20 STRGZ3B P17111183070
20 STRGZ3B P17111183070
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas matakuliah
Ekonomi Pangan
Yang dibina oleh Ibu Ir. Astutik Pudjirahaju, M.Si
Oleh
Isnaini Mufidatul Ulum
P17111183070
Grafik 1. Presentase Ketersediaan Kalori per Kapita per Hari Tahun 2013
Ketersediaan Protein
Ketersediaan protein per kapita per hari pada tahun 2013 sebesar 73,50
gram. Ketersediaan ini berasal dari konstribusi sumber pangan nabati
sebanyak 40,41 gram dan dari sumber hewani sebesar 73,50 gram/hari.
Secara umum dibanding dengantahun 2012, ketersedian protein ini meningkat
terutama pada sumber protein hewani. Hal ini didukung oleh semakin
banyaknya ketersediaan protein hewani baik dari kelompok ikan maupun dari
kelompok daging.
Grafik 3. Perbandingan Protein yang Dikonsumsi per Kapita per Hari (gram)
Tahun 2012-2013
Ketersediaan Lemak
Ketersediaan lemak Tahun 2013 sebesar 54,62 gram/kapita/hari, yang
bersumber dari bahan pangan nabati sebesar 41,80 gram/kap/hari dan
hewani sebesar 12,83 gram/kap/hari. Penyedian sumber lemak nabati
mendominasi sebesar 76,52% dari total penyediaan lemak. Sedangkan
sumber lemak hewani menyumbang 23,48%.
Grafik 6. Presentase Ketersediaan Lemak per Kapita per Hari Tahun 2013
Pada Tahun 2013 skor Pola Pangan Harapan pada tingkat ketersediaan
Kabupaten Nunukan meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Peningkatan ini mengindikasikan bahwa disamping ketersedian bahan
makanan sudah meningkat, distribusi dan keragaman dari masing- masing
kelompok bahan makanan juga ikut naik. Pada Tahun 2012 skor pola pangan
harapan Kabupaten Nunukan sebesar 92,7%, pada tahun 2013 menjadi
94,9% atau naik sebesar 2,2%. Walaupun skor pola pangan harapan tingkat
ketersedian pada tahun 2013 menunjukkan peningkatan namun skornya
masih belum mencapai nilai 100 atau dengan kata lain masih belum
memenuhi standar ketersedian dan komposisi bahan makanan yang ideal
sesuai dengan ketetapan dari pemerintah.
Kolom (6) pada tabel 5 adalah bobot, perkalian antara bobot dengan
persentase kalori kolom (4) menghasilkan skor aktual kolom (7). Skor aktual
ini menunjukkan persentase ketersediaan masing-masing kelompok pangan
terhadap total ketersediaan kalori dalam kabupaten. Skor yang digunakan
dalam penghitungan skor PPH adalah skor AKE kolom (8). Skor AKE didapat
dengan mengalikan bobot dengan persentase AKE kolom (5). Skor AKE
menunjukkan persentase ketersediaan masing-masing kelompok pangan
terhadap standar ketersediaan minimum 2.200 kkal.kapita//hari. Skor AKE ini
selanjutnya dibandingkan dengan skor maksimum menurut PPH Nasional
kolom (9). Perlu diperhatikan bahwa apabila skor AKE dari suatu kelompok
pangan lebih besar daripada skor maksimum, maka skor PPH yang
digunakan adalah skor maksimum. Sebaliknya apabila skor AKE lebih kecil
dari pada skor maksimum, maka skor PPH yang digunakan adalah skor AKE.
Dengan melihat perbandingan skor AKE Kabupaten Nunukan 2013
dengan skor maksimum, dapat diketahui bahwa terdapat beberapa kelompok
pangan yang melebihi skor standar nasional dan ada juga yang belum
memenuhi standar nasional. Pada Tahun 2013 kelompok pangan di
Kabupaten Nunukan yang telah memenuhi standar ketersedian nasional
adalah padi-padian, umbi-umbian, minyak dan lemak, buah/biji berlemak, dan
sayur –sayuran. Sedangkan kelompok pangan yang ketersediaanya masih di
bawah skor nasional yaitu pangan hewani dan kacang-kacangan. Namun
demikian kelompok pangan hewani nilainya sudah mendekati nilai yang
diharapkan sementara kelompok kacang-kacangan masih separuh dari nilai
standar nasional. Dari skor PPH Kabupaten Nunukan 2013, dapat disimpulkan
bahwa ketersediaan pangan per kapita masih belum merata komposisinya.
Terdapat 2 kelompok pangan yang memiliki skor yang lebih rendah daripada
skor ideal yang dianjurkan. Kelompok pangan hewani tersedia 23,8% dari
24% ketersediaan pangan hewani yang dianjurkan. Kelompok hewani ini
terdiri dari daging, ikan, telur dan susu. Diketahui bahwa ketersediaan susu,
telur ayam, daging sapi, kambing dan ayam masih mengandalkan produk
impor dari luar wilayah Nunukan. Selain itu distribusi pangan hewani seperti
daging yang sudah mulai merata juga memicu perbaikan skor pada komposisi
pangan hewani. Ketersedian daging sapi segar sudah mulai banyak tersedia
di pasar-pasar tradisional.
Selain pangan hewani, kelompok kacang-kacangan juga memiliki skor
yang lebih rendah dari skor nasional. Ketersediaan kelompok pangan kacang-
kacangan hanya sebesar 5,1% dari 10% yang dianjurkan. Hal ni menunjukkan
ketersediaan bahan makanan tersebut belum cukup dan belum merata.
Bahan makanan ini sebagian besar didatangkan dari luar wilayah Nunukan.
Sehingga untuk ketersediaan kelompok kacang-kacangan seperti kacang
tanah, kedelai dan kacang hijau agar lebih diperhatikan ketersediaan dan
distribusinya. Pemerintah daerah juga harus berupaya untuk meningkatkan
produksi sendiri komoditas kacang-kacangan. Mengingat produksi kelompok
kacang-kacangan ini cenderung rendah dan terus mengalami penurunan
produksi setiap tahunnya.
C. Kesimpulan
1. Ketersediaan energi dan protein dari pangan di Kabupaten Nunukan
lebih tinggi dari standar yang dianjurkan yakni 2.295 kkal/kap/hari
atau 104% dari AKE yang dianjurkan. Sedangkan untuk ketersediaan
protein sebesar 73,5 gram/kap/hari atau 128% dari AKP yang
dianjurkan.
2. Skor PPH Kabupaten Nunukan sebesar 94,9. Nilai tersebut lebih
rendah dari skor PPH ideal yakni 100. Namun untuk Indonesia nilai
skor minimalnya adalah 93 sehingga dapat disimpulkan bahwa
Kabupaten Nunukan telah berhasil dalam upaya diversifikasi
makanan.
D. Saran
Skor PPH Nasional merupakan skor ideal dimana menunjukkan
ketersediaan pangan dalam suatu wilayah telah cukup untuk dikonsumsi
per kapita. Cukup disini diartikan ketersediaan dalam kabupaten tidak
kurang dari yang dianjurkan. Apabila skornya relatif kurang dapat
dijadikan kajian apakah akan menambah jumlah produksi atau lebih
banyak mendatangkan komoditas tertentu dan mengawal agar distribusi
komoditas tersebut dapat berjalan secara lebih merata. Selain itu, apabila
ketersediaan mengalami kelebihan, hal ini dapat menjadi bahan
pertimbangan bagi pembuat kebijakan kebijakan di Kabupaten, apakah
kelebihan tersebut perlu diekspor atau mengurangi pasokan impor.
E. Daftar Pustaka
BPS Kabupaten Nunukan. (2014). Neraca Bahan Makanan Kabupaten
Nunukan.
BPS Kabupaten Nunukan. (2014). Pola Pangan Harapan Kabupaten
Nunukan.
Jokolelono, E. (2011). Pangan dan Ketersediaan Pangan. Media Litbang
Sulteng, 4(2).
Ngaisyah, R. D. (2017). Keterkaitan Pola Pangan Harapan (Pph) dengan
Kejadian Stunting Pada Balita. Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan, 13(1), 71-79.