Disusun Oleh :
Akmal Hidayat
2020
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan pada Allah SWT serta junjungan Nabi Besar
Muhammad SAW atas limpahan rahmat dan karunia Nya penulis dapat
menyelesaikan Tugas Keperawatan Gerontik tentang Asuhan Keperawatan
Gerontik pada Lansia dengan Impaction (Impaksi Fekal).
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih
kepada dosen pengampu mata kuliah Keperawatan Gerontik yang telah
membimbing penulis dalam menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca sangat penulis harapkan. Mudah – mudahan makalah ini bermanfaat bagi
kita semua.
Penulis
Akmal Hidayat
1
BAB I
KONSEP TEORI LANSIA
A. Definisi
Menurut Undang-Undang RI nomor 13 tahun 1998, Depkes (2001)
yang dimaksud dengan usia lanjut adalah seorang laki-laki atau
perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih, baik yang secara fisik masih
berkemampuan (potensial) maupun karena sesuatu hal tidak lagi mampu
berperan aktif dalam pembangunan (tidak potensial).
2
1. Teori Interaksi Sosial (Sosial Exchange Theory)
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada
suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai
masyarakat. Hardywinoto dan Setiabudhi 2005, mengemukakan
bahwa kemampuan lanjut usia untuk terus menjalin interksi sosial
merupakan kunci mempertahankan status sosialnya atas dasar
kemampuannya untuk melakukan tukar menukar.
3
tergantung dari bagaimana seorang lanjut usia merasakan kepuasan
dalam melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut
selama mungkin. Pokok-pokok teori aktivitas adalah :
4
5) Menemukan kepuasan dalam hidup berkeluarga
6) Penyesuaian diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia.
7) Menerima dirinya sbagai seorang lanjut usia
6. Teori Stratifikasi Usia (Age Stratification Theory)
Menurut Stanley & Beare (2006) penuaan adalah normal, dengan
perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi
pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap
perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu fenomena
yang kompleks dan multidimensional yang dapat diobservasi di dalam
satus sel dan berkembang sampai pada keseluruhan sistem. Walaupun
hal itu terjadi pada tingkat kecepatan yang berbeda, di dalam
parameter yang cukup sempit, proses tersebut tidak tertandingi.
5
b. Instability (Berdiri dan Berjalan Tidak Stabil atau Mudah jatuh)
Lansia mudah terjatuh karena terjadinya penurunan fungsi-fungsi
tubuh dan kemampuan fisik juga mental hidupnya. Akibatnya
aktivitas hidupnya akan ikut terpengaruh, sehingga akan mengurangi
kesigapan seseorang.
c. Inkontinensia
Beser atau yang sering dikenal dengan ”Ngompol” karena saat BAK
atau keluarnya air seni tanpa disadari akibat terjadi masalah kesehatan
atau sosial. Untuk mengatasi masalah ini biasanya lansia akan
mengurangi minum dengan harapan untuk mengurangi jumlah dan
frekuensi berkemih. Akibatnya lansia dapat terjadi kekurangan cairan
tubuh dan berkurangnya kemampuan kandung kemih yang justru akan
memperberat keluhan beser pada lansia.
e. Infeksi
Pada lansia telah terjadi penurunan fungsi tubuh. Daya tahan tubuh
juga menurun karena kekurangan gizi. Adanya penyakit yang
bermacam-macam. Selain itu juga dari faktor lingkungan juga bisa
terpengaruh terhadap infeksi yang terjadi pada lansia.
6
f. Impairment of Vision and Hearing, Taste, Smell, Communication,
Convalescence, Skin Integrity (Gangguan Pancaindera)
Akibat proses menua sehingga semua kemampuan pancaindera
berkurangfungsinya. Juga terjadi gangguan pada otak, saraf dan otot-
otot. Sehingga pada lansia terjadi penurunan penglihatan, pendengaran
dan komunikasi (berbicara).
Pada kasus konstipasi yaitu feces menjadi keras dan sulit dikeluarkan
maka akan tertahan diusus sehingga dapat terjadi sumbatan diusus
yang menyebabkan rasa sakit diperut.
h. Isolasi (Depresi)
Dapat terjadi akibat perubahan status sosial, bertambahnya penyakit
dan berkurangnya kemampuan untuk mengurus dirinya secara mandiri
serta akibat perubahan-perubahan fisik maupun peran sosial.
7
2) Gangguan fisik : sakit kepala, jantung berdebar-debar, nyeri
pinggang, gangguan pencernaan.
i. Kurang Gizi
Disebabkan oleh perubahan lingkungan yaitu ketidaktahuan lansia
dalam memilih jenis makana yang bergizi, isolasi sosial karena lansia
mengalami penurunan aktivitas karena penurunan fungsi pancaindera.
Sedangkan penyebab lainnya yaitu kondisi kesehatan : sehingga lansia
hanya akan mengalami konsumsi jenis makanan tertentu, adanya
penyakit fisik, mental, gangguan tidur dan obat-obatan.
l. Insomnia
Hampir semua lansia mempunyai gangguan tidur yakni sulit untuk
mulai masuk dalam proses tidur, tidurnya tidak nyenyak dan mudah
terbangun, sering bermimpi, bangun terlalu awal (dini hari). Apabila
sudah terbangun maka akan sulit untuk tidur kembali.
8
m. Immune Deficiency (Daya Tahan Tubuh yang Menurun)
Salah satu penyebab daya tahan tubuh pada lansia menurun terjadi
akibat terganggunya fungsi organ tubuh. Namun tidak semua proses
menua mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh. Hal ini juga dapat
terjadi akibat penyakit yang diderita lansia, penyakit yang sudah akut,
penggunaan obat-obat tertentu dan status gizi yang buruk.
9
BAB II PENDAHULUAN
LAPORAN PENDAHULUAN IMPACTION
A. Definisi Impaksi Fekal
Impaksi fekal (Fecal Impaction) merupakan massa feses yang keras di
lipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi material feses
yang berkepanjangan. Biasanya disebabkan oleh konstipasi, intake cairan yang
kurang, kurang aktivitas, diet rendah serat dan kelemahan tonus otot
(Hidayat,2006). Impaksi adalah kumpulan feses yang mengeras, mengendap
di dalam rektum yang tidak dapat di keluarkan akibat konstipasi yang tidak
diatasi.
B. Epidemiologi
Sekitar 80% manusia pernah menderita impaksi fekal dalam hidupnya
dan impaksi fekal yang berlangsung singkat adalah normal (ASCRS, 2002).
Menurut National Health Interview Survey pada tahun 1991, sekitar 4,5 juta
penduduk Amerika mengeluh menderita impaksi fekal terutama anak-anak,
wanita dan orang usia 65 tahun ke atas. Hal ini menyebabkan kunjungan ke
dokter sebanyak 2.5 juta kali/tahun dan menghabiskan dana sekitar 725 juta
dolar untuk obat-obatan pencahar (NIDDK, 2000).
Impaksi fekal merupakan keluhan saluran cerna terbanyak pada usia
lanjut. Terjadi peningkatan dengan bertambahnya usia dan 30-40 % orang di
atas 65 tahun mengeluhkan impaksi fekal (Holson, 2002). Di Inggris
ditemukan 30% penduduk di atas usia 65 tahun merupakan konsumen yang
teratur menggunakan obat pencahar (Cheskin, dkk 1990). Di Australia sekitar
20% populasi di atas 65 tahun mengeluh mendrita impaksi fekal dan lebih
banyak pada wanita dibanding pria (Robert-Thomson, 1989). Suatu penelitian
yang melibatkan 3000 orang usia lanjut usia di atas 65 tahun menunjukkan
sekitar 34% wanita dan 26% pria meneluh menderita impaksi fekal (Harari,
1989).
C. Etiologi
Banyak lansia mengalami impaksi fekal sebagai akibat dari
penumpukan sensasi saraf, tidak sempurnanya pengosongan usus, atau
kegagalan dalam menanggapi sinyal untuk defekasi. Impaksi fekal
10
merupakan masalah umum yang disebabkan oleh penurunan motilitas, kurang
aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot. Klien yang menderita
kelemahan, kebingungan, atau tidak sadar adalah klien yang paling berisiko
mengalami impaksi.
Faktor-faktor risiko impaksi fekal pada usia lanjut:
1. Obat-obatan: golongan antikolinergik, golongan narkotik, golongan
analgetik, golongan diuretik, NSAID, kalsium antagonis, preparat
kalsium, preparat besi, antasida aluminium, penyalahgunaan pencahar.
2. Kondisi neurologik: stroke, penyakit parkinson, trauma medula spinalis,
neuropati diabetic.
3. Gangguan metabolik: hiperkalsemia, hipokalemia, hipotiroidisme.
4. Kausa psikologik: psikosis, depresi, demensia, kurang privasi untuk
BAB, mengabaikan dorongan BAB, impaksi fekal imajiner.
5. Penyakit-penyakit saluran cerna: kanker kolon, divertikel, ileus, hernia,
volvulus, iritable bowel syndrome, rektokel, wasir, fistula/fisura ani,
inersia kolon.
6. Lain-lain: defisiensi diet dalam asupan cairan dan serat,
imobilitas/kurang olahraga, bepergian jauh, paska tindakan bedah parut.
D. Patofisiologi
Defekasi merupakan suatu proses fisiologi yang menyertakan kerja
otot-otot polos dan serat lintang, persarafan, sentral dan perifer, koordinasi
sisitem reflek, kesadran yang baik dan kemampuan fisik untuk mencari tempat
BAB.
Defekasi dimulai dari gerakan peristaltic usus besar yang
menghantarkan feses ke rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan
meregangkan ampula rektum yang diikuti relaksasi sfingter anus interna.
Untuk menghindarkan pengeluaran feses yang spontan, terjadi refleks
kontraksi refleks anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang dilayani
oleh syaraf pudendus. Otak menerima rangsang keinginan untuk BAB dan
sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, dan rektum
mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. Kontraksi
11
ini akan menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot elevator
ani.baik persyarafan simpatis dan para simpatis terlibat dalam proses ini.
Patogenesis impaksi fekal bervariasi macam-macam, penyebabnya
multipel, mencakup beberapa faktor yang tumpah tindih, motilitas kolon tidak
terpengaruh dengan bertambahnya usia. Proses menua yang normal tidak
mengakibatkan perlambatan perjalanan saluran cerna. Pengurangan respon
motorik sigmoid disebabkan karena berkurangnya inervasi instinsik akibat
degenerasi pleksus myenterikus, sedangkan pengurangan rangsang saraf pada
otot polos sirkuler menyebabkan memanjangnya waktu gerakan usus. Pada
lansia mempunyai kadar plasma beta- endorfin yang meningkat, disertai
peningkatan ikatan pada reseptor opiat endogen di usus. Ini dibuktikan dengan
efek impaksi fekalf sediaan opiat karena dapat menyebabkan relaksasi tonus
otot kolon, motilitas berkurang dan menghambat refleks gaster-kolon.
Terdapat kecenderungan menurunnya tonus sfingter dan kekuatan otot-otot
polos berkaitan dengan usia khususnya pada wanita. Pada penderita impaksi
fekal mempunyai kesulitan lebih besar untuk mengeluarkan feses yang kecil
dan keras, menyebabkan upaya mengejan lebih keras dan lebih lama. Hal ini
berakibat penekanan pada saraf pudendus dengan kelemahan lebih lanjut.
E. Manifestasi Klinis
Beberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan impaksi fekal adalah:
(ASCRS, 2002)
1. Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB
2. Mengejan keras saat BAB
3. Massa feses yang keras dan sulit keluar
4. Perasaan tidak tuntas saat BAB
5. Sakit pada daerah rectum saat BAB
6. Rasa sakit pada daerah perut saat BAB
7. Adanya perembesan feses cair pada pakaian dalam
8. Menggunakan bantuan jari-jari intuk mengeluarkan feses
9. Menggunakan obat-obat pencahar untuk bisa BAB
12
F. Penatalaksanaan
1. Tatalaksana non farmakologik
a) Cairan
Keadaan status hidrasi yang buruk dapat menyebabkan impaksi fekal.
Kecuali ada kontraindikasi, orang lanjut usia perlu diingatkan untuk
minum sekurang kurangnya 6-8 gelas sehari (1500 ml cairan perhari)
untuk mencegah dehidrasi. Asupan cairan dapat dicapai bila tersedia
cairan/minuman yang dibutuhkan di dekat pasien, demikian pula
cairan yang berasal dari sup,sirup, dan es. Asupan cairan perlu lebih
banyak bagi mereka yang mengkonsumsi diuretik tetapi kondisi
jantungnya stabil.
b) Serat
Pada orang usia lanjut yang lebih muda, serat berguna menurunkan
waktu transit (transit time). Pada orang lanjut usia disarankan agar
mengkonsumsi serat skitar 6-10 gram per hari. Ada juga yang
menyarankan agar mengkonsumsi serat sebanyak 15-20 per hari. Serat
berasal dari biji-bijian, sereal, beras merah, buah, sayur, kacang-
kacangan. Serat akan memfasilitasi gerakan usus dengan
meningkatkan masa tinja dan mengurangi waktu transit usus. Serat
juga menyediakan substrat untuk bakteri kolon, dengan produksi gas
dan asam lemak rantai pendek yang meningkatkan gumpalan tinja.
Perlu diingat serat tidaklah efektif tanpa cairan yang cukup, dan
dikontraindikasikan pada pasien dengan impaksi tinja (skibala) atau
dilatasi kolon. Peningkatan jumlah serat dapat menyebabkan gejala
kembung, banyak gas, dan buang besar tidak teratur terutama pada 2-3
minggu pertama, yang seringkali menimbulkan ketidakpatuhan obat.
c) Bowel training
Pada pasien yang mengalami penurunan sensasi akan mudah lupa
untuk buang air besar. Hal tersebut akan menyebabkan rektum lebih
mengembang karena adanya penumpukan feses. Membuat jadwal
untuk buang air besar merupakan langkah awal yang lebih baik untuk
dilakukan pada pasien tersebut, dan baik juga diterapkan pada pasien
usia lanjut yang mengalami gangguan kognitif. Pada pasien yang
13
sudah memiliki kebiasaan buang air besar pada waktu yang teratur,
dianjurkan meneruskan kebiasaan teresebut. Sedangkan pada pasien
yang tidak memiliki jadwal teratur untuk buang air besar, waktu yang
baik untuk buang air besar adalah setelah sarapan dan makan malam.
d) Latihan jasmani
Jalan kaki setiap pagi adalah bentuk latihan jasmani yang sederhana
tetapi bermanfat bagi orang usia lanjut yang masih mampu berjalan.
Jalan kaki satu setengah jam setelah makan cukup membantu. Bagi
mereka yang tidak mampu bangun dari tampat tidur, dapat
didudukkan atau didudukkan atau diberdirikan disekitar tempat tidur.
Positioning bagi pasien usia lanjut yang tidak dapat bergerak,
meninggalkan tempat tidurnya menuju ke kursi beberapa kali dengan
interval 15 menit, adalah salah satu cara untuk mencegah ulkus
dekubitus. Tentu saja pasien yang mengalami tirah baring dapat
dibantu dengan menyediakan toilet atau komod dengan tempat tidur,
jangan diberi bed pan. Mengurut perut dengan hati-hati mungkin
dapat pula dilakukan untuk merangsang gerakan usus.
e) Evaluasi penggunaan obat
Evaluasi yang seksama tentang penggunaan obat-obatan perlu
dilakukan untuk mengeliminasi, mengurangi dosis, atau mengganti
obat yang diperkirakan menimbulkan impaksi fekal. Obat
antidepresan, obat Parkinson merupakan obat yang potensial
menimbulkan impaksi fekal. Obat yang mengandung zat besi juga
cenderung menimbulkan impaksi fekal, demikian obat anti hipertensi
(antagonis kalsium). Antikolinergik lain dan juga narkotik merupakan
obat-obatan yang sering pula menyebabkan impaksi fekal.
2. Tatalaksana farmakologik
a) Pencahar pembentuk tinja (pencahar bulk/bulk laxative)
Pencahar bulk merupakan 25% pencahar yang beredar di pasaran.
Sediaan yang ada merupakan bentuk serat alamiah non-wheat seperti
pysilium dan isophagula husk, dan senyawa sintetik seperti
metilselulosa. Bulking agent sistetik dan serat natural sama-sama
14
efektif dalam meningkatkan frekuensi dan volume tinja. Obat ini tidak
menyebabkan malabsorbsi zat besi atau kalsium pada orang usia
lanjut, tidak seperti bran yang tidak diproses. Pencahar bulk terbukti
menurunkan impaksi fekal pada orang usia lanjut dan nyeri defekai
pada hemoroid. Sama halnya dengan serat, obat ini juga harus
diimbangi dengan asupan cairan.
b) Pelembut tinja
Docusate seringkali direkomendasikan dan digunakan oleh orang
lanjut usia sebagai pencahar dan sebagai pelembut tinja. Docusate
sodium bertindak sebagaisurfaktan, menurunkan tegangan permukaan
feses untuk membiarakan air masuk dam memperlunak feses.
Docusate sebenarnya tidak dapat menolong impaksi fekal yang
kronik, penggunaannya sebaiknya dibatasi pada situasi dimana
mangedan harus dicegah.
c) Pencahar stimulant
Senna merupakan obat yang aman digunakan oleh orang usia lanjut.
Senna meningkatkan peristaltik di kolon distal dan menstimulasi
peristaltik diikuti dengan evakuasi feses yang lunak. Pemberian 20 mg
senna per hari selama 6 bulan oleh pasien berusia lebih dari 80 tahun
tidak menyebabkan kehilangan protein atau elektrolit. Senna
umumnya menginduksi evakuasi tinja 8-12 jam setelah pemberian.
Orang usia lanjut biasanya memerlukan waktu yang lebih lama yakni
sampai dengan 10 minggu sebelum mencapai kebiasaan defekasi yang
teratur. Pemberian sebelum tidur malam mengurangi risiko
inkontininsia fekal malam hari dan dosis juga harus ditritasi
berdasarkan respon individu. Terapi dengan Bisakodil supositoria
memiliki absorbsi sistemik minimal dan sangat menolong untuk
mengatasi diskezia rectal pada usia lanjut. Sebaiknya diberikan segera
setelah makan pagi secara supositoria untuk mendapatka efek refleks
gastrokolik. Penggunaan rutin setiap hari dapat menyebabkan sensasi
terbakar pada rectum, jadi sebaiknya digunakan secara rutin,
melainkan sekitar 3 kali seminggu.
15
d) Pencahar hyperosmolar
Pencahar hiperosmolar terdiri atas laktulosa disakarida dan sorbitol.
Di dalam kolon keduanya di metabolisme oleh bakteri kolon menjadi
bentuk laktat, aetat, dan asam dengan melepaskan karbondioksida.
Asam organik dengan berat molekul rendah ini secara osmotic
meningkatkan cairan intraluminal dan menurunkan pH feses.
Laktulosa sebagai pencahar hiperosmolar terbukti memperpendek
waktu transit pada sejumlah kecil penghni panti rawat jompo yang
mengalami impaksi fekal. Laktulosa dan sorbitol juga sama-sama
menunjukkan efektifitasnya dalam mengobati impaksi fekal pada
orang usia lanjut yang berobat jalan. Sorbitol sebaiknya diberikan 20-
30 selama empat kali sehari. Glikol polietelin merupakan pencahar
hiperosmolar yang potensial yang mengalirkan cairan ke lumen dan
merupakan zat pembersih usus yang efektif. Gliserin adalah pencahar
hiperomolar yang dugunakan hanya dalam bentuk supositoria.
e) Enema
Enema merangsang evakuasi sebagai respon terhadap distensi kolon;
hasil yang kurang baik biasanya karena pemberian yang tidak
memadai. Enema harus digunakan secara hati-hati pada usia lanjut.
Pasien usia lanjut yang mengalami tirah baring mungkin
membutuhkan enema secara berkala untuk mencegah skibala. Namun,
pemberian enema tertentu terlalu sering dapat mengakibatkan efek
samping. Enema yang berasal dari kran (tap water) merupakan tipe
paling aman untuk penggunaan rutin, karena tidak menghasilkan
iritasi mukosa kolon. Enema yang berasal dari air sabun (soap-suds)
sebaiknya tidak diberikan pada orang usia lanjut.
16
BAB III
KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN
A. Studi Kasus
Tn. A berusia 65 tahun tinggal di panti wredha. Saat ini klien mengeluh tidak
bisa buang air besar (BAB) selama seminggu, mengeluh selama 3 bulan
terakhir. Setelah 1 minggu Tn. A bisa BAB namun mengalami nyeri saat
defekasi dan kesulitan mengeluarkan feses (konsistensi keras). Tn. A merasa
nyeri dan penuh perjuangan dalam mengejan. Saat dikaji, klien mengatakan
bentuk fesesnya keras dalam minggu ini sampai sekarang. Klien tampak
pucat. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD : 150/90 mmHg, HR : 106
x/menit, RR : 22x/menit, S : 36,2 oC, TB : 158 cm, bising usus 2x/menit. Tn
A bercerita bahwa sehari minum air kurang lebih 1000 cc saja. Tn A jarang
berolahraga karena berpen dapat olahraga itu tidak penting, serta jarang
melakukan aktivitas pekerjaan rumah .
B. Pengkajian
FORMAT PENGKAJIAN LANSIA
ADAPTASI TEORI MODEL CAROL A MILLER
1. IDENTITAS :
KLIEN
Nama : Tn. A
Umur : 65 tahun
Agama : Islam
Alamat asal : Jl. Mawar Gang III Surabaya
Tanggal datang : 8 November 2012, Lama Tinggal di Panti 5 tahun
2 DATA :
. KELUARGA
Nama : Nn. D
Hubungan : Anak kandung
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Mawar Gang III Surabaya, Telp : 081226778xxx
3 STATUS KESEHATAN SEKARANG :
.
Keluhan utama: Tn. A mengatakan sudah 1 minggu belum buang air besar. Hal
ini sudah dikeluhkan selama 3 bulan terakhir
17
4. AGE RELATED CHANGES (PERUBAHAN TERKAIT PROSES
MENUA) :
FUNGSI FISIOLOGIS
1. Kondisi Umum
Ya Tidak
Kelelahan : √
Perubahan BB : √
Perubahan nafsu makan : √
Masalah tidur : √
Kemampuan ADL : √
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah pada kondisi
umum
2. Integumen
Ya Tidak
Lesi / luka : √
Pruritus : √
Perubahan pigmen : √
Memar : √
Pola penyembuhan lesi : √
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah pada sistem integumen
3. Hematopoetic
Ya Tidak
` Perdarahan abnormal : √
4. Kepala
Pembengkakan kel : √
Ya Tidak
limfe
Sakit kepala : √
Anemia
Pusing :: √ √
KETERANGAN
Gatal pada kulit kepala :: Tidak ditemukan masalah pada sistem hematopoetic
√
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah pada kepala
5. Mata
Ya Tidak
Perubahan : √
penglihatan
Pakai kacamata : √
Kekeringan mata : √
Nyeri : √
Gatal : √
Photobobia : √
Diplopia : √
Riwayat infeksi : √
18
KETERANGAN : Tn. A merasa bagian matanya tidak nyaman saat
berada pada cahaya yang terang
6. Telinga
Ya Tidak
Penurunan pendengaran : √
Discharge : √
Tinitus : √
Vertigo : √
Alat bantu dengar : √
Riwayat infeksi : √
Kebiasaan membersihkan telinga : √
Dampak pada ADL : Saat Tn. A tidak menggunakan alat bantu
dengar, Tn. A tidak bisa mendengar
dengan jelas
KETERANGAN : Tn. A harus menggunakan alat bantu
dengar setiap hari
7. Hidung sinus
Ya Tidak
Rhinorrhea : √
Discharge : √
Epistaksis : √
Obstruksi : √
Snoring : √
Alergi : √
Riwayat infeksi : √
KETERANGAN : Tidak ditemukan pada hidung sinus
8. Mulut, tenggorokan
Ya Tidak
Nyeri telan : √
Kesulitan menelan : √
Lesi : √
Perdarahan gusi : √
Caries : √
Perubahan rasa : √
Gigi palsu : √
Riwayat Infeksi : √
Pola sikat gigi : Tn. A menggosok giginya 2x sehari saat mandi
KETERANGAN : Tn. A kurang dapat membedakan rasa makanan
sehingga Tn. A tidak pernah menghabiskan
makanannya.
9. Leher
Ya Tidak
Kekakuan : √
Nyeri tekan : √
Massa : √
KETERANGAN : Tidak ada masalah pada leher
19
10. Pernafasan
Ya Tidak
Batuk : √
Nafas pendek : √
Hemoptisis : √
Wheezing : √
Asma : √
KETERANGAN : Tidak ada masalah pada sistem pernafasan
11. Kardiovaskuler
Ya Tidak
Chest pain : √
Palpitasi : √
Dipsnoe : √
Paroximal nocturnal : √
Orthopnea : √
Murmur : √
Edema : √
KETERANGAN : Tidak ada masalah pada sistem
kardiovaskuler
12. Gastrointestinal
Ya Tidak
Disphagia : √
Nausea / vomiting : √
Hemateemesis : √
Perubahan nafsu makan : √
Massa : √
Jaundice : √
Perubahan pola BAB : √
Melena : √
Hemorrhoid : √
Pola BAB : Tn. A sudah 1 minggu tidak bisa buang air
besar
KETERANGAN : Tn. A mengalami penurunan nafsu makan dan
sering memilih-milih jenis makanan
13. Perkemihan
Ya Tidak
Dysuria : √
Frekuensi : 4-5 x sehari
Hesitancy : √
Urgency : √
Hematuria : √
Poliuria : √
Oliguria : √
Nocturia : √
Inkontinensia : √
Nyeri berkemih : √
Pola BAK : Normal, dengan warna kuning jernih
20
KETERANGAN : Tidak ditemukan masalah pada sistem
perkemihan
15. Muskuloskeletal
Ya Tidak
Nyeri Sendi : √
Bengkak : √
Kaku sendi : √
Deformitas : √
Spasme : √
Kram : √
Kelemahan otot : √
Masalah gaya berjalan : √
Nyeri punggung : √
Pola latihan : Tn. A kurang aktifdalam beraktivitas
akibat kelemahan otot yang dialami
Dampak ADL : Tn. A menjadi kurang gerak
KETERANGAN : Tn. A sering duduk-duduk saja, jarang
mau melakukan latihan fisik bersama
penghunni panti yang lain
16. Persyarafan
Ya Tidak
Headache : √
Seizures : √
Syncope : √
Tic/tremor : √
Paralysis : √
Paresis : √
Masalah memori : √
KETERANGAN : Tidak ada masalah pada sistem
persyarafan
21
mengambil keputusan
Kesulitan konsentrasi : √
Mekanisme koping : Mekanisme koping Tn. A adaptif
Persepsi tentang kematian : Tn. A menganggap bahwa kematian adalah
hal yang wajar terjadi pada semua orang, Tn. A mempersiapkan diri
dengan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.
Dampak pada ADL :-
Spiritual
Aktivitas ibadah : Tn. A rajin sholat berjamaah dengan
penghuni panti jompo yang lain
Hambatan :-
6. LINGKUNGAN :
22
Masih mampu mengingat kejadian yang telah
terjadi.
3. Tes Keseimbangan :16 detik (risiko tinggi jatuh)
4. GDS :4 (tidak diindikasikan depresi)
5. Status Nutrisi :4 (moderate nutritional risk)
6. Fungsi social lansia : sering berbincang dengan lansia lain dalam
wisma mengenai pengelaman-pengalaman pribadi.
7. Hasil pemeriksaan Diagnostik :
No Jenis pemeriksaan Tanggal Hasil
Diagnostik Pemeriksaan
1. Kemampuan ADL 10 november 2017 90 (ketergantungan sedang)
MMSE 10 november 2017 27 (tidak ada gangguan
2.
kognitif)
Tes keseimbangan 10 november 2017 14 detik (tidak risiko tinggi
3.
(Time Up Go Test) jatuh)
4. GDS 10 november 2017 4 (tidak diindikasikan depresi)
5. Status nutrisi 10 november 2017 4 (moderate nutritional risk)
6. Fungsi sosial lansia 10 november 2017 8 (fungsi baik)
23
Lampiran
1. Kemampuan ADL
Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari (Indeks Barthel)
24
10 Berpindah ( dari kursi 0 = tidak mampu berpindah, tidak dapat duduk 10
ke tempat tidur dan dengan seimbang
sebaliknya 5 = dengan bantuan lebih banyak (1 aau 2
orang yang membantu)
10 = dengan bantuan lebih sedikit
15 = mandiri
TOTAL SKOR 90
Interpretasi:
0-20 = ketergantungan total
21-60 = Ketergantungan berat
61-90 = ketergantungan sedang
91-99 = ketergantungan ringan
100 = mandiri
(Lewis, Carole & Shaw, Keiba, 2006)
Kesimpulan : 90 (ketergantungan sedang)
Nama : Tn. A
Tgl/Jam: 10 november 2017 jam. 08.56 WIB
25
5 Mengingat 3 3 Mintaklienuntukmengulangiketigaobyekpad
apoinke- 2 (tiappoinnilai 1)
1)……….. 2)…………… 3)
…………..
6 Bahasa 9 7 Menanyakan pada klien tentang benda
(sambil menunjukan benda tersebut).
1). ...................................
2). ...................................
3). Minta klien untuk mengulangi kata
berikut :
“ tidak ada, dan, jika, atau tetapi )
Klien menjawab :
2. Tes Keseimbangan
Time Up Go Test
Interpretasi hasil:
26
Apabila hasil pemeriksaan TUG menunjukan hasil berikut:
≤ 14 detik Tidak risiko jatuh
>14 detik Risiko tinggi jatuh
>24 detik Diperkirakan jatuh dalam kurun
waktu 6 bulan
>30 detik Diperkirakan membutuhkan bantuan
dalam mobilisasi dan melakukan ADL
(Bohannon: 2006; Shumway-Cook,Brauer & Woolacott: 2000; Kristensen, Foss &
Kehlet: 2007: Podsiadlo & Richardson:1991)
3. GDS
Pengkajian Depresi
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tdk Hasil
1. Anda puas dengan kehidupan anda saat ini 0 1 0
2. Anda merasa bosan dengan berbagai aktifitas dan 1 0 1
kesenangan
3. Anda merasa bahwa hidup anda hampa / kosong 1 0 0
4. Anda sering merasa bosan 1 0 1
5. Anda memiliki motivasi yang baik sepanjang waktu 0 1 0
8. Anda takut ada sesuatu yang buruk terjadi pada anda 1 0 1
7. Anda lebih merasa bahagia di sepanjang waktu 0 1 0
8. Anda sering merasakan butuh bantuan 1 0 0
9. Anda lebih senang tinggal dirumah daripada keluar 1 0 1
melakukan sesuatu hal
10. Anda merasa memiliki banyak masalah dengan ingatan 1 0 0
anda
11. Anda menemukan bahwa hidup ini sangat luar biasa 0 1 0
12. Anda tidak tertarik dengan jalan hidup anda 1 0 0
13. Anda merasa diri anda sangat energik / bersemangat 0 1 0
14. Anda merasa tidak punya harapan 1 0 0
15. Anda berfikir bahwa orang lain lebih baik dari diri anda 1 0 0
Jumlah 4
(Geriatric Depressoion Scale (Short Form) dari Yesafage (1983) dalam Gerontological
Nursing, 2006)
Interpretasi :Jika Diperoleh skore 5 atau lebih, maka diindikasikan depresi
Kesimpulan : 4 (tidak diindikasikan depresi)
4. Status Nutrisi
27
makanan yang dikonsumsi
2. Makan kurang dari 2 kali dalam sehari 3 0
3. Makan sedikit buah, sayur atau olahan susu 2 2
4. Mempunyai tiga atau lebih kebiasaan minum 2 0
minuman beralkohol setiap harinya
5. Mempunyai masalah dengan mulut atau 2 0
giginya sehingga tidak dapat makan makanan
yang keras
6. Tidak selalu mempunyai cukup uang untuk 4 0
membeli makanan
7. Lebih sering makan sendirian 1 0
8. Mempunyai keharusan menjalankan terapi 1 0
minum obat 3 kali atau lebih setiap harinya
9. Mengalami penurunan berat badan 5 Kg dalam 2 0
enam bulan terakhir
10. Tidak selalu mempunyai kemampuan fisik 2 2
yang cukup untuk belanja, memasak atau
makan sendiri
Total score 4
(American Dietetic Association and National Council on the Aging, dalam
Introductory Gerontological Nursing, 2001)
Interpretasi:
0 – 2 : Good
3 – 5 : Moderate nutritional risk
6 ≥ : High nutritional risk
Kesimpulan : 4 (moderate nutritional risk)
28
teman) saya menerima dan mendukung
keinginan saya untuk melakukan aktivitas /
arah baru
4. Saya puas dengan cara keluarga (teman- AFFECTION 2
teman) saya mengekspresikan afek dan
berespon terhadap emosi-emosi saya seperti
marah, sedih/mencintai
5. Saya puas dengan cara teman-teman saya RESOLVE 1
dan saya meneyediakan waktu bersama-
sama
Kategori Skor: TOTAL 8
Pertanyaan-pertanyaan yang dijawab:
1). Selalu : skore 22). Kadang-kadang : 1
3). Hampir tidak pernah : skore 0
Intepretasi:
< 3 = Disfungsi berat
4 - 6 = Disfungsi sedang
> 6 = Fungsi baik
Smilkstein, 1978 dalam Gerontologic Nursing and health aging 2005
Kesimpulan : 8 (fungsi baik)
29
3.3 Analisa data
No Data Fokus Masalah
1. DS:
- Tn. A sudah 1 minggu tidak bisa buang Risiko konstipasi
air besar. fungsional kronis
- Tn. A mengalami kejadian seperti ini (00236)
kurang lebih dalam 3 bulanterakhir
- Minum sehari kurang lebih 1.000 cc
- Tn. A mengaku Tn. A kurang aktif
dalam beraktivitas akibat kelemahan
otot yang dialami.
- Tn. A kurang dapat membedakan rasa
makanan sehingga Tn. A tidak pernah
menghabiskan makanannya
- Tn. A mengatakan sudah 1 minggu
belum buang air besar
DO:
- Klien tampak sedikit pucat
- Tn. A tampak sering duduk-duduk saja,
jarang mau melakukan latihan fisik
bersama penghunni panti yang lain
2 DS:
- Tn. A kurang aktif dalam beraktivitas Gaya hidup kurang
akibat kelemahan otot yang dialami gerak (00168)
- Tn. A mengaku kurang minat pada
aktivitas fisik (jogging, senam lansia,
dsb)
- Tn A berpendapat jika olahraga tidak
penting, lebih suka membaca koran
DO:
- Tn. A tampak sering duduk-duduk saja,
jarang mau melakukan latihan fisik
bersama penghunni panti yang lain
30
3.5 Intervensi
No Diagnosa NOC NIC
. Keperawatan
1. Risiko konstipasi Outcomes: 1. Konseling Nutrisi
fungsional kronis Menggambarkan tindakan 2. Bina hubungan
berhubungan dengan individu dalam meningkatkan terapeutik
gaya hidup tidak aktif. atau memperbaiki kesehatan berdasarkan rasa
percaya diri dan
Kriteria hasil : saling menghormati
1621 perilaku patuh: diet yang 3. Kaji asupan
sehat makanan dan
a. 162112 memakan sajian kebiasaan dan
sayuran yang kebiasaan makan
direkomendasikan per hari pasien
b. 162111 memakan sajian 4. Fasilitasi untuk
buah yang mengidentifikasi
direkomendasikan per hari perilaku makan
c. 1621114Menyeimbangkan yang harus diubah
antara intake output cairan 5. Berikan informasi
sesuai kebutuhan
1632 Perilaku patuh: pada mengenai perlunya
aktivitas yang disarankan modivikasi diet bagi
a. 163202 mengidentifikasi kesehatan
manfaat dari aktivitas fisik 6. Kaji ulang
b. 163210 Berpartisipasi dalam pengukuran intake
beraktivitas fisik sehari-hari dan output cairan
c. Memodivikasi aktivitas fisik pasien, nilai HB,
seperti yang diarahkan oleh tekanan darah, atau
kesehatan professional penambahan dan
penurunan berat
1633 Partisipasi dalam latihan badan sesuai
a. 163307 menyeimbangkan kebutuhan
aktivitas sehari – hari 7. Ciptakan
31
dengan olahraga lingkungan makan
b. 163308 Melakukan yang
olahraga secara teratur menyenangkan
8. Atur makanan yang
sesuai dengan
kesenangan klien
Terapi aktivitas
1. Pertimbangkan
kemampuan klien
dalam berpartisipasi
melalui aktivitas
spesifik
2. Bantu klien untuk
memilih aktivitas
dan pencapaian
tujuan melalui
aktivitas yang
konsisten dengan
kemampuan fisik,
fisiologis dan sosial
3. Bantu klien untuk
menjadwalkan
waktu-waktu
spesifik terkait
dengan aktivitas
harian
4. Bantu klien
meningkatkan
motivasi diri untuk
berolahraga (senam
rutin bersama
32
anggota panti yang
lain)
2. Gaya hidup kurang Outcome : Pendidikan kesehatan
gerak berhubungan Menggambarkan pemahaman 1. Identivikasi faktor
dengan kurang individu dalam mengaplikasikan internal atau
pengetahuan tentang informasi untuk meningkatkan, eksternal yang
keuntungan olahraga memlihara dan menjaga dapat meningkatkan
bagi kesehatan. kesehatan atau mengurangi
motivasi untuk
Kriteria hasil : berperikau sehat
1855 Pengetahuan gaya hidup 2. Tentukan
sehat pengetahuan
a. 185517 Pentingnya aktif kesehatan dan gaya
secara fisik hidup perilaku sehat
b. 185516 Manfaat olahraga saat ini
teratur 3. Tekankan manfaat
kesehatan positif
yang langsung
(manfaat
berolahraga) bisa
diterima oleh klien
4. Tekankan
pentingnya aktivitas
fisik sehari – hari
(jalan-jalan di pagi
hari, menyapu,
berkebun) sesuai
kemampuan klien
DAFTAR PUSTAKA
33
Azizah, Lilik Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Yogyakarta :
Graha Ilmu
Badan Pusat Statistik 2013. Profil Penduduk Lanjut Usia. Jakarta : Komnas
Lansia
34