Anda di halaman 1dari 26

RESUME KESEHATAN HIPERBARIK

Di susun oleh:

Nur Chasanah (1811021)

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN PROGRAM PARAREL

STIKES HANG TUAH SURABAYA

2019
ASPEK KESEHATAN PADA PENYELAMAN

A. Syarat Calon Penyelam


Pada dasarnya manusia adalah mahluk darat dan hidup dengan tekanan
lingkungan 1 atmosfer, yaitu tekanan udara di atas permukaan laut. Pada lingkungan
bawah air, semakin dalam maka semakin tinggi tekanannya, semakin dingin, semakin
gelap dan sebagainya, menuntut persyaratan kesehatan yang tinggi dari para
penyelam. Oleh karena itu aspek medis dalam penyelaman sangat penting. Disamping
kondisi kesehatan yang tinggi, penyelam dituntut mempunyai sikap mental yang kuat,
tanggung jawab yang besar dan kecerdasan yang cukup.
Secara garis besar penyelam dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Penyelam militer
2. Penyelam komersial sampai penyelam dalam (deep sea diver) yang dapat berada
dalam keadaan saturasi.
3. Pekerja Caisson
Yaitu penyelaman kering, dimana pekerja beraktivitas dalam lingkungan udara
bertekanan tinggi yang mungkin tidak di dalam air (misalnya pembuatan graving
dock, jembatan dan lain-lain).
4. Penyelam Scuba
Untuk olah raga, penyelam ilmiah dan lain-lain
Secara umum untuk para penyelam tersebut diperlukan :
1. Keadaan kejiwaan (psikis) dan kepribadian (personaliti) yang stabil.
2. Mampu menghadapi stres fisik dan emosional.
3. Bebas dari penyakit fisik yang serius ataupun yang minor, misalnya penyakit
saluran pernafasan atas dan bawah.
Berdasarkan jenis-jenis penyelaman, ada persyaratan khusus :
1. Persyaratan penyelam militer yang paling berat karena menghadapi darurat
perang, baik tugas-tugas anti sabotase maupun sabotase, pengamanan dan lain-
lain. Penyelam TNI AL terdiri dari penyelam penyelamatan kapal, penyelam
salvage, Pasukan Katak dan Pasukan Intai Amfibi pada proses serangan amfibi
serta penyelam khusus yang dapat beroperasi di darat, laut dan udara. Disamping
itu ada penyelam dari pasukan khusus TNI AD dan Polisi Perairan dan Udara
(AIRUD).
2. Bagi penyelam komersial persyaratannya lebih longgar daripada penyelam militer,
namun demikian kondisi fisik dan kesehatan tetap harus tinggi supaya mampu
melaksanakan beban tugas yang diberikan. Di antara mereka ada yang menjadi
penyelam saturasi atau penyelam yang harus segera diterbangkan ke lokasi
terpencil, sehingga dengan kondisi fisik yang baik serta prosedur penyelaman
yang benar tidak akan mengalami kesulitan, terutama bila fasilitas kesehatan
penyelaman minim atau tidak ada.
3. Bagi pekerja Caisson yang bekerja di lingkungan udara bertekanan tinggi tetapi
tidak dikelilingi oleh air, dalam beberapa hal persyaratannya lebih longgar
dibandingkan penyelam komersial. Yang perlu diwaspadai adalah timbulnya
penyakit dekompresi dan aseptic bone necrosis (nekrosis tulang aseptik), sehingga
selalu dilakukan pemeriksaan foto rontgen tulang panjang secara periodik.
4. Penyelam olah raga dan scuba merupakan kelompok penyelam yang sangat
bervariasi usianya, dari remaja muda sampai orang tua. Sampai sekarang belum
ada undang-undang yang melarang seseorang melakukan olah raga selam, kecuali
beberapa batasan, misalnya umur minimum 14 tahun, dan beberapa peraturan lain.
Syarat umum penyelam militer :
1. Bersifat sukarela
2. Umur antara 18–30 tahun, untuk clearence diver umur yang tertua adalah 25
tahun.
3. Memenuhi tes aerobik dari Cooper
4. Lulus Psikotest kategori I
5. Terjun ke air dari ketinggian 4,5–6 meter (15-20 feet) dengan sirip kaki.
6. Berenang di permukaan tanpa alat sejauh 400 yard (360 m), berenang di bawah air
sejauh 25 m dan mengapung selama 5 menit.
7. Tes tahan nafas selama 1 menit
8. Mengambil benda tanpa alat pada kedalaman 3 m (mengetahui adanya
claustrophobia)
9. Tidak menunjukkan gejala-gejala kegemukan (obesitas). Harus di perhitungkan
hubungan antara umur, tinggi dan berat badan sesuai indeks Kaup Devenport
2.00–2.39 (dimodifikasi oleh Riyadi dan Tumonggor, Lakesla).
Bagi mereka yang overweight (lebih 20% dari standar) masih dipertimbangkan
jika struktur tulang besar ataupun karena kekekaran otot-otot tubuh.
10. Lulus test kesehatan
Syarat Kesehatan
1. Kontra indikasi absolut
a. Mudah terserang pneumotoraks spontan
b. Mudah sinkop atau mengidap penyakit epilepsi
c. Pada foto toraks terlihat kista paru atau lesi dengan udara terperangkap (air
trapping lessions)
d. Gendang telinga berlubang
e. Asma aktif
f. Ketagihan obat (drug addiction)
g. Penyakit kencing manis (diabetes mellitus) yang memerlukan insulin
h. Semua gangguan saraf pusat
i. Otitis media
j. Operasi telinga tengah dengan prothese
k. Sinusitis kronis
l. Angina pektoris atau infark miokard
m. Anemia
n. Kesulitan berbicara
o. Aritmia jantung kecuali kontraksi vertikel prematur yang kadang-kadang
terjadi
p. Buta warna
q. Klaustrofobia atau tedensi bunuh diri
r. Arthritis kronis
s. Vertigo
t. Penyakit ginjal kronis
u. Ulkus peptikum yang aktif
v. Hipertensi
2. Kontra indikasi relatif
a. Penurunan fungsi paru
b. Deformitas ortopedi seperti skoliosis
c. Torakotomi
d. Kelainan EKG
e. Kelainan gigi yang menyebabkan kesulitan mengigit mouthpiece
f. Perokok berat
g. Migren
h. Hernia
3. Kontra indikasi sementara
a. ISPA, sinusitis, alergi sinus musiman atau keadaan lain yang mengganggu
ekualisasi
b. Bronkitis akut
c. Gastroenteritis akut
d. Trauma ortopedi yang memudahkan terjadinya penyakit dekompresi
e. Alkoholik dan pengobatan atau intoksikasi obat sedatif hipnotik
f. Kehamilan
4. Pemeriksaan fisik
Formulir riwayat kesehatan diiisi oleh calon penyelam.
Formulir pemeriksaan fisik diisi oleh dokter pemeriksa.
a. Visus / ketajaman penglihatan
1) Tidak buta warna
2) Jarak penglihatan minimum 6/9 untuk kedua mata
3) Tidak myopia / myopic astigmat
4) Hipermetrop tidak melebihi 2 dioptri
5) Lapang penglihatan tidak terganggu
6) Tidak strabismus
b. Ketajaman pendengaran dan telinga
1) Tidak kehilangan ketajaman pendengaran pada frekuensi tertentu
2) Jumlah desibel maksimum yang hilang adalah :
Frekuensi 500 Hz 1000 Hz 2000 Hz 4000 Hz

Batas dB hilang 25 dB 25 dB 25 dB 25 dB

Pemeriksaan audiometri dilakukan :


a) Pada pemerikasaan pendahuluan
b) Pada akhir pendidikan penyelaman
c) Secara berkala tiap tahun
d) Setiap saat kalau ada indikasi medis
Kehilangan pendengaran maksimum 10%
3) Membrana timpani utuh dan mobilitas baik (tidak sikatrik tebal)
4) Tidak otitis media
5) Tuba eustachii harus bebas
6) Tidak ada gangguan keseimbangan, telinga dalam normal baik vestibuler
maupun cochlear
7) Tidak ada exostosis yang besar
c. Hidung
d. Sinus
e. Mulut
f. Gigi
g. Tenggorokan
h. Paru
1) Paru harus sehat, terlihat dari foto roentgen toraks
2) Tidak ada penebalan pleura, fibrosis, kista atau bula
3) Tidak menderita asma bronkiale, TBC paru, bronkitis kronis, emfisema
atau penyakit kronis paru lainnya
4) Rasio FEV1 (Forced expiratory in one second) dengan FVC (Forced Vital
Capacity) minimal 75%
5) VC = (27.73 – 0.112 x umur) x tinggi, dimana syarat minimal tidak
kurang dari 10%
i. Kardiovaskuler
j. Gastrointestinal
k. Urogenital
l. Kulit
m. Susunan saraf
n. Kelenjar
o. Tulang

Syarat Psikologi
Pelaksanaan tes oleh Lembaga Psikologi.
1. Intelegensia / prestasi
a. Tamtama / Bintara : intelegensia normal
b. Perwira : intelegensia sedikit di atas normal
c. Kesanggupan ausdouer cukup
d. Daya tangkap baik dan cukup cepat
e. Reaksi cepat dan cukup adekuat
f. Dapat bekerja sama dengan baik
g. Tidak mudah gugup dan panik
h. Sikap kerja yang positif
i. Tanggung jawab yang baik
j. Trampil
k. Tidak irritable dan explosif
l. Kemampuan konsentrasi baik
2. Kepribadian
a. Kedewasaan dan kestabilan emosi
b. Keseimbangan antara rasio dan emosi
c. Penyesuaian diri yang baik
d. Tidak egosentris
e. Percaya pada diri sendiri dan tidak mudah putus asa
f. Inisiatif
g. Tak bersikap opsisional
h. Tidak ada tanda-tanda escaping reaction
B. Pemeliharaan Kesehatan Penyelam
Pada saat seorang penyelam memeriksakan diri akan mendapat sehelai kartu yang
menyatakan apakah penyelam tersebut cakap atau tidak cakap untuk menyelam.
Apabila ternyata tidak cakap, dalam kartu tersebut harus dicantumkan untuk berapa
hari penyelam tersebut perlu istirahat. Perwira penyelaman wajib melakukan
pengecekan bahwa semua penyelam dapat menunjukkan kartu yang menyatakan
cakap untuk menyelam yang ditandatangani oleh dokter.

Pemeriksaan Kesehatan Berkala


Semua penyelam diwajibkan menjalani pemeriksaan kesehatan berkala :
1. Untuk kapal-kapal dan kesatuan dimana penyelaman dilaksanakan secara rutin,
pemeriksaan kesehatan dilaksanakan setiap 6 bulan sekali.
2. Untuk tim-tim penyelaman yang melaksanakan operasi dalam jangka panjang,
sebagai contoh tim Clearence Diving pemeriksaan kesehatan dilaksanakan setiap
3 bulan sekali.
3. Untuk penyelaman dalam, lebih dari 165 feet (55 m), pemeriksaan kesehatan
dilaksanakan setiap kali sebelum dan sesudah operasi penyelaman.
4. Pemeriksaan kesehatan dilaksanakan apabila seorang penyelam baru selesai
menjalani perawatan medis.
5. Pemeriksaan kesehatan berkala tahunan termasuk pemeriksaan foto rontgen
toraks, audiometri dan foto roentgen tulang panjang.
6. Semua hasil pemeriksaan termasuk pemeriksaan dimasukkan dalam status
kesehatan penyelam. Setiap kelainan hasil pemeriksaan di atas harus diperiksa
lebih teliti untuk menentukan apakah penyelam tersebut dalam keadaan cakap atau
tidak cakap untuk menyelam.
Tak Cakap Menyelam Permanen
1. Apabila seorang penyelam dinyatakan tak cakap secara permanen maka
kualifikasi penyelamannya dihapuskan. Pernyataan tak cakap untuk menyelam
karena alasan medis dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan atas rekomendasi
panitia yang dibentuk, dimana seorang dokter yang mempunyai kualifikasi dalam
bidang kesehatan penyelaman termasuk dalam panitia tersebut.
2. Apabila seorang penyelam mempunyai kelainan-kelainan seperti yang diuraikan
di atas atau ada gangguan khusus yang tidak memenuhi syarat-syarat kualifikasi,
maka penyelam tersebut dinyatakan tak cakap untuk menyelam secara permanen.
3. Barotrauma pulmoner
Semua penyelam dengan riwayat barotrauma pulmoner atau komplikasinya
(pneumotoraks, surgical emphysema atau emboli udara) dinyatakan tak cakap
untuk menyelam.
Tak Cakap Menyelam Sementara
1. Penggunaan obat-obatan

Obat-obatan seperti anti histamin, sedativa, tranquiliser dapat mempengaruhi


daya konsentrasi dan kemampuan berpikir penyelam. Rekomendasi dokter
diperlukan bagi penyelam yang menggunakan obat-obatan tersebut dalam jangka
waktu 24 jam bila akan menyelam.
2. Setelah vaksinasi atau imunisasi
Penyelam dianggap tak cakap menyelam untuk sementara selama 7 hari setelah
semua jenis imunisasi.
3. Setelah perawatan gigi
a. Resiko timbulnya perdarahan setelah perawatan gigi bertambah besar pada
waktu menyelam. Perdarahan biasanya sukar diatasi dan dapat mengganggu
sistem pernafasan, gangguan berbicara, aspirasi pneumonia atau obstruksi
pernafasan.
b. Ekstraksi gigi
Menyelam tidak dapat dilaksanakan dalam waktu 48 jam setelah ekstraksi gigi
oleh karena kemungkinan timbulnya perdarahan yang dipengaruhi oleh
perubahan tekanan.
c. Dry socket
Dapat menimbulkan resiko perdarahan dalam beberapa hari. Penyelam tidak
diijinkan menyelam dalam jangka waktu 10 hari setelah perawatan.
d. Bedah mulut
Pembatasan menyelam setelah bedah mulut tergantung dari jenis pembedahan
dan harus ditegaskan oleh dokter gigi yang melakukan pembedahan tersebut.
Pada umumnya, semua luka tanpa jahitan dapat menimbulkan resiko
perdarahan dan dianggap perlu istirahat selama 48 dapat terjadi perdarahan
sekunder dan masa istirahat dapat diperpanjang menjadi 10 hari.
e. Perawatan lain
Cara perawatan lain tanpa menimbulkan resiko perdarahan tidak perlu diberi
istirahat, kecuali apabila digunakan pembiusan dalam perawatan tersebut.
f. Hal-hal tersebut di atas berlaku juga untuk penugasan-penugasan dalam
recompression chamber (RUBT).

Pembatasan Menyelam Setelah Terbang


Batasan berikut perlu diperhatikan oleh penyelam yang akan melakukan
perjalanan dengan pesawat terbang :
1. Penyelam yang telah melakukan penyelaman dengan udara tekan.
2. Setelah penyelaman tidak dibenarkan untuk terbang sampai dengan batas waktu
tertentu, maka untuk keselamatan yang maksimum dianjurkan tidak melakukan
penerbangan dalam waktu 12 jam setelah penyelaman (sesuai lampiran II,
lampiran B).
Pembatasan Menyelam Ulang (Repetitive Dive)
1. Seorang penyelam melakukan penyelaman pada kedalaman kurang dari 30 feet
(9.15 m), dalam waktu 4 jam setelah menyelesaikan penyelaman pertama akan
menyelam lagi dengan kedalaman lebih dari 30 feet (9.15 m) maka dianjurkan
mengikuti petunjuk tabel repetitive dive.
2. Seorang penyelam telah menyelam sesuai tabel III lampiran C, dalam waktu 12
jam setelah menyelesaikan penyelaman pertama akan menyelam lagi dengan
kedalaman lebih dari 30 feet (9.15 m), maka dianjurkan mengikuti petunjuk
Combined Dive Routine Table.
3. Seorang penyelam yang telah menyelam sesuai tabel III lampiran C di bawah
garis limit (limiting line) tidak dibenarkan menyelam lagi dalam waktu 12 jam
setelah penyelaman pertama.
4. Seorang penyelam yang telah menyelam pada kedalaman 165 feet (55 m) tidak
dibenarkan melakukan penyelaman ulang dengan kedalaman lebih dari 30 feet
(9.15 m) dalam waktu 24 jam setelah penyelaman pertama.
5. Seorang penyelam yang telah menyelam sesuai tabel terapi, tidak dibenarkan
meninggalkan lokasi penyelaman dalam waktu 4 jam setelah kembali ke
permukaan dan dianjurkan untuk tetap berada di dekat recompression chamber
dalam waktu 24 jam setelah penyelaman.
6. Setiap penyelam yang telah melakukan penyelaman pada kedalaman 120 feet
(36.6 m) atau lebih untuk lama penyelaman di atas limiting line (tabel III lampiran
C), dianjurkan untuk tetap berada di tempat dengan jarak 4 jam perjalanan dari
recompression chamber selama 12 jam setelah menyelesaikan penyelaman.
7. Setiap penyelam yang telah melakukan penyelaman pada kedalaman 120 feet
(36.6 m) atau lebih untuk lama penyelaman di bawah limiting line (tabel III
lampiran C) dianjurkan untuk tetap di dekat recompression chamber dalam waktu
4 jam setelah penyelaman dan berada di tempat dengan jarak 4 jam perjalanan dari
recompression chamber selama 12 jam berikutnya.
Transportasi Penyelam Yang Menderita Decompression Sickness
1. Penerbangan tidak boleh lebih tinggi dari 1000 feet (305 m), kecuali pesawat
tersebut memiliki pressurised cabin yang mempunyai tekanan sama dengan
tekanan udara di atas permukaan laut dan didampingi seorang perawat sebagai
supervisor. Pembatasan ini terutama berlaku untuk tim penyelam mahir yang
biasanya diangkut dengan pesawat terbang.
2. Setelah berada di lingkungan dengan tekanan tinggi dan terutama pada skin
diving, resiko terjadinya emboli udara selama penerbangan menjadi lebih besar.
Untuk menghindari hal tersebut, aturan keselamatan di bawah ini sangat penting
untuk diperhatikan :
a. Setiap penyelam yang telah melakukan skin diving dengan kedalaman lebih
dari 25 feet (7.6 m) dan menggunakan alat pernafasan perorangan, dilarang
terbang dengan ketinggian lebih dari 5000 feet (1525 m) dalam waktu 12 jam
setelah penyelaman.
b. Setiap penyelam dilarang melakukan penerbangan setelah kecelakaan yang
terjadi selama atau sesudah skin diving sampai dilaksanakan pemeriksaan
kesehatan yang memadai.
C. Pertolongan Pertama (First Aid) Pada Kecelakaan Penyelaman
Penatalaksanaan kecelakaan penyelaman membutuhkan tindakan yang cepat dan
tepat karena dapat menyebabkan kematian atau cacat tubuh yang permanen. Agar
dapat mengambil tindakan dengan cepat dan benar semua penyelam harus dapat
membedakan apakah penderita memerlukan pengobatan rekompresi atau tidak,
disamping itu semua penyelam harus menguasai teknik resusitasi dan P3K
Penyelaman. Tindakan P3K Penyelaman terdiri dari :
1. Tindakan medis umum untuk menyelamatkan jiwa dan mencegah komplikasi
kecelakaan (resusitasi)
Resusitasi adalah semua tindakan untuk mengembalikan fungsi vital tubuh
guna menyelamatkan jiwa korban. Ada 3 macam resusitasi yaitu :
a. Resusitasi paru (pulmonary resucitation)
Memberikan pernafasan buatan untuk mengembalikan fungsi pernafasan.
b. Resusitasi jantung (cardiac resucitation)
Pemijatan jantung untuk mengembalikan fungsi jantung.
c. Resusitasi jantung dan paru (cardio pulmonary resucitation = CPR)
Korban kecelakaan penyelaman sering ditemukan dalam keadaan tidak sadar
disertai berhentinya pernafasan dan denyut jantung, untuk itu perlu diberikan
pernafasan buatan bersama-sama pemijatan jantung (CPR).
Untuk memudahkan resusitasi paru digunakan alat resusitasi, misal AMBU
Type Resucitation, yang dapat digerakkan secara mekanis (dengan pompa karet)
atau dihubungkan ke tabung oksigen.
2. Rekompresi di dalam air maupun recompression chambe
Resusitasi Paru
1. Tehnik pernafasan buatan dari mulut ke mulut di darat
Cara pemberian pernafasan buatan sebagai berikut :

a. Miringkan kepala korban, ambil (bersihkan)


benda-benda asing dari mulut / hidung.

b. Tengadahkan kepala untuk membuka saluran


nafas dengan cara :
1) Tangan kiri mengangkat leher

2) Tangan kanan mendorong kening ke


belakang

c. Dengan ibu jari dan telunjuk tangan kanan,


pijitlah hidung korban sambil
mempertahankan posisi kepala tetap
tengadah.
d. Penolong membuka mulut dan menghisap
nafas sedalam-dalamnya, tempelkan mulut
penolong ke mulut korban (mouth to mouth),
tiupkan udara ke paru korban.
e. Setelah selesai meniup, lihat dada korban
adakah gerakan dada naik turun dan
dengarkan suara nafas korban.
f. Jika tak ada gerakan dada naik turun
mungkin terjadi kesalahan tehnik, misal :
1) Hidung tidak ditutup
2) Masih ada benda asing di dalam mulut
atau hidung.
Ulangi dengan tehnik yang benar.
g. Jika udara tetap belum bisa masuk ke paru,
miringkan tubuh korban, tepuk kuat-kuat di
antara kedua tulang belikat agar sumbatan
jalan nafas dapat terbuka.

2. Tehnik pernafasan buatan di permukaan air


Pada prinsipnya cara pemberian nafas buatan di permukaan air sama dengan di
darat, untuk memudahkan pertolongan pelampung korban dan penolong
dikembangkan terlebih dulu.
Bila jarak dengan daratan / kapal cukup dekat, pernafasan buatan dapat
diberikan sambil berenang ke darat / kapal. Jika jaraknya cukup jauh maka tetap di
tempat, berikan nafas buatan sambil menunggu pertolongan.

a. Tehnik pernafasan buatan dari mulut ke mulut di air (ditempat)


1) Tiup pelampung korban dan pelampung penolong
2) Buka masker korban dan penolong, masukkan ke lengan penolong.
3) Buka sabuk pemberat dan lain-lain yang dianggap tidak perlu
4) Segera lakukan nafas buatan, jika ada reaksi (korban masih hidup) maka
kirimkan isyarat minta tolong dengan gerakan tangan, meniup peluit,
menyalakan lampu pelampung dan lain-lain
5) Pertimbangkan kemampuan penolong, jika merasa tidak mampu
menunggu pertolongan atau berenang membawa korban ke kapal / pantai
maka sambil memberikan nafas buatan lepas dan buang scuba korban dan
atau scuba penolong
6) Terus lakukan pernafasan buatan sambil menunggu pertolongan atau
sambil berenang ke pantai
b. Tehnik pernafasan buatan dari mulut ke mulut sambil berenang ke kapal atau
pantai
1) Setelah pelampung dikembangkan dan peralatan yang tidak perlu
dilepas, masukkan lengan kanan penolong ke ketiak kiri korban, pegang
pelampung korban di bagian belakang leher sambil menahan kepala agar
mulut dan hidung korban selalu di atas permukaan air (punggung telapak
tangan terletak di antara tengkuk dan pelampung korban)
2) Tangan kiri memijit hidung korban, berikan nafas buatan secara cepat
2 kali lalu lepas tangan kiri
3) Berenang dengan kayuhan kaki (flutter kick) sambil membawa korban
ke kapal / pantai terdekat sambil menghitung dalam hati 1000, 2000, 3000,
4000 kemudian berhenti sejenak sambil memberikan nafas buatan lagi dan
seterusnya
4) Selama berenang harus sering memperhatikan keadaan korban
Resusitasi Jantung Dan Paru
Pemijatan jantung bersama pernafasan paru terdiri dari 3 tahap, yaitu :
1. Membuka jalan nafas (Air way open = A)
Tindakan :
a. Bersihkan mulut dan hidung korban untuk mengeluarkan benda
asing dari saluran nafas korban
b. Tengadahkan kepala korban agar saluran nafas terbuka (lurus)
2. Lakukan pernafasan buatan (Brething restored = B)
Pernafasan buatan dilakukan 12 kali/menit untuk orang dewasa atau 20-30
kali/menit untuk anak-anak.
3. Pemijatan jantung (Circulation restored = C)
Pemijatan jantung dan nafas buatan tergantung jumlah penolong, yaitu :
a. 1 penolong
Dilakukan 15 kali pemijatan jantung diselingi 2 kali pernafasan buatan.
b. 2 penolong
Dilakukan 5 kali pemijatan jantung diselingi 1 kali pernafasan buatan.
Pemijatan jantung dilakukan hanya dengan kekuatan otot-otot tangan.
Pernafasan buatan pada anak-anak dilakukan hanya dengan kekuatan otot-otot
mulut.
Jika tidak sadar - Angkat Saluran nafas
leher
A
- Tengadah-
Buka saluran
kan kepala
nafas
Terbuka
Tertutup
Jika pernafasan - Pijat hidung korban
berhenti - Buka mulut penolong
- Tempelkan mulut
B penolong ke mulut
korban
Pernafasan
- Tiup paru korban
Buatan
- Perhatikan gerakan
dada korban
- Ulangi 12 kali/menit
Jika nadi tidak teraba Dengan pergelangan tangan tekanlah
pertengahan dada 60-80 kali/menit

Lakukan pemijatan
jantung
1 penolong : 2 penolong :
- 15 kali penekanan - 5 kali penekanan
dada dada
- 2 kali tiupan cepat - 1 kali tiupan cepat
pada paru pada paru
Gangguan Peredaran Darah (Syok)
Merupakan reaksi tubuh yang ditandai oleh melambatnya atau berhentinya
peredaran darah yang mengakibatkan penurunan suplai darah ke organ-organ vital /
penting.
Tanda-tanda syok :
1. Muka pucat
2. Kulit basah dan dingin (kening, telapak tangan)
3. Denyut nadi lemah dan cepat, lebih dari 100 kali/menit
4. Gelisah, haus dan mual
5. Tekanan darah sangat rendah
Jika syok berat didapatkan :
1. Sangat pucat
2. Mata terlihat cekung, tampak hampa dan tidak bercahaya
3. Pernafasan cepat dan dangkal, kadang-kadang tidak teratur
4. Nadi susah teraba dan apabila teraba sangat cepat (150 kali/menit)
5. Kesadaran menurun
Pada syok berat, kemajuan dapat mengancam dalam beberapa menit
Tindakan pertolongan :
1. Bawa korban ke tempat teduh dan aman
2. Tidurkan korban terlentang mendatar.
3. Kendorkan pakaian korban, bila perlu pakaian dilepaskan dan ditutup
dengan selimut
4. Tenangkan korban dan usahakan agar badannya tetap hangat
5. Jangan diberi minum apabila korban tidak sadar
6. Medikamentosa
7. Bila ada luka dengan perdarahan pasang pembalut cepat dan bila ada patah tulang
pasang bidai
Cara menghentikan perdarahan :
1. Lakukan penekanan pada pembuluh darah yang terletak di sebelah atas
(proksimal) dari luka sehingga perdarahan berhenti atau berkurang
2. Bersihkan dan cuci luka dengan perhidrol atau cairan garam fisiologis
3. Luka ditutup kain perban / kasa tebal lalu dibalut
4. Penekanan luka sering dikendorkan agar ada aliran darah ke bagian bawah
(distal) luka, hal ini penting untuk mencegah nekrose (kematian) jaringan di
sebelah distal luka
Perlengkapan P3K Penyelaman
Untuk menghadapi keadaan darurat perlu disiapkan perlengkapan P3K dan setiap
penyelam harus dapat menggunakan perlengkapan P3K dengan benar. Perlengkapan
P3K terdiri dari :
1. Buku petunjuk P3K
2. Kartu alamat (nomor telepon / kode radio panggilan) untuk rumah sakit yang
dilengkapi RUBT, serta perusahaan transportasi (helikopter dll)
3. Alat-alat resusitasi
a. Resusisator (ambu bag) dengan suplai oksigennya
b. Tongue spatel (penekan lidah)
c. Laryngoscope (alat untuk memeriksa tenggorokan)
Tongue spatel dan laryngscope penting untuk membersihkan saluran nafas
dari benda-benda asing.
4. Obat-obatan :
a. Obat penghilang nyeri, misal : antalgin, paracetamol dll
b. Obat anti mabuk, misal : antimo
c. Obat anti gatal / alergi, misal : CTM, prednison dll
d. Antibiotika
e. Antiseptik lokal, misal : yodium, betadin, alkohol dll Digunakan untuk
mencegah infeksi pada luka-luka dengan mengoleskan cairan tersebut pada
luka.
f. Larutan normal salin (garam fisiologis), perhidrol, atau aquades untuk
membersihkan luka-luka
g. Sabun antiseptik lokal, misal : Phisohex
5. Alat-alat untuk mengatasi perdarahan :
a. Torniquet
1. Perban
2. Plester
3. Jarum peniti besar
6. Alat-alat untuk mengatasi / mencegah penyebaran racun karena sengatan binatang
laut yang berbisa (ular laut, blue renged octopus, stone fish dll), yaitu :
a. Snake-bite kit (alat / obat-obatan anti bisa ular)
b. Silet / pisau bedah untuk membuka luka gigitan ular agar racun keluar
bersama darah
c. Sea sting kit model SSK
d. Tali pengikat untuk mengikat anggota tubuh yang digigit ular (ikatan di atas
luka) agar racun tidak menyebar
e. Obat anestesi lokal injeksi dengan spuitnya
7. Untuk mengatasi penyakit dekompresi, yaitu :
a. Tabung oksigen besar, helm atau full face mask
b. Tali 9 meter yang diberi tanda tiap 1 meter
c. Tabel dekompresi
d. Kompresor
e. Infus set
f. Cairan infus Dextran, Dextrose 5% dan NaCI 0,9%
g. Portable recompression chamber (jika mungkin)
8. Lain-lain :
a. Pinset dan forcep
Digunakan untuk mengambil benda-benda asing, membersihkan luka dll
b. Gunting
c. Tisu
d. Selimut, handuk, pakaian tebal dll
D. Kedaruratan Penyelaman (Diving Emergencies)
Kedaruratan ialah suatu keadaan yang tidak terduga yang memerlukan tindakan
segera. Karena sifat kekhususan lingkungan bawah air, maka di air yang tenang dapat
juga terjadi keadaan bahaya bagi penyelam yang sedang bekerja di bawah air.
Pencegahan terjadinya kedaruratan :
1. Dengan latihan dan pengalaman yang didapat, maka seorang penyelam harus
mampu :
a. Menangani berbagai keadaan kedaruratan yang dihadapi.
b. Memisahkan hal-hal biasa dengan bahaya-bahaya yang dihadapi
c. Mengenal keadaan darurat dan bereaksi secara tepat saat munculnya tanda-
tanda awal berbagai gangguan fisiologis pada dirinya atau penyelam lain
d. Memiliki pengetahuan kerja dengan metode paling efektif untuk menangani
kedaruratan alat maupun medis
e. Mengatasi keadaan darurat bila mengalami stres fisik maupun emosi di dalam
penyelaman
2. Pengetahuan tentang penyelaman dan latihan (training) amat penting. Penyelam
yang terlatih baik, kondisi kesehatan yang baik dan terjaga, selalu waspada di
kedalaman maupun di permukaan akan mampu mengatasi keadaan darurat.
3. Operasi penyelaman yang terencana rapi dengan beban kerja yang tersusun baik,
didukung oleh pengorganisasian yang rapi dan personil-personil yang memadai,
perlengkapan dan peralatan yang terjaga keamanannya, logistik yang cukup dan
pengenalan daerah penyelaman akan menghasilkan operasi penyelaman yang
aman.
Berdasarkan fisiologi dan pertolongan medis yang diperlukan kedaruratan
penyelaman dapat dibagi menjadi :
1. Kedaruratan penyelaman yang tidak membutuhkan pengobatan rekompresi :
a. Kedaruratan sistem pernafasan
1) Kekurangan gas oksigen (hipoksia)
2) Kekurangan gas oksigen disertai meningginya kadar CO2
(asfiksia)
3) Keracunan gas CO (carbonmonoxide poisoning)
4) Keracunan gas CO2 (carbondioxide poisoning)
5) Sumbatan (hambatan) saluran nafas
6) Iritasi (perangsangan) oleh zat kimia (chemical iritation)
7) Keracunan gas nitrogen (nitrogen narcosis)
8) Keracunan gas oksigen (oxygen poisoning / toxicity)
Nomer 1) sampai dengan 7) dapat menimbulkan oxygen deficiency
(kekurangan oksigen).
b. Kedaruratan yang disebabkan oleh sifat-sifat fisik air sebagai media
penyelaman (in water emergencies, kedaruratan dalam air)
1) Tenggelam (drowning)
2) Squezee (barotrauma)
3) Kehilangan panas tubuh yang berlebihan (kedinginan)
4) Pengembangan gas (gas expansion)
c. Gangguan tehnis pelaksanaan penyelaman (operational hazard) :
1) Naik ke permukaan dengan cepat tanpa terkendali (blow up)
2) Terbelit dan terperangkap (fouling and entrapment)
3) Kerusakan alat (equipment failure)
4) Suplai udara terputus (lost of air suply)
5) Komunikasi kontak dengan penyelam terputus (lost of
communication)
6) Penyelam hilang (lost of diver)
2. Kedaruratan penyelam yang memerlukan tindakan / pengobatan-pengobatan
rekompresi :
a. Dekompresi yang tidak terlaksana atau terlaksana tetapi tidak memadai
b. Emboli gas (emboli udara, gas emboli)
c. Penyakit dekompresi (Decompression Sickness)
Operational Hazard
Kedaruratan karena gangguan tehnik penyelaman, yaitu :
1. Blow up
Blow up adalah suatu keadaan dimana penyelam naik dengan cepat tanpa
terkendali ke permukaan. Keadaan ini sangat berbahaya karena dapat
menyebabkan terjadinya emboli gas, penyakit dekompresi, trauma fisik akibat
benturan dengan benda-benda di permukaan, pecah paru dll. Pada deep sea diving,
blow up dapat menyebabkan robeknya pakaian selam sehingga dapat tenggelam
atau mengalami squeeze, hal ini penting untuk mencegah pecahnya diving dress
atau pelampung yang dapat mengakibatkan penyelam tenggelam.
Tindakan :
a. Pencegahan
Kuasai tehnik mengembangkan pakaian selam (deep sea gear) dan pelampung.
b. Observasi medis yang teliti pada penyelam yang mengalami blow up :
1) Pada penyelaman tanpa dekompresi
Penyelam harus tetap dekat recompression chamber selama beberapa jam
sampai dinyatakan aman dari bahaya-bahaya tersebut oleh dokter
penyelaman.
2) Pada penyelaman dekompresi :
Segera lakukan surface decompression di dalam recompression chamber.
c. Bila ada cedera fisik, misalnya pecah paru, segera atasi sesuai dengan cedera
yang dialami.
d. Bila ada tanda-tanda emboli gas atau penyakit dekompresi lain, segera lakukan
pengobatan rekompresi di dalam recompression chamber dengan tabel
dekompresi yang sesuai.
2. Terbelit dan terperangkap (fouling and entrapment)
Dapat terjadi seorang penyelam terbelit sesuatu dan atau terperangkap pada
suatu tempat. Penyelam dengan suplai udara dari permukaan lebih sering
mengalami gangguan tersebut karena surface umbilical (selang udara atau tali ke
permukaan) membelit penyelam. Tindakan :
a. Jangan panik dan segera atasi keadaan tersebut, bila gagal minta bantuan
buddy diver (mitra selamnya) atau penyelam cadangan.
b. Pada penyelam scuba perlu dipertimbangkan emergency swimming ascent.
Gangguan tersebut biasanya dapat diatasi oleh penyelam surface supplied
karena dia punya suplai udara tidak terbatas, bahkan dapat dilakukan
penggantian surface umbilical.
c. Setibanya di permukaan lakukan evaluasi kemungkinan terjadinya :
1) Kelelahan fisik dan mental yang berlebihan
2) Hipotermia
3) Trauma fisik
4) Asfiksia dan emboli gas mungkin dialami penyelam scuba yang
melakukan emergency swimming ascent.
5) Pada penyelam dekompresi perlu dilakukan penambahan waktu
dekompresi
3. Kerusakan alat selam
Pencegahan :
a. Pakailah pakaian selam yang dalam kondisi baik
b. Perhatikan perawatan alat-alat selam
Tindakan tergantung kepada :
a. Jenis kerusakan alat
b. Jenis penyelaman
c. kemampuan dan kemahiran penyelam mengatasi gangguan tersebut
4. Terputusnya suplai udara (lost of air supply)
Pada penyelam scuba yang mengalami kehabisan udara atau gangguan alat
(scuba, regulator, mouthpiece) dapat mengatasinya dengan buddy breathing
sambil naik ke permukaan bersama mitra selamnya.
Pada penyelam surface supplied deep sea gear bila mengalami terhentinya
suplai udara total masih mempunyai persediaan udara yang cukup untuk 7 menit
sehingga dapat mengambil tindakan sebagai berikut :
a. Tutup katup masuk, katup keluar serta spit cock valves, ini penting untuk
menjaga sisa udara yang tersedia dalam diving gearnya.
b. Segera beritahu tender di permukaan
c. Ganti hose baru bila penyebabnya kerusakan hose dengan bantuan penyelam
cadangan
d. Bila gangguan tidak dapat diatasi lakukan “controlled blow up” (naik ke
permukaan terkontrol) dengan mengurangi berat peralatan selamnya (buang
weight belt dan lain-lain)
5. Komunikasi terputus (lost of communication)
Terputusnya hubungan / kontak baik antar mitra selam maupun antar tender
dengan penyelam merupakan tanda awal kedaruratan penyelaman.
a. Penyelaman scuba
Tindakan :
1) Cari mitra selamnya dalam batas jarak pandang, bila ketemu atasi
persoalan bersama, bila tidak segera ke permukaan dan laporkan pada
pimpinan penyelam
2) Segera lakukan prosedur pencarian
b. Penyelaman dengan suplai udara dari permukaan
Tindakan yang perlu dilakukan oleh tender :
1) Bila hubungan komunikasi terputus, hubungi dengan kode (tarikan tali)
2) Periksa gelembung-gelembung udara yang muncul ke permukaan
3) Dengarkan suara dari helmet penyelam, bila tak ada suara dan gelembung
udara tampak normal mungkin ada kerusakan pada sistem komunikasi.
Jika terdengar suara dari helmet penyelam tetapi tidak ada reaksi terhadap
instruksi / tanda yang diberikan berarti ada gangguan pada penyelam
tersebut.
6. Penyelam hilang (lost diver)
Penyelam yang mengalami disorientasi (kehilangan arah) atau nitrogen
narcosis dapat bergerak tanpa disadari menjauhi lokasi penyelaman, penyelam
dapat terperangkap dan hilang (lost diver). Jika penyelam ditemukan dalam
keadaan tidak sadar, segera dibawa ke permukaan sambil diberikan udara
pernafasan (misalnya dengan memasukkan mouthpiece dari regulator scuba ke
mulut penyelam dengan purge bottom ditekan, sehingga terjadi aliran udara dari
scuba ke dalam paru penyelam).
E. Penyelidikan Kecelakaan Bawah Air (Diving Investigation)
Penyelidikan dan evaluasi kecelakaan bawah air banyak mendapat perhatian sejak
tahun 1965 ketika Webster menerbitkan US Review yang pertama tentang kecelakaan
penyelaman scuba. Setiap kecelakaan bawah air merupakan kumpulan berbagai faktor
yang komplek seperti kondisi lingkungan, kesempatan dan training penyelam,
peralatan dan kemampuan untuk mengatasi keadaan darurat dll. Tetapi faktor-faktor
ini jarang dipakai sebagai pertimbangan pada waktu proses evaluasi kecelakaan
tersebut. Tenggelam pada umumnya disebut sebagai sebab kematian.
Kecelakaan penyelaman umumnya terjadi di tempat terpencil dan memerlukan
pertolongan segera yang memadai dan umumnya terjadi pada libur akhir pekan, di
sore hari, sesudah penyelaman ke II atau III.
Pada penyelidikan kecelakaan bawah air, ada 5 hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Penyelam dan riwayat kesehatan yang lampau
Data penyelam sangat perlu, mungkin baru saja menderita suatu penyakit yang
dapat menjadi faktor predisposisi kecelakaan dan kemampuan penyelam beserta
grupnya. hal lain yang perlu diperhatikan adalah buddy system yang gagal oleh
karena :
a. Visibility air yang sangat kurang dan ketidakmampuan atau ketidakmauan
untuk berbuddy lagi
b. Frustasi karena sulit bergabung lagi dengan grupnya sehingga memutuskan
untuk solo diving
c. Ketidakmampuan untuk memberi bantuan kepada buddy diver karena kurang
tahu prosedur dan ketrampilan
Apabila pernah mengalami kesulitan dalam air, penting dicatat karena ada
kecenderungan terjadi lagi terutama di daerah-daerah penyelaman yang
berbahaya. Kecelakaan tersebut oleh karena beberapa sebab antara lain :
a. Breath hold diving setelah hiperventilasi
b. Panik dengan hiperventilasi
c. Tertelan air asin
d. Alternobaric vertigo
e. Barotrauma terutama barotrauma paru
f. Nitrogen narkosis
g. Sinkop waktu ascent
h. Penyakit dekompresi
i. Keracunan O2 atau CO2
2. Kondisi lingkungan penyelaman
Perlu diperhatikan keadaan cuaca, kejernihan air, arus, temperatur air, adanya
gua-gua / tebing dan binatang laut berbahaya. Sebagai contoh, seorang penyelam
akan mengalami kelelahan yang amat sangat apabila harus berjuang melawan arus
dan makin jauh dari lokasi awal penyelaman sehingga mengakibatkan keadaan
menjadi fatal.
3. Profil dan riwayat penyelaman
Penyelaman sebelumnya, kedalaman dan lamanya menyelam perlu dicatat dan
dihitung. Hal tersebut berkaitan dengan penyakit dekompresi, nitrogen narkosis
dan gangguan kesehatan lain yang dapat menimbulkan kesulitan bahkan fatal. Juga
kecepatan waktu naik, lamanya pemberhentian, latihan-latihan sebelum menyelam,
minum obat-obatan atau alkohol sebelum menyelam perlu diperhatikan.
4. Peralatan selam
Peralatan amat penting, misalnya baju pelindung untuk cuaca dingin, regulator
yang berfungsi baik dan tidak ada kontaminasi, juga peralatan lain seperti masker,
bouyancy control device, depth gauge, jam, gauge untuk tangki, buddy line, pisau
dll harus semuanya dalam keadaan baik sehingga akan menunjang keselamatan
penyelaman.
5. Pemeriksaan autopsi
Diagnosis diferensial dari diving accident :
a. Pada waktu descent
1) Retensi CO2
2) Hipoksia
3) Keracunan O2
4) Keracunan CO2
5) Trauma
b. Pada waktu di dasar
1) Hiperkapnia
2) Hipoksia
3) Keracunan CO2
4) Trauma
c. Pada waktu ascent
1) Alternobaric vertigo
2) CO retensi
3) Emboli udara
4) Penyakit dekompresi
d. Di permukaan
1) Dalam waktu 10 menit di permukaan :
a) Alternobaric vertigo
b) Retensi CO2
c) Emboli udara
d) Penyakit dekompresi
e) Hipoksia
2) Lebih dari 10 menit sesudah sampai di permukaan
a) Penyakit dekompresi

Anda mungkin juga menyukai