Suatu ketika, pada masa setelah perang al-Muraisi, ada kisah menarik,
suatu kisah yang menceritakan tentang adanya fitnah yang menerpa
ibunda kita, Aisyah ra. Sebagian sahabat pasti sudah pernah
mendengarnya.
Singkat cerita, disinilah awal mula fitnah itu muncul. Melalui mulut
munafikin Abdullah bin Ubay bin Salul desas desus itu mulai segar di
sebarkan.
“Apa yang dilakukan oleh perempuan muda, istri dari seorang lelaki tua,
bersama dengan seorang pemuda yang lebih tampan dari suaminya”.
Seperti itulah wujud fitnah yang mulai disebar luaskan oleh para
munafikin sehingga membuat kabar simpang siur itu makin gencar
mewabah di kota madinah.
Jadi, coba kita ingat–ingat lagi ketika kita sedang berprasangka buruk
terhadap orang lain.
misal, ah si A bisa cepat kaya kerja di instansi itu, paling – paling juga
karena korupsi, kan itu instansi basah. Atau kita sebut si B, ah dia sudah
tinggal di kota besar itu, pasti dia sudah melakukan keburukan ini dan
itu.
Abu Ayyub: Wahai Ummu Ayyub, kalau engkau menjadi Aisyah, kira –
kira peristiwa tersebut terjadi atau tidak?
Ummu Ayyub: nah, kalau begitu Shafwan lebih tidak mungkin lagi,
karena Shafwan lebih baik daripada km.
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah
ia berkata yang baik atau diam.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim
dari shahabat Abu Hurairah).