Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1
Haris Fadhil, 2018 “Sunjaya dan 3 Bupati yang Dijerat KPK Karena Jual-Beli Jabatan” (DetikNews)
https://news.detik.com/berita/d-4271842/sunjaya-dan-3-bupati-yang-dijerat-kpk-karena-jual-beli-
jabatan. Diakses pada tanggal 4 September 2019. Pukul 14.22 WIB.
2
Abdul aziz, 2017 “Jual-Beli Jabatan Marak, DPR Malah Ingin Bubarkan Komisi ASN” (Tirto.id)
https://tirto.id/jual-beli-jabatan-marak-dpr-malah-ingin-bubarkan-komisi-asn-ciCo. Diakses pada
tanggal 4 September 2019. Pukul 15.20 WIB.
1.2. Rumusan Masalah
Seperti apa yang sudah dijabarkan dalam latar belakang masalah di atas, dapat
dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1.2.1. Bagaimana pengawasan terhadap pengisian Jabatan Pimpinan
Tinggi Pratama Aparatur Sipil Negara oleh Komisi Aparatur Sipil
Negara ?
1.2.2. Mengapa jabatan di daerah bisa diperjual belikan?
1.2.3. Apa saja kendala yang dihadapi oleh Komisi Aparatur Sipil
Negara dalam mengawasi pengisian Jabatan Tinggi Pratama
Aparatur Sipil Negara?
1.3. Tujuan
Seperti apa yang sudah dijabarkan dalam latar belakang dan rumusan masalah
di atas, dapat disimpulkan beberapa tujuan sebagai berikut :
1.3.1. Untuk mengetahui dan menganalisis fungsi pengawasan Komisi
Aparatur Sipil Negara terhadap pengisian Jabatan Tinggi Pratama
Aparatur Sipil Negara.
1.3.2. Untuk mengetahui alasan mengapa jabatan dapat diperjualbelikan.
1.3.3. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi baik dari segi
kewenangan maupun pelaksanaan fungsi pengawasan Komisi
Aparatur Sipil Negara dalam pengisian Jabatan Tinggi Pratama
Aparatur Sipil Negara.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Pasal 5 ayat 2 huruf J UU ASN. Dapat diketahui pula bahwa perbuatan suap
jual beli jabatan untuk kepentingan pribadi jelas telah melanggar. Adapun
bunyi pasal tersebut adalah “tidak menyalah gunakan informasi intern negara,
tugas, status, kekuasaan, dan jabatannya untuk mendapat atau mencari
keuntungan atau manfaat bagi diri sendiri atau untuk orang lain”. Akan tetapi
pada implementasinya dalam roda pemerintahan di Kabupaten Klaten telah
terjadi suatu dinasti politik, yang mana hal tersebut merupakan gerbang untuk
terjadinya suatu jual beli jabatan. Dimana Ibu Sri Hartini telah
menyalahgunakan kekuasaan dan jabatan yang dimilikinya untuk kepentingan
pribadi. Sehingga dalam hal ini dapat dikatakan bahwa terdapat perbuatan
melawan hukum oleh penguasa.
3. Surat Edaran Menteri No.16 Th 2012. Ini menjelaskan tentang cara Pengisian
Jabatan Struktural yang lowong secara terbuka di lingkungan instansi
pemerintahan Guna lebih menjamin para pejabat struktural memenuhi
kompetensi jabatan yang diperlukan. Agar dapat menutup adanya celah jual
beli jabatan dapat dilakukan dengan cara memperkuat institusi seperti Komisi
Aparatur Sipil Negara (KASN). Karena dengan keberadaan lembaga
independen seperti KASN diharapkan dapat membuat proses manajemen
Pemerintahan Daerah misalnya dalam hal pengisian jabatan atau recruitment
dan mutasi pejabat tidak didasari oleh kepentingan politik atau pragmatisme
saja.
4. PP No.9 Th 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan,
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipipengangkatan PNS dalam jabatan
struktural harus berdasarkan pada prinsipprofesionalisme. Pengangkatan
dalam jabatan didasarkan atas prestasi kerja, disiplinkerja, kesetiaan,
pengabdian, pengalaman, dapat dipercaya, serta syarat objektif lainnya.
Karena Dalam menjalankan roda pemerintahan, seorang pejabat dituntut
untuk memiliki sikap hati-hati agar tidak mudah untuk tergoda dengan apa
saja yang hendak diberikan kepadanya yang berkaitan dengan jabatan atau
pekerjaan yang diembannya, akan tetapi dalam kasus tersebut Ibu Sri Hartini
menerima sejumlah uang suap terkait dengan kasus komersialisasi jabatan
yang terjadi di Kabupaten Klaten.
5. Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53
Tahun 2010, tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dalam Pasal 3 ayat 4
dijelaskan bahwa seorang PNS wajib menaati segala ketentuan peraturan
perundang-undangan, akan tetapi dalam kasus ini perbuatan komersialisasi
jabatan merupakan salah satu perbuatan yang tidak diperbolehkan oleh
peraturan perundang-undangan sehingga dalam hal yang demikian, Ibu Sri
Hartini tidak menaati ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.2 Literature Review
2.2.1. Literature 1
(Ditulis oleh Riris Katharina dalam Jurnal Spirit Publik Volume 13, Nomor 2,
Oktober 2018)
Peran Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang diemban oleh kepala daerah
telah membuktikan birokrasi Indonesia sulit melepaskan diri dari intervensi politik.
Model birokrasi Marxis dan Executive Ascendency justru menempatkan birokrasi
Indonesia semakin kuat dalam cengkraman politik. Hubungan patron-klien akan terus
terpelihara. Situasi ini merupakan ancaman bagi upaya menuju birokrasi yang
profesional dan handal serta mampu berkompetisi di dunia global (performance based
bureaucracy).
2.2.2. Literature 2
“Penguatan Kedudukan dan Peran Komisi Aparatur Sipil Negara dalam
Mewujudkan Reformasi Birokrasi”
(Ditulis oleh Rahma Aulia dan Fifiana Wisnaeni dalam Jurnal Hukum Jilid 47
No 3 Juli 2018)