Anda di halaman 1dari 1

PENGURUS CABANG

PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA


( Branch Board Of Indonesian Moslem Student Movement )
INDRAMAYU
Alamat: JL. Ir. H. djuanda KM.03 Blok Ketapang RT. 009, RW. 003 Singajaya – Indramayu
Email : pcpmiiindramayu2019@gmail.com CP : 081289498139

REALEASE AKSI PC PMII INDRAMAYU


Omnibus Law RUU Cipta kerja resmi disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR RI
Senin, 5 Oktober 2020. Setelah sebelumnya rencana rapat paripurna akan dilaksanakan pada tanggal 8
Oktober 2020. Namun karena alasan banyaknya anggota dewan yang terpapar Covid-19 sehingga rapat di
majukan.

Merespon hal ini, Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Indramayu
menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang sudah disahkan oleh DPR-RI.

Penolakan tersebut karena dianggap : Pertama, RUU Cipta Kerja memperparah ketimpangan penguasaan
tanah dan konflik agraria dengan menghilangkan pembatasan luas maksimum penguasaan tanah bagi
perusahaan perkebunan, industri kehutanan, dan pertambangan. Menurut data pemerintah ada 20 ribu
lebih kampung dan desa yang masih tumpang tindih dengan klaim kawasan hutan. Bukannya mencari
solusi penyelesaian konflik lahan yang tumpang tindih, RUU ini justru memperparah. Kedua, RUU ini
mempermudah perampasan dan penggusuran atas nama pembangunan infrastruktur dan bisnis, misalnya
untuk kepentingan tambang, pariwisata dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pengadaan tanah
kedepannya tidak akan lagi memperhitungkan situasi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat yang
terdampak pembangunan. AMDAL pun nggak lagi harus dipenuhi. Ini bisa terjadi eksploitasi besar-besaran
terhadap alam. Ketiga, Memperparah Kriminalisasi dan Diskriminasi Terhadap Petani dan Masyarakat Adat
Petani, nelayan dan masyarakat adat sering diancam, didiskriminasi dan ditangkap secara sepihak dengan
beragam tuduhan pidana, biasanya memakai UU No. 41/1999 tentang Kehutanan dan UU No.18/2013
tentang Pencegahan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H) . Ironisnya, RUU ini justru semakin
memperkuat dua undang-undang tersebut sehingga makin mengintimidasi petani, nelayan dan masyarakat
adat. Keempat, Pemerintah mengubah dan menghapus sejumlah pasal terkait ketentuan Perjanjian Kerja
untuk Waktu Tertentu (PKWT) melalui UU Ciptaker. Salah satu poin yang menuai kontroversi adalah
pemerintah menghilangkan batasan maksimal karyawan kontrak selama 3 tahun dalam UU Ciptaker.
Sebelumnya, pada Pasal 59 poin 1 UU Ketenagakerjaan disebutkan jika PKWT hanya dibuat untuk
pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3
tahun. Kelima, UU Ciptaker menghapus upah berdasarkan provinsi atau kota/kabupaten (UMK) dan upah
minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kota/kabupaten yang tertera dalam Pasal 89 UU
Ketenagakerjaan. Sebagai gantinya, UU Ciptaker menyatakan jika gubernur dapat menetapkan upah
minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu yang tertera dalam pasal selipan 88C UU Ciptaker.

Maka kita menuntut :


1. Batalkan RUU Cipta Kerja, karena hanya akan lebih menyengsarakan masyarakat Indonesia, terutama
buruh dan petani.
2. Menuntut presiden untuk menerbitkan PERPPU terkait RUU Cipta Kerja
3. Jalankan reforma agraria sejati.

Dzikir, Fikir, Amal Sholeh

Anda mungkin juga menyukai