Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan


dari masyarakat yang dilayaninya, termasuk jasa akuntan. Seiring dengan meningkatnya
perekonomian yang saat ini mengarah pada globalisasi, maka kebutuhan akan laporan keuangan
yang dapat dipertanggungjawabkan pun semakin meningkat. Pengaruh globalisasi juga
membawa dampak negatif pada jasa audit, pelaku profesi auditor independen atau akuntan
publik dituntut untuk menunjukan profesionalismenya. Akuntan atau auditor harus dapat
memberikan jasa kualitas terbaik dengan bertanggung jawab dan menjaga kepercayaan
masyarakat.
Kurangnya kesadaran dan pemahaman etika akuntan publik dan maraknya manipulasi
akuntansi membuat kepercayaan para pemakai laporan keuangan auditan mulai menurun,
sehingga para pemakai laporan keuangan seperti investor dan kreditur mempertanyakan
eksistensi akuntan publik sebagai pihak independen.
Oleh karena itu diperlukan adanya landasan pada standar moral dan etika tertentu. Untuk
mendukung profesionalisme akuntan, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), sejak tahun 1975 telah
mengesahkan “Kode Etik Akuntan Indonesia” yang telah mengalami revisi pada tahun 1986,
tahun 1994 dan terakhir pada tahun 1998. Dalam Mukadimah Kode Etik Akuntan Indonesia
tahun 1998 ditekankan pentingnya prinsip etika bagi akuntan. Dengan menjadi anggota, seorang
akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin dan memenuhi segala hukum dan
peraturan yang telah disyaratkan.
Dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi permasalahan, yaitu pada etika profesi
akuntansi secara umum, idealnya etika profesi akuntansi dalam berbagai bidang akuntansi,
dan contoh kasus etika profesi akuntansi (akuntan publik) pada suatu perusahaan yaitu pada PT
Kimia Farma.
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui etika profesi akuntansi
secara umum dan dapat memahami keidealan etika profesi  akuntansi dalam bidangnya serta
contoh kasus dalam perusahaan PT Kimia Farma mengenai pelanggaran yang mempengaruhi
etika profesi akuntansi (Akuntan Publik). 
Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai kasus pelanggaran yang
dilakukan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM) yang berkaitan dengan kecurangan yang
dilakukan oleh PT. Kimia Farma.
BAB 2

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ETIKA

Kata “etika” berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata yaitu Ethos dan ethikos.
Ethos berarti sifat, watak kebiasaan, tempat yang biasa. Ethikos berarti susila, keadaban,
kelakuan dan perbuatan yang baik. Secara terminologi etika bisa disebut sebagai ilmu tentang
baik dan buruk atau kata lainnya ialah teori tentang nilai

Kode Etik Profesi Akuntan Publik menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang
harus diterapkan oleh setiap individu dalam Kantor atau jaringan Kantor, baik yang merupakan
Anggota IAPI, maupun yang bukan merupakan Anggota IAPI, yang memberikan jasa
profesional yang meliputi jasa asurans dan jasa selain asurans ataupun yang bekerja pada entitas
bisnis.

B. PRINSIP ETIKA PROFESI AKUNTAN

Lima prinsip dasar etika untuk Akuntan adalah:

a. Integritas - bersikap lugas dan jujur dalam semua hubungan profesional dan bisnis.
b. Objektivitas - tidak mengompromikan pertimbangan profesional atau bisnis karena adanya
bias, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak semestinya dari pihak lain.
c. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional - untuk:
 Mencapai dan mempertahankan pengetahuan dan keahlian profesional pada level yang
disyaratkan untuk memastikan bahwa klien atau organisasi tempatnya bekerja
memperoleh jasa profesional yang kompeten, berdasarkan standar profesional dan
standar teknis terkini serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
 Bertindak sungguh-sungguh dan sesuai dengan standar profesional dan standar teknis
yang berlaku.

d. Kerahasiaan - menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dari hasil hubungan profesional
dan bisnis.
e. Perilaku Profesional - mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
menghindari perilaku apa pun yang diketahui oleh Akuntan mungkin akan mendiskreditkan
profesi Akuntan.

C. KASUS PELANGGARAN ETIKA PROFESI AKUNTAN

Setiap profesi yang ada selalu memiliki sebuah resiko yang harus dihadapi oleh pelaku
profesi tersebut. Layaknya profesi akuntansi yang memiliki resiko dan aturan dalam
menjalankan profesinya. Seorang akuntan dalam menjalankan profesinya diatur oleh suatu
etika akuntan. Etika akuntan, yaitu norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan
dengan para klien, antara akuntan dengan teman sejawatnya, dan antara akuntan dengan
masyarakat. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), sejak tahun 1973 telah mengesahkan “Kode Etik
Akuntan Indonesia” yang telah mengalami revisi pada tahun 1986, dan terakhir pada tahun
1994. Dalam pasal 1 ayat (2) Kode Etik Akuntan Indonesia mengamanatkan setiap anggota
harus mempertahankan integritas dan obyektivitas dalam melaksanakan tugasnya. Dengan
mempertahankan integritas, seorang akuntan akan bertindak jujur, tegas, dan tanpa pretense,
sedangkan dengan mempertahankan obyektivitas, seorang akuntan akan bertindak adil, tanpa
dipengaruhi tekanan atau permintaan pihak tertentu atau kepentingan pribadinya.
Adanya etika professional yang diperlukan dalam setiap profesi sangatlah penting dikarenakan
hal tersebut akan menimbulkan kepercayaan kepada para pemakai jasanya tentang kualitas dan
keakuratan jasa yang diberikan.Dalam hal pelanggaran etika profesi akuntansi,dimulai dari
permasalahan PT Kimia Farma Tbk adanya penggelembungan laba bersih pada laporan
keuangan PT Kimia Farma pada tahun 2001. Penggelembungan itusenilai Rp. 32.668
milyar. Laporan keuangan yang seharusnya Rp. 99.594 milyarditulis Rp. 132 milyar.
Kasus kesalahan dalam laporan keuangan PT Kimia Farmaini telah menjadi perkara
pidana karena sudah termasuk kategori pernyataan yangmenyesatkan.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang
ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur
produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada
tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan
nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per
31 Desember 2001.
Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit
laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun
gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti
membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut. Bapepam juga mendapati
beberapa bukti kesalahan, yakni terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan
PT Kimia Farma yang mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk tahun
yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp32,7 miliar yang merupakan 2,3 % dari
penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT Kimia Farma Tbk dimana kesalahan tersebut
terdapat pada beberapa unit yang tidak disampling oleh Akuntan, yakni unit industrial
bahan baku (overstated pada penjualan sebesar Rp2,7 miliar) dan unit Pedagang Besar
Farmasi (overstead pada persediaan barang sebesar Rp8,1 miliar)
Sebagai akibat dari kejadian ini maka PT Kimia Farma dikenakan denda sebesar
Rp 500 juta, direksi lama PT Kimia Farma terkena denda Rp1 miliar, serta partner HTM
yang mengaudit Kimia Farma didenda sebesar 100 juta rupiah. Kesalahan yang
dilakukan oleh partner HTM tersebut adalah bahwa ia tidak berhasil mengatasi risiko
audit dalam mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan PT Kimia
Farma, walaupun ia telah menjalankan audit sesuai SPAP.

D. ANALISIS KASUS PELANGGARAN KODE ETIK AKUNTAN

Pelanggaran yang telah dilakukan oleh KAP Hans Tuanakotta and Mustofa (Deloitte
ToucheTohmatsu’s affiliate) adalah melanggar prinsip dasar etika profesi akuntan, terutama
integritas, objektivitas, dan perilaku profesional

Akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah dalam manipulasi laporan
keuangan, karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa
(HTM) seharusnya mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu apakah berdasarkan laporan
fiktif atau tidak. Juga Sdr. Ludovicus Sensi W sebagai rekan kerjanya.

Risiko ini berdampak pada reputasi HTM dimata pemerintah ataupun publik, dan pada
akhirnya HTM harus menghadapi konsekuensi risiko seperti hilangnya kepercayaan publik dan
pemerintah akan kemampuan HTM, penurunan pendapatan jasa audit hingga yang terburuk
adalah kemungkinan ditutupnya Kantor Akuntan Publik tersebut.

Tindakan pemerintah dilakukan dimulai dari Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) yang
melakukan pemeriksaan laporan keuangan dan menemukan kesalahan yang terjadi. Lalu
ditindakl anjuti oleh BP2AP (Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik) yaitu lembaga non
pemerintah yang dibentuk oleh Ikatan Akuntan Indonesa (IAI) dan pemberian sanksi
administratif berupa denda, peringatan tertulis, pembekuan izin usaha, atau pencabutan izin
usaha.

BAB 3

PENUTUP
Menurut kami, dengan adanya kasusseperti ini terutama melibatkan salah satu KAP besar
di Indonesia membuat publik terutama menjadi kesulitan untuk menemukan KAP mana yang
dapat dipercaya. Tentunya semua pihak berharap agar tidakada lagi kasus seperti ini. Untuk itu
diperlukan kerjasama lagi di antara pihak pemerintah IAI maupun akuntan publik sendiri untuk
bersama-sama membangun kepercayaan publik kembali terhadap profesi akuntan.

Seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena mereka adalah pihak
yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam pencatatan laporan
keuangan. Dikarenakan jika auditor tidak melaksanakan tugasnya dengan baik maka resiko yang
terjadi seperti hilangnya kepercayaan publik dan pemerintah akan kemampuan auditor,
penurunan pendapatan jasa audit, hingga yang terburuk adalah kemungkinan ditutupnya Kantor
Akuntan Publik tersebut

Anda mungkin juga menyukai