Anda di halaman 1dari 7

PENYAKIT GENETIKA: HEMOFILIA

Aulia Shafira1
NIM. 1302619058
1
Pendidikan Fisika, Universitas Negeri Jakarta
Email: shafiraauliaa1533@gmail.com
Abstract:
Humans pass on traits to their children with unique patterns. In addition to
inheritance in their offspring, there are some parents who reduce their children
with abnormalities or diseases. One of the genetic diseases linked to the sex
chromosome is hemophilia. Hemophilia often attacks men. Hemophilia is a blood
clotting disorder. Blood clotting factors in blood plasma are symbolized by
Roman numerals, namely factor VIII which causes hemophilia A, and factor IX
that causes hemophilia B. Hemophilia can be classified into three, namely mild,
moderate, and severe. This disease is a congenital disease and is not a contagious
disease. Hemophilia is inherited through genes given by parents to their children.
Each individual has two sex chromosomes. Women have two X chromosomes and
men have X and Y chromosomes. If a woman has one X chromosome with
hemophilia she may not get the disease because she will get this disease if her two
X chromosomes carry hemophilia. Although she is not affected by this disease
later she can become a carrier of hemophilia and pass this gene to her children.
Symptoms and signs in each individual affected by this disease varies. However,
common symptoms that often occur namely: bleeding gums; easy bruising; joint
pain; numb; joint damage; and also often nosebleeds. Hemophilia can not be
cured but the symptoms can be reduced by taking medication regularly.
Abstract:
Manusia menurukan sifat ke anaknya dengan pola yang unik. Selain menurunkan
sifat pada keturunannya ada beberapa orang tua yang menurunkan kelainan
ataupun penyakit kepada anaknya. Salah satu penyakit genetik terpaut kromosom
seks yaitu hemofilia. Hemofilia sering kali menyerang laki-laki. Hemofilia
merupakan suatu penyakit kelainan pembekuan darah. Faktor pembekuan darah
dalam plasma darah dilambangkan dengan angka romawi yaitu faktor VIII yang
menyebabkan hemofilia A, dan faktor IX yang menyebabkan hemofilia B.
Hemofilia merupakan penyakit bawaan sejak lahir dan bukan penyakit menular.
Hemofilia diwariskan melalui gen yang diberikan orang tua ke anaknya. Setiap
individu memiliki dua kromosom seks. Wanita memilki dua kromosom X dan laki-
laki memiliki kromosom X dan Y. Jika wanita memilki satu kromosom X dengan
hemofilia dia bisa saja tidak akan terkena penyakit ini sebab ia akan terkena
penyakit ini apabila dua kromosom X-nya membawa hemofilia. Walaupun ia
tidak terkena penyakit ini nantinya ia dapat menjadi carrier hemofilia dan
menurunkan gen ini ke anak-anaknya. Gejala dan tanda-tanda pada setiap
individu yang terkena penyakit ini berbeda-beda. Namun, gejala umum yang
sering terjadi yaitu: gusi berdarah; mudah memar; nyeri sendi; mati rasa;
kerusakan sendi; dan juga sering mimisan. Hemofilia tidak dapat disembukan
tetapi dapat dikurangi gejalanya dengan cara minum obat secara berkala.
Keywords: penyakit genetik, hemofilia, gejala, penanganan

1
1. PENDAHULUAN
Penyakit atau kelainan genetik merupakan sebuah kondisi yang
disebabkan oleh kelainan pada satu atau lebih gen dan menyebabkan kondisi
fenotipe klinis. Penyebab penyakit klinis yaitu: ketidaknormalan jumlah
kromosom; mutasi gen; gen rusak yang diturunkan orang tua ke anaknya.
Penyakit genetik sering disebut dengan penyakit keturunan.(wikipedia)
Hemofilia adalah penyakit kelainan pembekuan darah yang disebabkan
oleh mutasi gen faktor VIII yang menyebabkan hemofilia A dan faktor IX yang
menyebabkan hemofilia B. Selain hemofilia A dan B juga terdapat hemofilia C
yang mana diturunkan dari orang tua ke anaknya dengan cara autosomal resesif
yang kekurangan faktor XI, hemofilia ini disebabkan oleh proses autoimun.
Penyakit ini disebabkan gen resesif h.
Hemofilia A mempunya tingkat keparahan yaitu: hemofilia berat atau
klasik (dengan aktivitas Faktor VIII < 1% normal); hemofilia sedang ( Faktor
VIII 2-5% normal); hemofilia ringan ( Faktor VIII 5-25% normal). Orang yang
menderita hemofilia berat sering menunjukkan pendarahan spontan, hemartros,
dan pendarahan jaringa. Bahkan kegiatan-kegiatan yang dianggap normal dapat
menyebabka pendarahan seperti berlari, cabut gigi, dan juga khitan. Penderita
hemofilia sedang mengalami perdarahan akibat luka ringan, dan jarang sekali
terjadi pendarahan spontan. Pada hemofilia ringan akan terjadi perdarahan
apabila adanya luka berat dan juga menjalani operasi.
Hemofilia A, hemofilia B, dan hemofilia C memiliki gejala yang hampir
sama. Hal ini dapat dibedakan melalui pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan
ini memerlukan keterampilan dan juga ketelitian yang tinggi untuk diagnosis
klinik adaalah actived partial thromboplastin time (APTT), plasma
prothrombin time (PPT), kadar fibrinogen dan uji substansi (stubtitution test).
Hemofilia merupakan penyakit genetik yang tersebar di seluruh dunia.
Penyakit ini sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan nama hemofilia dikenal
sejak tahun 1820. Maka dari itu perlu diketahui bagaimana penyakit ini dapat
terjadi, gejala yang timbul, dan juga cara penanganannya.

2. PEMBAHASAN
Penyakit Genetik
Sifat manusia diturunkan dari keturunannya dengan pola pewarisan sifat
tertentu. Selain mewariskan sifat ada juga beberapa penyakit yang diturunkan
orang tua ke anaknya yang disebut penyakit genetik. Penyakit genetik adalah
suatu kondisi yang disebabkan oleh kelainan yang dibawa oleh suatu gen yang
menyebabkan suatu kondisi fenotipe klinis.
Kelainan fisik dan juga penyakit bawaan sering kali dijumpai. Penyakit ini
bukan disebabkan oleh virus ataupun kuman, tetapi penyakit ini diwariskan
dari orang tua ke anaknya melalui gen. Penyakit genentik ini tidak menular dan
juga dapat diupayakan agar tidak terkena penyakit ini.
Pada umumnya penyakit ini disebabkan oleh gen resesif. Sehingga auatu
penyakit akan muncul apabila gen bersifat resesif homozigot. Apabila pada
individu gen bersifat heterozigot, maka penyakit ataupun kelainan tersebut
tidak akan muncul. Walaupun individu tersebut tidak mengalami suatu
penyakit atau kelainan apapun orang tersebut tetap membawa gen kelainan itu

2
yang disebut dengan carrier. Individu carrier ini akan normal tetapi ia dapat
mewariskan sifat ini ke keturunannya kelak.
Penyakit atau kelainan menurun pada manusia memiliki ciri-ciri yaitu:
1. Penyakit tidak menular karea dikendalikan oleh gen;
2. Dapat dihindarkan;
3. Biasanya tidak dapat disembuhkan;
4. Akan muncul bila keadaanya homozigot resesif;
5. Apabila keadaanya heterozigot, maka orang tersebut akan normal tetapi
tetap membawa gen itu atau sering disebut carrier.
Kelainan dan penyakit menurun ini diturunkan melalui kromosom baik
kromosom tubuh ataupun kromosom seks. Penyakit dan kelainan terpaut
kromosom tubuh ada yang resesif seperti penyakit anemia sel sabit, talasemia,
sitis fibrosis, albino, Tay-Sachs, botak, skizofrenia, dan juga fenilketuonuria.
Sedangkan penyakit atau kelainan terpaut kromosom seks dominan seperti
huntingon, sindaktili, brakidaktili, polidaktili, dan hipertensi. Kelainan atau
penyakit turunan yang terpaut kromosom seks biasanya resesif contohnya
seperti buta warna dan hemofilia.
Mekanisme Pembekuan Darah
Mekanisme pembekuan darah pada hemofilia mengalami gangguan.
Mekanisme pembekuan darah memiliki beberapa faktor pembekuan yang
dilambangkan dengan angka romawi. Penyakit hemofilia A disebabkan
kurangnya faktor VIII (Globulin / faktor anti hemolitik), pada hemofilia B
kurangnya faktor IX (Komponen Tromboplastin plasma: faktor christmas),
sedangkan pada hemofilia Cdisebaabkan kurangnya faktor XI (Antesenden
tromboplastin plasma). Perbedaan proses pembekuan darah orang noral dengan
penderita hemofilia:

Sumber: Stomatognatic ( J. K. G. Unej) Vol. 8 No.1


Keterangan gambar merah (pembuluh darah normal):
a. Perdarahan terjadi karena adanya luka pada pembuluh darah yang kemudian
darah akan keluar dari pembuluh;
b. Pembuluh darah akan mengecil;
c. Trombin akan menutup luka pada pembuluh darah;
d. Faktor-faktor pembuluh darah akan membentuk benang-benang fibrin yang
akan menutup luka sehingga perdarahan akan berhenti, sedangkan pada
gambar orange kekurangan faktor-faktor pembekuan darah yang

3
mengakibatkan benang-benang fibrin tidak terbentuk sempurna sehingga
darah akan terus mengalir (seperti yang terlihat pada gambar orange).
Hemofilia
Hemofilia A merupakan penyakit yang terpaut kromosom X resesif yang
paling sering terjadi dan penyakit perdarahan defisiensi faktor kedua yang
paling sering terjadi setelah penyakit von Willebrand. Banyaknya pengidap
hemofilia di dunia sekitar 1/5000 laki-laki dengan 1/3 dari individu tersebut
tidak terdapat riwayat penyakit ini pada keluarganya. Sedangkan pada
hemofilia B hanya sekitar 1 per 25000 – 30000 laki-laki. Dari seluruh total
kasus hemofilia 80 – 85% kasus merupakan hemofilia A, 14% kasus hemofilia
B, dan sisanya adalah penyakit pembekuan darah lainnya. Pada hemofilia C
banyaknya cukup merata anatara laki-laki dan perempuan, banyaknya kasus ini
sekitar 1/100000 penduduk dan 0,21-1 individu per 1000000 penduduk
pertahun terutama pada usia tua.
Hemofilia A adalah penyakit heterogen yang mana faktor VIII dalam
darah mengalami penurunan jumlah. Penurunan ini terjadi karena memang
jumlah faktor VIII yang akan diproduksi berkurang, dan adanya protein yang
abnormal ataupun tidak berfungsi. Faktor VIIIa dan faktor IXa sama-sama
berperan dalam mengaktifkan faktor X pada proses koagulasi, hal ini yang
menyebabkan hemofilia A dan hemofilia B memiliki gambaran klinis yang
sangat mirip.
Sangat jarang informasi tentang hemofilia C. Pada hemofilia C walalupun
adanya penurunan faktor XI yang cukup besar kecenderungan untuk berdarah
sangatlah kecil. Hal ini dikarenakan kurangnya jumlah faktor XI berbanding
lurus dengan keparahan penyakit.

Sumber: www.ciliate.org
Gejala Klinis
Gejala yang paling sering terjadi pada hemofilia yaitu perdarahan baik
perdarahan dalam tubuh maupun luar tubuh. Internal bleeding atau perdarahan
dalam tubuh dapat berupa hematemesis, hematuria, hemartrosis, melena,
hyphema, dan perdarahan intrakranial. External bleeding dapat berupa
perdarahan dari hidung (mimisan) tanpa sebab yang jelas, perdarahan yang
berlebihan saat cabut gigi, dan perdarahan yang berlebihan ketika adanya luka.

4
Gejala klinis dari hemofilia yaitu adanya perdarahan yang berlebihan.
Gejala klinis pada hemofilia A dan hemofilia B tidak dapat dibedakan. Kasus
berat sering kali ditemukan pada kasus hemofilia A dibandingkan dengan kasus
hemofilia B. Hemofilia terbagi menjadi tiga yaitu; hemofilia berat, sedang, dan
ringan. Pada hemofilia A berat level faktor VIII ≤1% dari orang normal, gejala
klinis yang ada yaitu: perdarahan spontan sejak bayi; hemarthrosis spontan
dering terjadi dan perdarahan lainnya. Hemofilia A sedang level faktor VIII 1-
5% dari normal, gejala klinisnya yaitu: perdarahan skunder akibat luka berat
ataupun operasi; kadang-kadang terjadi hemarthrosis spontan. Pada hemofilia
ringan level faktor VIII 6-40% dari normal, gejala klinis yang terjadi yaitu:
perdarahan skunder akibat luka berat ataupun operasi; jarang terjadi perdarahan
spontan.
Seseorang yang menderita penyakit hemofilia berat tanpa adanya
pengobatan dapat membuat orang tersebut mengalami hemarthrosis yang akan
menyebabkan artropati hemofilik kronik pada saat dewasa muda. Hermathrosis
terjadi pada hampir 75% kasus hemofilia berat. Ini terjadi saat kapiler bawah
synovium rusak oleh trauma penggunaan sehari-hari. Sendi yang paling sering
mengalami hal ini adalah pinggang, siku, lutut, tangan, dan juga kaki.
Gejala klinis lainnya yang biasanya terjadi yaitu hematoma, pseudotumor
(kista darah), hematuria, perdarahan intrakranial, perdarahan pada mulut,
akibat tindakan operasi, dan perdarahan membran mukosa. Hemofilia C tidak
separah hemofilia dengan tipe A dan B. Komplikasi yang paling sering terjadi
pada hemofilia C adalah perdarahan pasca operasi.
Perjalanan Penyakit
a. Periode neonatal (sejak lahir – 28 hari post natal)
Gejala yang ditemukan pada periode ini yaitu perdarahan intrakranial.
b. Periode infant, toddler, dan child
Infant dimulai setelah nenonatal sampai 1 tahun, toddler dari 1 tahun sampai
2 tahun, dan child dari usia 2 tahun sampai 10 tahun. Pada periode infant
dan toddler risiko terjadinya perdarahan sangat tinggi karena pada periode
ini anak sudah mulai belajar merangkak, berjalan, dan juga berlari. Gejala
yang timbul pada periode ini biasanya yaitu hematom dan hemartrosis.
c. Periode adolescent (usia 10-19 tahun)
Pada periode ini anak akan senang untuk melakukan kegiatan olahraga dan
juga kegiatan yang memacu adrenalin. Namun, kegiatan ini yang justru
memacu perdarahan pada tahap ini.
d. Periode adult ( 19-64 tahun)
Pada periode ini pederita hemofilia sudah cukup dewasa sehingga risiko
adanya perdarahan dapat dihindari.
Penanganan
Penangan hemofilia dapat dilakukan dengan pemberian faktor VIII dan
juga faktor IX, antifibrinolitik, dan juga fibrin glue. Pada hemofilia A dapat
diberikan DDVAP. Penderita hemofilia perlu dihindarkan dari obat aspirin,
NSAIDs, dan obat-obatan yang dapat menggangung agregasi platelet. Obat anti
nyeri untuk penderita hemofilia dapat digangganti dengan acetaminofen atau
inhibitor COX-2 seperti celecoxib. FFP dan cryoprecipitate mengandung
faktor VIII sehingga dapat digunakan untuk terapi hemofilia A. Beberapa

5
waktu lalu FPF dan cryoprecipitate produk satu-satunya yang dapat digunakan
untuk terai hemofilia. Namun, sekarang faktor VIII dapat dibentuk di
laboratorium dengan cara DNA rekombinan. Selain itu, juga terdapat faktor
VIII generasi ketiga yang dibuat tanpa adanya protein hewani maupun
manusia.
Pada kasus hemofilia sedang dan ringan DDAVP dapat digunakan.
Mekanisme cara kerja DDAVP masih belum diketahui secara jelas. Diduga
desmopressin merupakan sekretagog untuk faktor von Willebrand sehingga
jumlah faktor VIII dapat diikat sehingga lebih aman untuk penghancuran.
Pemberian DDAVP berulang dapat menyebabkan tafikilaksis. Pada beberapa
pasien, dosis DDAVP kedua menyebabkan penurunan hingga 30%
dibandingkan dengan dosis pertama.
Penyembuhan total hemofilia A dan B dapat dilakukan dengan
transplantasi hati. Namun, sulitnya melakukan tidakan ini membuat tindakan
ini tidak dijadikan sebagai variabel penyembuhan hemofilia. Di sisi lain gene
replacement therapy merupakan suatu pendekatan idela untuk terapi profilaksis
ataupun penyembahan total. Berdasarkan teroi hemofilia B lebih mudah
dilakukan teapi gen untuk penyembuhannya karena ukurannya pada DNA yang
sangat kecil. Beberapa studi menunjukan penderita hemofilia mulai membaik
dengan melakukan terapi gen. Beberapa penelitian juga menunjukan bahwa
faktor IX yang dihasilkan setelah terapi lebih bertahan lama pada darah
dibandingkan dengan yang tidak menderita hemofilia.
3. Kesimpulan dan saran
Penyakit genetik merupakan penyakit menurun yang memiliki ciri-ciri yaitu:
tidak menular; tidak dapat disembuhkan; akan muncul apabila homozigot
resesif; apabila heterozigot resesif maka orang tersebut akan carrier. Hemofilia
merupakan salah satu penyakit genetik yang terpaut kromosom seks resesif.
Kelainan pembekuan darah pada hemofilia disebkan faktor VIII untuk
hemofilia A, faktor IX untuk hemofilia B, dan faktor XI untuk hemofilia C.
Penangan hemofilia dapat dilakukan dengan terapi hemofilia. Untuk
memberhentikan perdarahan pada hemofilia A dapat dilakukan dengan
memberikan DDAVP, sedangkan pada hemofilia lainnya dapat ditangani
dengan memberikan fibrin glue, dan antifibrinolitik.
Saran: kita harus lebih aware terhadap kelainan atau penyakit genetik.

DAFTAR PUSTAKA
Bolton-Maggs, P. Arceci, R. (2016). Hemophilia C.
http://emedicine.medscape.com/article/955690-overview#showall. Diakes
pada 15 juni 2020.
Indonesian Hemophylia Society. (2020). Apa itu Hemofilia.
www.hemofilia.or.id/hemofilia.php. Diakses tanggal 15 Juni 2020.
Kaushansky K, Lichtman M, Prchal J, Levi M, Press O, Burns L et al. (2015).
Williams hematology 9th ed. New York: McGraw-Hill, Medical Pub.
Division.
Linderman C, Eichenfield E. (2010). Textbook of Hemophilia. Singapore: Wiley-
Blackwell.

6
Mark E. (2011). Facts for families. In: Samuel E. The Teen Brain: Behavior,
Problem Solving and Decision Making. Washington: Elsevier.
Presetyawaty, V dkk. (2016). Prediktor Kualitas Hidup Terkait Kesehatan pada
Pasien Hemofilia Dewasa di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Jurnal
Penyakit Dalam Indonesia. 3(3), 116-124.
Purwanto, D. S. (2012). Haemophilia. Jurnal Biomedik. 4(3), S169-S174.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/view/2036/4337
Susanto, M & Kurniawan, A. (2016). Hemofilia. Medicinus. 6(1), 25-29.
Sunarto & Sumadiono. (1995). Hemofilia dengan Perdarahan Intrakranial.
Berkala Ilmu Kedokteran. 27(1), 39-42.
Tosida, E. T & Utami, D. K. (2011). Pemodelan Sistem Pewarisan Gen Manusia
Berdasarkan Hukum Mendel dengan Algoritma Branch and Bound. Ekologia.
11(1), 44-52.
Yantie, V. K. & Ariawati, K. (2012). Inhibitor pada Hemofilia. Jurnal Ilmiah
Kedokteran. 43(1),31-36.
Yoshua, V & Angliadi E. (2013). Rehabilitasi Medik pada Hemofilia. Jurnal
Biomedik. 5(2), 67-73.
Zaiden R, Nagalla S. (2016). Hemophilia A dan B.
http://emedicine.medscape.com/article/779322-overview#showall. Diakses
tanggal 15 Juni 2020.

Anda mungkin juga menyukai