Anda di halaman 1dari 2

NAMA : TAHTIHAL ANHAR

NIM : 17/414673/PN/15254

Perbandingan Metode Panen Air di Negara Maju dan Negara Berkembang

Air merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan di bidang


pertanian dalam penyediaan air irigasi. Sumber air permukaan sampai saat ini
masih menjadi andalan dalam penyediaan air irigasi terutama pada musim
kemarau. Namun, semakin meningkatnya pembangunan di segala bidang
menyebabkan kuantitas dan kualitas air tidak lagi sesuai dengan peruntukannya.
Pembangunan yang semakin meningkat diikuti dengan peningkatan pencemaran
lingkungan, yang salah satunya berasal dari limbah industri. Kualitas air irigasi
menjadi hal yang harus diperhatikan dengan baik agar produksi pertanian dapat
memenuhi standar kuantitas maupun kualitas.
Standar kualitas air yang baik untuk pertanian dibedakan menjadi 5
klasifikasi yaitu sangat baik, baik, cukup, kurang baik, dan sangat kurang
baik. Adapun klasifikasi DHL menurut US Salinity Lab dan FAO dalam
(Arshad and Shakoor, 2014) ialah sangat baik (<250 micromhos/cm), baik
(250-750 micromhos/cm), cukup (750-2250 micromhos/cm), kurang baik (2250-
4000 micromhos/cm), sangat kurang baik (>4000 micromhos/cm). Menurut
FAO dalam Kadyampakeni et al. (2014) menyatakan bahwa pH yang
memenuhi syarat air irigasi untuk pertanian memiliki rentang 6.8 – 8.4.
Panen air hujan adalah teknik mengumpulkan dan menampung air hujan
ke suatu tangki atau waduk alami, atau peresapan air permukaan ke akuifer di
bawah permukaan (sebelum jadi limpasan permukaan), ujarnya. Salah satu
metode panen air hujan adalah panen dengan atap. Air hujan yang jatuh ke
atap ditampung ke tangki khusus dan disimpan serta dimanfaatkan untuk
banyak hal seperti mencuci mobil atau menyiram kebun. Permukaan ubin,
lembaran logam, atau plastik dapat digunakan untuk mencegat aliran air
hujan dan memasok rumah tangga dengan air minum berkualitas tinggi serta
penampungan sepanjang tahun, tentunya dengan penggunaan pra-filter yang
bagus sebelum air masuk reservoir.
Air hujan yang turun ke bumi ada dua kategori yaitu green water ( air yang
menyerap ke dalam tanah) dan blue water (air yang mengalir ke laut). Saat ini
daerah tangkapan resapan air makin susut, sehingga air tanah pun berkurang.
Rainwater harvesting memberikan sejumlah keuntungan, dan bahkan di negara-
negara maju digunakan sebagai salah satu cara untuk melengkapi pasokan air
secara independen. Pasokan air hujan bisa digunakan pada musim kering,
mengurangi ketergantungan pada sumur sehingga melestarikan sumber air
tanah.
Di Taiwan secara tradisional praktek memanen air hujan banyak
dilakukan di daerah yang memiliki persediaan sumber air permukaan atau
air bawah tanah yang terbatas. Hasil pengamatan penulis menunjukkan
meskipun memanen air hujan merupakan teknik yang sederhana, murah dan
tidak membutuhkan keahlian atau pengetahuan khusus namun belum
banyak dilakukan di Indonesia. Padahal praktek memanen air hujan penting
sebagai alternative sumber air. Diperkirakan sebagian besar masyarakat
belum menyadari pentingnya memanen air hujan sebagai salah satu
upaya menghemat air akibat kurangnya pengetahuan dan informasi.
Selain itu kemungkinan masyarakat juga merasa yakin tidak akan
mengalami kekurangan air karena secara umum air melimpah di Indonesia.
Untuk mengetahui lebih detail mengenai hal itu tentu perlu dilakukan
penelitian secara lebih lanjut. Dari fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa
diperlukan peran pemerintah agar praktek memanen air hujan dapat
dilakukan secara luas. Pemerintah perlu melakukan komunikasi, informasi
dan edukasi public agar masyarakat dapat tertarik perhatiannya,
memahami, menyadari dan bersedia melakukannya di rumah masing-
masing. Jika memanen air hujan dipraktekkan secara luas, maka masalah
kekurangan air pada aras rumah tangga dapat dihindari. Berikut ini
contoh desain sistem memanen air hujan yang sederhana yang dapat
diterapkan masyarakat pada aras rumah tangga.

Anda mungkin juga menyukai