Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Retail


2.1.1. Pengertian Retail
Retail adalah suatu penjualan dari sejumlah kecil komoditas kepada
konsumen. Meningkatnya tingkat konsumsi dan hasrat berbelanja masyarakat
membuat industri ini semakin dilirik oleh para pelaku bisnis. Retail berasal dari
Bahasa Perancis diambil dari kata retailer yang berarti “memotong menjadi kecil-
kecil” (Risch,1991:2). Berikut adalah definisi retailing menurut beberapa ahli:
a. Menurut Levy dan Weitz (2001:8), “retailing adalah satu rangkaian aktivitas
bisnis untuk menambah nilai guna barang dan jasa yang dijual kepada
konsumen untuk konsumsi pribadi atau rumah tangga”. Jadi konsumen yang
menjadi sasaran dari retailing adalah konsumen akhir yang membeli produk
untuk dikonsumsi sendiri.
b. Menurut Kotler (2000:502), retailing yaitu: “Penjualan eceran meliputi semua
aktivitas yang melibatkan penjualan barang atau jasa pada konsumen akhir
untuk dipergunakan yang sifatnya pribadi, bukan bisnis”.
c. Menurut Berman dan Evans (2001), “retailing merupakan suatu usaha bisnis
yang berusaha memasarkan barang dan jasa kepada konsumen akhir yang
menggunakannya untuk keperluan pribadi dan rumah tangga”. Produk yang
dijual dalam usaha retailing adalah barang, jasa maupun gabungan dari
keduanya.
d. Menurut Gilbert (2003:6), retail adalah semua usaha bisnis yang secara
langsung mengarahkan kemampuan pemasarannya untuk memuaskan
konsumen akhir berdasarkan organisasi penjualan barang dan jasa sebagai inti
dari distribusi.
Berdasarkan beberapa pengertian retailing di atas dapat disimpulkan, bahwa
retailing adalah semua kegiatan bisnis yang melibatkan penjualan barang dan jasa
kepada konsumen akhir untuk dipergunakan sebagai keperluan pribadi dan rumah
tangga, bukan bisnis.
2.1.2. Klasifikasi Retail
Kotler (2000) mengklasifikasikan pengecer berdasarkan lini produk yang
mereka jual, yaitu: pengecer toko (store retailing) dan penjualan eceran bukan
toko (non-store retailing).
Berikut merupakan klasifikasi Pengecer Toko (Store Retailing):
a. Specialty Store (Toko Khusus)
Adalah toko spesial yang menjual lini produk sempit dengan suatu ragam
barang yang terdapat di dalam lini tersebut. Dalam hal ini, retailer mencoba
untuk melayani konsumen dari satu atau sejumlah kecil segmen pasar dengan
cara menyediakan produk-produk khusus. Pada umumnya volumenya tidak
terlalu besar, milik pribadi, dan badan hukumnya berbentuk usaha perorangan,
firma atau CV. Toko khusus dapat diklasifikasikan lagi menurut tingkat
kekhususan lini produknya. Toko pakaian merupakan toko lini tunggal; toko
pakaian pria merupakan toko sangat khusus. Specialty Store bervariasi
menurut:
1) Tipe, pilihan, dan mutu produk
2) Harga
3) Ukuran
b. Toko Serba Ada (Departement Store)
Adalah lembaga eceran yang menawarkan berbagai macam lini produk dengan
mutu pilihan. Biasanya toko seperti ini mempunyai volume usaha yang besar,
kondisi keuangannya lebih kuat, dan badan hukumnya berbentuk perseorangan
terbatas atau paling tidak berbentuk CV. Ada dua macam departement store
retailing, yaitu:
1) Line Departement Store
Menawarkan sejumlah besar jenis barang dagangan.
2) Limited Line Departement Store
Menawarkan beberapa macam barang, pada umumnya barang-
barang lunak seperti pakaian, handuk, sprei dengan orientasi model
dan harga yang mahal.
c. Toko Kebutuhan Sehari-hari (Convenience Store)
Adalah toko yang relatif kecil dan terletak di daerah pemukiman atau di jalur
high traffic, memiliki jam buka yang panjang (24 jam) selama tujuh hari dalam
seminggu, dengan tingkat perputaran yang tinggi dan menjual lini produk
convenience yang terbatas seperti minuman, makanan ringan, permen, rokok,
dll. Jam buka yang panjang dan karena konsumen hanya membeli di toko ini
hanya sebagai “pelengkap” menyebabkan toko ini menjadi suatu operasi
dengan harga tinggi.
d. Pasar Swalayan (Supermarket)
Adalah toko dengan operasi relatif besar, berbiaya rendah, margin rendah,
volume tinggi. Swalayan dirancang untuk melayani semua kebutuhan
konsumen seperti produk-produk bahan makanan, daging, ikan segar, sayur,
buah-buahan, minuman kaleng, cucian, dan produk-produk perawatan rumah
tangga. Kini banyak supermarket yang melengkapi tawarannya dengan barang-
barang non food seperti deterjen, sabun mandi, sendok dan garpu.
e. Toko Diskon (Discount Store)
Adalah toko yang menjual secara reguler barang-barang standar dengan harga
lebih murah karena mengambil margin yang lebih rendah dan menjual dengan
volume yang lebih tinggi. Umumnya menjual merek nasional, bukan barang
bermutu rendah. Saat ini pengecer diskon telah bergerak dari barang dagangan
umum ke khusus, seperti toko diskon alat-alat olahraga, toko elektronik, dan
toko buku.
f. Pengecer Potongan Harga (Off-Price Retailers)
Adalah pengecer yang membeli pada harga yang lebih rendah daripada harga
grosir dan menetapkan harga konsumen lebih rendah daripada harga eceran.
Mereka cenderung menjual persediaan barang dagangan yang berubah-ubah
dan tidak stabil sering merupakan sisa, tidak laku, dan cacat yang diperoleh
dengan harga lebih rendah dari produsen atau pengecer lainnya. Pengecer
potongan harga telah berkembang pesat dalam bidang pakaian, aksesoris, dan
perlengkapan kaki. Ada tiga jenis utama pengecer potongan harga, yaitu:
1) Toko Pabrik (Factory Outlet)
Toko yang dimiliki dan dioperasikan oleh produsen dan biasanya
menjual barang yang berlebih, tidak diproduksi lagi dan tidak reguler.
2) Pengecer Potongan Harga Independen (Independent Off-Price Retailer)
Toko yang dimiliki dan dijalankan oleh pengusaha atau divisi dari
perusahaan pengecer besar.
3) Klub Gudang/Klub Grosir
Toko yang menjual pilihan terbatas dari produk makanan bermerek,
perlengkapan rumah tangga, pakaian dan bermacam produk lain dengan
diskon besar bagi anggota yang membayar iuran tahunan.
g. Toko Super (Superstore)
Adalah kombinasi dari supermarket dan discount store (toko yang
menyediakan sejumlah besar barang (full line product) dengan harga murah.
Toko Super rata-rata memiliki ruang jual 35.000 kaki persegi dan bertujuan
memenuhi semua kebutuhan konsumen untuk pembelian makanan maupun
bukan makanan secara rutin. Mereka biasanya menawarkan pelayanan seperti
cucian, membersihkan, perbaikan sepatu, penguangan cek, dan pembayaran
tagihan, serta makan siang murah.
1) Toko Kombinasi (Combination Store)
Toko kombinasi merupakan diversifikasi usaha pasar swalayan ke bidang
obat-obatan, dengan luas ruang jual sekitar 55.000 kaki persegi.
2) Hypermarket
Adalah toko yang lebih l9uas dari supermarket dengan ukuran berkisar
antara 80.000 sampai 220.000 kaki persegi. Pasar ini tidak menjual
barang-barang yang rutin dibeli tetapi juga meliputi mebel, perkakas
besar dan kecil, pakaian dan banyak jenis lainnya.
3) Ruang Pamer Katalog (Catalog Show-Room)
Adalah toko yang menjual cukup banyak pilihan produk-produk dengan
marjin tinggi, perputarannya cepat, bermerek dengan harga diskon.
Produk-produk yang dijual meliputi perhiasan, alat-alat pertukaran,
perkakas kecil, mainan dan alat-alat olahraga.
Pengecer Toko (Store Retailing) juga bisa diklasifikasikan berdasarkan jenis
pelayanan yang ditawarkan, yaitu:
a. Swalayan (Self Service Retailing)
Pelanggan melakukan sendiri proses menemukan, membandingkan dan
memilih barang yang akan dibeli.
b. Swapilih (Self Selection Retailing)
Kategori ini pelayan dilibatkan dalam proses menemukan suatu barang,
meskipun pelayan tidak melakukan pelayanan secara penuh.
c. Pelayanan Terbatas (Limited Services Retailing)
Kategori ini lebih banyak memberikan bantuan penjualan, karena para
pengecer jenis ini mempunyai lebih banyak informasi.
d. Pelayanan Penuh (Full Service Retailing)
Memberikan pelayanan penuh kepada konsumen. Pramuniaga siap membantu
setiap proses menemukan, membandingkan dan memilih produk yang akan
dibeli.

Kesimpulan:

2.2. Tinjauan Umum Ruang


2.2.1. Pengertian Ruang
Ruang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sela-sela antara dua
(deret) tiang atau sela-sela antara empat tiang (di bawah kolom rumah), dapat
berarti juga rongga yang berbatas atau terlikung oleh bidang (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 2007).
Ruang adalah sebuah bentuk tiga dimensi tanpa batas karena objek dan
peristiwa memiliki posisi dan arah relatif. Ruang juga dapat berdampak pada
perilaku manusia dan budaya, menjadi faktor penting dalam arsitektur, dan akan
berdampak pada desain bangunan dan struktur (Wicaksono, 2014).
Ruang memiliki panjang, lebar, dan tinggi; bentuk; permukaan; orientasi;
serta posisi. Sebuah bidang yang dikembangkan (menurut arah, selain dari yang
telah ada) berubah menjadi ruang. Berdasarkan konsepnya sebuah ruang
mempunyai tiga dimensi, yaitu panjang, lebar, dan tinggi. Sebagai unsur tiga
dimensi di dalam perbendaharaan perancangan arsitektur, suatu ruang dapat
berbentuk padat. Dalam hal ini, ruang yang berbeda di dalam atau dibatasi oleh
bidang-bidang akan dipindahkan oleh massa atau ruang kosong (Wicaksono,
2014).
Ruang adalah sistem lingkungan binaan terkecil yang sangat penting,
terutama karena sebagian besar waktu manusia modern saat ini banyak dihabiskan
di dalamnya. Dalam kajian arsitektur lingkungan dan perilaku, ruang diartikan
sebagai suatu petak yang dibatasi oleh dinding dan atap baik oleh unsur yang
permanen maupun tidak permanen. Dalam kaitannya dengan manusia, hal yang
paling penting dari pengaruh ruang terhadap perilaku manusia adalah fungsi ruang
ditentukan oleh fungsi dari sistem yang lebih besar, sebagai misal sebuah ruang
kelas di dalam suatu gedung sekolah, atau ruang laboratorium kimia, ruang
seminar (Haryadi, 2010).
Pengaruh ruang-ruang tersebut terhadap perilaku pemakainya cukup jelas,
karena pemakai melakukan aktivitas tertentu di masing-masing ruang tersebut.
Sesuai dengan fungsinya, ruang-ruang tersebut diharapkan mempunyai bentuk,
perabot, dan kondisi ruang tertentu. Pada kasus lain, fungsi ruang tidak cukup
jelas karena aktivitas yang terjadi di dalamnya cukup bervariasi, misalnya ruang
keluarga dalam sebuah rumah atau ruang serbaguna. Perilaku yang mucnul dari
pemakai ruang keluarga atau serbaguna, sebagai misal, tidak sejenis seperti pada
perilaku pemakai ruang kelas (Haryadi, 2010).

2.2.2. Bentuk dan Ukuran Ruang


Ukuran dan bentuk merupakan variabel yang tetap (fixed) atau fleksibel
sebagai pembentuk ruang. Dianggap sebagai variabel yang pasti apabila ukuran
dan bentuk ruang yang ada tidak dapat diubah lagi, misalnya pada sebuah ruang
dengan dinding batu bata. Sementara itu, ruang yang fleksibel, apabila ukuran dan
bentuknya dapat diubah sedemikian rupa, sesuai dengan aktivitas yang
diwadahinya. Ruang-ruang dengan pembatas kayu, almari, gorden merupakan
ruang yang fleksibel. Karena pembatas-pembatas tersebut dapat dengan mudah
diubah penempatannya (Haryadi, 2010).
Perbedaan bentuk dalam arsitektural memberi kesan yang berbeda. Bentuk
lengkung, melambangkan sesuatu yang dinamis. Bentuk segitiga/bersudut,
melambangkan teknologi. Bentuk segi empat, melambangkan bumi.
Bentuk merupakan unsur seni. Pada dasarnya, bentuk adalah suatu sosok
geometris tiga dimensi, seperti bola, kubus, silinder, kerucut, dan lain-lain. Bentuk
memungkinkan pengguna ruang untuk menangkap keberadaan sebuah benda dan
memahaminya dengan persepsi (Wicaksono, 2014).
Dari hal di atas, yang paling jelas adalah bentuk bidang primer, yaitu
lingkaran, segi tiga, dan bujur sangkar. Lingkaran adalah sederetan titik-titik yang
disusun dengan jarak yang sama dan seimbang terhadap suatu titik. Segi tiga
adalah sebuah bidang datar yang dibatasi tiga sisi dan mempunyai tiga sudut.
Bujur sangkar adalah sebuah bidang datar yang mempunyai empat sisi yang sama
panjang dan empat sudut siku-siku (90o) (Wicaksono, 2014).
Lingkaran adalah suatu sosok yang terpusat berarah ke dalam, pada
umumnya bersifat stabil, dan dengan sendirinya menjadi pusat dari
lingkungannya. Penempatan sebuah lingkaran pada pusat suatu bidang akan
memperkuat sifat alaminya sebagai poros (Wicaksana, 2014).
Segitiga menunjukkan stabilitas. Segitiga merupakan bentuk yang sangat
stabil. Namun, jika salah satu sudutnya menjadi penumpu, segitiga dapat juga
tampak seimbang dalam tahap yang sangat kritis atau tampak tidak stabil dan
cenderung jatuh pada salah satu sisinya (Wicaksono,2014).
Bujur sangkar menunjukkan sesuatu yang murni dan rasional. Merupakan
bentuk yang statis, netral, dan tidk mempunyai arah tertentu. Bentuk-bentuk segi
empat lainnya dapat dianggap sebagai variasi dari bentuk bujur sangkar., yang
berubah dengan adanya penambahan tinggi atau lebarnya (Wicaksono, 2014).
Gambar 2.1. Komposisi Tiga Bentuk Dasar
(Sumber: Hakim, 2004)

Berikut ini beberapa bentuk dapat ditambah dan dikelompokkan dalam


beberapa kategori pengorganisasian menurut Wicaksono (2014), yaitu:

Gambar 2.2. Organisasi Bentuk


(Sumber: Wicaksono, 2014)
Bentuk memiliki beberapa ciri-ciri yang mempengaruhi pembentukan ruang
(Ching, 1996), seperti:
a. Dimensi berupa panjang, lebar, dan tinggi. Dimensi-dimensi ini menentukan
proporsi dan bentuk, sedangkan skalanya ditententukan oleh ukuran relatifnya
terhadap bentuk-bentuk lain dalam konteksnya.
b. Warna merupakan sebuah fenomena pencahayaan dan persepsi visual yang
menjelaskan persepsi individual dalam corak, intensitas, dan nada. Warna
adalah atribut yang paling menyolok membedakan suatu bentuk dan
lingkungannya. Warna juga mempengaruhi bobot visual suatu bentuk.
c. Tekstur adalah kualitas yang dapat diraba, dapat dilihat yang diberikan ke
permukaan oleh ukuran, bentuk, pengaturan, dan proporsi bagian benda.
Tekstur juga menentukan sampai mana permukaan suatu bentuk memantulkan
atau menyerap cahaya datang. Penggunaan pengolahan tekstur pada ruang luar
dan ruang dalam dapat dilakukan pada pembatas ruang maupun sirkulasi.

Gambar 2.3. Perbedaan Tekstur Lantai pada Area Sirkulasi


(Sumber: Hakim, 2004)
Pada perancangan ruang, ukuran, dan bentuk disesuaikan dengan fungsi
yang akan diwadahi sehingga perilaku pemakai yang terjadi adalah seperti yang
diharapkan. Ukuran ruang yang terlalu besar atau terlalu kecil akan
mempengaruhi psikologis dan tingkah laku pemakainya (Haryadi, 2010).
2.3. Tinjauan Umum Ruang Dalam
2.3.1. Pengertian Ruang Dalam (Interior)
Ruang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ruang adalah sela-sela
antara dua (deret) tiang atau sela-sela antara empat tiang (di bawah kolom rumah),
dapat berarti juga rongga yang berbatas atau terlikung oleh bidang. Sedangkan
pengertian ruang dalam (interior) adalah “Things that are on the inside of
buildings”. Jadi interior adalah dalam dari gedung/bangunan. Desain interior
mempunyai tujuan menciptakan suasana ruang agar menjadi lebih baik, lebih
indah, dan lebih anggun sehingga dapat memuaskan dan menyenangkan bagi para
pemakai ruang.

2.3.2. Elemen Ruang Dalam


Elemen ruang dalam (interior) adalah segala sesuatu (benda hias atau benda
pakai) yang terdapat di dalam rumah, baik di ruangan tamu, ruang dapur, ruang
keluarga, ruang tidur, ruang makan, dan ruang kerja. Keberadaan elemen interior
disesuaikan dengan fungsi-fungsi yang ada dalam setiap ruangan di dalam rumah.
Secara umum, komponen dalam ruang dikategorikan menjadi 3 berdasarkan
sifatnya (Haryadi,2010) yaitu:
a. Komponen yang Bersifat Tetap (Fix)
1) Bidang Alas/Lantai
Lantai merupakan bagian bidang dasar pembentuk ruang interior yang datar
dan rata, memiliki struktur yang cukup kuat sehingga mampu memikul
beban aktivitas manusia dan perabot (D.K. Ching, Francis, 2000). Dalam
lingkup interior, permukaan lantai melalui pola, warna, dan materialnya
memainkan peran dalam menentukan karakter suatu ruang. Lantai
mendefinisikan batas ruang dan berperan sebagai alas visual terhadap
elemen-elemen lain. Lantai yang tidak bermotif dapat berfungsi sebagai
latar belakang yang sederhana, lantai dengan pola juga dapat menjadi
elemen yang dominan dalam ruang interior (D.K. Ching, Francis, 2000).
2) Bidang Dinding/Pembatas
Dinding yang stabil, akurat, dan, simetris akan memberikan kesan formal.
Dinding berbentuk tak teratur sebaliknya terlihat lebih dinamis. Dinding
menyediakan latar belakang bagi perlengkapan dan penghuni suatu ruangan.
Jika warnanya halus dan netral, dinding dapat berfungsi sebagai latar pasif
untuk elemen-elemen yang berada di depannya. Apabila bentuknya tak
teratur atau tekstur, pola dan warnanya keras, dinding akan semakin aktif
dan dapat mengundang perhatian (D.K. Ching, Francis 2000).
3) Bidang Langit-Langit/Atap
Sama halnya dengan keadaan di mana sebuah pohon yang rimbun
memberikan perasaan teduh di bawah strukturnya yang menyerupai payung,
suatu bidang atas membentuk suatu daerah ruang di antara bidang tersebut
dengan bidang dasarnya. Jika sisi-sisi bidang atas membentuk batas-batas
daerah ini, maka wujud, ukuran, dan tinggi bidang di atas bidang dasar
menentukan kualitas bentuk formal dari ruang tersebut (D.K. Ching,
Francis, 2000).
b. Komponen yang Bersifat Semi Tetap (Semi-Fix)
Perabot merupakan komponen ruang yang bersifat semi tetap karena dapat
dipindahkan sesuai kebutuhan. Perabot adalah suatu kategori elemen desain
yang pasti selalu ada di hampir semua ruang interior. Perabot menjadi
perantara antara arsitektur dan manusia, menawarkan adanya transisi bentuk
dan skala antara ruang interior dan pengguna, serta menentukan penilaian cita
rasa suka atau tidaknya masing-masing individu terhadap interior suatu
ruangan (D.K. Ching, Francis, 2000).
c. Komponen yang Bersifat Tidak Tetap (Non-Fix)
1) Warna
Warna dalam suatu ruang biasanya untuk menekankan dan memperjelas
karakter dari sebuah objek, memberikan artikulasi pada bidang, bentuk, atau
bahan, sehingga timbul kesan dan suasana tertentu dalam ruang tersebut.
Dengan kata lain, warna memberikan ekspresi pada pikiran dan jiwa
manusia sehingga sedikit banyaknya menentukan karakter (Munarsi, 2106).
2) Dekorasi
Selain ketiga unsur pembentuk ruang yaitu bidang dasar, bidang dinding dan
bidang langit-langit, terdapat beberapa faktor lain yang turut mempengaruhi
terbentuknya suatu ruang. Faktor-faktor tersebut adalah dimensi, wujud,
konfigurasi, permukaan, sisi bidang dan buka-bukaan. Suatu ruang tidak
saja mempunyai bentuk secara fisik tetapi juga mempunyai kualitas ruang
ditentukan oleh faktor-faktor tersebut di atas, yang disebut sebagai faktor-
faktor penentu keterangkuman ruang.

2.4. Tinjauan Umum Sirkulasi


2.4.1. Pengertian Sirkulasi
Pergerakan yang berkelanjutan pada sebuah ruang akan membentuk sebuah
pola atau alur. Hal ini merupakan pandangan umum semua orang mengenai suatu
sirkulasi yaitu sebuah pergerakan atau perjalanan dari suatu tempat ke tempat
lainnya (Motloch, 2001).
Cryill M. Haris (1975) mengatakan bahwa sirkulasi merupakan suatu pola
lalu lintas atau pergerakan yang terdapat dalam suatu area atau bangunan. Di
dalam bangunan, suatu pola pergerakan memberikan keluwesan, pertimbangan
ekonomis, dan fungsional. Sedangkan, menurut Francis D.K Ching (2007: 240),
sirkulasi adalah elemen penyambung inderawi yang menghubungkan ruang-ruang
sebuah bangunan, atau serangkaian ruang eksterior ataupun interior manapun,
secara bersama-sama. Ia juga mengatakan bahwa ruang tempat kita bergerak
sebagai tali pergerakan yang terlihat menghubungkan ruang-ruang suatu bangunan
atau bagian yang satu dengan yang lain di dalam maupun di luar bangunan.
Sirkulasi menurut Kim W. Todd (Herdiana, 2013) mempunyai pengertian
yaitu gerakan dari orang-orang atau benda- benda yang diperlukan oleh orang-
orang melalui sebuah tapak. Sirkulasi menggambarkan sebuah pola pergerakan,
baik kendaraan maupun pejalan kaki di atas dan di sekitar tapak yang berpengaruh
terhadap lamanya dan beban puncak bagi lalu lintas kendaraan dan pergerakan
pejalan kaki. Sirkulasi merupakan gerak terusan ruang. Sirkulasi diartikan sebagai
tali yang terlihat menghubungkan ruang - ruang dalam maupun ruang luar, oleh
karena itu kita bergerak dalam waktu melalui tahapan dari ruang.
Kita mengalami suatu ruang dalam kaitannya dengan dari mana asal kita
bergerak dan akan kemana arah kita mengantisipasi tujuan kita. Sirkulasi menjadi
suatu wadah untuk memfasilitasi hal tesebut, dimana kita bergerak dari suatu
tempat ke sebuah tempat lain yang berbeda, sehingga fungsi dari sirkulasi adalah
untuk menghubungkan ruangan yang satu dengan ruangan lainnya. Kita dapat
juga menggunakan ruangan-ruangan yang ada sebagai sirkulasi atau membuat
suatu ruangan khusus sebagai sarana sirkulasi tersebut.

2.4.2. Jenis-Jenis Sirkulasi


Menurut Logi Tofani (2011) dalam laporan tugas akhirnya, menyebutkan
pada dasarnya sirkulasi dapat dibagi menjadi 3 berdasarkan fungsinya, yaitu:
sirkulasi kendaraan, sirkulasi barang, dan sirkulasi manusia
a. Sirkulasi Kendaraan: Aditya Hari (2008) mengungkapkan bahwa secara
hierarki sirkulasi kendaraan dapat dibagi menjadi 2 jalur, yakni antara lain:
1) Jalur distribusi, jalur untuk gerak perpindahan lokasi (jalur cepat) ;
2) Jalur akses, jalur yang melayani hubungan jalan dengan pintu masuk
bangunan.
b. Sirkulasi Barang: Sirkulsi barang umumnya disatukan atau menumpang pada
sistem sirkulasi lainnya. Namun, pada perancangan tapak dengan fungsi
tertentu sistem sirkulasi barang menjadi sangat penting untuk diperhatikan.
Contoh sistem sirkulasi barang secara horizontal dan vertikal adalah lift
barang, conveyor belt, jalur troli, dan lain-lain (Rahmah, 2010).
c. Sirkulasi Manusia: Pergerakan manusia akan mempengaruhi sistem sirkulasi
dalam tapak. Sirkulasi manusia dapat berupa pedestrian atau plaza yang
membentuk hubungan erat dengan aktivitas kegiatan di dalam tapak. Hal yang
perlu diperhatikan, antara lain lebar jalan, pola lantai, kejelasan orientasi,
lampu jalan, dan fasilitas penyeberangan (Hari, 2009). Selain itu ada beberapa
ciri dari sirkulasi manusia, yakni: kelonggaran dan fleksibel dalam bergerak,
berkecepatan rendah, serta sesuai dengan skala manusia (Tofani, 2011).
Sistem sirkulasi memiliki dua tujuan, diantaranya yakni (Tofani, 2011 ;
Yadnya, 2012):
a. Tempat tujuan, lebih bersifat langsung. Pemakai mengharapkan bahwa
perjalanan dalam system ini akan lebih singkat dan cepat dengan jarak
seminimal mungkin.
b. Bersifat rekreasi dengan waktu tidak menjadi batasan. Kenyamanan dan
kenikmatan lebih diutamakan.

2.4.3. Pola Sirkulasi


Pola-pola sirkulasi ruang ialah suatu bentuk-bentuk rancangan atau alur-
alur ruang pergerakan dari suatu ruang ke ruang lainnya dengan maksud
menambah estetika agar dapat memaksimalkan sirkulasi ruang untuk
dipergunakan. Francis D.K. Ching (2007) mengidentifikasi jenis-jenis pola
sirkulasi tersebut sebagai berikut:
a. Linear, yaitu jalur lurus yang dapat menjadi unsur pengorganisasian utama
deretan ruang. Sistem sirkulasi linear ini digunakan untuk sistem aktivitas yang
harus hirarkis atau melalui beberapa proses tahapan. Jalur ini dapat berbentuk
kurvalinear atau terpotong-potong, bersimpangan dengan jalur lain, bercabang,
atau membentuk sebuah putaran balik.

Gambar 2.4. Pola Linear


Sumber: Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan (Francis D.K. Ching, 2007)
b. Radial, yaitu pola yang memiliki jalur-jalur lurus (linier) memanjang yang
berkembang dari sebuah titik pusat bersama. Pola sirkulasi ini sesuai untuk
ruang-ruang publik yang berfungsi sebagai ruang orientasi seperti hall.
Kelebihan dari sirkulasi ini adalah daya tampung yang cukup besar, sehingga
sering diaplikasikan pada ruang-ruang bersama.

Gambar 2.5. Pola Radial


Sumber: Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan (Francis D.K. Ching, 2007)
c. Spiral, yaitu sebuah jalur tunggal yang menerus yang berawal dari titik pusat,
dan terus menerus bergerak melingkar mengelilingi pusatnya dengan jarak
yang semakin lama semakin menjauhi pusatnya.

Gambar 2.6. Pola Spiral


Sumber: Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan (Francis D.K. Ching, 2007)

d. Grid, yaitu pola yang terdiri dari dua buah jalur sejajar yang berpotongan pada
interval-interval reguler secara berkala dan menciptakan area ruang berbentuk
bujursangkar atau persegi panjang.

Gambar 2.7. Pola Grid


Sumber: Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan (Francis D.K. Ching, 2007)
e. Network, yaitu pola sirkulasi ruang melalui jaringan (penyatuan) yang terdiri
dari jalur-jalur (ruang gerak) untuk menghubungkan titik-titik terpadu dalam
suatu ruang.

Gambar 2.8. Pola Network


Sumber: Arsitektur Bentuk, Ruang, dan Tatanan (Francis D.K. Ching, 2007)

f. Composite, yaitu pola sirkulasi ruang yang terdiri dari gabungan empat pola
(linier, radial, spiral dan network) untuk menciptakan suatu pola yang berbeda
menimbulkan kesan harmonisasi dari perpaduan 4 pola.

2.4.4. Bentuk dari Ruang Sirkulasi


Menurut Francis D. K. Ching (2007), ruang-ruang untuk pergerakan
membentuk sebuah bagian integral dari organisasi bangunan manapun dan
memiliki jumlah yang signifikan di dalam volume sebuah bangunan. Jika hanya
dianggap sebagai alat penghubung fungsional semata, maka jalur sirkulasi dapat
menjadi ruang seperti koridor yang tak berujung. Namun, bentuk dan skala sebuah
ruang sirkulasi, sebaiknya mengakomodir pergerakan manusia ketika mereka
tengah berjalan-jalan santai, berhenti sejenak, beristirahat, atau menikmati
pemandangan di sepanjang jalur. Bentuk ruang sirkulasi bervariasi menurut
bagaimana:
 Batas-batasnya didefinisikan
 Bentuknya berkaitan dengan bentuk ruang yang dihubungkannya
 Kualitas skala, proporsi, pencahayaan, dan pemandangannya
diartikulasikan
 Ia menangani perubahan ketinggian dengan menggunakan tangga dan
ram.
Adapun ruang sirkulasi dapat bersifat (D.K. Ching, 2007) :
a. Tertutup (enclosed) sehingga membentuk sebuah galeri publik atau koridor
privat yang menghubungkan ruang melalui gerbang dalam sebuah dinding
bidang.
b. Terbuka di satu sisi (open on one side) maka membentuk balkon atau galeri
yang memberikan sebuah kontinuitas visual dan spatial dengan ruang yang
terhubung.
c. Terbuka di dua sisi (open on both sides) maka membentuk sebuah tempat lalu
lalang yang menjadi sebuah ekstensi ruang yang dilewati

Gambar 2.9. Bentuk Ruang Sirkulasi


Sumber : Francis D.K. Ching. Arsitektur Bentuk, Ruang dan Tatanan, 2007

2.4.5. Syarat-Syarat Sirkulasi


a. Langsung
Dalam hal ini artinya adalah mudah dicapai dengan jarak yang sependek
mungkin, dan juga jalan pembelokan dibuat sedikit mungkin serta kantung-
kantung yang menampung arus sirkulasi dibuat minimum.
b. Aman
Yang dimaksud aman adalah persilangan sirkulasi yang dibuat sedikit mungkin
atau dihindarkan sama sekali dan dihindarkan jalan masuk yang sempit. Demi
keamanan maka lebar jalan masuk harus sama dengan jumlah lebar jalan
distribusi yang ada di dalamnya. Gang sempit yang panjang atau ruang publik
dengan hanya satu pintu keluar tidak berguna jika terjadi musibah (kebakaran).
c. Cukup Terang
Syarat ini sebenarnya untuk memenuhi syarat jelas dan langsung. Semua
sirkulasi harus mempunyai cukup penerangan. Penerangan siang hari harus
dimanfaatkan jika memungkinkan. Jika ada satu gang yang di kedua sisinya
dibatasi dinding, maka dapat diusahakan agar pintunya atau sebagian
dindingnya transparan menembuskan sinar tak langsung dan silau harus
dihindari.
2.5. Space Syntax
Pola hubungan ruang dikenal dengan istilah syntax. Syntax dimaknai
sebagai hubungan spasial dan memungkinkan konfigurasi untuk memiliki arti.
Space Syntax disusun dalam pengembangan teori mengenai konfigurasi ruang.
Space syntax digunakan untuk dapat memahami ruang dalam bentuk konfigurasi
terutama tentang proses pembentukannya dan makna sosial yang tersampaikan
(Hillier, 2007). Merujuk pada permasalahan tentang organisasi, layout, dan
sirkulasi ruang, teori konfigurasi ruang space syntax dapat menguraikan
permasalahan-permasalah tersebut, dikarenakan teori konfigurasi ruang space
syntax berprinsip pada hubungan ruang dan penghuninya.
Space syntax sangat berkaitan erat dengan hubungan antara manusia dan
ruang yang mereka huni melalui sebuah konfigurasi ruang. Model syntax
memperlihatkan konfigurasi ruang tidak hanya kumpulan dari individu, sebab
ruang memiliki aturannya sendiri (Hiller & Hanson, 1984). Dapat disimpulkan
bahwa space syntax adalah metode yang digunakan untuk menguraikan mengenai
konfigurasi ruang terkait hubungan ruang (space) dengan penghuninya (society).
Space syntax bertujuan untuk mengembangkan strategi deskriptif untuk
menkonfigurasi ruang dengan menghasilkan pemahaman teoritis tentang
bagaimana membuat dan menggunakan konfigurasi tuang. Konsep dasar
metodologi space syntax terdiri dari 3 macam perhitungan, yaitu: Connectivity,
Integrity, dan Intelligibility.
Connectivity adalah dimensi properti lokal dengan cara menghitung jumlah
ruang yang secara langsung terhubung dengan ruang pengamat. Integrity adalah
dimensi yang mengukur properti global berupa posisi relatif dari masing-masing
ruang terhadap ruang lainya dalam suatu konfigurasi. Semakin banyak ruang yang
terhubung langsung dengan pengamat semakin tinggi juga nilai integrity ruang
tersebut. Intelligibility dalam space syntax menunjukkan tingkat korelasi antara
pengukuran connectivity dan integrity. Intelligibility adalah hipotesis kemudahan
pengguna (observer) dalam memahami struktur ruang dalam suatu konfigurasi
ruang (Hillier, Space is the Machine, 2007).
Berdasarkan metodologi perhitungan space syntax, nilai connectivity tinggi
menunjukkan bahwa suatu ruang banyak terhubung dengan ruang-ruang yang
lain. Metode perhitungan nilai connectivity adalah sebagai berikut:

Gambar 2.10. Metode Connectivity


Sumber: Penerapan Teori Space Syntax pada Bangunan Pusat Ekshibisi di
Jakarta (Nurhidayat Iqbal dkk, 2018)

Keterangan:
a. A hanya dapat terhubung dengan B, shingga nilai connectivity A = 1
b. B dapat terhubung dengan A dan C, sehingga nilai connectivity B = 2
c. C hanya dapat terhubung dengan B, sehingga nilai connectivity C = 1

Nilai integrity tinggi menunjukkan bahwa ruang tersebut dapat dicapai


dengan mudah oleh ruang-ruang yang lain, dan secara tidak langsung memiliki
banyak pergerakan manusia didalamnya. Metode perhitungan nilai integrity
dilakukan dalam beberapa tahap. Pertama adalah perhitungan Total Depth (TD)
dihitung dengan cara menjumlahkan step depth ( 1 step depth berarti 2 buah ruang
terhubung secara langsung, 2 step depth berarti jarak antara dua buah ruang harus
melewati satu buah ruang) dari seluruh rung pengamat. Kedua adalah Mead Depth
(MD), dihitung dalam persamaan sebagai berikut:

MD = Mean Depth
TD = Total Depth
L = Jumlah ruang dalam system
Ketiga adalah perhitungan Relative Assymetry (RA) berguna untuk
membandingkan kedalaman axial map dari ruang tertentu terhadap kedalaman dan
kedangkalan ruang yang secara teoritis dapat terjadi dan dihitung dalam
persamaan sebagai berikut:

RA = Relative Assymetry
MD = Mead Depth
L = Jumlah ruang dalam system

Keempat adalah Real Relative Assymetry (RAA) menggambarkan nilai


integrity yang secara operasional dapat dibandingkan dengan konfigurasi ruang
yang lain. Nilai rendah berarti ruang tersebut memiliki integrity yang rendah dan
dihitung dalam persamaan sebagai berikut:

RRA = Real Relative Assymetry


RA = Relative Assymetry
GL = RA standar
L = Jumlah ruang dalam system

Nilai intelligibility merupakan nilai korelasi antara connectivity dan


integrity, skala perhitungan nilai intelliigibility adalah 1 sampai dengan -1, dan 0
menandakan bahwa tidak ada korelasi antara ruang tersebut. Nilai inteligibility
berimplikasi pada tersesat atau tidak individu dalam suatu konfigurasi ruang.
Metode perhitungan nilai intelligibility dapat dilakukan menggunakan persamaan
sebagai berikut:
Rxy = Korelasi antara x dan y

X = (Xi – X)

Y = (Yi – Y)

Tabel 2.1. Komponen Space Syntax

Sumber: Introduction to Space Syntax


Ruang dalam space syntax, dipahami sebagai jalan, kotak, kamar,
taman, dll. Dalam suatu ruang terdapat penghalang yang mungkin membatasi
akses dan / atau menghalangi pandangan seperti dinding, pagar, perabotan,
partisi dan penghalang lainnya. Bangunan terdiri dari serangkaian ruang, setiap
ruang setidaknya memiliki satu hubungan ke ruang lain, sehingga satu
bangunan dapat terdiri dari konfigurasi ruang dan terdapat penghubung ruang
sebagai tempat untuk pergerakan dan aktivitas pengguna bangunan. Bangunan
dapat memiliki konfigurasi ruang berbeda yang sesuai dengan fungsi mereka.

Gambar 2.11. Parameter nilai dalam software Depthmap v.10


Sumber: Joao Pinelo & Alasdair Turner, Introduction to UCL Depthmap 10, 2010

Parameter warna mulai dari nilai rendah ditunjukan dengan adanya


warna biru yang bergradasi menuju warna hijau, selanjutnya nilai
menengah ditunjukkan dengan warna hijau bergradasi menuju warna
kuning, kemudian nilai tertinggi ditandai dengan warna kuning menuju
gradasi warna merah (Pinelo dan Turner, 2010). Dalam space syntax
terdapat tiga aspek connectivity, intergrity, dan intelligibility. Space syntax
dengan ketiga dimensinya kemudian menjadi standar dalam penelitian
mengenai konfigurasi ruang arsitektur dan perkotaan dibantu oleh
perangkat lunak.
 Aspek Connectivity
Connectivity merupakan dimensi untuk mengukur properti lokal atau
nilai hubungan ruang dengan cara menghitung jumlah ruang yang terhubung
secara langsung dengan ruang-ruang lainnya pada suatu konfigurasi ruang.
 Aspek Integrity
Integrity atau tungkat kemudahan ruang untuk di capai merupakan
dimensi yang mengukur properti global atas kedalaman suatu ruang dengan
menunjukkan seberapa dalam atau dangkal sebuah ruang tersebut dalam
kaitanya terhadap semua ruang lain dalam suatu konfigurasi ruang.
 Aspek Intelligibility
Nilai intelligibility adalah tingkat pemahamn konfigurasi ruang oleh
pengguna, penggabungan atau korelasi antara nilai antara pengukuran skala
lokal (connectivity) dengan pengukuran skala global (integrity).

Tabel 2.2. Parameter keberhasilan pada perhitungan Intelligibility Parameter


penilaian sebuah konfigurasi ruang dikatakan efektif

Angka parameter (desimal) 0-0.4 0.5-0.7 0.8-1.0

Keterangan angka Buruk Cukup Baik

Sumber: Johannes P. Siregar, 2014

Nilai intelligibility diketahui dengan melihat dari dari nilai R2


kemudian dapat di analisa menggunakan parameter keefektifan suatu
ruang berdasarkan tabel di atas.
Selain menggunakan perhitungan manual, University College London
(UCL) memperkenalkan sebuah perangkat lunak untk memudahkan perhitungan
metodologi space syntax. Perangkat lunak ini dinamakan DepthmapX. Perangkat
lunak DepthmapX dapat membaca axial line untuk kemudian dihitung melalui
axial map yang telah dibuat sebelumnya. Dengan kata lain dapat menghitung
otomatis connectivity, integrity, dan intelligibility-nya.
Metode space syntax dalam konfigurasi ruang diukur menggunakan
perhitungan Connectivity, Integrity, dan Intelligibility. Persoalan mengenai
organisasi, layout dan sirkulasi ruang akan diuraikan berdasarkan metodologi
perhitungan space syntax yang akan menghasilkan pola program ruang di dalam
Toko New Agung Makassar yang akan diteliti.
2.6. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini menggunakan penelitian terdahulu sebagai acuan dari segi metode ataupun teori pendukung lainnya. Penelitian
terdahulu merupakan kumpulan dari hasil-hasil peneliti sebelumnya dalam kaitannya dengan topik yang akan diteliti.

Tabel 2. Daftar Penelitian Terdahulu yang Relevan


No. Nama & Tahun Judul Penelitian Fokus / Hasil Penelitian Metode Penelitian
1. Siti Anwirotul Pola Persebaran Pengunjung Hasil penelitian terhadap pola persebaran pengunjung dengan metode
Mutmainnah & di Mall Olympic Garden person-centered map dan metode simulasi space syntax menemukan Metode deskriptif
Indyah Malang bahwa intensitas pola persebaran pengunjung pada area sirkulasi yang kualitatif
Martiningrum tinggi di Mall Olympic Garden berada di area hall untuk lantai dasar dan
(2018) di ruang sirkulasi yang letaknya berada di antara dua anchor tenant untuk
lantai 1 dan 2, sedangkan di lantai 3 berada di sirkulasi tengah. Ruang-
ruang ini adalah ruang sirkulasi yang paling banyak memiliki hubungan
langsung terhadap ruang lainnya, posisi ruang sirkulasi yang mudah
dicapai dan memiliki posisi yang jaraknya mudah untuk menuju ruang-
ruang yang lain. semakin sedikit nilai keterhubungan ruangnya terhadap
ruang lain dan semakin berjarak ruang tersebut dengan ruang yang lain
maka pola persebaran pengunjungnya juga rendah, dan ruang sirkulasi
tersebut akan jarang di lalui pengunjung.
2. Tiarma Isi Analisa Sirkulasi Ruang Penelitian ini fokus mendalami lebih lanjut mengenai sirkulasi ruang Metode deskripsi
Naibaho & Ully Gerak Pengguna pada Area gerak pengguna perpustakaan yang baik dan tepat dengan komparatif
Irma Maulina Baca Di Perpustakaan pertimbangan antropometrik dan ergonomi serta dampak dari sirkulasi
Hanafiah Universitas Swasta ruang gerak yang kurang mempertimbangkan standar antropometrik
(2016) dan ergonomi terhadap pengguna
perpustakaan.
3. Edward Syarif Arsitektur Hijau pada Penelitian ini fokus menjelaskan dan menggambarkan pola Penelitian ini
& Nurmaida Morfologi Permukiman permukiman tepi sungai Tallo dan pengaruhnya terhadap kondisi menggunakan teknik
Amri (2017) Tepi Sungai Tallo lingkungan air, serta kaitannya dengan konsep arsitektur hijau. analisis synchronic
reading yang didukung
oleh metode space
syntax dan dianalisis
menggunakan konsep
arsitektur hijau.
4. Ade Syoufa & Pengaruh Pola Sirkulasi Penelitian ini fokus pada hubungan pola sirkulasi yang dimiliki oleh
Penelitian ini
Helen Hapsari Pusat Perbelanjaan Mal pusat perbelanjaan terhadap pola penyebaran pengunjung. Pola menggunakan metode
(2014) Terhadap Pola Penyebaran sirkulasi yang menjadi fokus penelitian adalah sirkukasi pengunjung,
deskripitif analisis
Pengunjung dimana pola sirkulasi pengunjung akan dilihat secara detail sehingga
akan diketahui suatu hubungan antara pola sirkulasi dengan keramain
alur pengunjung.
5. Iqbal Penerapan Teori Space Penelitian ini fokus membahas mengenai konfigurasi ruang pada Pusat Kualitatif dengan
Nurhidayat, Syntax pada Bangunan Ekshibisi di Jakarta dengan menerapkan Teori Space Syntax agar dapat menggunakan metode
Ofita Purwani, Pusat Ekshibisi di Jakarta memudahkan pengunjung dalam membaca konfigurasi ruang secara space syntax
dan Samsudi keseluruhan yang berimplikasi pada tersesat atau tidaknya pengunjung
(2018) dalam suatu konfigurasi ruang.
2.7. Kerangka Konsep Penelitian

Evaluasi Sirkulasi Toko New


Agung Makassar Menggunakan
Metode Space Syntax

Mengevaluasi pola sirkulasi di dalam Mengetahui pola pergerakan dan


Toko New Agung Makassar, baik dari persebaran pengunjung yang terjadi di
segi pengguna maupun tata letak rak nya. dalam Toko New Agung Makassar
menggunakan metode space syntax.
Observasi
Kualitatif Kuantitatif Kuisioner
Wawancara

1. Tinjauan Umum Retail


2. Tinjauan Umum Ruang
3. Tinjauan Umum Sirkulasi
4. Metode Space Syntax

BEBAS (X): TERIKAT (Y):


1. Tata letak rak
2. Pengguna Sirkulasi ruang

Bagan 2. Kerangka Konsep Penelitian


Sumber: Penulis, 2020

Anda mungkin juga menyukai