Anda di halaman 1dari 3

Nama : Abdul Hakim Al Baihaqy

Kelas : MIPA X A-1


Tema : Berprasangka Baik Terhadap Sesama Manusia

Kisah Ibunda Aisyah RA

Suatu ketika, pada masa setelah perang al-Muraisi, ada kisah menarik,
suatu kisah yang menceritakan tentang adanya fitnah yang menerpa
ibunda kita, Aisyah ra. Sebagian sahabat pasti sudah pernah
mendengarnya.

Ya, kisah ketika istri Rasulullah SAW, Aisyah ra harus tertinggal


dengan para rombongan safar dalam perjalanan pulang kembali ke
Madinah. Kemudian, seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wassalam yang bernama Shafwan bin al-Mu’aththal as-Sulami, yang
kebetulan menjadi peronda pasukan bagian belakang, menemukan
tertinggalnya Aisyah ra dari rombongan.

Shafwan pun lalu menolong Aisyah ra dengan menunggangkanya ke


untanya lalu menuntunkan unta tersebut hingga mereka dapat menyusul
rombongan pasukan yang sedang singgah di sebuah tempat bernama
Nahruzh Zhahirah.

Singkat cerita, disinilah awal mula fitnah itu muncul. Melalui mulut
munafikin Abdullah bin Ubay bin Salul desas desus itu mulai segar di
sebarkan.

“Apa yang dilakukan oleh perempuan muda, istri dari seorang lelaki tua,
bersama dengan seorang pemuda yang lebih tampan dari suaminya”.
Seperti itulah wujud fitnah yang mulai disebar luaskan oleh para
munafikin sehingga membuat kabar simpang siur itu makin gencar
mewabah di kota madinah.

Di sinilah Allah menguji keimanan para penduduk madinah. Bagaimana


mereka bersikap terhadap kabar berita tersebut merupakan bagian dari
wujud keimanan mereka itu sendiri. Maka, disinilah Allah memuji
orang–orang yang berprasangka baik terhadap dirinya sendiri. Mengapa
tersebut orang–orang yang berprasangka baik terhadap diri sendiri?

Karena, “Akar dari berprasangka buruk terhadap orang lain adalah


berprasangka buruk terhadap diri sendiri. Dan akar dari berprasangka
baik terhadap orang lain adalah berprasangka baik terhadap diri sendiri.”

Mengapa seseorang berprasangka buruk terhadap orang lain? Kata


Syaikh Musthafa Ash-siba’i, karena dia membayangkan kalau
seandainya dirinya menjadi orang yang disangkai tersebut, maka dia
akan melakukan keburukan itu. Begitu pula sebaliknya bagi mereka
yang berprasangka baik.

Jadi, coba kita ingat–ingat lagi ketika kita sedang berprasangka buruk
terhadap orang lain.

misal, ah si A bisa cepat kaya kerja di instansi itu, paling – paling juga
karena korupsi, kan itu instansi basah. Atau kita sebut si B, ah dia sudah
tinggal di kota besar itu, pasti dia sudah melakukan keburukan ini dan
itu.

Jangan2 ketika kita bisa berburuk sangka seperti itu karena


membayangkan seandainya kita menjadi dia atau berada di posisinya,
kita sudahlah pasti akan melakukan hal tersebut.

Oleh karenanya, dalam peristiwa tadi, Allah memuji keluarga Ayyub.

Abu Ayyub Bertanya kepada Ummu Ayyub begini:

Abu Ayyub: Wahai Ummu Ayyub, kalau engkau menjadi Aisyah, kira –
kira peristiwa tersebut terjadi atau tidak?

Ummu Ayyub: Subhanallah, Ak ini wanita yang memandang Zina


sebagai perbuatan yang sangat keji, sejelek–jelek ak naudzubillah, dalam
hati q sama sekali tidak ada perasaan bahwa zina itu adalah suatu
perbuatan yang baik dan dia adalah jalan yang sangat buruk.
Abu Ayyub: Kalau begitu Aisyah lebih tidak mungkin lagi, karena ia
lebih baik daripada kamu.

Lalu Ummu Ayyub pun membalas kepada Abu Ayyub,

Ummu Ayyub: wahai Abu Ayyub, kalau engkau menjadi Shafwan,


apakah peristiwa itu terjadi atau tidak?

Abu Ayyub: Subhanallah, bagaimana mungkin ak mengkhianati


junjungan q sendiri, “Rasulullah SAW”, dengan menista keluarganya.
Naudzubillahi min dzalik. Tidak mungkin itu terjadi!!

Ummu Ayyub: nah, kalau begitu Shafwan lebih tidak mungkin lagi,
karena Shafwan lebih baik daripada km.

Oleh karenanya, mari mulai sekarang kita jaga prasangka–prasangka


buruk terhadap saudara kita.

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,


sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain. Dan janganlah sebahagian kamu
menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara
kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah
kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12)

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah
ia berkata yang baik atau diam.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim
dari shahabat Abu Hurairah). 

Anda mungkin juga menyukai