DOSEN :
Prof. Dr. Tarsisius Murwadji, S.H.,M.H.
Dr. Helza Nova Lita, S.H.,M.H.
DISUSUN OLEH :
Nursyafia 110110190004
Alisyah Putri 110110190070
Ghaly Abiyyu Irfansyah 110110190102
Gregory Joshua Manogar 110110190106
Raihan Aradhana 110110190112
Aqshal Vaza Dewantara 110110190114
Rafael Galuh S 110110190132
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1
Zaeni Asyhadie, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm. 61.
2
Ibid., hlm. 63.
3
E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Jakarta: Penerbit Universitas, 1965, hlm. 234.
4
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam SIstem Hukum Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2008, hlm.40.
5
John H. Jackson, “International Economic Law; Reflection on the ‘Boileroom’ of International Relations,” dalam;
Charlotte Ku and Paul F. Diehl, International Law: Classic and Contemporary Readings, Colorado: Lynne Rienner
Pub., 1998, hlm. 156.
6
Huala Adolf, Hukum ekonomi Internasional, Bandung: Penerbit Buku-Buku Ilmu Hukum, 2015, hlm. 4.
7
J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Jakarta: Sinar Grafika,, 2004, hlm. 91.
8
Asif Qureshi, International Economic Law, London: Sweet and Maxwell, 1999, hlm.27.
9
Ibid., hlm. 27.
peranannya oleh negara, sehingga dapat dikatakan peranan negara sangat penting sebagai
subjek hukum ekonomi internasional. Peranan penting negara tampak pula dalam
keanggotaan berbagai organisasi ekonomi internasional. Negara sebagai subjek hukum
ekonomi internasional memiliki hak dan kewajiban dalam melakukan suatu hubungan
ekonomi dengan negara-negara lain. Pada perkembangannya saat ini, negara sebagai
subjek hukum ekonomi internasional meliputi negara merdeka baik yang berbentuk
federasi maupun republik. Walaupun negara-negara pada umumnya berbeda dalam luas
wilayah, penduduk, kekayaan, kekuatan dan kebudayaan, namun dalam hukum
internasional dikenal ajaran persamaan kedudukan negara-negara.
Oleh karena itu, tujuan dari penulisan makalah ini atau yang melatarbelakangi
penyusunan makalah ini, yaitu untuk mengetahui apa saja hak dan kewajiban yang
dimiliki oleh negara sebagai subjek hukum ekonomi, kedudukan negara sebagai subjek
hukum ekonomi, fungsi dan peran negara sebagai subjek hukum ekonomi, maka penulis
tertarik untuk menyusun makalah dengan judul “Pembuktian Negara Sebagai Subjek
Hukum Ekonomi”.
10
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika hlm.228
11
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, hlm.117
Perbedaan badan hukum (rechtspersoon) dengan manusia (natuurlijk persoon)
ialah bahwasanya badan hukum itu tak dapat melakukan perkawinan, tak dapat dihukum
penjara (kecuali hukum denda) dan memiliki unsur sifat pemenuhan kepentingan lebih
dari satu orang (sebagai individu) bahkan kepentingan umum.
Adapun badan hukum sendiri memiliki banyak jenisnya. Dalam bahasan ini kami
membagi badan hukum menjadi dua ruang lingkup, yaitu negara sebagai badan hukum
nasional dan negara sebagai badan hukum internasional. Negara sebagai badan hukum
nasional sendiri dikenal dengan badan hukum publik yang bertindak “kedalam”, yaitu
Provinsi, Kota, Kabupaten dsb. Sedangkan, negara sebagai badan hukum internasional
adalah Negara sebagai suatu kesatuan dan bertindak “keluar” negara tersebut mampu
berhubungan dengan badan hukum internasional lain dengan berdiri secara Independen
tanpa bergantung dengan pihak lain dalam menerima hak dan menjalankan
kewajibannya12.
Selanjutnya, dikarenakan membahas dalam ranah ilmu hukum ekonomi, maka
kita harus dibahas pula subyek hukum yang dikaitkan dengan ekonomi. Ekonom sendirii
berasal dari bahasa Yunani yaitu Oikonomos, Oikos artinya rumah tangga dan Nomos
yang artinya aturan atau secara harfiah dapat dipahami dengan pengelolaan rumah
tangga. Berkaitan dengan Negara sebagai subyek hukum ekonomi, diibaratkan negara
adalah rumah tangga, dimana ia harus dapat berhubungan “ke dalam” rumah tangga
tersebut dan “keluar” rumah tangga tersebut serta mengambil banyak keputusan baik
“keluar” maupun “kedalam”13.
14
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Russel and Russel, New York, 1973, hlm. 195
15
Jimly Ashiddiqie, Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, 2016, Jakarta : Sinar Grafika,
hlm. 61
internasional maka pada intinya adalah pembahasan terhadap negara sebagai subjek
hukum internasional yang diselaraskan dengan aspek ekonomi dalam kerangka hukum.
Negara adalah subjek daripada hukum internasional yang pertama (asli) dan juga
merupakan subjek hukum internasional yang terpenting dibanding subjek hukum
internasional lainnya. Sebagai subjek hukum internasional terpenting, sesuai dengan
definisi dari subjek hukum negara memiliki kewajiban menurut hukum internasional dan
kemampuan untuk mempertahankan haknya dengan melakukan berbagai upaya hukum. 16
Peran ekonomi sebagai substansi daripada peran Negara sebagai subjek hukum ekonomi
internasional terlihat pada Hak dan Kewajiban negara sebagai subjek hukum
internasional yang mengandung kepentingan ekonomi. Peran negara yang bersifat
“keluar” sebagai subjek hukum internasional, merupakan bentuk pemenuhan tanggung
jawab negara “kedalam” melalui Hak dan Kewajiban negara tersebut dalam bidang
ekonomi.
Peran Negara sebagai pengemban hak dan kewajiban ekonomi internasional
memanglah tidak bersifat harfiah, karena memang didalam hukum ekonomi, substansi
daripada hak dan kewajiban negara juga merupakan bagian dari ilmu ekonomi. Hingga
akhirnya hak dan kewajiban negara sebagai subjek hukum ekonomi internasional tertuang
di dalam Charter of the Economic Rights and Duties of States atau selanjutnya disebut
sebagai piagam CERDS. Piagam CERDS membahas berbagai topik, antara lain:
1. Mukadimah;
2. Prinsip-prinsip fundamental mengenai hubungan-hubungan ekonomi internasional;
3. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban ekonomi negara-negara;
4. Tanggung Jawab bersama terhadap masyarakat internasional dan;
5. Ketentuan Penutup.17
Dalam tinjauan pustaka terkait subjek hukum ekonomi kali ini penulis akan
berfokus kepada hak dan kewajiban dari negara sesuai dengan Piagam CERDS dan
kaitannya dengan hubungan ekonomi antar negara;
1. Hak Kedaulatan dan Investasi Asing serta Harta Kekayaan yang dikelola
bersama
16
Huala Adolf, Aspek Negara dalam Hukum Internasional, Jakarta : Rajawali, 1991. hlm.1
17
Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional. Op.cit hlm 153
Pertama tama Hak kedaulatan dan investasi asing terdapat didalam pasal 1,2,7
dan 16 Piagam ini. Pasal 2 Menjelaskan bahwa “Every state has and shall freely
exercise full and permanent sovereignty… over its wealth, natural resources and
economic activities” pasal ini adalah pasal yang menjadi dasar hak kedaulatan
ekonomi dari suatu negara dalam Hukum Ekonomi Internasional. Hak negara sebagai
entitas yang berdaulat tidak dapat diintervensi oleh negara lain dalam hal
mengupayakan pengelolaan terhadap sumber daya alam dan aset negara yang
menunjang aktivitas ekonomi. Dengan adanya pasal 2 ini terdapat hak-hak turunan
yang dimiliki negara sebagai entitas yang berdaulat terhadap sumber dayanya, hal
tersebut terlihat pada ayat 2 Pasal 2 Piagam CERDS yaitu:
a. Setiap negara berhak mengeluarkan regulasi dan otoritas terkait dengan investasi
asing yang berada di dalam yurisdiksi negara tersebut yang selaras dengan skala
prioritas nasional yaitu bersifat “kedalam” negara itu sendiri.18 Akan tetapi
melalui ayat ini juga terdapat kewajiban negara melalui terlaksananya prinsip
Fair and Equitable Treatment didalam hubungan ekonomi internasional negara
dengan investor, prinsip ini mewajibkan negara untuk tidak mendiskriminasi
calon investor manapun, memperlakukan setara dimata hukum dan bersifat
transparan serta terbuka terhadap investor;19
b. Negara sebagai subjek hukum yang berdaulat, berhak untuk mengawasi atau
melakukan supervisi terhadap dan mengeluarkan regulasi terhadap aktivitas
ekonomi yang dilakukan oleh investor asing melalui perusahaan transnasional
yang berada di dalam yurisdiksinya dan mengeluarkan kebijakan-kebijakan agar
perbuatan ekonomi dari perusahaan-perusahaan atau investor asing tetap selaras
dengan hukum dan kebijakan ekonomi negara tersebut;
c. Negara berdasarkan kepentingan umum dan keadilan sosial negaranya berhak
untuk melakukan ekspropriasi dan nasionalisasi terhadap aset asing yang berada
di dalam yurisdiksinya akan tetapi negara atas tindakannya tersebut juga
diwajibkan untuk membayar kompensasi dengan menyelesaikannya terhadap
hukum dan perundang-undangan yang relevan.
18
General Assembly Resolution, Charter of Economic Rights and Duties of States General Assembly, Pasal 2,1974.
19
Sornarajah, The International Law on Foreign Investment,Cambridge: Cambridge University Press, 2007 hlm.204
2. Hak Melakukan Perdagangan Internasional dan Perlakuan Preferensial
terhadap negara-negara berkembang dan tertinggal
Hak ini dinyatakan dalam Pasal 4 Piagam CERDS, “Every State has the right
to engage in international trade and other forms of economic co-operation
irrespective of any differences in political, economic and social systems…..” Dalam
Pasal ini disampaikan juga suatu negara sebagai subyek hukum ekonomi internasional
haruslah bersikap non diskriminatif terhadap subyek hukum ekonomi internasional
lainnya. Dalam praktiknya Hak dan Kewajiban dalam Pasal 4 ini akan berkaitan
dengan klasifikasi negara, dimana berdasarkan klasifikasi negara tersebut, terdapat
penerapan hak dan kewajiban praktis yang berbeda beda. Sebagai contoh Negara
yang berstatus Developed Country atau negara maju menurut WTO, berdasarkan
piagam ini harus memberikan perlakuan, perluasan dan peningkatan sistem tarif
preferensial yang tidak timbal balik dan non diskriminatif terhadap negara-negara
berkembang (seperti bea masuk barang-barang kebutuhan primer dari negara-negara
berkembang kedalam pasar domestik negara maju.)
“All States are juridically equal and, as equal members of the international
community, have the right to participate fully and effectively in the international
decision-making process in the solution of world economic, financial and monetary
problems, inter alia….”20
Menurut pasal 10 Piagam CERDS ini, negara sebagai subjek hukum berhak
memiliki kedudukan yang setara dalam masyarakat ekonomi internasional dan berhak
secara utuh untuk berpartisipasi dalam perbuatan-perbuatan hukum ekonomi
internasional serta memberikan solusi dan masukan terhadap kebijakan ekonomi
internasional. Sehingga dengan adanya pasal ini negara sebagai subjek hukum
ekonomi internasional berkewajiban dengan kapasitasnya untuk memperkuat dan
20
General Assembly Resolution, Charter of Economic Rights and Duties of States General Assembly, Pasal 10,
1974.
meningkatkan efisiensi ekonomi internasional melalui partisipasinya juga didalam
organisasi internasional sehingga melalui kewajiban ini tanggung jawab negara
terhadap pertumbuhan perekonomian dunia dapat terlaksana, terutama dalam
berpartisipasi terhadap peningkatan negara-negara berkembang;21
“States have the right, in agreement with the parties concerned, to participate in
subregional, regional interregional cooperation in the pursuit of their economic and
social development…”22.
Hak ini dijelaskan dalam Pasal 12 Piagam CERDS, bahwa setiap negara
memiliki hak untuk tergabung dalam Organisasi Regional seperti (ASEAN, MEA dan
lain sebagainya) dan bekerja sama dengan kelompok-kelompok atau organisasi
subregional bahkan inter-regional asalkan berlandaskan pada upaya pemajuan
ekonomi negaranya dan wilayah regionalnya.
Pasal 13 ayat 1 Piagam CERDS mengatur bahwa setiap negara berhak untuk
menikmati, mendapatkan serta mendalami perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi guna meningkatkan pembangunan ekonominya. Menurut kelompok kami
adanya pasal ini merupakan implementasi terhadap prinsip hukum ekonomi yaitu
prinsip efisiensi (efficiency) yaitu adalah prinsip berupa kondisi dalam masyarakat
ekonomi dimana manfaat optimal dapat diperoleh dari penggunaan sumber daya,23
dimana pada era globalisasi sekaligus revolusi industri ini, efisiensi salah satunya
produksi hanya dapat ditunjang melalui transfer atau alih teknologi, sehingga dengan
adanya Hak ini di dalam piagam CERDS, efisiensi merupakan suatu prinsip yang
mutlak dapat dimiliki oleh setiap negara dengan adanya alih teknologi.
Hak Asasi Manusia adalah bagian dari Hukum Ekonomi dan Hukum
Internasional, maka dari itu dalam Hukum Ekonomi Internasional, Negara sebagai
subjek hukum berkewajiban melakukan pemenuhan terhadap hak ekonomi. Dalam
Pasal 2 ayat 1 International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights,
negara diharuskan untuk berani melakukan kebijakan dan langkah-langkah penting
guna melakukan pemenuhan terhadap hak ekonomi (hak untuk mendapatkan manfaat
ekonomi) antara lain menandatangani perjanjian internasional dan mengeluarkan
produk legislasi.
Bagi negara-negara yang telah meratifikasi konvensi HAM seperti ICESCR,
maka kewajiban tersebut terbagi menjadi 3, yaitu24:
Contoh implementasi daripada ketiga kewajiban ini dapat penulis lihat di dalam
hak kekayaan intelektual seperti hak cipta, merupakan kewajiban bagi negara untuk
menghormati hak ekonomi dari pemegang hak cipta dengan mengeluarkan regulasi
seperti pelaporan dalam rangka penayangan karya cipta, lalu melindungi hak ekonomi
dari pencipta dengan mengeluarkan undang-undang yang melindunginya seperti Undang-
Undang perlindungan hak cipta, serta negara menjamin kewajiban pemenuhan terhadap
hak atas ekonomi (hak yang bersifat material atau dapat diukur dengan uang).
24
Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional, Op.cit., hlm 218.
BAB III
OBJEK KAJIAN
Dalam penelitian ini, penulis akan mengkaji Negara sebagai Subjek Hukum
Ekonomi Dalam Ruang Lingkup Nasional dan Internasional oleh karena itu penulis akan
mengambil contoh kasus negara Indonesia dalam upaya menggerakan ekonomi dalam
negeri dan juga perdagangan antar negara dengan cara menerima penanaman modal asing
melalui investasi yang berkelanjutan. Dalam hal ini peneliti memilih kasus hubungan
ekonomi antara Indonesia - Korea yang pada 2019 mengadakan perundingan Indonesia-
Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement27. Dimana masing masing
negara bersepakat untuk mengadakan perjanjian dagang dan investasi. Sejak kedua
negara menjalin hubungan diplomatik pada tahun 1973, volume perdagangan bilateral
meningkat 150 kali lipat. Asing langsung arus investasi (Foreign Direct Investment) dari
25
CFG. Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Bandung : Bina Cipta, 1988, hlm. 50
26
Cosimo Perrotta, “Thomas Mun’s England’s Treasure by Forraign Trade: the 17th-Century Manifesto for
Economic Development”, History of Economics Review Journal, Volume 59, Issue 1, 2014, hlm 95
27
Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional, “Deklarasi Bersama Penyelesaian Perundingan IK-
CEPA”,http://ditjenppi.kemendag.go.id/index.php/berita/detail/deklarasi-bersama-penyelesaian-perundingan-ik-
cepa-langkah-pasti-menuju-penandatanganan-perjanjian diakses 4 Oktober 2020
Korea ke Indonesia juga meningkat dengan tajam.28 Investasi langsung Korea ke
Indonesia melonjak dari $ 38 juta pada tahun 1980 menjadi $ 1,2 miliar pada tahun 2011,
berlipat ganda hampir 33 kali lipat.
Perusahaan Korea secara aktif mengejar peluang bisnis di Indonesia sejak awal
1960-an, bahkan sebelum hubungan diplomatik didirikan. Mereka memajukan industri
kehutanan Indonesia yang sedang berkembang pada tahun 1960-an. Selain itu,
perusahaan Korea juga berinvestasi di industri bumbu, garmen, kimia, dan farmasi
Indonesia, antara lain dimulai pada 1960-an. Pada tahun 1970-an, lebih banyak
perusahaan Korea yang masuk ke Indonesia untuk mengeluarkan investasi dalam
pembangunan hutan dan mengambil bagian dalam proyek konstruksi Indonesia. Beberapa
perusahaan Korea berinvestasi untuk mengembangkan ladang minyak dan cangkang gas
di Indonesia di 1980-an, tetapi kurang berhasil dalam pengembangan sumber daya.29
Pada 1980-an, FDI Korea ke Indonesia terkonsentrasi di manufaktur dan industri
berorientasi ekspor seperti pabrikan makanan, garmen, dan kimia, untuk memanfaatkan
tenaga kerja murah yang ditawarkan Indonesia. Banyak orang Korea Perusahaan
merelokasi basis produksinya ke Indonesia di rangka untuk mempertahankan daya saing
internasional. Tren ini berlanjut pada 1990-an.30
Menurut laporan kelompok studi ekonomi Korea Amerika, kedua negara akan
menikmati keuntungan dari IK-CEPA, dimana Indonesia akan menikmati manfaat
ekonomi sebesar USD 7,97 miliar dan peningkatan GDP sebesar 0,03%. Sementara itu,
Korea Selatan akan mendapatkan manfaat ekonomi sebesar USD 1,5 miliar dan
peningkatan PDB sebesar 0,13%31.
Dengan adanya catatan sejarah mengenai kerjasama perdagangan antara Indonesia
dan Korea yang sudah dimulai sejak lama maka kedua belah pihak negara membuat suatu
perundingan yang dinamakan Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership
Agreement (IK-CEPA). Penyelesaian IK-CEPA merupakan tonggak sejarah baru dalam
hubungan ekonomi Indonesia-Korsel. Lebih dari sekadar perjanjian perdagangan bebas
(Free Trade Agreement/FTA), IK-CEPA merupakan sebuah kemitraan komprehensif di
bidang perdagangan barang, jasa hingga investasi.32.
Perundingan IK-CEPA dimulai pada 2012, namun sempat terhenti pada 2014.
Kemudian pada Februari 2019, kedua negara sepakat melanjutkan perundingan dan
secara substansial telah diselesaikan pada November tahun lalu. Nilai perdagangan
Indonesia-Korea Selatan pada 2018 mencapai 18,62 miliar dolar AS, dengan ekspor
28
Kang Dae Chang, "The 40th Anniversary of Economic Relations Between Korea and Indonesia", Korea's
Economy Publications, Volume 29, Issue 1, 2014, hlm 48. http://keia.org/publication/40th-anniversary-economic-
relations-between-korea-and-indonesia
29
Ibid.
30
Ibid.
31
Ibid, hlm 53.
32
Andhika Prasetyo, “Indonesia - Korea Rampungkan Perundingan IK-CEPA”, Media Indonesia,
https://mediaindonesia.com/read/detail/273655-indonesia-korsel-rampungkan-perundingan-ik-cepa, diakses 5
Oktober 2020
Indonesia ke Korea sebesar 9,54 miliar dolar AS dan impor sebesar 9,08 miliar dolar AS.
Dengan demikian, Indonesia menikmati surplus sebesar 443,6 juta dolar AS. Selain itu,
Korea Selatan menjadi salah satu investor terbesar bagi Indonesia dengan nilai investasi
mencapai 7 miliar dolar AS di beberapa sektor seperti industri makanan, tekstil, industri
kimia, farmasi, baja, serta mesin dan elektronik.33
Pemberlakuan IK-CEPA diyakini akan meningkatkan nilai perdagangan bilateral
kedua negara hingga 30 miliar dolar AS atau sekitar Rp 410 triliun pada 2022. Melalui
IK-CEPA, nantinya Indonesia akan mendapatkan akses yang lebih baik untuk produk
industri, perikanan, dan pertanian di pasar Korea Selatan. Di sisi lain, Indonesia akan
memberikan akses pasar untuk bahan baku industri serta memfasilitasi investasi Korea
Selatan di Tanah Air34.
Salah satu bentuk konkret kelanjutan dari IK-CEPA adalah foreign direct
investment beberapa perusahaan Korea yang akan melakukan investasi di Indonesia.
Diantaranya adalah Hyundai35, LG, dan Lotte Chemical, beberapa perusahaan tersebut
akan melakukan investasi di bidang manufaktur dengan menempatkan pabrik
pengolahan, industri mesin dan pusat riset dan pengembangan industri mereka di
Indonesia sebagai upaya memperluas pasar Korea Selatan di Asia Tenggara 36, sebagai
gantinya Indonesia akan memprioritaskan komoditas ekspor bahan tambang, peningkatan
kapasitas sektor tenaga kerja, industri kreatif dan kesehatan37.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan Indonesia dan Korea
Selatan (Korsel) telah menyelesaikan proses perundingan dan menyepakati substansi
perundingan pakta kerjasama IK-CEPA. Hal ini menarik perusahaan Korea salah satunya
untuk dapat berinvestasi di Indonesia. Dengan adanya kesepakatan IK-CEPA, setidaknya
terdapat tiga perusahaan yang berkomitmen untuk melakukan investasi di Indonesia.
Perusahaan itu a.l. Lotte Chemical, Hyundai Motor dan Pohang Iron Steel Company
(Posco). Selain itu pemerintah juga sedang berusaha menarik minat LG Corporation dan
Samsung untuk ikut berinvestasi di Indonesia.38 Namun sampai saat ini perusahaan yang
33
Nidia Zuraya, “IK-CEPA ditandatangani April 2020”, Republika.co.id,
https://www.republika.co.id/berita/q43v50383/ikcepa-ditandatangani-april-2020, diakses 5 Oktober 2020
34
Ibid.
35
Aldiro Syahrian, “Rampung 2021, Luhut Sebut Pabrik Hyundai di Indonesia Bisa Bikin Mobil 250 Ribu Unit per
Tahun“, Pikiran Rakyat, https://www.pikiran-rakyat.com/otomotif/pr-01666954/rampung-2021-luhut-sebut-pabrik-
hyundai-di-indonesia-bisa-bikin-mobil-250-ribu-unit-per-tahun diakses 4 Oktober 2020
36
Tri Kurnia Yunianto "Perundingan Kerja Sama Ekonomi Rampung, RI Perluas Pasar ke Korsel “, Kata Data
https://katadata.co.id/happyfajrian/berita/5e9a4c5491899/perundingan-kerja-sama-ekonomi-rampung-ri-perluas-
pasar-ke-korsel diakses 4 Oktober 2020
37
Ibid.
38
Yustinus Andri DP, “Bagaimana Indonesia & Korea Selatan Akan Memanfaatkan Pakta IK-CEPA?”, Bisnis.com,
https://ekonomi.bisnis.com/read/20191017/12/1160332/bagaimana-indonesia-korea-selatan-akan-memanfaatkan-
pakta-ik-cepa, diakses 5 Oktober 2020
telah melaksanakan investasi berupa relokasi pabrik yaitu perusahaan Hyundai milik
Korea.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Iman
Pambagyo menambahkan, dengan adanya IK CEPA, Hyundai telah menyatakan
minatnya untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu sentra produsen mobilnya.
Menurutnya, Hyundai menjanjikan bakal menjadikan Indonesia sebagai hub untuk
mengekspor mobil listrik ke negara-negara lain.39
Pabrikan mobil asal Korea Selatan, Hyundai berencana berinvestasi di Indonesia.
Nilai investasi yang bakal digelontorkan tidak sedikit yakni sebesar USD 1 miliar atau
sekira Rp 14 triliun. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves)
Luhut B. Panjaitan mengungkapkan investasi tersebut rencananya akan digunakan untuk
membangun pabrik mobil listrik di Indonesia.40
Rencana Hyundai yang akan berinvestasi di Indonesia sudah menjadi bahan
pembicaraan sejak lama. Baik pemerintah maupun pihak Hyundai sudah sering sekali
melakukan pertemuan. Bahkan Hyundai mulai mencari lokasi untuk mendirikan pabrik
produksi mobil. Rencananya Hyundai akan mulai memproduksi mobil pada 2021 dengan
kapasitas pabrik hingga 250 ribu unit per tahun. Tidak hanya untuk pasar domestik saja,
Hyundai juga bakal mengekspor mobil yang diproduksi di Indonesia. Adapun jenis
kendaraan yang diproduksi di dalam negeri antara lain SUV, MPV, hatchback, dan
sedan.41
Dengan adanya relokasi pabrik Hyundai di Indonesia, Korsel akan membuka
kesempatan kerja bagi para profesional dan tenaga ahli Indonesia. Sedangkan Indonesia
akan memberikan peningkatan akses pasar untuk sektor konstruksi, distribusi, gim daring
(online game), dan sektor jasa kesehatan. Begitu pula Indonesia akan memberikan akses
pasar untuk bahan baku industri yang memfasilitasi investasi Korea Selatan di Indonesia
sehingga kedua belah pihak akan saling menguntungkan.42
39
Ibid.
40
Santo Sirait, “Keputusan Hyundai Bangun Pabrik Mobil Listrik di Indonesia Segera Diumumkan”, Carmudi.co.id,
https://www.carmudi.co.id/journal/keputusan-hyundai-bangun-pabrik-mobil-listrik-di-indonesia-segera-
diumumkan/, diakses 5 Oktober 2020
41
Ibid.
42
Tri Kurnia Yunianto, Op.cit, Kata Data, diakses 5 Oktober 2020
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Apakah Hak dan Kewajiban Negara sebagai Subjek Hukum Ekonomi
Aspek dalam hukum ekonomi adalah semua yang berpengaruh dalam kegiatan
ekonomi. Menurut Sunaryati Hartono, bahwa hukum ekonomi adalah penjabaran
ekonomi pembangunan dan hukum ekonomi sosial sehingga hukum tersebut mempunyai
dua aspek berikut:
1. Aspek pengaturan usaha-usaha pembangunan ekonomi.
2. Aspek pengaturan usaha - usaha pembangunan hasil dan pembangunan ekonomi
secara merata di seluruh lapisan masyarakat.
43
Gregory Mankiw, et.al Op cit. hlm 4
CERDS, dapat meningkatkan pendapatan negara, lapangan kerja dan daya beli
masyarakat. Dimana antara pendapatan negara, lapangan kerja dan daya beli masyarakat
terkait satu sama lain.
Sebagai bagian dari kesepakatan antara Indonesia dan Korea dalam Perjanjian IK-
CEPA, dalam hal perdagangan internasional, Indonesia memiliki hak untuk melakukan
ekspor bahan tambang dan sawit ke Korea, sedangkan korea diberikan Hak oleh
Indonesia untuk membangun pabrik (dalam kasus adalah Pabrik Hyundai) di Indonesia.
Maka dengan demikian, terdapat “Stimulus” berupa pembukaan lapangan pekerjaan
tambahan akibat adanya pembukaan pabrik di Indonesia, sehingga semakin banyak
masyarakat yang memiliki pekerjaan dan dapat menekan tingkat pengangguran.
Sedangkan di sisi lain korea tetap harus membayar pajak kepada Indonesia sebagai
implementasi dari teori Harrod Domar, dimana salah satu sumber pendapatan negara
adalah Pajak. Hak Indonesia tercermin dari penggunaan kewenangan untuk mengelola
sumber daya alam seperti yang diamanatkan oleh pasal 33 UUD 1945 ayat 3 bahwa
sumber daya tersebut digunakan untuk kepentingan rakyat,dalam hal ini ekonomi dan
kesejahteraannya. Maka dari itu teranglah sudah Hak dan Kewajiban negara dalam kasus
ini adalah Indonesia sebagai subyek hukum ekonomi, dimana hak dan kewajiban negara
tersebut bermuara pada kepentingan ekonomi terutama kepentingan ekonomi nasional.
Maka dari itu jika kita kembali kepada teori Hukum Ekonomi Pembangunan dan
Hukum Ekonomi Sosial dimana negara berkewajiban untuk memikirkan cara-cara
peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi, terutama di Indonesia, serta
memastikan output dari Hukum Ekonomi Pembangunan dapat terdistribusikan dengan
baik ke masyarakat sosial, melalui kasus ini sudah terlihat jelas, dikarenakan dengan
adanya perbuatan hukum negara yang merupakan haknya untuk menandatangani
perjanjian dan menerapkan asas freedom of commerce, perekonomian negara dapat
bertumbuh dan dapat didistribusikan kepada masyarakat dalam bentuk pembukaan
lapangan pekerjaan.
4.2 Kedudukan Negara Sebagai Subjek Hukum Ekonomi
Terdapat slogan atau visi yang berbunyi “Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan
makmur”. Maksud dari visi tersebut adalah guna menjadi pedoman dalam mewujudkan
negara Indonesia yang berdaulat, kuat, mandiri, modern, berkeadilan, dan berkeadaban
serta berkesejahteraan. Visi ini dijadikan sebagai kerangka dasar dan strategis untuk
memaparkan tujuan negara dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi:
Hukum Ekonomi Internasional adalah hukum yang memiliki subjek hukum yang
mengandung elemen internasional dan ekonomi dalam suatu hubungan integral dan tidak
memerlukan pembatasan yang jelas antara hukum ekonomi internasional dan hukum
internasional publik44. Hukum ekonomi internasional merupakan bagian dari hukum
internasional yang mengatur mengenai perdagangan atau kerjasama ekonomi dalam
bentuk apapun antar negara. Memfasilitasi aktivitas ekonomi antar negara adalah tujuan
dari hukum ekonomi internasional dan lebih bersifat kesepakatan antara pihak-pihak
pihak dengan prinsip tertentu yang mengatur subjek dan sumber yang dibuat. Sejak
perang dunia ke-2 hukum ekonomi internasional berkembang dengan begitu pesatnya.
Hukum ekonomi internasional terbagi kedalam dua prinsip yaitu Freedom of Commerce,
yaitu kebebasan subjek hukum ekonomi internasional untuk melakukan transaksi
perdagangan dengan orang, negara, atau lembaga dan Freedom of Communication, yaitu
kebebasan setiap subjek melakukan pendaratan atau transit yang berhubungan dengan
aktivitas ekonomi di negara manapun. Kedua prinsip tersebut merupakan kaidah
fundamental yang menjadi awal dari hukum ekonomi internasional yang ditemukan oleh
Hugo Grotius.
44
Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional, CV Keni Media, Bandung 2011, hlm 5
Seiring berkembanganya zama, Negara sebagai subjek hukum ekonomi
internasional meliputi negara-negara yang merdeka (independent states) atau di dalam
bentuk negara federasi. Istilah dari negara merdeka merujuk pada status yang menyatakan
bahwa negara itu sepenuhnya menguasai hubungan antar negara tanpa didikte oleh
negara lainnya. Poin yang paling mendasar adalah apakah negara tersebut bergantung
kepada negara lain atau bergerak secara independen dalam rangka melakukan hubungan
ekonomi internasional.45 Negara-negara besar ataupun kecil dihimbau untuk menerapkan
prinsip one state, one vote. Oppenheimer memiliki beberapa pandangan mengenai
persoalan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Negara memiliki hak suara dan hanya boleh mempergunakan satu hak suara dalam
menyelesaikan masalah agar mencapai suatu persetujuan;
2. Negara terlemah memiliki hak suara yang sama derajatnya dengan hak suara dari
negara yang lebih kuat atau terkuat;
3. Tidak ada negara yang memiliki yurisdiksi pada negara lain
4. Pengadilan nasional dari suatu negara tidak boleh mencampuri adanya keabsahan
berbagai tindakan rasmi yang dilakukan oleh pejabat - pejabat negara lain dalam
yurisdiksi negaranya.
Terdapat kesatuan atau entity yang secara umum disebut sebagai negara. Tetapi
sebenarnya mereka bukanlah sebuah negara apabila kita merujuk pada hukum
internasional.
Dalam hukum ekonomi internasional, negara memiliki 2 bentuk kedudukan yaitu
kedudukan sebagai subjek hukum ekonomi privat dan juga subjek hukum ekonomi
publik. Negara dikatakan sebagai subjek hukum ekonomi internasional publik apabila
negara tersebut melakukan hubungan hukum dengan sesama subjek hukum ekonomi
internasional yang lainnya seperti negara lain atau dengan organisasi ekonomi
internasional. Contohnya adalah perdagangan internasional atau perjanjian ekonomi antar
negara di dunia. Apabila merujuk pada objek kajian, maka salah satu contohnya adalah
mengenai kasus hubungan ekonomi antara Indonesia dengan Korea pada tahun 2019. 46
45
Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional, Bandung: Keni Media, hlm 56
46
Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional, “Deklarasi Bersama Penyelesaian Perundingan IK-
CEPA”,http://ditjenppi.kemendag.go.id/index.php/berita/detail/deklarasi-bersama-penyelesaian-perundingan-ik-
cepa-langkah-pasti-menuju-penandatanganan-perjanjian diakses 4 Oktober 2020
Saat itu kedua negara mengadakan perjanjian Indonesia-Korea Comprehensive Economic
Partnership Agreement (IK-CEPA) yang mana isi dari kajian tersebut adalah Indonesia
maupun Korea sepakat untuk mengadakan perjanjian dagang dan investasi. Dalam hal
ini, baik negara Indonesia maupun negara Korea dapat dikategorikan sebagai subjek dari
hukum ekonomi internasional yang bersifat publik karena kedua negara tersebut telah
melakukan suatu hubungan hukum dan menetapkan suatu perjanjian. Bentuk konkret dari
IK-CEPA ini disebut dengan foreign direct investment. Nantinya perusahaan Korea akan
melakukan investasi di Indonesia. Salah satu bentuk perjanjian yang diterima adalah
rencana membangun pabrik mobil listrik di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Menteri
Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yaitu Luhut B. Pandjaitan yang
mengatakan bahwa dana yang dikeluarkan sangatlah besar yaitu USD 1 miliar atau sekira
Rp. 14 Triliun. Dengan adanya kerjasama ini tentunya akan menguntungkan kedua belah
pihak yang nantinya keuntungan tersebut akan dipakai untuk membangun negara masing-
masing.
Negara berkedudukan subjek hukum ekonomi internasional privat apabila
melakukan hubungan hukum dengan subjek hukum ekonomi privat seperti Korporasi
Multinasional (Rechtspersoon) atau individu natuurlijk persoon. Dalam subjek hukum
privat, dikenal dengan adanya kepribadian hukum atau Legal Personality. Tujuan dari
adanya kepribadian hukum adalah untuk mencapai adanya keabsahan hukum yang
dijadikan sebagai subjek serta satuan dalam pelaksanaan hubungan internasional.47
Multinational Corporations atau disingkat MNC digolongkan sebagai legal person yang
kedudukannya setara dengan warga negara di mana MNCs didirikan. Oleh karena itu,
hanya negaralah yang berwenang dalam pengaturan kegiatan MNCs. WF. Shoell (1933)
mengatakan bahwa MNCs merupakan suatu perusahaan yang berbasis Negara
mempersilahkan MNC agar dapat memberikan pengaruh seperti pembangunan ekonomi
suatu negara dengan adanya dana investasi, menciptakan lapangan pekerjaan,
menyediakan pendidikan, dan lainnya. Jadi dalam kasus ini, Indonesia bertindak sebagai
negosiator dengan Korea agar korea pun dapat melaksanakan lobi dengan perusahaan di
negaranya untuk menanamkan modal perseroan ke Indonesia yang nantinya perusahaan
tersebut akan melaksanakan perjanjiannya dengan perusahaan di Indonesia secara
47
T.May Rudy, Hukum Internasional 2, Bandung : Refika Aditama, 2009. hal.98.
business to business (Dalam kasus yang diangkat adalah Hyundai dan Sinarmas melalui
anak perusahaannya PT. Puradelta Lestari). Dengan model seperti ini, kedua negara dan
juga perusahaan yang terikat mendapatkan keuntungan
48
Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, Raja Grafindo Persada : Jakarta, 2009, hlm. 3
49
Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Cet. Pertama, Bina Cipta : Bandung, 1982, hlm.
38.
kecil apabila dibandingkan dengan anggaran pemerintah. Sebagai contoh
Negara Amerika Serikat pada tahun 1983 hanya mengeluarkan 2% dari
total pengeluaran pemerintah yang dialokasikan untuk tujuan kepentingan
administrasi umum, legislatif, dan aktivitas yudisial.
2. Pemerintah memiliki peran sebagai regulator atau pengatur perekonomian
masyarakat di suatu negara. Pemerintah dapat memberikan aturan-aturan yang
diperlukan untuk kebutuhan aktivitas bisnis seperti diantaranya perlindungan
tenaga kerja, konsumen, dan lingkungan. Dalam kasus ini pemerintah membuat
regulasi tentang masuknya investasi asing dan mengatur bagaimana perusahaan
Indonesia dapat membuat perdagangan dengan perusahaan Korea. Contohnya
adalah pembelian lahan industri oleh Hyundai kepada PT. Puradelta Lestari dan
juga pembelian bahan baku produksi Hyundai kepada beberapa perusahaan
lainnya.
3. Pemerintah memiliki peran sebagai produsen. Maksudnya adalah dalam hal
perekonomian pemerintah tidak hanya menyediakan infrastruktur dan barang/jasa
melainkan juga private goods. Barang atau jasa yang diproduksi oleh
pemerintah ini ada yang dilakukan oleh negara saja dan juga ada yang
dilakukan bersama pihak swasta. Contoh dari hasil produksi tersebut
diantaranya adalah penyediaan jasa pos, telekomunikasi, transportasi, dan lain-
lain.
4. Pemerintah berperan sebagai komunitas dalam perekonomian. Maksudnya adalah
pemerintah berperan sebagai konsumen yang signifikan mempengaruhi jalannya
perekonomian masyarakat. Contohnya adalah Amerika Serikat yang melakukan
pembelian barang dan juga jasa mencapai 1/5 dari total produksi dari negara
tersebut.
5. Pemerintah berperan aktif dalam melakukan redistribusi pendapatan yang ada di
dalam masyarakat. Salah satunya adalah public assistance atau bantuan publik
dalam bentuk uang tunai atau asuransi sosial.
Pada kasus yang ada dalam kajian kami yaitu mengenai kasus Indonesia-Korea
Comprehensive Economic Partnership Agreement, dapat kami jabarkan mengenai peran yang
dilakukan negara atau pemerintah dalam kasus ini. Dalam kasus ini negara Indonesia berhasil
dalam melakukan jalinan hubungan diplomatik dengan Korea pada tahun 1973. Hal ini tentu
membuktikan bahwa Indonesia (negara) telah menjalankan salah satu perannya sebagai subjek
hukum ekonomi. Tujuan dari adanya perjanjian ini adalah mencapai adanya keuntungan dari
belah pihak baik Indonesia maupun Korea. Perusahaan Korea memajukan industri kehutanan
yang ada Indonesia. Dampaknya adalah tentu petani maupun pekerja kehutanan di Indonesia
dapat terbantu dengan adanya kontribusi dari perusahaan korea. Tidak hanya itu, Korea juga
berinvestasi pada industri bumbu, garmen, kimia serta farmasi yang ada di Indonesia.
Keuntungan juga didapat oleh Indonesia karena pihak perusahaan Korea membuka pabrik
Hyundai di Indonesia. Hyundai sendiri merupakan perusahaan yang memproduksi kendaraan
yang berasal dari Korea. Dengan adanya pabrik Hyundai, maka akan membuka lapangan
pekerjaan yang baru guna mengurangi tingkat pengangguran yang ada di Indonesia. Tidak
terbatas pada pengurangan pengangguran saja, tetapi dampak dari investasi korea adalah transfer
teknologi yaitu dimana Indonesia akan mendapatkan ilmu dan teknologi yang dikembangkan
oleh Perusahaan Hyundai yang akan sangat bermanfaat untuk Indonesia agar bisa membuat dan
mengembangkan teknologi mobil listrik dan mobil berbahan bakar sendiri. Selain transfer
teknologi, Indonesia juga diuntungkan dengan adanya pabrik Hyundai karena bahan baku dari
pembuatan mobil ini akan menyerap bahan baku dasar yang diproduksi di Indonesia seperti besi,
alumunium dan lain lain yang akan membantu perusahaan lain menjalankan roda perekonomian.
Selain itu, Indonesia juga memberikan akses pasar untuk bahan baku industri yang memfasilitasi
investasi Korea Selatan. Dengan adanya perjanjian kerjasama antara kedua negara ini, maka
kedua negara akan mendapatkan keuntungannya masing-masing. Keuntungan-keuntungan
tersebut tentunya akan dipakai untuk membeli kebutuhan negara dengan tujuan untuk
mensejahterakan kehidupan masyarakat di negaranya. Hasil dari keuntungan tersebut akan
dipakai untuk produksi barang/jasa agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Selain itu
pemerintah juga menyediakan infrastruktur guna mempermudah aktivitas masyarakat. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa baik Indonesia maupun Korea telah melaksanakan peran dan fungsinya
sebagai subjek hukum ekonomi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pengertian ‘ekonomi’ dapat dipahami sebagai upaya pemenuhan kebutuhan manusia
yang tidak terbatas dengan sumber daya yang terbatas. Maka, ekonomi akan membicarakan
bagaimana pemenuhan hak-hak dasar dapat terpenuhi. Dalam hal subjek hukum ekonomi, negara
memiliki instrumen hak dan kewajiban memiliki fungsi untuk melakukan pemenuhan dan
perlindungan terhadap warga negaranya. Oleh karena fungsi tersebut, negara dapat menjadi
sebuah entitas yang diakui sebagai sebuah ‘subjek hukum’. Hal ini dikarenakan negara memiliki
hak dan kewajiban sebagaimana apa yang dimaksud dengan subjek hukum itu sendiri.
Dalam sudut pandang negara sebagai subjek hukum nasional, negara yang berbentuk
badan hukum merupakan sebuah entitas yang memiliki peran dalam menyusun kebijakan,
misalnya dalam pengaturan fiskal dan moneter. Bentuk ini, dapat dipahami bahwa negara
sebagai subjek hukum nasional yang berbentuk badan hukum memiliki kewenangan untuk
melaksanakan fungsi kesejahteraan, dan melindungi segenap hajat hidup rakyatnya. Dalam
pemenuhan hak yang dimilikinya secara nasional, negara berhak untuk menerima pemasukan
pajak dan pemasukan-pemasukan lainnya dari rakyatnya, sebagai salah satu instrumen
perekonomian.
Dalam aspek internasional, negara sebagai subjek hukum memiliki ciri yang dapat
dipahami dari kecakapannya untuk bertindak sebagai ‘negara’. Negara melalui perwakilannya
berhak menyelenggarakan perjanjian baik bilateral maupun multilateral dengan negara-negara
lain di luar kedaulatan negara itu sendiri. Selebihnya, negara berhak dan berkewajiban pula
menjaga ketertiban berdasarkan kesepakatan-kesepakatan internasional yang berlaku. Hal ini
tentunya mengindikasikan bahwasanya negara dapat dikatakan pula sebagai subjek hukum
internasional.
5.2 Saran
Berdasarkan analisis dan paparan kami diatas, teranglah bagaimana peran negara sebagai
subjek hukum ekonomi berdasarkan teori, doktrin dan pemahaman multidisipliner diatas. Maka
peran negara sebagai subjek hukum sangat vital dalam pembangunan ekonomi, oleh karena itu
perlu adanya upaya lanjutan dalam hal ini peran negara dalam perannya yang penting dalam
memajukan kemakmuran masyarakat sebagai tujuan dari hukum ekonomi pembangunan dan
juga hukum ekonomi sosial. Namun hasil kajian dari makalah kami masih jauh dari kata
sempurna, diperlukannya studi lanjutan mengenai negara sebagai subjek hukum ekonomi seiring
dengan perkembangan ilmu hukum dan juga ilmu ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Buku
Asif Qureshi, International Economic Law, London: Sweet and Maxwell, 1999.
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka.
E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Jakarta: Penerbit Universitas, 1965
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Russel and Russel, New York, 1973, hlm. 195
Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional, Bandung: Penerbit Buku-Buku Ilmu Hukum, 2015,
Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional, Bandung: Keni Media, 2015.
J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Jakarta: Sinar Grafika, 2004.
Jimly Ashiddiqie, Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, 2016,
Jakarta : Sinar Grafika.
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 1993.
Titik Triwulan, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2008.
Zaeni Asyhadie, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
Artikel / Jurnal
Berita
Peraturan