Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

TENTANG PENDANAAN PARTAI POLITIK


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kepartaian

Dosen Pengampu:
Ira Permatasari, S.IP
Oleh :
Gracia Ester Febrina 175120601111035
Mega Khoirunissa 175120600111046
Dina Luwita Zafayanti 175120601111032
Shresna Larasati 175120600111048
Rochmat Romadon 175120607111027
Alfred Nobel Zaluku 175120609111002

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
2019
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Seperti yang kita ketahui partai politik mempunyai peranan penting dalam membantu
pemerintah untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai. Dengan diciptakannya partai
politik ini merupakan perwujudan dari jalannya sistem demokrasi di Indonesia, Partai Politik
juga merupakan sarana partisipasi politik masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya bagi
kemajuan bangsa. Partai Politik mempunyai tanggung jawab dalam mengelola keuangan
secara akuntabel dan transparan. Bentuk pertanggungjawaban parpol dalam mengelola
keuangan adalah dengan membuat laporan keuangan secara jujur dan terbuka bagi
masyarakat serta menyampaikan laporan pertanggungjawaban terkait penerimaaan dana yang
bersumber dari APBN dan APBD setelah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Laporan keuangan ditampilkan sebagai bentuk pertanggungjawaban dari dana yang telah
mereka terima dan pergunakan sebagai bentuk ketaatan Partai Politik terhadap UU Nomor 2
Tahun 2008 dan UU Nomor 2 Tahun 2011. Ketentuan Undang-undang ialah setiap Parpol
diwajibkan mempunyai rekening khusus dana kampanye pemilihan umum. Jadi setiap parpol
diwajibkan mempunyai 2 jenis rekening yaitu rekening partai yang digunakan untuk
pengeluaran rutin parta dan yang kedua rekening khusus untuk pengeleluaran kampanye
partai. Hal ini bertujuan untuk menciptakan pengelolaan keuangan yang transparan dan
akuntabel. Pada praktiknya dalam lingkup Partai Politik sendiri terdapat masalah terkait
pendapatan sumber dana Partai Politik yang berasal dari donator atau dari kelompok tertentu
baik individu atau kelompok tertentu. Hal ini dikhawatirkan adanya unsur kepentingan
tertentu dalam perumusan kebijakan yang dibuat atau diambil dalam oleh Partai Politik
tersebut. Modus yang paling sering terjadi adalah sumbangan tersebut mengatasamakan
pengurus Parpol dan tidak tercatat dalam buku kas penerimaan Parpol dengan demikian perlu
adanya upaya untuk menata dan penyempurnaan Parpol yang akuntabrl mrlalui transparansi
dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Parpol yang diciptakan dalan Undang-Undang
Nomor 11 tentang Partai Politik, sehingga pengaturan terkait pengelolaan keuangan Partai
Politik lebih diatur ketat di dalam UU Parpol yang secara tegas diatur di dalam pasal 39 ayat
1 bahwa keuangan Parpol dilakukan secara transparan dan akuntabel.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Darimanakah sumber keuangan Partai Politik?
2. Bagaimana alokasi penggunaan anggaran Partai Politik?
3. Bagaimana pertanggungjawaban dari anggaran Partai Politik?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui sumber keuangan Partai Politik
2. Untuk mengetahui alokasi penggunaan anggaran Partai Politik
3. Untuk mengetahui pertanggungjawaban dari anggaran Partai Politik
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sumber Keuangan dan Permasalahan Keuangan Partai Politik

Sumber keuangan partai politik telah jelas tercantum dalam UU No. 2 Tahun 2008
tentang Partai Politik pasal 34 sampai dengan pasal 36. Dan telah jelas memang sumber
keuangan partai politik berasal dari iuran anggota, sumbangan yang sah menurut hukum, dan
bantuan keuanngan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah.

Permasalahan sumber pendanaan dari iuran anggota partai politik sangat sulit diharapkan
dan boleh jadi hanya sebuah mimpi belaka. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: (1) Tidak
adanya kartu anggota; (2) Partai politik tidak memiliki peraturan operasional iuran anggota; (3)
Partai politik tidak melaksanakan pungutan iuran anggota secara rutin; (4) Partai politik bersifat
massa; dan (5) Lemahnya mekanisme hadiah dan ganjaran dalam internal partai. Intinya partai
politik peserta pemilu di Indonesia tidak ada satupun partai politik membiayai kegiatannya
berdasarkan iuran anggota.

Sumber dana utama untuk membiayai kegiatan partai adalah ketua umum dan kader partai
yang duduk dalam lembaga legislatif dan eksekutif (elit internal partai); para pengusaha (yang
mengharapkan kebijakan khusus seperti alokasi proyek, izin, dan jaminan keamanan dari kader
partai yang memegang jabatan politik), individu, badan usaha swasta, organisasi dan kelompok
(elit eksternal partai) baik yang diperoleh secara sah maupun secara tidak sah (private funding),
dan uang negara (public funding) baik yang diperoleh secara sah maupun secara tidak sah.1

Selanjutnya permasalahan terkait dengan sumbangan yang sah menurut hukum, yaitu:
sumbangan perseorangan anggota partai politik yang pelaksanaannya diatur di dalam AD/ART
masing-masing partai politik dan sumbangan bukan anggota partai politik yang bersifat
perseorangan dengan jumlah maksimum 1 miliar/tahun dan perusahaan maksimal 7 miliar/tahun,
menurut Junaidi justru banyak memberi kelonggaran kepada partai politik dalam tata kerja
keuangan organisasi. Maraknya wabah korupsi politik tidak lepas dari upaya partai untuk
mencari sumber-sumber pendanaan operasional partai. Aksi ini dilakukan melalui anggota-
anggotanya yang duduk di berbagai posisi strategis di lembaga-lembaga negara maupun
pemerintahan. Undang-undang melarang partai politik menerima dana dari APBN/ APBD
ataupun BUMN/BUMD (bans against public funding), tetapi mengizinkan sumbangan dari
kalangan swasta (private funding) namun keduanya dengan regulasi dan penegakan yang longgar.
Partai politik melaksanakan tugas publik berdasarkan UUD 1945 dan UU tetapi pelaksanaan

1
Riana Wulandari Ananto, “Tinjauan Yuridis Penyesuian Partai Politik Berbadan Hukum dan Partai Politik Baru
Menjadi Badan Hukum Berdasarkan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik”, Seminar
Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang Volume 4 Nomor 2 Tahun 2018, hlm 307
tugas publik tersebut dibiayai oleh unsur swasta. Sehingga yang terjadi kemudian tidak saja
proses politik ditentukan oleh pemilik uang, tetapi juga partai politik yang memiliki kursi di DPR
dan DPRD secara bersama-sama menggunakan kewenangan mengalokasikan anggaran untuk
kepentingan partai dan pribadi (sistem kartel).2

Menurut Michael Pinto-Duschinsky yang dikutip oleh situs Electoral Knowledge


Network, mengatakan, bahwa korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang berkaitan dengan
pembiayaan partai politik dan kegiatan kampanye merupakan ancaman paling serius bagi
demokrasi saat ini. Ancaman tersebut adalah: Pertama, adanya perlakuan istimewa bagi
penyumbang besar dari kelompok kepentingan tertentu dan dapat melahirkan sejumlah pengaruh
yang tidak proporsional. Meskipun tidak ada kepentingan tertulis dalam donasi besar, akan tetapi
menerima sumbangan dalam jumlah besar dapat melahirkan persepsi adanya upaya membeli
pengaruh maupun usaha mendapatkan perlakuan istimewa; Kedua, adanya anggapan bahwa
pemilu pada dasarnya hanya dapat diikuti oleh kandidat atau individu yang kaya atau oleh
mereka yang memiliki jaringan atau lingkaran pendukung kaya raya, sementara yang tidak
memiliki cukup uang tidak akan dapat berkompetisi. Selain itu menurut Alfaqi yang dikutip dari
jurnal ketahanan nasional mengatakan bahwa korupsi menyebabkan terganggunya pembangunan
bangsa yang meliputi aspek ideologi, aspek politik, aspek ekonomi, aspek sosial budaya, aspek
keamanan sehingga ketahanan wilayah tidak dapat terwujud dengan baik.

Subsidi negara yang diatur di dalam UU Partai politik dan Peraturan Pemerintah (PP) No.
83/2012 tentang Bantuan Keuangan kepada partai politik didasarkan pada jumlah perolehan
suara dalam pemilu. Untuk menentukan nilai subsidi per suara, digunakan rumus jumlah subsidi
APBN sebelumnya dibagi dengan jumlah suara partai politik yang mendapatkan kursi di DPR
periode sebelumnya. Setelah nilai subsidi didapatkan, kemudian dikalikan dengan jumlah suara
yang diperoleh pada pemilu terakhir 3. Sejak pemilu tahun 2009 sampai pemilu terakhir 2014 lalu,
Mendagri menetapkan nilai subsidi per suara sebesar Rp 180. Permasalahannya besaran bantuan
negara kepada partai politik sesungguhnya bernilai kecil dibandingkan waktu-waktu sebelumnya.
Ketika subsidi negara masih diatur PP No. 51Tahun 2001 Tentang Bantuan Keuangan Kepada
Partai Politik, nilai subsidi untuk satu suara ditetapkan Rp 1.000. PP 29/2005 nilai subsidi
ditetapkan sebesar Rp 21 juta untuk satu kursi di DPR, bukan per suara. Selanjutnya PP No.
5/2009 dan PP 83/2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009
Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik, justru menjadi lebih rumit dibandingkan
dengan PP sebelumya.

Perlunya pengaturan secara komperhensif dalam UU tersendiri atau dalam UU Partai


politik dan UU Pemilu tentang sumber penerimaan, jenis pengeluaran, pengelolaan,
2
Didik Sukriono, “Desain Pengelolaan Keuangan Partai Politik Berbasis Demokrasi Menuju Kemandirian Partai
Politik”, Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol 3, Nomor 1, Juni 2018, hal. 39-40
3
Masyiyah Kolmi , “Persepsi Konstituen Terhadap Akuntabilitas Keuangan Partai Politik”, Jurnal Akuntansi
Multiparadigma, Vol. 1 No. 2 Agustus 2010, hal 215
pertanggungjawaban, larangan, prosedur penegakan ketentuan, berbagai jenis sanksi dan beserta
institusi penegakan ketentuan keuangan partai politik.

Untuk menjamin transparansi penerimaan dan pengeluaran partai politik, maka dalam
penerimaan sumber dana harus jelas disebutkan hal-hal berikut: (1) Identitas lengkap setiap
sumber penerimaan: nama, tempat dan tanggal lahir, alamat tempat tinggal, nomor telepon
rumah/seluler, pekerjaan, kedudukan dalam pekerjaan, alamat tempat pekerjaan, dan nomor
telepon kantor, apabila badan usaha yang telah go public yang menjadi penyumbang, maka harus
pula disebutkan nama pemilik saham dan komposisi pemilihan saham; dan (2) Jumlah dari setiap
jenis dan bentuk sumbangan (uang, barang, jasa; potongan harga, pinjaman, hadiah).

Untuk meningkatkan penghasilan partai yang didapatkan secara legal,adalah dengan


menaikkan sumbangan dari masyarakat dan mengoptimalkan iuran anggota partai politik.Di
banyak Negara, sumbangan didorong melalui sistem pengurangan pajak terhadap para
penyumbang. Tentunya pengurangan pajak ini hanya diberikan kepada penyumbang yang
menyerahkan sumbangannya langsung ke kas partai dan dicatat secara resmi. Sedang upaya
optimalisasi iuran anggota partai politik dapat dilakukan sebagai berikut: (1) Mengubah tipe
partai kharismatik dan klientelistik menuju tipe partai programatik; (2) Penyederhanaan sistem
kepartaian dalam pemilu; (3) Mengembalikan sifat partai politik dari partai massa ke partai
kader; (4) Menertibkan kembali kartu anggota partai politik; dan (5) Pengaturan partai politik
peserta pemilu dengan parameter kelayakan admiistratif dan legitimasi partai politik, yaitu partai
politik yang sudah menjalankan fungsifungsinya (pendidikan politik, sosialisasi dan komunikasi
politik dan agregasi kepentingan) di masyarakat4.

Perlunya mempertimbangkan kembali untuk menaikkan jumlah bantuan APBN dan


APBD kepada partai politik. Pada tahun 2001, jumlah tersebut pernah mencapai Rp. 1.000 per
suara, namun kemudian terjadi penurunan yang sangat drastis pada tahun 2005, sebesar 90
persen. Saat ini partai politik hanya menerima Rp. 108 per suara. Penurunan ini telah
memperburuk situasi keuangan partai-partai dan meningkatkan ketergantungan mereka pada
kepentingan oligarkis.

Perlu adanya satu lembaga yang mengawasi pelaporan dan penggunaan dana politik. Saat
ini KPU mengawasi dana kampanye, Polisi bertanggungjawab terhadap pelanggaran yang
bersifat pidana, dan BPK memeriksa penggunaan uang partai politik dari APBN dan APBD.
Bawaslu dapat mengambil alih peran KPU dalam pengawasan dana kampanye. Di banyak negara
demokrasi semua tugas pengawasan dana kampanye dijalankan oleh satu lembaga dan dibantu
oleh kantor akuntan publik yang ditunjuk.

4
Torang Rudol, “Perkembangan Politik Hukum Pertanggungjawaban Partai Politik Dalam Pengelolaan Bantuan
Keuangan Negara Pasca Reformasi” Jurnal Hukum Vol.4 No.1 Januari –April 2015, halaman 124
 Undang-Undang Pemilu dan Partai Politik
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 2 TAHUN 2008

TENTANG

PARTAI POLITIK

1. Keuangan partai politik bersumber dari :


(1) iuran anggota;
(2) sumbangan yang sah menurut hukum; dan
(3) bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
2. Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat berupa uang,
barang, dan/atau jasa.
3. Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
diberikan secara proporsional kepada Partai Politik yang mendapatkan kursi di
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota yang penghitungannya
berdasarkan jumlah perolehan suara.
4. Bantuan keuangan kepada Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 35

Pasal 35 . . .

(1) Sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf b yang
diterima Partai Politik berasal dari:

a. perseorangan anggota Partai Politik yang pelaksanaannya diatur dalam AD


dan ART;

b. perseorangan bukan anggota Partai Politik, paling banyak senilai


Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) per orang dalam waktu 1 (satu)
tahun anggaran; dan
c. perusahaan dan/atau badan usaha, paling banyak senilai
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) per perusahaan dan/atau badan
usaha dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran.

(2) Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada prinsip
kejujuran, sukarela, keadilan, terbuka, tanggung jawab, serta kedaulatan dan
kemandirian Partai Politik.

Pasal 36

1 Sumber keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 merupakan pendapatan


yang dapat digunakan untuk pengeluaran dalam pelaksanaan program, mencakup
pendidikan politik, dan operasional sekretariat Partai Politik.
2 Penerimaan dan pengeluaran keuangan Partai Politik dikelola melalui rekening
kas umum Partai Politik.
3 Pengurus Partai Politik di setiap tingkatan melakukan pencatatan atas semua
penerimaan dan pengeluaran keuangan Partai Politik.
Pasal
13

Pengurus Partai Politik di setiap tingkatan organisasi menyusun laporan


pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan setelah tahun anggaran
berkenaan berakhir.

Pasal 38

Hasil pemeriksaan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran


keuangan Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 terbuka untuk
diketahui masyarakat.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 2 TAHUN 2011

KEUANGAN PARTAI POLITIK

Pasal 34

(1) Keuangan Partai Politik bersumber dari:


a. iuran anggota;
b. sumbangan yang sah menurut hukum; dan
c. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(2) Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat
berupa uang, barang, dan/atau jasa.
(3) Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan secara proporsional kepada
Partai Politik yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah kabupaten/kota yang penghitungannya berdasarkan
jumlah perolehan suara.
(3a) Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diprioritaskan untuk melaksanakan
pendidikan politik bagi anggota Partai Politik dan masyarakat.
(3b) Pendidikan Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3a) berkaitan
dengan kegiatan:

a. pendalaman mengenai empat pilar berbangsa dan bernegara


yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
b. pemahaman mengenai hak dan kewajiban warga negara
Indonesia dalam membangun etika dan budaya politik; dan
c. pengkaderan anggota Partai Politik secara berjenjang dan
berkelanjutan.

(4) Bantuan keuangan dan laporan penggunaan bantuan keuangan


kepada Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (3a)
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
13. Di antara Pasal 34 dan Pasal 35 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 34A
yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 34A

(1) Partai Politik wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban


penerimaan dan pengeluaran yang bersumber dari dana bantuan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
34 ayat (1) huruf c kepada Badan Pemeriksa Keuangan secara
berkala 1 (satu) tahun sekali untuk diaudit paling lambat 1 (satu)
bulan setelah tahun anggaran berakhir.

(2) Audit laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan 3


(tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
(3) Hasil audit atas laporan pertanggungjawaban penerimaan dan
pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan
kepada Partai Politik paling lambat 1 (satu) bulan setelah diaudit.
14. Ketentuan Pasal 35 ayat (1) huruf c diubah sehingga Pasal 35 berbunyi
sebagai berikut:

Pasal 35

(1) Sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf b


yang diterima Partai Politik berasal dari:
a. perseorangan anggota Partai Politik yang pelaksanaannya
diatur dalam AD dan ART;

b. perseorangan bukan anggota Partai Politik, paling banyak


senilai Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) per orang
dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran; dan

c. perusahaan dan/atau badan usaha, paling banyak senilai Rp


7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah) per
perusahaan dan/atau badan usaha dalam waktu 1 (satu)
tahun anggaran.

(2) Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan


pada prinsip kejujuran, sukarela, keadilan, terbuka, tanggung
jawab, serta kedaulatan dan kemandirian Partai Politik.
15. Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga Pasal 39 berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 39

(1) Pengelolaan keuangan Partai Politik dilakukan secara


transparan dan akuntabel.
(2) Pengelolaan keuangan Partai Politik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diaudit oleh akuntan publik setiap 1 (satu) tahun
dan diumumkan secara periodik.
(3) Partai Politik wajib membuat laporan keuangan untuk
keperluan audit dana yang meliputi:
a. laporan realisasi anggaran Partai Politik;
b. laporan neraca; dan
c. laporan arus kas.
d.
Di antara ayat (3) dan ayat (4) Pasal 34 disisipkan 2 (dua) ayat yakni ayat (3a) dan ayat
(3b) serta ayat (4) diubah sehingga Pasal 34 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 34

(1) Keuangan Partai Politik bersumber dari: a. iuran anggota; b. sumbangan yang sah
menurut hukum; dan c. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (2) Sumbangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, dapat berupa uang, barang, dan/atau jasa. (3) Bantuan keuangan dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan secara proporsional kepada Partai
Politik yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota yang
penghitungannya berdasarkan jumlah perolehan suara. (3a) Bantuan keuangan dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diprioritaskan untuk melaksanakan pendidikan politik bagi anggota
Partai Politik dan masyarakat. (3b) Pendidikan Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3a)
berkaitan dengan kegiatan: a. pendalaman mengenai empat pilar berbangsa dan bernegara
yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. pemahaman mengenai hak dan kewajiban warga negara Indonesia dalam membangun etika
dan budaya politik; dan c. pengkaderan anggota Partai Politik secara berjenjang dan
berkelanjutan. (4) Bantuan keuangan dan laporan penggunaan bantuan keuangan kepada
Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (3a) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.

13. Di antara Pasal 34 dan Pasal 35 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 34A yang
berbunyi sebagai berikut:

Pasal 34A

(1) Partai Politik wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan


pengeluaran yang bersumber dari dana bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat
(1) huruf c kepada Badan Pemeriksa Keuangan secara berkala 1 (satu) tahun sekali untuk
diaudit paling lambat 1 (satu) bulan setelah tahun anggaran berakhir. (2) Audit laporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran
berakhir. (3) Hasil audit atas laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Partai Politik paling lambat 1
(satu) bulan setelah diaudit.

14. Ketentuan Pasal 35 ayat (1) huruf c diubah, sehingga Pasal 35 berbunyi sebagai
berikut:

Pasal 35

(1) Sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf b yang diterima Partai
Politik berasal dari: a. perseorangan anggota Partai Politik yang pelaksanaannya diatur dalam
AD dan ART; b. perseorangan bukan anggota Partai Politik, paling banyak senilai Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) per orang dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran; dan c.
perusahaan dan/atau badan usaha, paling banyak senilai Rp 7.500.000.000,00 (tujuh miliar
lima ratus juta rupiah) per perusahaan dan/atau badan usaha dalam waktu 1 (satu) tahun
anggaran. (2) Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada prinsip
kejujuran, sukarela, keadilan, terbuka, tanggung jawab, serta kedaulatan dan kemandirian
Partai Politik.

15. Ketentuan Pasal 39 diubah, sehingga Pasal 39 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 39

(1) Pengelolaan keuangan Partai Politik dilakukan secara transparan dan akuntabel. (2)
Pengelolaan keuangan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaudit oleh
akuntan publik setiap 1 (satu) tahun dan diumumkan secara periodik. (3) Partai Politik wajib
membuat laporan keuangan untuk keperluan audit dana yang meliputi: a. laporan realisasi
anggaran Partai Politik b. laporan neraca c. laporan arus kas.

2.2 Alokasi Penggunaan Anggaran Partai Politik

Alokasi penggunaan anggaran dalam partai politik ternyata memiliki permasalahan


sendiri. Seperti yang terdapat dalam UU pemilu dan UU partai pemilu, didalamnya tidak
dirinci atau diatur sumber pendanaan partai politik dan belanja partai politik. Isi dalam UU
hanya menyebutkan bantuan atau subsidi kepada partai politik yang diprioritaskan bagi
kegiatan pendidikan politik dengan persentasi paling sedikit 60%, selebihnya alokasi
penggunaan subsidi dan keuangan partai politik secara umum sama sekali tidak diatur lebih
lanjut dalam UU, begitu juga dengan tidak adanya batasan biaya yang harus dikeluarkan pada
saat kampanye.5

Berkaca pada terbatasnya pengaturan UU mengenai belanja partai politik


menunjukkan bahwa pembentukan UU partai politik sebenarnya hendak memberi kebebasan
bagi partai politik untuk mengalokasikan dana belanja yang sejalan dengan pendapatan
diperoleh dari sumbangan perseorangan anggota, kemudian juga tidak ada pembatasan yang
akan berakibat partai politik dikuasai oleh seorang maupun sekelompok anggota. Sedikitnya
pengaturan pembatasan belanja partai politik tentu akan memberikan implikasi kecil maupun
cukup berdampak. Implikasi tersebut tampak pada administrasi keuangan yang akan
menyulitkan dalam penyusunan laporan keuangan paratai politik, sedangkan secara
organisasi membebaskan partai politik tidak bertanggung jawab terhadap belanjanya.
lemahnya UU partai politik juga memberikan kesempatan bagi partai politik untuk bertindak
curang. Partai politik bisa saja membohongi pemerintah dengan terus mengatakan bahwa
partai membutuhkan dana yang cukup besar demi menyelenggarakan dan menggerakkan
partai tanpa bisa diteliti sampai dimana batas belanjanya.untuk tersebut memperoleh dana
maka partai politik secar luas membuka diri untuk mendapatan dan menerima bentuk
sumbangan sebanyak-banyaknya.6

Pola Alokasi anggaran partai politik berfokus pada dua kegiatan, yakni :

1. Persiapan dan penyelenggaraan pertemuan anggota partai periode lima tahunan sepeti
kongres, muktamar, dan musyawarah nasional.
2. Berbagai kegiatan pencalonan dan kampanye pemilihan umum anggota DPR, DPRD
Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota, serta pemilu presiden dan wakil presiden.

Sehingga partai politik di Indonesia dilukiskan untuk lebih berorientasi untuk mencari
kedudukan/ kekuasaan baik dalam partai maupun dalam pemerintahan.

Meskipun kurang tepat, namun sebagian pengeluaran partai politik digunakan untuk
membiayai kegiatan administrasi partai dan perkantoran partai seperti pembelian alat
perlengkaan kantor, membayar rekening listrik, air, gaji karyawan, sewa kantor, konsumsi

5
Ichlasul Amal, Teori-Teori Mutakbir Partai Politik, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2014, hlm 15
6
Didik Sukriono, “ Desain Pengelolaan Keuangan Partai Politik Berbasis Demokrasi Menuju Kemandirian Partai
Politik”, Jurnal UM. Vol 3 No. 1, 2019, Hal 40-41.
selama rapat dan akomodari transportasi. Contoh pengeluaran yang lain seperti biaya untuk
melakukan kaderisasi anggota partai politik, kegiatan merayakan ulang tahun partai,
kunjungan kepada instansi lain untuk melakukan kegiatan sosial.

Salah satu sumber pendanaan terbesar bagi partai politik berasal dari uang
pemerintah. Bentuk bentuk umum alokasi pendanaan partai yang berasal dari pemerintah
adalah :

 Alokasi dana untuk biaya administrasi partai,


 Pembayaran sejumlah uang sesuai dengan jumlah suara yang diperoleh partai
dalam pemilu.
 Penggantian (reimbursement) biaya pengeluaran sah.
 Menyediakan sarana publik serta fasilitas untuk kegiatan partai, salah satu bentuknya
adalah menyediakan waktu siar secara gratis di radio dan televisi
 Menyediakan ruang bantuan teknis dan personalia bagi partai atau fraksi diberbagai
tingkat pengurus partai (pusat, daerah, cabang).
 Mendanai biaya-biaya fraksi, dimana fraksi membutuhkan sarana penunjang kerja,
subsidi dana untuk staf fraksi, dan tim ahli.
 Memberlakukan pembebasan pajak untuk dana sumbangan dan iuran yang berasal
dari anggota partai.
 Mempromosikan organisasi afiliasi partai, seperti organisasi pemuda, perempuan,
yayasan dan sebagainya.
 Mendanai pengeluaran-pengeluaran para anggota parlemen,
 Dana yang diperoleh lewat kegiatan bisnis partai.7

Kegiatan-kegiatan partai tersebut tentu memerlukan biaya yang cukup besar. Berkaca
pada realitas partai hampir selalu mengadapi persoalan dalam mendanai setiap program kerja
dan kegiatannnya. Oleh karena itu partai harus mencari daan mendapatkan sumber-sumber
pendanaannya. Sumber pendanaan konvensionla belum mampu menutupi biaya kegiatan
partai selama setahun, akibatnya partai mencari jalan lain untuk mendanai kegiatannya.
Dengan adanya bantuan dana dari pemerintah, maka sudah seharusnya seluruh pihak dalam
partai politik dituntut untuk mengoptimalan pengalokasian anggaran dana dalam partai
politik. 8
7
Bariroh Farid, “ Pendanaan Partai Politik di Indonesia : Mencari Pola Pendanaan Ideal Untuk Mencegah
Korpsi” , Komisi Pemberantasan Korupsi, Vol 4 No. 1, 2018, Hal 272-275.
8
Nur Hidayat Sardani, Restorasi Penyelenggaraan Pemilu di Indonesia, Yogyakarta: Fajar Media Press, 2011,
hlm 22.
2.3 PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN PARTAI POLITIK
Pertanggungjawaban ini dijelaskan oleh Peraturan Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Pemeriksan Laporan
Pertanggungjawaban Bantuan Keuangan Partai Politik. Pertanggungjawaban
keuangan partai politik perlu dilakukan saat partai politik menduduki kursi di
9
parlemen yang disebut dengan bantuan keuangan. Bantuan keuangan bersumber
dari APBN/APBD yang diberikan kepada partai politik yang menduduki kursi di
DPR ataupun DPRD tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota yang perhitungannya
didasarkan atas jumlah perhitungan suara , dengan prioritas penggunaan untuk
pendidikan politik. Laporan pertanggungjawaban partai politik atas bantuan
keuangan yang selanjutnya disebut Laporan Pertanggungjawaban adalah laporan
atas penerimaan dan pengeluaran yang dibuat partai politik atas bantuan
keuangan. Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud terdiri atas :
laporan pertanggungjawaban DPP , laporan pertanggungjawaban DPD , dan
laporan pertanggungjawaban DPC.Bantuan keuangan itu disalurkan oleh
Kementrian Dalam Negeri / Pemerintahan Daerah kepada partai politik melalui
transfer dana dari Rekening Kas Umum Negara/ Rekening Kas Umum daerah ke
Rekening partai politik. Rekening partai politik ini merupakan rekening khusus
untuk menerima bantuan keuangan. 10

Jangka waktu untuk menyerahkan laporan pertanggungjawaban dilakukan


satu tahun seklu paling lambat satu bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Laporan pertanggungjawaban yang diserahkan kepada BPK terdiri atas :
rekapitulasi realisasi penerimaan dan belanja Bantuan Keuangan Parpol dan
rincian belanja dana Bantuan Keuangan Parpol kegiatan dan rekapitulasi barang
inventaris/modal (fisik) , barang persediaan pakai habis , dan penggunaan jasa
yang dibiayai dari dana Bantuan Keuangan Partai Politik. Dengan adanya proses
pertanggungjawaban ini yang dilakukan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan
dengan Partai Politik maka diharapkan dana yang berasal dari pemerintahan
menggunakan APBN dapat dilaporkan secara transparan untuk mencegah

9
Diakses dari https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/21/peraturan-bpk-no-2-tahun-2015 pada tanggal 31
Agustus 2019
10
Rusdi Satria Prima , “PERTANGGUNGJAWABAN PENDANAAN KEUANGAN PARTAI POLITIK YANG BERSUMBER
DARI APBD (Studi Di Provinsi NTB)” Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum, 2018, halaman 55
penyalahgunaan dana yang diberikan pemerintah kepada setiap partai politik
yang mendapatkan hak mendapatkan dana.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Sumber keuangan partai politik berasal dari iuran anggota, sumbangan yang sah
menurut hukum, dan bantuan keuanngan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Akan tetapi berbagai permasalahan terkait
dana parpol ini sering terjadi diantaranya kurangnya transparansi terkait sumber-sumber
dana yang diperoleh oleh Partai Politik yang dikhawatirkan berasal dari individu atau
kelompok tertentu baik perusahaan atau kelompok lain yang akan berpengaruh dalam
pembuatan serta pengambilam kebijakan yang diambil. Berbagai permasalahan terkait
pendanaan oartai politik sendiri Seperti yang terdapat dalam UU pemilu dan UU partai
pemilu, didalamnya tidak dirinci atau diatur sumber pendanaan partai politik dan belanja
partai politik. Oleh karena itu negara sendiri membuat UU Undang-Undang Nomor 11
tentang Partai Politik, sehingga pengaturan terkait pengelolaan keuangan Partai Politik
lebih diatur ketat di dalam UU Parpol yang secara tegas diatur di dalam pasal 39 ayat 1
bahwa keuangan Parpol dilakukan secara transparan dan akuntabel.

3.2 SARAN
Pendanaan Partai Politik sendiri telah diatur dalam Undang-Undang, perlu adanya
upaya yang tegas dalam mengimplementasikan Undang-Undang tersebut apabila
sebuah Partai Politik melaukan pelanggaran dan perlu adanya Tata kelola dan
pendanaan yang harus dibenahi dan menuntut transparansi dari Parpol tersebut.
Pengawasan pemerintah juga dibutuhkan agar Partai Politik menjalankan visi misinya
dengan baik sesuai dengan Undang-Undang salah satunya pencegahan yaitu
dibuatnya peraturan yang mewajibkan Partai Politik harus mempunyai rekening yang
berbeda guna mengetahui pengeluaran/pembiayaan keperluan partai politik itu sendiri
dan biaya kampanye itu secara terpisah. Serta opsi kedua adalah dengan cara
meningkatkan bantuan dana dari Pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA

Bariroh Farid, “ Pendanaan Partai Politik di Indonesia : Mencari Pola Pendanaan Ideal
Untuk Mencegah Korpsi” , Komisi Pemberantasan Korupsi, Vol 4 No. 1, 2018, Hal 272-275
Didik Sukriono, “Desain Pengelolaan Keuangan Partai Politik Berbasis Demokrasi Menuju
Kemandirian Partai Politik”, Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol
3, Nomor 1, Juni 2018, hal. 39-40
Didik Sukriono, “ Desain Pengelolaan Keuangan Partai Politik Berbasis Demokrasi Menuju
Kemandirian Partai Politik”, Jurnal UM. Vol 3 No. 1, 2019, Hal 40-41.
Diakses dari https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/21/peraturan-bpk-no-2-tahun-2015
pada tanggal 31 Agustus 2019

Ichlasul Amal, Teori-Teori Mutakbir Partai Politik, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2014, hlm 15

Masyiyah Kolmi , “Persepsi Konstituen Terhadap Akuntabilitas Keuangan Partai Politik”,


Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Vol. 1 No. 2 Agustus 2010, hal 215

Nur Hidayat Sardani, Restorasi Penyelenggaraan Pemilu di Indonesia, Yogyakarta: Fajar


Media Press, 2011, hlm 22.

Riana Wulandari Ananto, “Tinjauan Yuridis Penyesuian Partai Politik Berbadan Hukum dan
Partai Politik Baru Menjadi Badan Hukum Berdasarkan Undang Undang Nomor 2 Tahun
2011 Tentang Partai Politik”, Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri Semarang
Volume 4 Nomor 2 Tahun 2018, hlm 307

Torang Rudol, “Perkembangan Politik Hukum Pertanggungjawaban Partai Politik Dalam


Pengelolaan Bantuan Keuangan Negara Pasca Reformasi” Jurnal Hukum Vol.4 No.1 Januari
–April 2015, halaman 124

Anda mungkin juga menyukai