menjadi pribadi yang terbaik dan adil dalam segala sikap, keputusan dan
tindakannya. Jika ada segolongan di antara kamu yang beriman kepada ajaran yang
aku diutus menyampaikannya, dan ada (pula) segolongan yang tidak beriman, maka
bersabarlah, sampai Allah menetapkan keputusan di antara kita. Dialah Hakim yang
terbaik. (Q.s. Al-A’raf [7]: 87)

35
Hukum itu milik Allah dan manusia di hadapan Allah adalah setara, maka
manusia sama hak dan kewajibannya di depan hukum. SUARA MUHAMMADIYAH
16 / 95 | 16 - 31 AGUSTUS 2010 19 Katakanlah, “Aku bertindak atas dasar yang
nyata dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. Apa yang hendak kamu
percepat, bukanlah kekuasaanku; penentuan hukum hanya pada Allah. Ia
menyampaikan yang sebenarnya dan Dialah Pemberi keputusan yang terbaik.” (Al-
An’am [6]: 57)
Penegakan hukum merupakan sesuatu yang niscaya, demi terwujudnya
keadilan di tengah-tengah masyarakat. Allah SwT memerintahkan agar manusia
menetapkan hukum dengan adil. Mereka gemar mendengarkan berita bohong dan
banyak melahap segala yang haram. Jika mereka datang kepadamu berilah
keputusan di antara mereka atau hindari mereka; kalau engkau menghindari mereka,
sedikit pun mereka tidak akan mengganggumu. Dan jika engkau memutuskan
perkara mereka, putuskanlah antara mereka dengan adil. Allah mencintai orang yang
berlaku adil. (Al-Maidah [5]: 42)

5.3 Kesimpulan
Pada dasarnya satu umat, lalu Allah mengutus para Nabi untuk menyampaikan
kabar gembira dan peringatan. Dan bersama mereka Allah menurunkan kitab yang
membawa kebenaran, untuk memberi keputusan antara manusia tentang perkara
yang mereka perselisihkan. Dan yang berselisih hanya mereka yang beroleh Kitab
setelah kemudian datang bukti-bukti yang nyata karena kedengkian antar sesama
mereka. Maka dengan karunia-Nya Allah telah memberi petunjuk orang beriman
kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan. Dan Allah memberi
petunjuk kepada siapa saja yang dikehendaki ke jalan yang lurus

DAFTAR PUSTAKA
Abduh, Syaikh Muhammad. 2016. Risalah Tauhid. (Internet). Tersedia:
https://books.google.co.id/books?

36
hl=id&lr=&id=UhXmDwAAQBAJ&oi=fnd&pg= PR5&dq=TAUHID:
+KEISTIMEWAAN+DAN+KEBENARAN+KONSEP+KETUH

ANAN+DALAM+ISLAM&ots=fgGHdPiPM5&sig=K_EKmxUvTLDKKhuFSdm4t4
ROoPY&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false (diakses pada 18 Oktober 2020
pukul 21.30 WITA)
Almanhaj. (Online). Tersedia: https://almanhaj.or.id/3013-kewajiban-mengikuti-
pemahaman-salafush-shalih.html (diakses pada 23 Oktober 2020 pukul 09.
56 WITA)
Ammanullah, Pramana dkk. 2018. Makalah Ketuhanan Dalam Islam. (Internet).

Tersedia:https://www.academia.edu/37425086/Contoh_Makalah_Konsep_Ketu
hanan_Dalam_Islam (diakses pada 22 Oktober 2020 pukul 14.00 WITA)
At-Tamimi, Syaikh Muhammad. 2004. Kitab Tauhid. (Intenet). Tersedia:
http://www.islamdownload.net/files/123910/pdf-campuran/Kitab
%20Tauhid.pdf (diakses pada 22 Oktober 2020 pukul 13.00 WITA)
Farida, Umma. 2014. Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi Tentang Tauhid, Sains, Dan
Seni. (Internet).Tersedia:
https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/fikrah/article/view/66 9 (diakses
pada 18 Oktober 2020 pukul 22.18 WITA)
Harahap, Radinal Mukhtar. 2018. Hadis Pada Masa Nabi Muhammad Saw Dan
Sahabat. Al-Bukhari: Jurnal Ilmu Hadis. 1(1). (Online). Tersedia:
https://scholar.google.co.id/citations?user=Qe5KDXIAAAAJ&hl=id&oi=sra
(diakses pada 23 Oktober 2020 pukul 07. 51 WITA)
Kita Bisa. 2019. (Online). Tersedia: https://blog.kitabisa.com/cara-bersedekah-
sederhana-membawa-berkah/ (diakses pada 24 Oktober 2020 pukul 08.00
WITA)
Lilik Ibadurohman. 2013. Siapakah Salafus Shalih?. (Internet). Tersedia:
https://muslim.or.id/18935-siapakah-salafus-shalih.html (diakses pada 24
Oktober 2020 pukul 06.00 WITA)
Majid, Abd. 2018. Islamisasi Ilmu Dan Relevansi Sains-Agama Dalam Al- Qur’an
Dan Hadis. Vol. 15 No.1. (Internet). Tersedia: https://www.jurnal.ar-
raniry.ac.id/index.php/almuashirah/article/view/5455/3519 (Diakses pada 23
Oktober 2020 pukul 07.20 WITA)
Muhammad Chirzin. Keadilan Dalam Penegakan Hukum. (Internet). Tersedia:
http://m.muhammadiyah.or.id/id/10-content-190-det-tafsir-alquran.html
(diakses pada 24 Oktober 2020 pukul 09.00 WITA)

37
Muhammaddin, H. 2013. Jurnal Ilmu Agama : Mengkaji Doktrin, Pemikiran, dan
Fenomena Agama. Manhaj Salafiyah. Vol 14 No 2 (2013). (Online). Tersedia:
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/JIA/article/view/473 (dikases pada 24
Oktober 2020 pukul 07.00 WITA)
Muhammad Nur K. 2018. Nilai-Nilai Pendidikan Tauhid Dalam Kitab Jawahirul
Kalamiyah Karya Syekh Thahir Bin Saleh Al-Jazairi. Skripsi. Tidak
Diterbitkan. (Internet). Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam
Negeri: SALATIGA. Tersedia: http://e-
repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/id/eprint/4535 (diakses pada 18 Oktober 2020
pukul 22. 35 WITA)
Mutia. 2007. Jurnal Ilmiah Teknologi Dalam Al-Qur'an. (Internet). Tersedia:
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/islamfutura/article/view/3048 (diakses
pada 23 Oktober 2020 pukul 06.00 WITA)
Pamungkas, Dwi Arif dkk. 2014. Makalah Konsep Ketuhanan Dalam Islam.(Internet).

Tersedia:https://www.academia.edu/9786940/Konsep_Ketuhanan_Dalam_Isla m
(diakses pada 22 Oktober 2020 pukul 13.00 WITA)
Puyu, Darsul S. 2016. Kontroversi Keadilan Para Sahabat (Pertarungan Dalam
Kritik Hadis). Tahdis: Jurnal Kajian Ilmu Al-Hadis. 7(2).(Online).Tersedia:
https://scholar.google.co.id/citations?user=pl9Jb9cAAAAJ&hl=id&oi=sra
(diakses pada 23 Oktober 2020 pukul 07.36 WITA)
Qutub, Sayid. 2011. Sumber-Sumber Ilmu Pengetahuan dalam Al Qur’an dan Hadits.

(Internet).Tersedia:https://journal.binus.ac.id/index.php/Humaniora/article/view/
3198 (diakses pada 23 Oktober 2020 Pukul 07.00 WITA)
Republika.2020.(Online).Tersedia:
https://m.republika.co.id/berita/qbmuvy374/pahala- berbagi (diakses pada 24
Oktober 2020 pukul 07. 25 WITA)
Rohidin. 2016. Pengantar Hukum Islam. (E-book). Yogyakarta: Lintang Rasi Aksara
Books
Tersedia: ttps://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://currikicdn.s3- us-west-

2.amazonaws.com/resourcedocs/54d3775e84d96.pdf&ved=2ahUKEwjY7qvu6c

fsAhWRc30KHcyaAAoQFjAMegQICBAB&usg=AOvVaw0KAeRGudjVYzotyxgCI
SO5 (diakses pada 22 Oktober 2020 pukul 17.00 WITA)

38
Thoyyib, Abdurrahman. 2019. _E-book_ _Menyelami Samudra Kalimat Tauhid_ .
(Hlm. 4-22). Tersedia: https://id.scribd.com/document/423381666/Buku-
Menyelami-Samudra-Kalimat-Tauhid-Cetakan-Kedua-pdf (diakses pada 22
Oktober 2020 10.05 WITA)
Umma. Generasi Terbaik Umat Islam. (Online). Tersedia:
https://umma.id/article/share/id/1002/272772 (diakses pada 23 Oktober 2020
pukul 10. 17 WITA)
Usman, Suparman. 2015. Filsafat Hukum Islam. (E-book). Serang Baru: Penerbit
Laksita Indonesia
Wikipedia. (Online). Tersedia: https://id.m.wikipedia.org/wiki/ (diakses pada 23
Oktober 2020 pukul 09. 50 WITA)

39
LAMPIRAN

40
41
42
43

Anda mungkin juga menyukai