Anda di halaman 1dari 11

RESUME

PENANGANAN KEPERAWATAN JIWA PADA KELOMPOK KHUSUS


NARAPIDANA,KDRT,TRAFFICKING
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa II
Dosen Pengampu : Nadya Puspita Adriana, M.Psi

Disusun Oleh :
Diana Putri Purnadewi
S18013
S18A

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PRODI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2020/2021
A. Narapidana
1. Definisi
Narapidana adalah orang-orang sedang menjalani sanksi kurungan
atau sanksi lainnya, menurut perundang- undangan. Pengertian
narapidana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang
hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak
pidana) atau terhukum.
2. Etiologi
Faktor-faktor penyebab kejahatan sehingga sesorang menjadi
narapidana adalah:
a. Faktor Ekonomi
1) Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi baru dengan produksi besar-
besaran, persaingan bebas, menghidupkan konsumsi
dengan jalan periklanan, cara penjualan modern dan lain-
lain, yaitu menimbulkan keinginan untuk memiliki barang
dan sekaligus mempersiapkan suatu dasar untuk
kesempatan melakukan penipuan-penipuan.
2) Pendapatan
Dalam keadaan krisis dengan banyak pengangguran
dan gangguan ekonomi nasional, banyak orang yang
melakukan kegiatan seperti mencuri,merampok,dan
melakukan kejahatan lainnya sehingga menyebabkan
seseorang menjadi narapidana.
3) Pengangguran
Di antara faktor-faktor baik secara langsung atau
tidak, mempengaruhi terjadinya kriminalitas, terutama
dalam waktu- waktu krisis, pengangguran dianggap paling
penting penyebab seseorang menjadi pelaku kejahatan.
b. Faktor Mental
1) Agama
Kepercayaan hanya dapat berlaku sebagai suatu anti
krimogemis bila dihubungkan dengan pengertian dan
perasaan moral yang telah meresap secara menyeluruh.
Seseorang diajarkan oleh bimbingan agama dan khususnya
bersambung pada keyakinan keagamaan yang sungguh,
membangunkan secara khusus dorongan-dorongan yang
kuat untuk melawan kecenderungan-kecenderungan
kriminal.
2) Bacaan dan Film
Sering orang beranggapan bahwa bacaan jelek
merupakan faktor krimogenik yang kuat, mulai dengan
roman-roman dari abad ke-18, lalu dengan cerita-cerita dan
gambar-gambar erotis dan pornografi, buku-buku picisan
lain dan akhirnya cerita- cerita detektif dengan penjahat
sebagai pahlawannya, penuh dengan kejadian berdarah,
sehingga seseorang bisa menirukan gaya dari bacaan
maupun film tersebut.
c. Faktor Pribadi
1) Umur
2) Alkohol
3. Masalah Kesehatan pada Narapidana
a. Kesehatan Mental
Menurut data dari Bureau of justice, 1999 kira-kira 285.000
tahanan dilembaga pemasyarakatan mengalami gangguan jiwa.
Penyakit jiwa yang sering dijumpai adalah skozofrenia, bipolar
affective disorder dan personality disorder. Karena banyak yang
mengalami ganguan kesehatan jiwa maka pemerintah harus
menyediakan pelayanan kesehatan mental.
b. Kesehatan Fisik
Biasanya narapidana mempunyai masalah kesehatan fisik
seperti penyakit kronis dan penyakit menular contohnya seperti :
1) HIV
2) Hepatitis
3) Tuberculosis.
4. Penanganan untuk Narapidana
a. Psikoterapi
Psikoterapi baik sekali untuk mendorong penderita bergaul
lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter.
Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia
menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik.
Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama.
b. Keperawatan
Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi
aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas
kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas kelompok stimulasi
realita dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat dan
Akemat,2005,hal.13). Dari empat jenis terapi aktivitas kelompok
diatas yang paling relevan dilakukan pada individu dengan
gangguan konsep diri harga diri rendah adalah terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi.Terapi aktivitas kelompok (TAK)
stimulasi persepsi adalah terapi yang mengunakan aktivitas sebagai
stimulasi dan terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk
didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi kelompok dapat
berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian masalah.
c. Terapi Kerja
Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni
pengarahan partisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas
tertentu yang telah ditetapkan. Terapi ini berfokus pada pengenalan
kemampuan yang masih ada pada seseorang, pemeliharaan dan
peningkatan bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri,
tidak tergantung pada pertolongan orang lain.
d. Konseling
e. Memberikan Dukungan Sosial

B. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)


1. Definisi
Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non
fisik, dilakukan secara aktif maupun dengan cara pasif (tidak berbuat),
dikehendaki oleh pelaku, dan ada akibat yang merugikan pada korban
(fisik atau psikis) yang tidak dikendaki oleh korban. Kekerasan bisa
berupa tindakan kekerasan fisik atau kekerasan psikologi. Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (KDRT) atau biasa juga disebut sebagai
kekerasan domestic (domestic violence) merupakan suatu masalah
yang sangat khas karena kekerasan dalam rumah tangga terjadi pada
semua lapisan masyarakat mulai dari masyarakat berstatus sosial
rendah sampai masyarakat berstatus sosial tinggi. Sebagian besar
korban KDRT 253 adalah perempuan dan pelakunya biasanya suami
atau respondenresponden yang tersubordinasi di dalam rumah tangga
itu (Komnas Perempuan, 2007 dalam Purwati,dkk,. 2015).
2. Bentuk KDRT
Kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga, menurut pasal 5
UUPKDRT dalam Bhakti 2020 meliputi:
a. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit,
jatuh sakit atau luka berat (Pasal 6).
b. Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan
untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan atau penderitaan psikis
berat pada seseorang (Pasal 7).
c. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa
pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual
dengan tidak wajar dan atau tidak disukai, pemaksaan hubungan
seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan atau tujuan
tertentu (Pasal 8).
d. Penelantaran Rumah Tangga
Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang
menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal
menurut hokum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau
perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau
ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan atau
melarang untuk di bawah kendali orang tersebut (Pasal 9).
3. Penyebab Kekerasan pada Perempuan
Mulia (2005: 156-163) dalam Ningtyas, 2018 mengungkapkan bahwa
akar- akar penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan antara
lain:
a. Ketimpangan Gender
Sejumlah studi menunjukkan bahwa penganiayaan yang
dilakukan suami terhadap istri berkaitan dengan kedudukan
subordinatif kaum perempuan dalam masyarakat. Apa yang
dilakukan oleh suami ini dikategorikan sebagai kejahatan seksual
karena kejahatan tersebut dilakukan karena perbedaan jenis
kelamin. Yakni, pelaku adalah laki-laki dan korban adalah
perempuan. Kejahatan ini disebut juga sebagai “kekerasan berbasis
gender” (gender-based violence).
b. Perlindungan Hukum yang Belum Memadai
Sistem hukum yang berlaku sekarang baik dari segi
substansi, aparat penegak hukum, maupun budaya hokum
masyarakat, masih kurang responsif terhadap kepentingan
perempuan, terutama dalam kasus-kasus kekerasan yang menimpa
kaum perempuan.
c. Dominasi Nilai-nilai Patriarki
Istilah patriarki mengacu tidak hanya kepada masyarakat
primitif dimana laki-laki berkuasa atas perempuan, anakanak, dan
budak, tetapi juga mencakup sistem sosial, ekonomi, dan politik
yang menindas yang secara umum masih berlaku. Benih-benih
pemukulan istri berakar pada posisi perempuan yang lebih rendah
daripada laki-laki atau berada di bawah otoritas dan kendali laki-
laki. Hubungan perempuan dan laki-laki seperti ini telah
dilembagakan dalam struktur keluarga patriarkal dan didukung
oleh lembaga-lembaga ekonomi dan politik dan oleh sistem
keyakinan, termasuk sistem religius, yang membuat hubungan
semacam ini tampak alamiah, adil, bermoral, dan suci.
4. Penanganan Korban KDRT
Menurut (Nurhayati, 2012: 254 dalam Ningtyas,2018) penanganan
untuk korban kekerasan dalam rumah tangga, yaitu sebagai berikut :
a. Memberikan dukungan karena biasanya korban merasa putus asa,
malu, cemas, merasa “sendirian” dan tidak ada orang yang
membelanya, sehingga sering menutup diri, mengutuk dan
mempersalahkan diri, merasa sial serta tidak berharga, dan bagi
pelaku biasanya merasa tidak bersalah dengan alasan untuk
menegakkan power sebagai kepala keluarga. Kehadiran konselor
harus bisa menjadi kawan bagi pelaku untuk menyadarkan bahwa
perbuatannya telah merugikan dan membuat orang lain sakit dan
menderita, sehingga ia harus mempertanggungjawabkan
perbuatannya dan berusaha menghapuskan kekerasan tersebut.
Konselor juga harus menjadi kawan bagi korban dalam
menghadapi masalah sulit tersebut, sehingga klien yang menjadi
korban dapat menemukan kembali kepercayaan diri dan bangkit
dari keterpurukan.
b. Menjadi teman diskusi dalam pembuatan keputusan, meski
pengambilan keputusan tetap harus mandiri dari klien sendiri,
sebagai pelaku atau korban.
c. Membantu korban maupun pelaku memperoleh pemahaman
mendalam tentang diri sendiri dan persoalannya, seperti kelebihan
dan kekurangan diri, dinamika sejarah kehidupan selama ini,
bagaimana dirinya dikonstruksi oleh budaya menjadi
berkepribadian seperti sekarang ini. Dengan memperoleh
pemahaman, korban lebih mudah mengembalikan kepercayaan diri
dan bangkit dari keterpurukan, dan pelaku menyadari kesalahan
dan bertanggungjawab atas perbuatannya.
d. Memberi pemahaman tentang hak dan kewajiban suami istri yang
adil gender berdasarkan kelebihan dan kelemahan masing-masing
untuk bersinergi membangun keharmonisan relasi dalam rumah
tangga, tanpa merasa satu lebih unggul dari yang lain, tanpa merasa
satu sebagai subyek dan yang lain objek.

C. Trafficking
1. Definisi
U.S Departemen of State International Information memberikan
defenisi perdagangan manusia sebagai berikut:
Semua tindakan yang terlibat dalam pengangkutan,
penyembunyian, atau penjualan orang dalam batas Negara atau lintas
internasional melalui paksaan, pemaksaan, penipuan, penculikan atau
penipuan, untuk tujuan mengikat orang dalam situasi kerja paksa atau
layanan, seperti prostitusi paksa, perbudakan rumah tangga, jeratan
hutang atau praktik serupa perbudakan lainnya.
2. Penyebab Munculnya Trafficking
Beberapa penyebab munculnya trafficking menurut King,2004 dalam
Fatah, 2016, adalah :
a. Kurangnya pemahaman dan kesadaran tentang trafficking
b. Faktor budaya (peran perempuan dalam keluarga, peran anak,
perkawinan dini dan terjerat hutang)
c. Kurangnya pendidikan dan informasi
d. Kelangkaan pekerjaan, rendahnya pendidikan dan sumberdaya
manusia serta kemiskinan.
e. Keinginan cepat kaya
f. Penegakan hukum masih lemah
g. Kerjasama antarinstansi pemerintah yang masih kurang maksimal
3. Jenis-jenis Trafficking
Berdasarkan definisi di atas,secara garis besar jenis trafficking dibagi
menjadi tiga yaitu eksploitasi secara seksual, eksploitasi tenaga kerja
serta penyelundupan dan perdagangan bayi (Munhanif,2002 dalam
Fatah, 2016). Mamik Indaryani, seorang aktivis Jaringan Perlindungan
Perempuan dan Anak ( JPPA) kabupaten Kudus menyatakan jenis-
jenis trafficking dalam bentuk yang berbeda tetapi dengan subtansi
yang sama. Bentuk-bentuk trafficking menurut Suhandjati Sukri,2002
dalam Fatah,2016 meliputi:
a. Kerja paksa dan eksploitasi seks
b. Pembantu rumah tangga
c. Buruh migran
d. Buruh anak
e. Penari, penghibur
f. Pengantin pesanan dari luar negeri
g. Penjualan bayi
4. Modus Pelaku Trafficking (Trafficker)
Pada umumnya, perempuan yang diperdagangkan ini dipergunakan
untuk kepentingan industri seks komersial baik di dalam maupun di
luar negeri seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Korea,dll. Ada
beberapa modus yang dilakukan trafficker kepada korban yaitu:
a. Menahan gaji agar korban tidak memiliki uang untuk melarikan
diri
b. Menahan paspor, visa dan dokumen penting lainnya agar korban
tidak dapat bergerak leluasa karena takut ditangkap polisi
c. Memberitahu korban, bahwa status mereka illegal dan akan
dipenjara serta dideportasi jika mereka berusaha kabur
d. Mengancam akan menyakiti korban dan atau keluarganya.
e. Membatasi hubungan dengan pihak luar agar korban terisolasi dari
mereka yang dapat menolong
f. Membuat korban tergantung pada pelaku trafficking dalam hal
makanan, tempat tingal, dan komunikasi.
5. Penanganan Korban Trafficking
a. Memberikan dukungan
b. Rehabilitasi, merupakan kegiatan berkelanjutan untuk pemulihan
kondisi pisik dan psikis, yang meliputi repatriasi dan reintegrasi.
1) Repatriasi, kegiatan konseling mengembalikan rasa percaya
diri korban dari akibat tekanan dan atau siksaan fisik maupun
psikologis yang dialaminya sesuai standar dan kemampuan
yang tersedia. Dalam konteks ini, memberi perlindungan dari
kemungkinan akan kembali menjadi korban kejahatan
trafficking atau tindak kekerasan juga perlu dilakukan.
2) Reintegrasi, kegiatan untuk pemberdayaan aspek sosiologis dan
ekonomis sehingga korban siap dan mampu bersosialisasi serta
mempunyai modal kerja yang memadai di lingkungannya.
Dalam konteks ini kepada korban diberikan pelatihan
keterampilan yang sesuai dengan bakatnya masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA

Fatah. Ahmad. 2016. Trafficking dalam Pandangan Hukum Pidana islam.


Jurnal Kajian Islam Interdisiplin. Vol. 1(1): 61-86.

Minin. H. Darwinsyah. 2011. STRATEGI PENANGANAN


TRAFFICKING DI INDONESIA THE STRATEGY IN
DEALING WITH TRAFFICKING IN INDONESIA. Kanun
Jurnal Ilmu Hukum. No. 54. Hal : 21-31.

Purwati. Eka,dkk. 2015. DAMPAK KEKERASAN DALAM RUMAH


TANGGA TERHADAP TINGKAT PERAWATAN DIRI. Jurnal
Ilmiah Keperawatan Vol. 11(1): 25-30.

Anda mungkin juga menyukai