Anda di halaman 1dari 6

Pusat Penelitian BIDANG PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

Badan Keahlian DPR RI


Gd. Nusantara I Lt. 2
Jl. Jend. Gatot Subroto
Jakarta Pusat - 10270
c 5715409 d 5715245
m infosingkat@gmail.com KAJIAN SINGKAT TERHADAP ISU AKTUAL DAN STRATEGIS Vol. XI, No.06/II/Puslit/Maret/2019

PERMASALAHAN
KELEMBAGAAN DEMOKRASI
DALAM PARTAI POLITIK
25
Prayudi

Abstrak
Terjeratnya beberapa politisi dalam kasus korupsi menunjukkan akutnya
problematik kepartaian sebagai pilar demokrasi di Indonesia. Kasus penangkapan
politisi dalam kasus korupsi tidak terlepas dari pola patronase kartel kelembagaan
partai. Kelembagaan partai menjadi bermasalah di tengah kebutuhan biaya politik
yang tinggi terutama saat menghadapi pemilu. Tulisan ini mengkaji permasalahan
kelembagaan demokrasi yang mencakup patronase kartel partai politik yang
masih mudah dibajak oleh praktek klientisme, mobilisasi sumber dayanya, dan
kelembagaan yang tidak otonom sebagai kekuatan politik sipil. Perlu direalisasikan
secara serius dan berkelanjutan atas agenda reformasi kepartaian, melalui langkah
pengembangan basis merit sistem fungsi kaderisasi dan rekrutmen partai serta
mendorong desentralisasi struktur organisasinya yang mencegah penyalahgunaan
kewenangan para pengurus partai.

Pendahuluan partai semata. Melalui jajak pendapat


Kasus penangkapan politisi dalam Litbang Kompas 20-21 Maret 2019
kasus korupsi tidak terlepas dari pola diketahui bahwa sebagian besar
patronase kartel kelembagaan partai. responden yang berjumlah 76,5% dari
Kelembagaan partai menjadi bermasalah 514 responden yang disurvai, tidak
di tengah kebutuhan biaya politik yang yakin dana parpol yang diperbesar
tinggi, apalagi saat menghadapi pemilu. akan mencegah tindakan korupsi
Data yang diperoleh dari Indonesia politisi (Kompas, 25 Maret 2019).
Corruption Watch (ICW) menyebutkan, Struktur organisasi partai yang
rata-rata partai politik membutuhkan terkonsentrasi pada oligarki partai
anggaran Rp200 miliar sampai Rp250 dan bersandar pada figur elitnya,
PUSLIT BKD miliar setiap tahun. Jumlah tersebut menyebabkan patronase kartel
akan meningkat tiga kali lipat kelembagaan partai mudah dibajak
bahkan lebih pada saat pemilu (Suara atau tergoda untuk melakukan
Pembaruan, 21 Maret 2019). Kasus penyimpangan kekuasaan. Resiko
ini tidak bisa sekedar melalui solusi dan konsekuensinya antara lain sudah
menaikkan alokasi pendanaan bagi diingatkan pada saat penangkapan
Ketua Umum Partai Persatuan daya organisasinya. Tetapi patronase
Pembangunan (PPP), Romahurmuzy, partai memiliki konsekuensi bagi
oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terjadinya inefisiensi ekonomi dan
(KPK), belum lama berselang (Kompas, terjadinya korupsi sistemik (Kadz
16 Maret 2019). DPR RI perlu melihat dan Crotty: 2014, hal. 311-318). Di
rangkaian penangkapan kasus politisi, Indonesia, kepartaian berkembang
terutama dari kalangan mudanya, yang menuju pengesampingan ideologis
seharusnya membawa angir segar dan dan mengkristal bersifat kartel dalam
perubahan justru telah terjebak dalam menguasai sumber-sumber kekayaan
sistem lama, tidak lepas dari perlunya negara (Ambardi: 2009, hal. 17-40).
agenda politik pembenahan regulasi Fenomena pendanaan politik
organisasi dan tata laksana peran partai. yang rawan ilegal di tengah kontribusi
Tulisan ini membahas resmi dari para anggota dan simpatisan
permasalahan kelembagaan demokrasi partai terhadap perhelatan tertentu
partai politik dikaitkan biaya politik partai.
patronase kartel yang harus ditanggung Kelembagaan partai yang lemah 26
pada saat struktur organisasi dan menyebabkan politik patronase kartel
kulturnya masih rapuh menopang fungsi- yang mengarahkan perilaku partai dalam
fungsinya. menjaga eksistensi kepentingannya.
Meskipun pada 4 Januari 2018, Presiden
Permasalahan Kelembagaan Joko Widodo sudah menandatangani
Demokrasi Partai PP No. 1 Tahun 2018 tentang Perubahan
Patronase kelembagaan partai Kedua atas PP No. 5 Tahun 2009
menjadi instrumen demokrasi yang tentang Bantuan Keuangan Partai
bermasalah. Wolfgang C. Mulller Politik, yang menaikkan 10 kali lipat
menyatakan, patronase partai adalah nilai subsidi negarapada partai dari
penggunaan sumber daya publik dalam Rp108 per suara menjadi Rp1.000
pertukaran partikularistik dan langsung per suara, namun hal ini tetap tidak
antara klien dan politisi partai atau memadai. Tidak memadainya
fungsionaris partai. Patronase partai solusi itu karena, asumsi dasar yang
memang jalan pintas memanfaatkan membangun logika politik kartel yaitu
pengumpulan aset dukungan sumber negara sebagai sumber keuangan

Tabel 1: Kasus Hukum Diproses KPK dan Ketua Umum Partai


No. Kasus Figur Ketua Umum Partai Politik
1. Korupsi: Suap Impor Sapi; ditangkap KPK Lutfi Hasan Ishaaq (Presiden PKS 2010-2013).
pada 30 Januari 2013
Divonis: 18 tahun penjara
2. Korupsi: Proyek Hambalang Anas Urbaningrum (2010-2013).
Jadi tersangka pada 22 Februari 2013
Divonis kasasi MA 14 tahun penjara
3. Kasus: Korupsi Pengadaan KTP Elektronik. Setya Novanto
Jadi tersangka pada 31 Oktober 2017.
Divonis 15 tahun penjara
4. Kasus: Dugaan terlibat dalam pengisian jabatan Romahurmuzy. (Ketua Umum PPP 2014-2019)*
di Kementerian Agama.
Status: tersangka ditetapkan pada 16 Maret 2019
*) Sebelumnya pada tahun 2014 KPK juga pernah memproses hukum Suryadharma Ali yang saat itu
menjabat sebagai Ketua Umum DPP PPP.
Sumber: Kompas, 16 Maret 2019 dan 17 Maret 2019.
partai. Partai tergantung pada uang Dinamika kelembagaan
negara, dan ini pula yang mengubah patronase kartel partai pararel
karakter partai dari melayani dengan perkembangan dukungan
konstituen dan rakyat ke arah partai terhadap agenda menyangkut
mendekati pemerintah. Konstituen pemberantasan korupsi. Gejala
dapat ditinggalkan kepentingannya, dukungan demikian bisa merupakan
kecuali menjelang pelaksanaan pemilu langkah riil yang dilakukan pada
(Agustino & Fitriani: 2017, hal. 130-31). pemberantasan korupsi itu sendiri,
Seiring arus globalisasi, terkait maupun hanya sekedar retorika atau
berkurangnya peran negara dalam ketidaktuntasan pengerahan sumber
perekonomian, terjadi pergeseran dayanya bagi langkah tersebut. Ini bisa
dalam corak politik distributif sumber diidentifikasi terhadap eksistensi KPK
daya, sehingga kewenangannya tidak ditahun 2004 pasca penerapan UU
didominasi oleh negara. Jika politisi No. 30 Tahun 2002 dan lanskap reaksi
tidak dapat secara langsung sumber atas peristiwa yang berlanjut pada
27 daya negara untuk membiayai praktek- beberapa kasus penangkapan politisi
praktek klintelistik, maka mereka akan partai baik di pusat maupun daerah
mencari rente dan bentuk-bentuk (Juwono: 2018, hal. 315-349).
korupsi lain untuk mengumpulkan Terkait kelemahan kelembagaan
dana yang diperlukan. Politisi dapat partai, Syamsuddin Haris menilai
mengumpulkan dana yang kemudian bahwa korupsi para pejabat publik
didistribusikan oleh partai kepada dari parpol itu justru berakar pada tak
pemilih dengan melelang kebijakan adanya standar integritas yang berlaku
yang akan diterbitkan. Politisi juga dan diberlakukan bagi parpol dan
dapat menentukan siapa yang akan politisi parpol. Tak ada standar etik
memperoleh kontrak pengadaan yang memadai, baik bagi calon pejabat
atau menggunakan kewenangan publik maupun unsur penyelenggara
yang mereka miliki untuk meminta negara. Ada parpol yang telah memiliki
suap atau gratifikasi melalui suap standar etik dan mulai konsisten
atau kick backs dari program-program menegakkan, tetapi masih ada pula partai
yang ditugaskan pelaksanaannya yang belum melembagakannya (Kompas,
kepada birokrasi. Dana ini selanjutnya 9 Januari 2019). Padahal, standar
digunakan untuk berbagai integritas partai dapat menjadi perangkat
kepentingan partai, termasuk untuk kebijakan yang menghasilkan pemimpin
kegiatan kampanye. Patronase juga berintegritas, meminimalkan resiko
dapat mengurangi pengeluaran korupsi politik dan penyalahgunaan
partai untuk kampanye lainnya kekuasaan, menjadi instrumen
dengan cara memberi imbalan kepada kepatuhan bagi para anggotanya, serta
mereka yang bekerja atas nama partai menghasilkan tata kelola keuangan yang
(Paskarina: 44). Dinamika dalam pola transparan dan akuntabel (KPK dan
pengumpulan dana politik secara LIPI: 2017, hal. 8).
ilegal menjadi bukti atas terjadinya Hulu yang menjadi penyebab atas
perubahan karakteristik korupsi terjadinya ketidaksinkronan demikian,
politik yang tidak lagi sesederhana adalah akibat fungsi di bidang rekrutmen
pada konteks perbandingannya dan kaderisasi partai yang juga belum
dengan korupsi birokrasi. Hal sepadan dengan basis meritokrasi
yang operasional stagnan dalam secara berjenjang keorganisasian. Tanpa
perilaku jebakan korupsi bagi godaan kapasitas membangun basis meritokrasi
pendanaan partai adalah mengenai dalam jenjang kaderisasi partai, maka
bentuk-bentuk yang dijalankannya. para pengurus inti, dimulai dari ketua
umum dan para wakilnya terus ke korupsi politik adalah sangat kompleks
tingkatan ke bawah pengambil kebijakan dibandingkan sekedar pengukuran
hingga para kader pelaksana, mudah seberapa banyak kandidat menghabiskan
terjebak pada strategi jangka pendek dananya pada saat kampanye.
perolehan sumber daya partai yang Dengan keterbatasan sokongan dana
rawan bagi kasus penyalahgunaan partai, maka hanya sedikit kandidat
kewenangan. Perangkap ini bisa yang benar-benar membiayai sendiri
menjadi ancaman bagi masa depan kampanyenya, karena dirinya harus
partai ketika momentum menjelang meraih dukungan finansial dari
pemilu. Ini terbukti antara lain berbagai sumber (Lubis: 2017, hal.
dari situasi PPP menjelang Pemilu 34-35). Sudah rahasia umum bahwa
2019, pada saat Ketua Umumnya, pendanaan partai masih mengandalkan
Romahurmuzy, tertangkap dalam pada kontribusi terbatas dari segelintir
operasi KPK (Koran Tempo, 18 Maret elitnya. Kondisi demikian menjadi
2019). buah simalakama, di satu pihak partai
membutuhkan energi sumber daya bagi 28
Agenda Reformasi Kelembagaan jangka panjang performanya sebagai
Partai kekuatan politik sipil, tetapi di pihak lain
Kelembagaan patronase kartel juga harus menyesuaikan dengan pilihan
partai yang lemah sebagai andalan taktis jangka pendek di lapangan guna
demokrasi sipil menjadi bukti atas meraih dan sekaligus mempertahankan
pentingnya dilakukan agenda kekuasaan. Kegagalan dalam menjaga
reformasi kelembagaan partai. Agenda keseimbangan tuntutan ini bagi partai
ini dimulai dengan perlu ditanganinya bisa memperluas ketidakpercayaan
karakter patronase agar tidak merusak masyarakat, kalau dibiarkan
sendi-sendi organisasi partai melalui berlarut-larut bisa mengancam iklim
serangkaian langkah yang memperkuat demokrasi. DPR RI perlu memahami
akuntabilitas setiap wadah atau unit bahwa regulasi yang ada belum
organisasinya. Rangkaian keseluruhan menjangkau upaya mengatasi dilema
atas pengembangan basis kelembagaan kepartaian dimaksud. Dalam UU No. 2
semacam ini adalah dikembangkannya Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua
merit system dalam fungsi kaderisasi atas UU No. 2 Tahun 2008 tentang
dan rekrutmen kepartaian dan bukan Partai Politik, hanya disebutkan 3
didasarkan pada pola patronase. sumber keuangan, yaitu iuran anggota,
Dengan demikian, setiap kader yang sumbangan yang sah menurut hukum
duduk di kepengurusan partai dan dan bantuan dari APBN/APBD. Padahal
yang duduk di pemerintahan benar- kebiasaan mendukung kandidat dalam
benar terlepas dari pola interaksinya kompetisi pemilu dan pilkada misalnya,
yang kolutif atau transaksional. bisa menjadi bentuk transaksi tertentu
Ketidakmampuan atas dan jumlahnya melampaui batasan yang
pengembangan merit system dalam diatur undang-undang.
kaderisasi dan rekrutmen partai akan Hal lain yang penting dijalankan
semakin memperluas darurat korupsi dalam konteks reformasi partai, adalah
dikalangan politisi. Menerjemahkan konsistensi peranan partai bagi desentralisasi
korupsi politik secara sederhana sebagai kewenangan segenap pengurusnya,
korupsi pemilu dengan kepentingan yang dalam rangka menghilangkan dominasi
melekat, politik uang, membeli suara figur tertentu atau peranan ilegal partai
pemilih, dan penggunaan uang lainnya yang bisa merusak organisasinya bagi
sebagai bujukan bagi pemilih, bukanlah fundamental demokrasi. Seolah masih
gambaran utuh. Identifikasi atas dimaklumi bahwa unsur-unsur dalam
Tabel 2: Variabel dan Indikator Sistem Integritas Parpol
Indikator/ Variabel 1 Variabel 2 Variabel 3 Variabel 4
Variabel
Indikator 1 Ada atau tidaknya Panduan kaderisasi Panduan Sistem keuangan
standar etik rekrutmen yang transparan
dan akuntabel
Indikator 2 Adanya lembaga Regulasi internal Regulasi internal Sistem dan data
penegakkan etik kaderisasi rekrutmen base iuran
Indikator 3 Standar Impelementasi sistem Impelementasi Standar
kelaziman kaderisasi sistem rekrutmen pelaporan
keuangan
Indikator 4 Perlindungan Dibangunnya sistem Dibangunnya Akses publik
bagi whistle blower monitoring dan sistem monev
evaluasi
Indikator 5 Pengaturan Akses publik terhadap SOP verifikasi
konflik kaderisasi
29 kepentingan dan
penyimpangan
Indikator 6 Dibangunnya database SOP audit
keanggotaan partai internal keuangan
partai
Sumber: mengacu pada KPK dan LIPI,2017, Ibid., h. 10

sentralisasi penggalangan sumber memudahkan publik dan simpatisan


daya partai menempuh bentuknya partai dalam mengawasi manuver
yang mengarah pada korupsi politik, penggalangan dukungan politiknya.
yang ini bisa menjadi bumerang bagi Bagi DPR dan Pemerintah, Ini bisa
dirinya sendiri. dimulai dengan revisi UU No. 2
Tahun 2011 tentang Perubahan
Penutup Kedua UU No. 2 Tahun 2008 tentang
Patronase partai menyebabkan Partai Politik.
terjadinya kasus korupsi politisi.
Agenda reformasi kepartaian menjadi Referensi
suatu keharusan dalam rangka Agustino, Leo, et.al. (2017). Korupsi:
transformasi kelembagaannya bagi Aktor dan Locus. Yogyakarta:
konsolidasi demokrasi. Untuk itu Pustaka Pelajar.
perlu dilakukan langkah-langkah Ambardi, Kuskridho. (2009).
berikut: Pertama, dikembangkan Mengungkap Politik Kartel. Jakarta:
fungsi kaderisasi dan rekrutmen Gramedia.
partai yang berbasis pada meritokrasi “Darurat Korupsi Politisi”, Kompas, 18
dengan acuan pada setiap jenjang Maret 2019, hal. 6.
struktur organisasinya. Kedua, Haris, Syamsuddin, “Partai Politik dan
reformasi kepartaian dengan Korupsi Pejabat”, Kompas 9 Januari
mendorong ke arah desentralisasi 2019, hal. 6).
dalam berbagai aktivitasnya dan Haris, Syamsuddin, et.al. (2017). “Kertas
mencegah penumpukan kendali Posisi (Position Paper): Sistem
pengelolaan sumber daya ditangan Integritas Partai Politik”. Jakarta:
oligarki elitnya. Melalui kedua KPK dan LIPI.
langkah reformasi kepartaian tersebut Juwono, Vishnu. (2018). Sejarah
diharapkan akses anggota sebagai Pemberantasan Korupsi di Indonesia
pemilik kedaulatan semakin terjaga dan 1945-2014. Jakarta: Gramedia.
Katz, Richard S., et.al. (2014). Hand Paskarina, Carolina. (2018). “Korupsi
Book Partai Politik. Bandung: Politik dalam Kompetisi
Nusa Penida. Electoral”, Prisma, Vol. 37, No. 3,
“KPK Usut Peran Pejabat Kemenag”, hal. 44.
Kompas, 17 Maret 2019, hal. 1. “Politisi Muda Berjatuhan”, Kompas,
Lubis, Todung Mulya. (2017). 16 Maret 2019, hal. 1.
Political Corruption in Indonesia. “Romy Tidak Bekerja Sendirian”, Koran
Jakarta: Center for Strategic and Tempo, 18 Maret 2019, hal. 5.
International Studies. Sukmajati, Mada. (2018). “Korupsi
“Mencari Politisi Bebas Korupsi” Politik: Teori dan Prakteknya,”
Kompas, 25 Maret 2019, hal. 2. Prisma, Vol. 37, No. 3, hal. 21.
“Naikkan Bantuan Parpol”, Suara
Pembaruan, 21 Maret 2019, hal. 2.

30

Prayudi
prayudi@dpr.go.id

Drs. Prayudi, M.Si., menyelesaikan pendidikan S1 Ilmu Politik Universitas Nasional


Jakarta pada tahun 1989, pendidikan S2 Ilmu Politik Program Pasca Sarjana Universitas
Indonesia pada tahun 2004. Saat ini menjabat sebagai Peneliti Utama Bidang Politik
Pemerintahan Indonesia pada Pusat Penelitian-Badan Keahlian DPR RI. Beberapa karya
tulis ilmiah yang telah dipublikasikan melalui jurnal dan buku antara lain: “Posisi
Birokrasi Dalam Persaingan Politik Pemilukada” (2013), “Media Penyiaran, Dinamika
Pemerintahan Daerah dan Politik Kekuasaan” (2014), dan “Politik Binwas Provinsi
terhadap Kabupaten/Kota (Kasus Bangka Belitung dan Sulawesi Selatan” (2015).

Info Singkat
© 2009, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang
http://puslit.dpr.go.id mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh
ISSN 2088-2351 isi tulisan ini tanpa izin penerbit.

Anda mungkin juga menyukai