Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN STEMI

Oleh :

NUR ROMADHON

NIM SN.181125

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA

2019
2

LAPORAN PENDAHULUAN
(ST Elevation Myocardial Infarction)

A. Konsep
1. Definisi
ST elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan salah satu
spektrum sindroma koroner akut yang paling berat. Sindroma koroner akut
(SKA) merupakan satu subset akut dari penyakit jantung koroner (PJK)
(Firdaus I, 2012). SKA merupakan spektrum klinis yang mencakup angina
tidak stabil, infark mikard akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) dan infark
miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI) (Myrtha R, 2011).
2. Etiologi
Umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi trombus pada plak ateroskerotik yang sudah ada sebelumnya.
Ini disebabkan karena injuri yang disebabkan oleh faktor-faktor seperti
merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid (Nurarif AH & Hardhi K, 2013).
Penyebab lain infark tanpa aterosklerosis koronaria antara lain emboli arteri
koronaria, anomali arteri koronaria kongenital, spasme koronaria terisolasi,
arteritis trauma, gangguan hematologik, dan berbagai penyakit inflamasi
sistemik (Libby, Bonow, Mann, Zipes, 2008).

3. Manifestasi Klinik
a. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa
terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir,
tertekan yang berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang dengan
pemberian nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat, pucat dan mual,
sulit bernapas, cemas, dan lemas.
b. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
c. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.
d. Bisa atipik:
3

 Pada manula: bisa kolaps atau bingung.


 Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal
jantung bisa tanpa disertai nyeri dada.
(Fikriana, 2018)
4. Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:
a. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial
dalambentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami
infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling ventikuler dan
umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis
dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark
ventrikel kiri mengalami dilatasi. Secara akut, hasil ini berasal dari
ekspansi infark antara lainl ; slippage serat otot, disrupsi sel miokardial
normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik.
Selanjutnya, terjadi pula pemanjangan segmen noninfark,
mengakibatkan penipisan yang didisprosional dan elongasi zona
infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi
dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi tersebar pasca
infark pada apeks ventikrel kiri yang yang mengakibatkan penurunan
hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan
prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya
dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada
pasien dengan fraksi ejeksi < 40 % tanpa melihat ada tidaknya gagal
jantung, inhibitor ACE harus diberikan.
b. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama
kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia
mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan
mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark ) dan sesudahnya. Tanda
klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi
4

jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti


paru.
c. Gagal jantung
d. Syok kardiogenik
e. Perluasan IM
f. Emboli sitemik/pulmonal
g. Perikardiatis
h. Ruptur
i. Ventrikrel
j. Otot papilar
k. Kelainan septal ventrikel
l. Disfungsi katup
m. Aneurisma ventrikel
(Fikriana, 2018)

5. Diagnosis IMA
Diagnosis IMA dengan elevasi segmen ST ditegakkan berdasarkan
anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST >2
mm, minimal pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau >1 mm
pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung terutama
troponin T yang meningkat akan memperkuat diagnosis (Fikriana, 2018).

Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien tampak cemas dan tidak bisa


beristirahat (gelisah) dengan ekstremitas pucat disertai keringat dingin.
Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat
merupakan kecurigaan kuat adanya STEMI (Sudoyo AW dkk, 2010).
6. Patofisiologi dan Pathway
Infark miokard (serangan jantung) terjadi ketika arteri korener
(setidaknya sebagian) tiba-tiba terhalang oleh bekuan darah yang
menyebabkan setidaknya beberapa dari otot jantung yang mendapat suplai
darah oleh arteri menjadi infark (mati). Pada kasus STEMI arteri koroner
5

benar-benar diblokir oleh bekuan darah dan sebagai hasilnya hampir semua
otot jantung yang disuplai oleh arteri yang terkena mulai mati (Fogoros RN,
2008).
Serangan jantung tipe ini biasanya ditunjukkaan oleh perubahan
karakteristik pada hasil EKG. Slah satu perubahan EKG adalah elevasi
pada “segmen ST”. Segmen ST yang tinggi menunjukkan bahwa terjadi
kerusakan otot jantung yang relatif besar (karena arteri koroner benar-
benar tersumbat) (Fogoros RN, 2008).Faktor risiko biologis infark
miokard yang tidak dapat diubah yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat
keluarga. sedangkan faktor risiko yang masih dapat diubah, sehingga
berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik, antara lain kadar serum
lipid, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa, dan diet yang
tinggi lemak jenuh, kolesterol, serta kalori (Fikriana, 2018).

.
6

Pathway

Faktor penyebab
injuri vaskular: Endapan lipoprotein di Endapan lipoprotein di
tunika intima tunika intima
1. Merokok

2. Hipertensi
Lesi komplikata Flaque fibrosa Invasi dari akumulasi
dari lipid

Aterosklerosis Penyempitan/ obtruksi Penurunan suplai darah


arteri koroner ke miokard

Ketidakefektifan perfusi Tidak seimbang kebutuhan


Iskemia
jaringan perifer dengan suplai oksigen

Penurunann Infark Miokard Metabolisme anaerob


kontraktilitas miokard meningkat

Komplikasi:
Kelemahan miokard 1. Gagal jantung Asaam laktat mengkat
kongesti
2. Perikarditis
Vol akhir diastolik Nyeri dada
3. Ruptur jantung
ventrikel kiri
4. Aneurisma
jantung
Tekanan atrium kiri 5. Defek septum
ventrikel
Tekanan vena pulmonalis
meningkat Nyeri akut Kurang informasi

Tidak tahu kondisi dan


Hipertensi kapiler paru Odem paru
pengobatan (klien dan
keluarga bertanya)
Penurunan curah jantung Gangguan
pertukaran gas Kurang pengetahuan
Ansietas
Suplai darah ke jaringan
tidak adekuat Kemahan fisik Intoleransi aktivitas

(Fikriana, 2018)
7

7. Tanda dan Gejala


Gambaran klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada
substernum yang terasa berat, menekan, seperti diremas-remas dan
terkadang dijalarkan ke leher, rahang, epigastrium, bahu, atau lengan kiri,
atau hanya rasa tidak enak di dada. IMA sering didahului oleh serangan
angina pektoris pada sekitar 50% pasien. Namun, nyeri pada IMA biasanya
berlangsung beberapa jam sampai hari, jarang ada hubungannya dengan
aktivitas fisik dan biasanya tidak banyak berkurang dengan pemberian
nitrogliserin, nadi biasanya cepat dan lemah, pasien juga sering mengalami
diaforesis. Pada sebagian kecil pasien (20% sampai 30%) IMA tidak
menimbulkan nyeri dada. Silent AMI ini terutama terjadi pada pasien
dengan diabetes mellitus dan hipertensi serta pada pasien berusia lanjut
(Robbins SL, Cotran RS, Kumar V, 2007;Sudoyo AW dkk, 2010).
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam
tatalaksana pasien STEMI tetapi tidak boleh menghambat implementasi
terapi reperfusi. Pemeriksaan petanda kerusakan jantung yang dianjurkan
adalah creatinin kinase (CK) MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau
cTn I, yang dilakukan secara serial. cTn digunakan sebagai petanda optimal
untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal karena pada
keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB (Sudoyo AW dkk, 2010).
Terapi reperfusi diberikan segera mungkin pada pasien dengan
elevasi ST dan gejala IMA serta tidak tergantung pada pemeriksaan
biomarker. Peningkatan nilai enzim diatas dua kali nilai batas atas normal
menunjukkan adanya nekrosis jantung(Sudoyo AW dkk, 2010).
1. CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi
jantung, miokarditis, dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan
CKMB.
2. cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah
2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam
8

dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTn I
setelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu mioglobin, creatinine
kinase (CK), Lactic dehydrogenase (LDH). Reaksi non spesifik terhadap
injuri miokard adalah leukositosis polimorfonuklear yang dapat terjadi
dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari.
Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/ul(Sudoyo AW dkk, 2010).
Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien
dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI, dalam waktu 10
menit sejak kedatangan di IGD sebagai landasan dalam menentukan
keputusan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik
untuk STEMI tetapi pasien tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat
STEMI, EKG serian dengan interval 5-10menit atau pemantauan EKG 12
sandapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi
perkembangan elevasi segmen ST. EKG sisi kanan harus diambil pada
pasien dengan STEMI inferior, untuk mendeteksi kemungkinan infark
ventrikel kanan (Sudoyo AW dkk, 2010).

9. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah mendiagnosis secara cepat,
menghilangkan nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan strategi
reperfusi yang mungkin dilakukan, memberi antitrombotik dan anti platelet,
memberi obat penunjang. Terdapat beberapa pedoman (guideline) dalam
tatalaksana IMA dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2009 dan
ESC tahun 2008, tetapi perlu disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di
masing-masing tempat dan kemampuan ahli yang ada (Sudoyo AW dkk,
2010; Fauci et al, 2010).
1. Oksigen : suplemen oksigen harus diberikan ada pasien dengan saturasi
oksigen <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat
diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
9

2. Nitrogliserin : Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman


dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval
5 menit.
3. Morfin : sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan merupakan
analgesik pilihan dalam tatalaksana STEMI. Morfin dapat diberikan
dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit
sampai dosis total 20 mg.
4. Aspirin : merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai
STEMI dan efektif pada spektrum sindroma koroner akut. Inhibisi cepat
siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan
A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg di
ruang emergensi. Selanjutnya diberikan peroral dengan dosis 75-162 mg.
5. Penyekat Beta : Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada,
pemberian penyekat beta intravena dapat efektif. Regimen yang biasa
diberikan adalah metoprolol 5 mg tiap 2-5 menit sampai total 3 dosis,
dengan syarat frekuensi jantung > 60 kali permenit, tekanan darah
sistolik > 100 mmHg, interval PR < 0,24 detik dan ronki tidak lebih dari
10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir
dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam
selama 48 jam, dan dilanjutkan dengan 100 mg tiap 12 jam (Sudoyo AW
dkk, 2010).

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway
10

Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway, meliputi


pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan
sumbatan atau penumpukan sekret. Adakah suara wheezing atau
krekles.
2) Breathing
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran
gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen
dan mengeluarkan karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik
meliputi: fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diagfragma dan
perlu diperhatikan; sesak dengan aktifitas ringan atau pada saat
istirahat, RR lebih dari 24 x/menit, irama ireguler dangkal, adakah
ronchi, krekles, ekspansi dada tidak penuh, apakah menggunakan otot
bantu nafas.
3) Circulation
Observasi mengenai keadaan hemodinamik yaitu; kesadaran pasien,
gelisah, akral dingin, warna kulit pucat, sianosis, adakah edema, TD
meningkat atau menurun, nadi lemah atau tidak teratur, takikardi, dan
apakah output urine menurun.
4) Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan
reaksi pupil.
5) Exposure
Dilakukan pemeriksaan fisik head to toe untuk pemeriksaan lebih jelas,
apakah ada nyeri dada spontan dan menjalar.

b. Pengkajian sekunder
1) Full Set Of Vital Sign
 Tekanan darah bisa normal atau naik turun (perubahan postural
dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri)
11

 Nadi dapat normal atau penuh atau tidak kuat atau lemah atau kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur
(disritmia).
 RR lebih dari 20 x/menit
 Suhu hipotermi atau normal
2) Give Comfort Measure
 Pemakaian otot pernafasan tambahan
 Nyeri dada
 Peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak, bunyi nafas
(krekles, mengi) sputum
 Pelebaran batas jantung
 Bunyi jantung ekstra; S3 atau S4 mungkin menunjukan gagal
jantung atau penurunan kontraktilitas atau komplain ventrikel
3) History and Head to Toe
a) Hystory
 S : keluhan nyeri dada
 A : obat-obat anti hypertensi apa ada alergi
 M : makan-makanan tinggi natrium
 P : adakah penyakit penyerta seperti DM, hypertensi
 L : makanan yang terakhir dicerna
 E : kapan terakhir masuk atau dirawat di RS
b) Head to Toe
 Leher : apakah ada peningkata vena jugularis.
 Dada : disritmia dapat menunjukan tidak mencakupinya oksigen
didalam miocard, bunyi jantung S3 dapat menjadi tanda dini
menjadi ancaman gagal jantung
 Abdoment : kaji motilitas usus, trombosis arteri, mesentrika
merupakan potensial komplikasi yang fatal
 Ekstremitas : periksa adanya edema pada ekstremitas bawah dan
refek untuk mengetahui kelemahan pada ekstremitas.
2. Diagnosa Keperawatan (NANDA International, 2016)
12

1) Nyeri berhubungan dengan iskemia otot jantung


2) Perubahan perfusi perifer berhubungan dengan penurunan curah jantung
3) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara
suplai oksigen dan kebutuhan tubuh
4) Ansietas berhubungan dengan ancaman kehilangan/kematian ditandai
dengan ketakutan, gelisah dan perilaku takut.
5) Perubahan pola nutrisi berhubungan dengan kondisi yang mempengaruhi
masukan nutrisi/peningkatan kebutuhan metabolik ditandai dengan
kelebihan berat badan.
3. Rencana keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan iskemia otot jantung
NOC :
Setelah dilakukan tindakan keperawata nyeri hilang atau berkurang
dengan kriteria hasil ;
 Pasien mengatakan nyeri hilang atau berkurang
 Ekspresi wajah pasien rileks atau tenang
 Skala nyeri 0-3
 TTV dalam batas normal : TD: 120/80 mmHg, Nadi: 60-100 x/menit,
RR: 16-24 x/menit, Suhu: 36°-37°C
NIC :
 Pertahankan tirah baring dengan posisi yang nyaman
 Kaji tingkat nyeri klien (kwalitas, durasi, skala)
 Ajarkan tehnik relaksasi dengan menarik nafas panjang dan
mengeluarkannya pelan-pelan melalui mulut
 Monitor TTV tiap jam
 Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman dengan membatasi
pengunjung
 Kolaborasi medis untuk pemberian analgetik
 Kolaborasi dalam pemberian oksigen
2) Perubahan perfusi perifer berhubungn dengan penurunan curah jantung
NOC :
13

Setelah dilakukan tidakan keperawatan tidak terjadi penururan


curah jantung dengan kriteria hasil;
 Tidak ada edema
 Akral hangat
 TTV dalam batas normal; 120/80 mmHg, HR: 60-100 x/menit, RR :
16 – 20 x/menit
 Capillari refil time < 3 detik

NIC :

 Monitoring capillary refill time, saturasi oksigen


 Kaji ulang adanya sianosis, akral dingin
 Monitor balance cairan
 Monitor warna, kelembaban, kehangatan
 Elevasi ekstremitas bawah bila ada edema
 Monitor tanda vital sesuai kebutuhan
 Anjurkan klien untuk istirahat dan batasi aktifitas klien
 Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
 Kolaborasi pemberian oksigen
3) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara
suplai oksigen dan kebutuhan tubuh
NOC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan penyimpanan energi,
toleransi aktifitas, perawatan diri ADL adekuat dengan kriteria hasil;
 Klien dapat berpatisipasi dalam aktifitas fisik tanpa disertai
peningkatan TD, RR, Nadi.
 Mampu melakukan aktifitas sehari-hari (ADL) secara mandiri
 Tanda-tanda vital dalam batas normal
 Mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan alat
NIC :
 Catat frekuensi, irama jantung, perubahan tekanan darah, selama dan
sesudah aktifitas
14

 Batasi aktifitas saat nyeri


 Berikan aktifitas senggang yang tidak berat
 Anjurkan klien menghindari tekanan abdomen (mengejan) saat
defikasi
 Kaji ulang tanda / gejala yang menunjukan tidak toleransi terhadap
aktifitas
 Evaluasi EKG setiap hari
4) Ansietas berhubungan dengan ancaman kehilangan/kematian ditandai
dengan ketakutan, gelisah dan perilaku takut.
NOC :
Setelah mengidentifikasi dan mengenal perasaan pasien, dengan
kriteria hasil: menyatakan penurunan ansietas/takut.
NIC :
 Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman/situasi.
Dorong mengekspresikan dan jangan menolak perasaan marah,
kehilangan, takut dll.
 Catat adanya kegelisahan, menolak dan menyangkal mengikuti
program medis.
 Mempertahankan kepercayaan.
 Kaji tanda verbal/nonverbal kecemasan dan tinggal dengan pasien.
Lakukan tindakan bila pasien menunjukkan perilaku merusak.
 Terima tetapi jangan diberi penguatan terhadap penggunaan
penolakan. Hindari konfrontasi.
 Orientasikan pasien atau orang terdekat terhadap prosedur rutin dan
aktivitas yang di harapkan. Tingkatkan partisipasi bila mungkin.
Jawab semua pertanyaan secara nyata. Berikan informasi konsisten;
ulangi sesuai indikasi.
 Anjurkan pasien atau orang terdekat untuk mengkomunikasikan
dengan seseorang, berbagi pertanyaan dan masalah.
 Berikan periode istirahat atau waktu tidur tidak terputus, lingkungan
tenang, dengan tipe kontrol pasien, jumlah rangsangan eksternal.
15

 Dukung kenormalan proses kehilangan, melibatkan waktu yang perlu


untuk penyelesaian.
 Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.
 dukung kemandirian, perawatan sendiri dan pembuatan keputusan
dalam rencana pengobatan.
 dukung keputusan tentang harapan setelah pulang.

5) Perubahan pola nutrisi berhubungan dengan kondisi yang mempengaruhi


masukan nutrisi/peningkatan kebutuhan metabolik ditandai dengan
kelebihan berat badan.
NOC :
Meningkatkan nutrisi yang seimbang bagi pasien dengan kriteria
hasil: setelah perawatan menyatakan berat badan berkurang dalam waktu
1 minggu.
NIC :
 Kaji nutrisi secara kontinu, selama perawatan setiap hari, perhatikan
tingkat energy; kondisi kulit, kuku, rambut, rongga mulut, keinginan
untuk makan/anoreksia
 Timbang berat badan setiap hari dan bandingkan dengan berat badan
saat penerimaan.
 Dokumentasikan masukan oral selama 24 jam, riwayat makanan,
jumlah kalori dengan tepat.
 Jamin penampungan akurat dari specimen (urine, feses, drainase)
untuk pemeriksaan keseimbangan nitrogen.
 Berikan larutan nutrisi pada kecepatan yang dianjurkan melalui alat
control infuse sesuai kebutuhan. Atur kecepatan pemberian per jam
sesuai anjuran. Jangan meningkatkan kecepatan untuk “mencapai”.
 Ketahui kandungan elektrolit dari larutan nutrisional.
 Jadwalkan aktivitas dengan istirahat. Tingkatkan teknik relaksasi.
4. Evaluasi Keperawatan
16

Perkembangan dan perubahan setelah dilakukan tindakan


keperawatan pada pasien apakah intervensi keperawatan tercapai sehingga
dilanjutkan atau apakah belum tercapai sehingga masih dianalisa kembali.

Daftar Pustaka

Ackley BJ, Ladwig GB. 2011. Nursing Diagnosis Handbook an Evidence-Based


Guide to Planning Care. United Stated of America : Elsevier

Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta:


EGC
17

Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo.2010. 17th Edition


Harrison’s Principles of Internal Medicine. New South Wales : McGraw
Hill
Fikriana Riza. 2018. Sistem Kardiovaskuler.Yogyakarta: Deepublish

Firdaus I. 2012. Strategi Farmako-invasif pada STEMI Akut. J Kardiol Indones;


33: 266-71.

Fogoros RN. 2008. STEMI-ST Segment Elevation Myocardial Infarction. Heart


Health Center. Diakses pada tanggal 28 April 2013.
http://heartdisease.about.com/od/heartattack/g/STEMI.htm

Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. 2008. Braunwald’s Heart Disease : A
textbook of Cardiovascular Medicine. Philadephia: Elsevier.

Moorhead, Sue, et all. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth


Edition.USA: Mosbie Elsevier.

Myrtha R. 2011. Perubahan Gambaran EKG pada Sindrom Koroner Akut (SKA).
CDK 188; 38 (7): 541-542.

NANDA International. 2009. Nursing Diagnosis: Definition and Classification


2009-2011. USA: Willey Blackwell Publication.

Nurarif AH, Hardhi K. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosis Medis dan Nanda Nic Noc. Jilid 1. Yogyakarta: Mediaction.

Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. Jakarta:
EGC.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

Anda mungkin juga menyukai