Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

Penyakit autoimun mungkin masih terdengar asing bagi sebagian masyarakat


Indonesia. Penyakit ini memang baru mencuat dalam satu dekade terakhir di Indonesia.
Padahal, penderita penyakit autoimun di dalam negeri cukup banyak dan memerlukan
perhatian khusus dari berbagai pihak. Penyanyi Ashanti adalah saah satu penderita penyakit
autoimun. Beberapa bulan belakangan ini sering televisi nasional memberitakannya.

Perhatian masyarakat di Indonesia terhadap penyakit autoimun dinilai masih rendah,


karena kurangnya edukasi tentang penyakit yang diakibatkan adanya gangguan sistem
kekebalan tubuh (imun) ini. Penyakit autoimun adalah penyakit yang terjadi akibat sistem
kekebalan tubuh atau sistem imun menyerang sel-sel sehat dalam tubuh. Jadi, tidak bisa
membedakan antara sel sehat (sel diri sendiri) dengan benda asing (non self). Sistem
kekebalan tubuh seharusnya berfungsi melindungi tubuh untuk melawan penyakit seperti
bakteri dan virus atau benda asing yang masuk ke dalam tubuh.

Penyakit autoimun umumnya berlangsung lama sehingga pada penderita atau disebut
dengan odamun (orang dengan autoimun) akan membawa penyakit tersebut seumur
hidupnya, baik dalam keadaan penyakit yang aktif maupun terkontrol dalam pemantauan.
”Dalam beberapa kasus penyakit autoimun dapat kambuh sewaktu-waktu dan dampaknya
sangat besar bagi kehidupan para penderita,” jelasnya. Mengapa bisa terkena autoimun?
”Seseorang bisa terkena penyakit autoimun, banyak sekali faktornya. Penyebab pasti penyakit
ini belum diketahui, namun ada beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan
seseorang terkena penyakit autoimun. Faktor pertama adalah genetik atau faktor keturunan,”
papar Arif.

Seseorang yang punya riwayat keluarga yang pernah terkena penyakit autoimun juga
rentan terkena autoimun. Selain faktor genetik, faktor gaya hidup yang tidak sehat,
lingkungan atau faktor di luar tubuh seperti paparan sinar matahari dapat memicu munculnya
lupus. Kemudian, kebiasaan merokok juga bisa meningkatkan risiko terkena lupus
dan rheumatoid arthritis (penyakit autoimun yang menyerang sendi). Faktor risiko lainnya
karena infeksi virus dan bakteri. ”Juga faktor hormon dan jenis kelamin diduga membuat
penyakit autoimun lebih banyak menyerang perempuan di usia produktif,” sambungnya.
Diagnosis penyakit autoimun sangat tergantung dari gejala yang menyerang organ tubuh.
Namun, gejala autoimun sering kali mirip dengan penyakit lain. Diperlukan pemeriksaan dan
konsultasi ke dokter untuk memastikan diagnosisnya.
BAB 2

FAKTOR RESIKO PENYAKIT AUTOIMUN

1. Genetik

Faktor risiko penyakit autoimun yang pertama adalah genetik. Studi menunjukkan
bahwa gangguan autoimun dapat diturunkan.

Jika Moms memiliki anggota keluarga yang memiliki kelainan autoimun, maka ada
kemungkinan diturunkan kepada anggota keluarga berikutnya.

Penelitian genomic menunjukkan hasil ada mutasi genetik spesifik yang umum pada
orang dengan penyakit autoimun.

Contohnya, kedua orang tua yang memiliki Multiple Sclerosis (penyakit autoimun
yang menyerang sistem saraf pusat, terutama otak, saraf tulang belakang, dan saraf
mata), maka risiko anaknya terkena penyakit yang sama meningkat 20 kali lipat.
2. Etnis

Faktor risiko penyakit autoimun yang selanjutnya adalah etnis. Etnis Afrika, Amerika,
Indian Amerika, atau Latin lebih mungkin mengembangkan gangguan autoimun
daripada ras Kaukasia.

Misalnya, pada diabetes tipe 1, yang lebih umum pada orang kulit putih,
sedangkan penyakit lupus yang cenderung lebih banyak terjadi pada ras Afrika-
Amerika.

3. Lingkungan dan Gaya Hidup


Faktor risiko penyakit autoimun yang selanjutnya adalah lingkungan dan gaya hidup.
Menurut penelitian dari Scripps Institute di Los Angeles, penyebab lingkungan dapat
mencapai sebanyak 70 persen dari semua penyakit autoimun.

Penyebabnya, berkaitan dengan infeksi, seperti virus Epstein-Barr, paparan bahan


kimia beracun, seperti asap rokok, dan faktor makanan, seperti konsumsi garam
berlebihan.

Faktor-faktor tersebut dapat mengganggu fungsi normal sistem kekebalan tubuh,


sehingga berpotensi menyebabkan tubuh merespons dengan memproduksi antibodi
pertahanan.

Tergantung pada pemicunya, beberapa antibodi tidak dapat membedakan antara agen
penyebab dan sel-sel normal tubuh.

Jika ini terjadi, antibodi dapat mulai merusak jaringan normal, sehingga memicu
respons sekunder di mana autoantibodi diproduksi untuk menyerang jaringan yang
dianggap asing.

4. Gender
Faktor risiko penyakit autoimun yang selanjutnya adalah gender. Moms, perempuan
memiliki risiko lebih besar terkena gangguan autoimun daripada pria.

Sekitar 75 persen gangguan autoimun diderita oleh perempuan. Belum jelas mengapa
perempuan lebih rentan terhadap gangguan autoimunitas, akan tetapi beberapa peneliti
berspekulasi bahwa peningkatan sistem kekebalan tubuh pada perempuan membuat
mereka lebih rentan terhadap gangguan autoimun.

Begitu pula dengan faktor hormonal.


5. Usia

Faktor risiko penyakit autoimun yang selanjutnya adalah usia. Penyakit autoimun
sering terjadi pada usia muda hingga paruh baya.

Akan tetapi, setiap penyakit berbeda. Misalnya kasus kelainan rheumatoid arthritis
lebih sering terjadi seiring dengan bertambahnya usia.

Itulah beberapa faktor risiko penyakit autoimun. Jika memiliki riwayat keluarga, bisa
bertanya pada dokter mengenai tes antinuclear antibodies (ANA) dan tes
imunoglobulin IgA, IgG, dan IgM.

Setelah mengetahui hasilnya, setidaknya bisa berupaya melakukan pencegahan atau tes
lebih lanjut.
BAB 3

PENGOBATAN PENYAKIT AUTOIMUN

Kebanyakan dari penyakit autoimun belum dapat disembuhkan, namun gejala yang
timbul dapat ditekan dan dijaga agar tidak timbul flare. Pengobatan untuk menangani
penyakit autoimun tergantung pada jenis penyakit yang diderita, gejala yang dirasakan, dan
tingkat keparahannya. Untuk mengatasi nyeri, penderita bisa mengkonsumsi aspirin atau
ibuprofen.

Pasien juga bisa menjalani terapi pengganti hormon jika menderita penyakit autoimun
yang menghambat produksi hormon dalam tubuh. Misalnya, untuk penderita diabetes tipe 1,
dibutuhkan suntikan insulin untuk mengatur kadar gula darah, atau bagi
penderita tiroiditis diberikan hormon tiroid.

Beberapa obat penekan sistem kekebalan tubuh


seperti kortikosteroid (contohnya dexamethasone), digunakan untuk membantu menghambat
perkembangan penyakit dan memelihara fungsi organ tubuh. Obat jenis anti TNF, seperti
infliximab, dapat mencegah peradangan yang diakibatkan penyakit autoimun rheumatoid
arthritis dan psoriasis.

Pengobatan penyakit autoimun berpotensi menghabiskan biaya yang tidak sedikit dan
mungkin perlu dilakukan secara berkelanjutan. Oleh karena itu, tidak ada salahnya untuk
mencoba mendaftarkan diri Anda ke asuransi kesehatan terpercaya mulai dari sekarang.

Anda mungkin juga menyukai