Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS NERACA BAHAN MAKANAN DAN POLA PANGAN

HARAPAN DI KABUPATEN NUNUKAN

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas matakuliah
Ekonomi Pangan
Yang dibina oleh Ibu Ir. Astutik Pudjirahaju, M.Si

Oleh
Isnaini Mufidatul Ulum
P17111183070

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN GIZI
SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA
Oktober 2020
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara agraris mengalami masalah ketahanan
pangan, yang hal itu terkait dengan masalah pembangunan pedesaan dan
sektor pertanian. Pada titik inilah dijumpai realitas bahwa kelembagaan di
pedesaan setidaknya dipangku oleh tiga pilar, yaitu kelembagaan penguasaan
tanah, kelembagaan hubungan kerja, dan kelembagaan perkreditan. Tanah
atau lahan masih merupakan aset terpenting bagi penduduk pedesaan untuk
menggerakkan kegiatan produksi (Jokolelono, 2011).
Pangan merupakan kebutuhan manusia yang sangat esensial, sehingga
kebutuhan akan pangan untuk seluruh penduduk harus sesuai dengan
persayaratan gizi. Masalah terbesar di era saat ini dan akan datang adalah
ketersediaan yang kontinyu. Untuk menjawab hal tersebut dibutuhkan
informasi yang lengkap tentang situasi atau gambaran ketersediaan pangan
disuatu wilayah. Maka perlu dilakukan penghitungan analisis neraca bahan
makanan.
Pemenuhan kebutuhan pangan seyogyanya tidak hanya ditekankan pada
aspek kuantitas, tetapi juga memperhatikan kualitasnya, termasuk keragaman
pangan dan keseimbangan gizi. Konsumsi pangan yang beragam sangat
penting karena tubuh memerlukan 45 jenis zat gizi yang dapat diperoleh dari
berbagai jenis makanan dan minuman. Sampai saat ini belum ada satu jenis
pangan yang dapat memenuhi semua kebutuhan zat gizi tersebut.
Skor Pola Pangan Harapan (PPH) merupakan instrumen sederhana
untuk menilai situasi konsumsi pangan penduduk baik jumlah maupun
komposisi pangan menurut jenis pangan yang dinyatakan dalam skor PPH.
Skor ini merupakan indikator mutu gizi dan keragaman konsumsi pangan.
Data Statistik Ketahanan Pangan 2014 menggambarkan bahwa pola
konsumsi masyarakat Indonesia masih belum beragam (Ngaisyah, 2017).
B. Isi
Ketersediaan Kalori, Protein dan Lemak
Berdasarkan hasil Widya Karya Pangan dan Gizi (WKPG) ke VIII Tahun
2004 direkomendasikan ketetapan angka kecukupan energi (AKE) pada
tingkat penyediaan energi dan protein yaitu masing-masing 2.200 kkal dan 57
gram per hari. Sedangkan angka kecukupan konsumsi lemak dianjurkan
sebanyak 25 persen dari energi. Angka kecukupan lemak ini merujuk pada
Widya Karya Pangan dan Gizi Nasional VI Tahun 1998. Angka kecukupan
lemak ini jarang dibahas dalam penelitian ilmiah mengenai tingkat konsumsi
maupun ketahanan pangan. Pada tabel angka kecukupan gizi tahun 2004
hasil WNPG VIII, tidak disebutkan standar kecukupan lemak untuk dikonsumsi
per kapita per hari.
Ketersediaan bahan makanan untuk dikonsumsi per kapita per hari oleh
penduduk Kabupaten Nunukan Tahun 2013 telah melampaui standar
ketersediaan minimum tingkat nasional. Dengan tingkat ketersediaan energi
per kapita sebesar 2.294,94 kkal per hari, protein sebesar 73,50 gram per
hari, dan lemak sebesar 54,62 gram per hari, Kabupaten Nunukan dapat
dikatakan telah mampu memenuhi ketersediaan bahan makanan untuk
dikonsumsi penduduknya. Hanya saja kondisi geografis daerah-daerah di
Kabupaten Nunukan yang tersebar dapat menghambat distribusi pangan yang
tersedia. Sehingga tidak jarang terdapat ketimpangan dan kesulitan yang
dialami penduduk Nunukan untuk memenuhi kebutuhan pangan terutama bagi
daerah-daerah yang jauh/pedalaman.
Tabel 1 di bawah ini menyajikan data ketersediaan jumlah energi, protein
dan lemak per kapita di Kabupaten Nunukan tahun 2012-2013. Dari tabel
tersebut diketahui bahwa secara umum ketersediaan energi, protein, maupun
lemak mengalami peningkatan dari tahun 2012 ke tahun 2013. Meskipun
demikian, tidak semua bahan makanan juga mengalami peningkatan
ketersediaan, terdapat ketersediaan energi kelompok bahan makanan yang
mengalami penurunan seperti buah-buahan, dimana pada tahun 2012
ketersediaan energinya sebesar 121,97 kkal/hari, namun pada tahun 2013
mengalami penurunan menjadi 115,83 kkal/hari.
Tabel 1. Ketersediaan Jumlah Energi, Protein, dan Lemak per Kapita
Kabupaten Nunukan Tahun 2012-2013

Ketersediaan Kalori/ Energi


Ketersediaan kalori yang dikonsumsi oleh penduduk 2.294,94
kkal/kap/hari. Sumber energi terbesar diperoleh dari bahan makanan
kelompok padi-padian sebesar 56% (1.291,58 kkal). Selain itu makanan
berpati menyumbang ketersediaan sebesar 6% (143,18 kkal). Serta minyak
dan lemak menyumbang kalori sebesar 10% (233,10 kkal).
Dilihat dari sumbernya makanan nabati mendominasi penyediaan energi
per kapita di Kabupaten Nunukan Tahun 2013. Sumber energi nabati
menyumbang 88,58% dari total sumber energi yang tersedia. Sedangkan
sumber energi hewani menyumbang 11,4 % penyediaan energi dalam bahan
makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat Kabupaten Nunukan.
Tabel 2. Ketersediaan Energi per apita per Hari menurut Sumbernya di
Kabupaten Nunukan Tahun 2013

Grafik 1. Presentase Ketersediaan Kalori per Kapita per Hari Tahun 2013

Ikan yang merupakan bagian dari kategori hewani memberikan kontribusi


sebesar 138,80 kkal/kapita/hari atau sekitar 6%. Selain itu sumbangan 5%
lainnya diberikan oleh kelompok buah-buahan (115,83 kkal), gula (107,34
kkal), buah/biji berminyak (108,59 kkal). Sedangkan kelompok bahan
makanan lain yang memberi kontribusi dibawah 5 yaitu kelompok sayur-
sayuran, daging, telur dan susu.
Secara umum jika dibandingkan dengan tahun 2012 ketersedian kalori
yang dikonsumsi per kapita per hari menunjukkan peningkatan. Namun ada
beberapa kelompok makanan yang mengalami penurunan seperti pada
kelompok padi-padian turun dari 1300,13 kkal menjadi 1291,58 kkal. Selain itu
kelompok gula, buah/biji berminyak, buah-buahan, sayur-sayuran, telur,
minyak dan lemak juga mengalami penurunan apabila dibandingkan tahun
2012. Sedangkan kelompok bahan makanan yang mengalami kenaikan di
adalah kelompok makanan berpati, daging, ikan dan susu.

Grafik 2. Perbandingan Kalori yang Dikonsumsi per Kapita per Hari

Ketersediaan Protein
Ketersediaan protein per kapita per hari pada tahun 2013 sebesar 73,50
gram. Ketersediaan ini berasal dari konstribusi sumber pangan nabati
sebanyak 40,41 gram dan dari sumber hewani sebesar 73,50 gram/hari.
Secara umum dibanding dengantahun 2012, ketersedian protein ini meningkat
terutama pada sumber protein hewani. Hal ini didukung oleh semakin
banyaknya ketersediaan protein hewani baik dari kelompok ikan maupun dari
kelompok daging.

Tabel 3. Ketersediaan Protein per Kapita per Hari menurut Sumbernya di


Kabupaten Nunukan Tahun 2013
Persentase sumber protein hewani dan nabati hampir berimbang, namun
protein nabati masih sedikit lebih unggul. Protein nabati memberikan
konstribusi sebesar 57,69% bagi ketersediaan protein dalam bahan makanan.
Sedangkan protein hewani menyumbang 42,31% dari total sumber
penyediaan protein. Sumber protein nabati paling banyak terdapat di
kelompok padi-padian, sedangkan sumber protein hewani banyak
disediakan oleh kelompok ikan.

Grafik 3. Perbandingan Protein yang Dikonsumsi per Kapita per Hari (gram)
Tahun 2012-2013

Kelompok bahan makanan yang mengalami peningkatan yang cukup


signifikan dalam penyediaan protein adalah kelompok ikan. Pada tahun 2012
sumbangan protein pada kelompok ini 22,53 gram/hari, di tahun 2013
meningkat menjadi 24,75 gram/hari . Sementara itu jumlah penyediaan protein
dari padi-padian menurun dari 31,94 gram di tahun 2012 ke 31,73 gram di
tahun 2013.
Sementara itu, kelompok bahan makanan yang memberi sumbangan
dalam penyediaan bahan makanan berprotein terbesar adalah kelompok padi-
padian sebesar 31,73 gram/hari atau sebesar 43%. Kemudian kelompok
bahan makanan ikan memberikan konstribusi sebesar 24,75 gram/hari atau
34%. Kelompok bahan makanan daging dan buah/biji berminyak memiliki
konstribusi masing-masing yaitu 6,36 gram/hari (9%) dan 4,17 gram/hari (6%).
Grafik 4. Presentase Ketersediaan Protein per Kapita per Hari Tahun 2013

Ketersediaan Lemak
Ketersediaan lemak Tahun 2013 sebesar 54,62 gram/kapita/hari, yang
bersumber dari bahan pangan nabati sebesar 41,80 gram/kap/hari dan
hewani sebesar 12,83 gram/kap/hari. Penyedian sumber lemak nabati
mendominasi sebesar 76,52% dari total penyediaan lemak. Sedangkan
sumber lemak hewani menyumbang 23,48%.

Tabel 4. Ketersediaan Lemak per Kapita per Hari menurut Sumbernya di


Kabupaten Nunukan Tahun 2013

Sumber lemak nabati banyak didapakan dari kelompok minyak dan


lemak, padi-padian, dan buah/biji berminyak. Sedangkan sumber lemak
hewani banyak diperoleh dari kelompok daging, ikan dan telur. Tingginya
produksi ikan dan daging di tahun 2013 juga memberikan andil yang cukup
signifikan terhadap peningkatan nilai ketersediaan lemak.

Grafik 5. Perbandingan Lemak yang Dikonsumsi per Kapita per Hari di


Kabupaten Nunukan Tahun 2012-2013 (gram)

Secara umum ketersediaan lemak ini menunjukkan angka kenaikan jika


dibandingkan dengan tahun 2012. Namun untuk komoditi seperti padi-padian,
makanan berpati, sayuran, dan telur justru mengalami penurunan. Sedangkan
kelompok buah/biji berminyak, daging, susu dan minyak dan lemak
mengalami kenaikan.

Grafik 6. Presentase Ketersediaan Lemak per Kapita per Hari Tahun 2013

Kelompok minyak dan lemak menyumbang ketersediaan lemak terbesar


26,13 gram/kap/hari atau 48%. Kemudian buah/biji berminyak termasuk
kelompok bahan makanan nabati memberi konstribusi yaitu 9,1 gram/kap/hari
atau 17%. Sedangkan daging dan padi-padian memberikan ketersediaan
lemak sebesar 7,61 gram/kap/hari atau 14% dan 5,05 gram/kap/hari atau 9%.
Sedangkan kelompok lainnya memberikan konstribusi 7% ke bawah yaitu
ikan, telur, sayur, buah-buahan, makanan berpati, gula dan susu.

Pola Pangan Harapan (PPH)


Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Kabupaten Nunukan pada tahun 2013
mencapai 94,9 persen. Berdasarkan data Neraca Bahan Makanan bahwa
ketersediaan energi Kabupaten Nunukan pada tahun 2013 adalah sebesar
2.294,94 kkal per kapita per hari. Hal ini menggambarkan bahwa walaupun
ketersediaan pangan Kabupaten Nunukan telah mencukupi standar
ketersediaan nasional yaitu 2.200 kkal per kapita per hari, tetapi komposisi
masing-masing kelompok pangan masih harus diperhatikan, karena
ketersediaan bahan pangan masih belum sepenuhnya merata.

Grafik 7. Skor Pola Pangan Harapan Tingkat Ketersediaan Kabupaten


Nunukan Tahun 2011-2013

Pada Tahun 2013 skor Pola Pangan Harapan pada tingkat ketersediaan
Kabupaten Nunukan meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Peningkatan ini mengindikasikan bahwa disamping ketersedian bahan
makanan sudah meningkat, distribusi dan keragaman dari masing- masing
kelompok bahan makanan juga ikut naik. Pada Tahun 2012 skor pola pangan
harapan Kabupaten Nunukan sebesar 92,7%, pada tahun 2013 menjadi
94,9% atau naik sebesar 2,2%. Walaupun skor pola pangan harapan tingkat
ketersedian pada tahun 2013 menunjukkan peningkatan namun skornya
masih belum mencapai nilai 100 atau dengan kata lain masih belum
memenuhi standar ketersedian dan komposisi bahan makanan yang ideal
sesuai dengan ketetapan dari pemerintah.

Tabel 5. Pola Pangan Harapan Tingkat Ketersediaan Kabupaten Nunukan


Tahun 2013

Kolom (6) pada tabel 5 adalah bobot, perkalian antara bobot dengan
persentase kalori kolom (4) menghasilkan skor aktual kolom (7). Skor aktual
ini menunjukkan persentase ketersediaan masing-masing kelompok pangan
terhadap total ketersediaan kalori dalam kabupaten. Skor yang digunakan
dalam penghitungan skor PPH adalah skor AKE kolom (8). Skor AKE didapat
dengan mengalikan bobot dengan persentase AKE kolom (5). Skor AKE
menunjukkan persentase ketersediaan masing-masing kelompok pangan
terhadap standar ketersediaan minimum 2.200 kkal.kapita//hari. Skor AKE ini
selanjutnya dibandingkan dengan skor maksimum menurut PPH Nasional
kolom (9). Perlu diperhatikan bahwa apabila skor AKE dari suatu kelompok
pangan lebih besar daripada skor maksimum, maka skor PPH yang
digunakan adalah skor maksimum. Sebaliknya apabila skor AKE lebih kecil
dari pada skor maksimum, maka skor PPH yang digunakan adalah skor AKE.
Dengan melihat perbandingan skor AKE Kabupaten Nunukan 2013
dengan skor maksimum, dapat diketahui bahwa terdapat beberapa kelompok
pangan yang melebihi skor standar nasional dan ada juga yang belum
memenuhi standar nasional. Pada Tahun 2013 kelompok pangan di
Kabupaten Nunukan yang telah memenuhi standar ketersedian nasional
adalah padi-padian, umbi-umbian, minyak dan lemak, buah/biji berlemak, dan
sayur –sayuran. Sedangkan kelompok pangan yang ketersediaanya masih di
bawah skor nasional yaitu pangan hewani dan kacang-kacangan. Namun
demikian kelompok pangan hewani nilainya sudah mendekati nilai yang
diharapkan sementara kelompok kacang-kacangan masih separuh dari nilai
standar nasional. Dari skor PPH Kabupaten Nunukan 2013, dapat disimpulkan
bahwa ketersediaan pangan per kapita masih belum merata komposisinya.
Terdapat 2 kelompok pangan yang memiliki skor yang lebih rendah daripada
skor ideal yang dianjurkan. Kelompok pangan hewani tersedia 23,8% dari
24% ketersediaan pangan hewani yang dianjurkan. Kelompok hewani ini
terdiri dari daging, ikan, telur dan susu. Diketahui bahwa ketersediaan susu,
telur ayam, daging sapi, kambing dan ayam masih mengandalkan produk
impor dari luar wilayah Nunukan. Selain itu distribusi pangan hewani seperti
daging yang sudah mulai merata juga memicu perbaikan skor pada komposisi
pangan hewani. Ketersedian daging sapi segar sudah mulai banyak tersedia
di pasar-pasar tradisional.
Selain pangan hewani, kelompok kacang-kacangan juga memiliki skor
yang lebih rendah dari skor nasional. Ketersediaan kelompok pangan kacang-
kacangan hanya sebesar 5,1% dari 10% yang dianjurkan. Hal ni menunjukkan
ketersediaan bahan makanan tersebut belum cukup dan belum merata.
Bahan makanan ini sebagian besar didatangkan dari luar wilayah Nunukan.
Sehingga untuk ketersediaan kelompok kacang-kacangan seperti kacang
tanah, kedelai dan kacang hijau agar lebih diperhatikan ketersediaan dan
distribusinya. Pemerintah daerah juga harus berupaya untuk meningkatkan
produksi sendiri komoditas kacang-kacangan. Mengingat produksi kelompok
kacang-kacangan ini cenderung rendah dan terus mengalami penurunan
produksi setiap tahunnya.
C. Kesimpulan
1. Ketersediaan energi dan protein dari pangan di Kabupaten Nunukan
lebih tinggi dari standar yang dianjurkan yakni 2.295 kkal/kap/hari
atau 104% dari AKE yang dianjurkan. Sedangkan untuk ketersediaan
protein sebesar 73,5 gram/kap/hari atau 128% dari AKP yang
dianjurkan.
2. Skor PPH Kabupaten Nunukan sebesar 94,9. Nilai tersebut lebih
rendah dari skor PPH ideal yakni 100. Namun untuk Indonesia nilai
skor minimalnya adalah 93 sehingga dapat disimpulkan bahwa
Kabupaten Nunukan telah berhasil dalam upaya diversifikasi
makanan.

D. Saran
Skor PPH Nasional merupakan skor ideal dimana menunjukkan
ketersediaan pangan dalam suatu wilayah telah cukup untuk dikonsumsi
per kapita. Cukup disini diartikan ketersediaan dalam kabupaten tidak
kurang dari yang dianjurkan. Apabila skornya relatif kurang dapat
dijadikan kajian apakah akan menambah jumlah produksi atau lebih
banyak mendatangkan komoditas tertentu dan mengawal agar distribusi
komoditas tersebut dapat berjalan secara lebih merata. Selain itu, apabila
ketersediaan mengalami kelebihan, hal ini dapat menjadi bahan
pertimbangan bagi pembuat kebijakan kebijakan di Kabupaten, apakah
kelebihan tersebut perlu diekspor atau mengurangi pasokan impor.

E. Daftar Pustaka
BPS Kabupaten Nunukan. (2014). Neraca Bahan Makanan Kabupaten
Nunukan.
BPS Kabupaten Nunukan. (2014). Pola Pangan Harapan Kabupaten
Nunukan.
Jokolelono, E. (2011). Pangan dan Ketersediaan Pangan. Media Litbang
Sulteng, 4(2).
Ngaisyah, R. D. (2017). Keterkaitan Pola Pangan Harapan (Pph) dengan
Kejadian Stunting Pada Balita. Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan, 13(1), 71-79.

Anda mungkin juga menyukai