Benih Pisang Kepok PDF
Benih Pisang Kepok PDF
Oleh
IRFAN FIRMANSYAH
A24070084
RINGKASAN
Irfan Firmansyah
Abstract
This study aims to find out size of the hump that is able to produce
seedlings and to find out the best storage techniques to be able to maintain the
viability and power shelf. The research was conducted at the Kebun Percobaan
Pasirkuda, Ciomas, Bogor and Seed Science and Technology Laboratory,
Departmen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. The study began in February to May 2011. The size of the best hump that
have the highest potential growth maximum was 73.33% and the highest number
of shoots of 3 shoots per hump is B5 (hump with an average weight of 7400 g and
diameter 22.4 cm). The size of the best hump will be a reference for future
experiments on storage techniques. The best storage method is without packing
and without using fungicides. This method is able to make the hump can be stored
for 6 weeks.
Oleh
IRFAN FIRMANSYAH
A24070084
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui,
Dosen pembimbing
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Tanggal Lulus :
6
RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Penentuan ukuran dan teknik penyimpanan benih pisang kepok (Musa sp.
ABB Group) dari bonggol” di bawah bimbingan Bapak Dr. Ir. M. Rahmad
Suhartanto, MSi.
Penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan masukan, dukungan, doa,
dan semangat baik selama penelitian maupun dalam penyusunan skripsi ini. Rasa
terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada :
1. Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, MSi selaku dosen Pembimbing Skripsi
yang telah membantu selama penelitian dan penyusunan skripsi.
2. Dr. Ir. Sobir, MSi. dan Ir. Diny Dinarti, MSi. selaku dosen penguji.
3. Dr. Ir. Hariyadi, MS selaku dosen Pembimbing Akademik.
4. Bapak Asep Somantri, S.Pd.Ek. dan Ibu Ayi Zamilah yang senantiasa
memberi doa, dukungan, dan semangat.
5. Keluarga Besar Ojo Djakaria dan Keluarga Besar Bunyamin atas doa dan
dukungannya yang tiada henti.
6. Teman-teman “Happy House” Prama Nurgama, Dede Rosyana, Kharisma
Cipta Arifin, Yoga Suryaperdana, dan Kornel. Teman-teman Agronomi
dan Hortikultura 44 atas persahabatan yang luar biasa
7. Bapak Baesyuni dan pekerja di Kebun Percobaan Pasirkuda atas
bantuannya dalam penelitian di lapangan.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR……………………………………………... i
DAFTAR ISI ………………………………………………………. ii
DAFTAR TABEL………………………………………………….. iii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………. iv
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………….. v
PENDAHULUAN………………………………………………….. 1
Latar Belakang…………………………………………….... 1
Tujuan………………………………………………………. 3
Hipotesis……………………………………………………. 3
TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………. 4
Botani tanaman pisang………………………………………. 4
Morfologi Pisang Kepok………………………………….…. 5
Perbanyakan Pisang…………………………………………. 5
Penyimpanan……………………………………………….... 7
Pengemasan…......................................................................... 9
BAHAN DAN METODE.................................................................. 12
Tempat dan Waktu ................................................................ 12
Bahan dan Alat ....................................................................... 12
Metode Penelitian ................................................................... 12
Pelaksanaan penelitian………................................................ 13
Pengamatan ........................................................................... 14
HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................... 16
Pengamatan Suhu dan RH .................................................... 16
Percobaan 1 : Penentuan ukuran bonggol yang tepat ............. 16
Percobaan 2 : Penentuan teknik penyimpanan…….. ............. 22
KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 30
Kesimpulan ………………..................................................... 30
Saran ………………………………………………. ............. 30
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 31
LAMPIRAN……………………………………………………….... 35
9
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pisang (Musa spp.) merupakan salah satu komoditas penting di Indonesia.
Produksi pisang pada tahun 2008 mencapai 5 741 351 ton. Produksi pisang jauh di
atas komoditas buah lainnya seperti mangga (2 243 440 ton), jeruk (2 131 768
ton), dan pepaya (772 844 ton) (BPS, 2008). Namun bila dibagi luas lahan yang
berproduksi, produktivitas pisang pada tahun 2008 hanya mencapai 557,1
kuintal/ha. Lebih rendah daripada jeruk besar (163,4 ton/ha), jambu air (88,1
ton/ha), dan melon (18,3 ton/ha) (Deptan, 2009).
Salah satu cara untuk dapat meningkatkan produktivitas pisang adalah
melalui penggunaan benih yang bermutu. Pada pengembangan pisang selama ini,
ada kendala dalam ketersediaan benih, khususnya benih pisang yang sehat.
Biasanya petani memperoleh benih pisang dari anakan yang dipisahkan dari
rumpun induknya, sehingga agak sulit untuk mendapatkan benih pisang dalam
jumlah banyak dengan cepat. Selain itu, cara ini juga dapat merusak tanaman
induknya dan mempermudah timbulnya serangan hama dan penyakit. Berdasarkan
hal tersebut perlu adanya teknologi perbanyakan benih sehat dalam jumlah banyak
dengan cepat dan berkualitas yaitu perbanyakan benih dengan menggunakan
bonggol pisang (Deptan, 2006).
Ciri-ciri anakan yang baik untuk diambil bonggolnya adalah tinggi anakan
yang dijadikan benih 1-1,5 m. Anakan diambil dari pohon yang berbuah baik dan
sehat. Bibit anakan terdiri dari dua jenis yaitu anakan muda (tingginya 41-100 cm)
dan anakan dewasa (tingginya >100cm). Anakan dewasa lebih baik digunakan
karena persediaan makanan di dalam bonggol sudah banyak. Penggunaan bibit
yang berbentuk tombak (daun masih berbentuk seperti pedang, helai daun sempit)
lebih diutamakan daripada bibit dengan daun yang lebar karena pertumbuhannya
lebih baik (Menegristek, 2000).
Anakan yang berasal dari induk pisang yang sehat menjadi salah satu
syarat perbanyakan benih pisang dari bonggol. Pisang Kepok Varietas Unti
sayang digunakan karena memiliki ketahanan yang baik terhadap berbagai
penyakit seperti layu darah (Suhartanto et al., 2009)
2
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ukuran (bobot dan diameter)
bonggol yang mampu menghasilkan tunas dan untuk mengetahui teknik
penyimpanan yang terbaik agar mampu mempertahankan viabilitas dan daya
simpan benih pisang dari bonggol.
Hipotesis
1. Terdapat ukuran bonggol terbaik yang dapat menghasilkan jumlah tunas
terbaik.
2. Terdapat teknik penyimpanan terbaik untuk mempertahankan viabilitas
dan daya simpan benih pisang dari bonggol.
4
TINJAUAN PUSTAKA
3. Eumusa, tersebar dari India Selatan hingga Jepang dan Samoa. Pada
umumnya golongan ini ditanam untuk diambil buahnya, seratnya dan
bagian tertentu dari tanaman dapat dijadikan sayuran.
4. Rhodochlamya, tersebar dari India sampai Indocina. Pada umumnya
golongan ini ditanam sebagai tanaman hias.
benih bit atau benih yang berasal dari bonggol) dan teknik kultur jaringan. Bibit
pisang yang berasal dari pemisahan anakan untuk langsung ditanam di kebun
merupakan cara umum digunakan oleh petani karena murah dan mudah dilakukan.
Cara ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan tanaman induk dalam memproduksi
anakan. Kekurangannya adalah membutuhkan waktu yang lama untuk
menghasilkan anakan dan dapat merusak tanaman induk.
Bahan yang paling baik untuk perbanyakan pemisahan anakan langsung
adalah anakan pedang. Anakan rebung kurang baik jika ditanam langsung karena
bonggolnya masih lunak dan terlalu kecil sehingga mudah kekeringan. Anakan
dewasa terlalu berat dalam pengangkutan dan kurang tahan terhadap cekaman
lingkungan karena telah memiliki daun sempurna. Bibit anakan setelah dipisahkan
dari induknya harus segera ditanam, jika penanaman terlambat maka akan
meningkatkan serangan hama penggerek bonggol dan meningkatkan kematian
bibit di kebun. Teknik perbanyakan pisang yang lain adalah menggunakan anakan
semai. Anakan semai adalah bibit yang berasal dari anakan rebung atau anakan
yang memiliki bonggol sangat kecil. Anakan disemai terlebih dahulu dalam
kantong plastik atau polibag sebelum ditanam di kebun (Santoso, 2008).
Mini bit adalah bibit pisang yang berasal dari anakan yang terlebih dahulu
diinduksi untuk menumbuhkan tunas aksilar(samping). Bahan yang digunakan
adalah anakan pedang sampai anakan dewasa (Santoso, 2008). Keuntungan dari
cara ini yaitu tanaman yang digunakan satu tapi menghasilkan banyak benih
(tergantung jumlah tunas yang ada pada bonggol). Kekurangannya yaitu panen
yang tertunda karena alih fungsi dari anakan menjadi sumber benih. Waktu yang
tertunda diperkirakan 3-5 bulan (Nasir et al., 2006).
Benih bit merupakan benih pisang yang berasal dari bonggol tanaman
pisang. Bibit pisang berasal dari mata tunas yang terdapat pada tunggul pisang
yang bekas ditebang (Santoso, 2008). Bonggol yang digunakan harus dari
tanaman pisang yang telah berumur 7 bulan. Kekurangan dari cara ini yaitu
menggunakan tanaman dewasa yang seharusnya digunakan untuk panen.
Tanaman pisang selain dapat diperbanyak menggunakan teknik
konvensional, juga dapat digunakan teknik kultur jaringan. Ernawati et al. (1994)
menyatakan keunggulan teknik kultur jaringan daripada perbanyakan tanaman
7
secara vegetatif adalah dapat menghasilkan bibit-bibit yang sehat dan seragam
dalam jumlah yang banyak. Kekurangannya adalah biaya yang dibutuhkan cukup
tinggi dan membutuhkan perawatan ekstra ketika penanaman di lapangan.
Penyimpanan
Benih merupakan suatu kehidupan dan akan mengalami proses deteriorasi
yang mengakibatkan turunnya kualitas benih, maka pada saat penyimpanan harus
diusahakan agar laju deteriorasinya serendah mungkin (Kuswanto, 2003).
Penyediaan benih salah satunya ditunjang oleh cara penyimpanan benih yang
tepat. Tujuan utama penyimpanan benih adalah untuk mempertahankan viabilitas
benih selama periode simpan yang lama, sehingga benih ketika akan
dikecambahkan masih mempunyai viabilitas yang tidak jauh berbeda dengan
viabilitas awal sebelum benih disimpan.
Berapa lama benih dapat disimpan sangat tergantung pada kondisi benih
dan lingkungannya sendiri. Beberapa tipe benih tidak mempunyai ketahanan
untuk disimpan dalam jangka waktu yang lama atau sering disebut benih
rekalsitran. Pada umumnya semakin lama benih disimpan maka viabilitasnya akan
semakin menurun. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Masano dan Mawazin
(1997) yang menyatakan lamanya penyimpanan berpengaruh sangat nyata
terhadap penyimpanan benih Shorea selanica. Benih yang disimpan dalam wadah
plastik terbuka selama 3 minggu daya kecambahnya mulai menurun dan setelah 5
minggu daya kecambahnya 53.3 %.
Penanganan benih pisang mirip dengan penanganan benih rekalsitran.
Penanganan benih rekalsitran lebih sulit dibanding benih ortodoks. Mulawarman
et al. (2002) menyatakan benih rekalsitran tidak dapat dikeringkan sampai kadar
air yang rendah dan tidak dapat disimpan terlalu lama. Penyimpanan harus
dilakukan dengan baik untuk mempertahankan daya kecambah, menghindari
serangan hama penyakit, dan menjaga agar benih tidak berkecambah ditempat
penyimpanan.
8
Hal sama juga dilaporkan dalam penelitian mengenai benih kakao. Hasil
penelitian Budiarti et al. (1993) menyatakan bahwa penyimpanan benih kakao
dengan kadar air awal sekitar 37% menyebabkan benih tumbuh akarnya selama
periode simpan. Paclobutrazol 10 hingga 250 ppm dapat digunakan untuk
menekan jumlah benih berakar hingga periode simpan 6 minggu. Penghambatan
tumbuh oleh paclobutrazol masih berlangsung saat pembibitan.
Metode penyimpanan benih rekalsitran yang baru-baru ini ditemukan
adalah penggunaan bangun piramida. Pemilihan metode bangun piramida sangat
menguntungkan, selain karena piramida bisa dibuat dalam skala rumah tangga,
metode ini cukup efektif karena dapat mempertahankan viabilitas benih lebih
lama dari penyimpanan biasa. Piramida yang digunakan untuk pengawetan
tumbuhan obat mahkota dewa adalah piramida kayu yang memiliki alas berupa
persegi dengan sisi berukuran 0.5 cm dan sisi miring berukuran 0.5 cm.
Penyimpanan benih dilakukan di dalam ruangan (indoor) dengan menempatkan
benih di dalam piramida dan piramida dikondisikan sisi-sisinya menghadap arah
mata angin. Pengkondisian piramida tersebut mampu mempertahankan viabilitas
benih mahkota dewa selama lebih dari 2 bulan (Hidayat et al., 2011).
Pengemasan
Sistem pengemasan diperlukan dalam penyimpanan benih. Saat ini dikenal
berbagai sistem kemasan yang sering digunakan dalam penyimpanan benih
rekalsitran. Bahan dari jenis kain blacu yang di dalamnya di beri media serbuk
sabut kelapa dan dimasukkan ke dalam besek dapat digunakan sebagai bahan
kemasan benih jenis rekalsitran. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yuniarti et
al. (2008a) yang menyatakan untuk memperlambat laju penurunan viabilitas benih
jenis damar yang berkarakter rekalsitran diperlukan penanganan benih yang tepat.
Salah satu aspek yang harus diperhatikan adalah teknik pengemasan dan
transportasi benih, yang akan mendukung pengadaan benih dari jenis rekalsitran.
Teknik pengemasan benih rekalsitran jenis damar yang terbaik adalah benih yang
dimasukkan ke dalam besek dengan media serbuk sabut kelapa yang dimasukkan
ke dalam kantong kain blacu. Perlakuan ini dapat menghasilkan nilai daya
10
Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua percobaan, yaitu : percobaan I untuk
mempelajari pengaruh ukuran bonggol terhadap viabilitas benih pisang dari
bonggol anakan dengan rata-rata tinggi anakan 1.10 m (B1, B2, B3, B4) dan 1.87
m (B5) dan percobaan II untuk mengamati pengaruh jenis kemasan terhadap
viabilitas benih pisang dari bonggol anakan dengan rata-rata tinggi anakan 1.87 m.
Percobaan I adalah percobaan pendahuluan untuk menentukan ukuran
bonggol yang tepat untuk digunakan pada percobaan kedua. Bonggol
diklasifikasikan menjadi lima bagian berdasarkan bobot dan diameternya yaitu B1
(Bonggol dengan bobot rata-rata 733.33 g dan diameter 11.53 cm), B2 (Bonggol
dengan bobot rata-rata 1298.3 g dan diameter 14.60 cm), B3 (Bonggol dengan
bobot rata-rata 1728.3 g dan diameter 15.73 cm), B4 (Bonggol dengan bobot rata-
rata 2644.4 g dan diameter 18.12cm), dan B5 (Bonggol dengan bobot rata-rata
7400 g dan diameter 22.4 cm). Setiap bagian diulang sebanyak 3 kali dan setiap
ulangan terdapat 6 bonggol kecuali perlakuan B5 yang hanya menggunakan 1
13
Pelaksanaan Penelitian
Percobaan 1
Persiapan bonggol dilakukan dengan memilih bonggol yang berasal dari
anakan pisang dengan rata-rata tinggi anakan 1.10 m, selanjutnya bonggol
dipotong 10 cm diatas pangkal bonggol. Bonggol dicuci bersih dan direndam
dalam larutan fungisida Dithane M-45 selama 15 menit dengan konsentrasi 2 g/L,
kemudian dikering anginkan selama 10 menit, ditimbang dan diukur bobotnya.
Bonggol diklasifikasikan menjadi 5 bagian. Bonggol kemudian dicacah menjadi 4
bagian dengan ukuran yang sama lalu di tanam pada lahan yang telah tersedia.
Pengamatan dilakukan dalam interval 2 minggu yaitu minggu ke-2, ke-4, ke-6 dan
ke-8.
Percobaan 2
Persiapan bonggol dilakukan dengan memilih bonggol yang berasal dari
anakan pisang dengan rata-rata tinggi anakan 1.87 m. Selanjutnya bonggol
14
Pengamatan
Tolok ukur yang diamati pada percobaan 1 adalah :
1. Viabilitas benih (Potensi Tumbuh Maksimum)
Keterangan :
140
B1 : Bobot = 733.33 g dan
120
Diameter = 11.53 cm
100
B2 : Bobot = 1298.3 g dan
PTM (%)
80
Diameter = 14.60 cm
60
B3 : Bobot = 1728.3 g dan
40 Diameter = 15.73 cm
20 B4 : Bobot = 2644.4 g dan
0 Diameter = 18.12cm
B1 B2 B3 B4 B5 B5 : Bobot = 7400 g dan
Perlakuan Diameter = 22.4 cm
nilai standar deviasinya maka jumlah tunas yang dihasilkan semakin tidak
seragam.
Mata tunas yang terdapat dalam belahan bonggol diduga berpengaruh
terhadap kemampuan tunas untuk tumbuh dan kemampuan bonggol untuk
menghasilkan tunas. Bonggol yang memiliki mata tunas diduga memiliki
kemampuan tumbuh yang lebih tinggi dan dapat memunculkan calon tunas dari
setiap mata tunas yang disemaikan. Hasil penelitian Tri et al. (2006) menyatakan
bonggol yang ditanam dalam media tanah mampu menghasilkan tunas sebesar
4.4 tunas per bonggol.
5 Keterangan :
4.5
B1 : Bobot = 733.33 g dan
4
Diameter = 11.53 cm
Jumlah Tunas
3.5
3 B2 : Bobot = 1298.3 g dan
2.5 Diameter = 14.60 cm
2
B3 : Bobot = 1728.3 g dan
1.5
1 Diameter = 15.73 cm
0.5 B4 : Bobot = 2644.4 g dan
0
Diameter = 18.12cm
B1 B2 B3 B4 B5
B5 : Bobot = 7400 g dan
Perlakuan
Diameter = 22.4 cm
Gambar 2. Rata-rata Jumlah tunas yang dihasilkan per bonggol pada delapan
minggu setelah tanam
70 Keterangan :
Munculnya Tunas (Hari)
Gambar 3. Rata-rata waktu munculnya tunas (hari) pada delapan minggu setelah
tanam
2.5 Keterangan :
B1 : Bobot = 733.33 g dan
2
Diameter = 11.53 cm
Jumlah Daun
Gambar 4. Rata-rata Jumlah daun per tunas pada delapan minggu setelah tanam
30
Keterangan :
B1 : Bobot = 733.33 g dan
25
Diameter = 11.53 cm
Tinggi Tanaman (cm)
Gambar 5. Rata-rata tinggi tunas (cm) pada delapan minggu setelah tanam
Bila diamati dari jumlah daun yang dihasilkan bonggol dengan bobot rata-
rata 7400 g dan diameter 22.4 cm pertumbuhannya dapat dikatakan cukup cepat.
Namun, bila dilihat dari pertumbuhan tinggi tunasnya bonggol dengan bobot rata-
rata 7400 g dan diameter 22.4 cm pertumbuhanya dapat dikatakan cukup lambat.
Hasil penelitian Tri et al. (2006) menyatakan bonggol yang ditanam dalam media
tanah mampu menghasilkan jumlah daun sebesar 0.73 daun per tunas sedangkan
tinggi tanamannya sebesar 27.27 cm pada 35 hari setelah tanam.
Bonggol yang terbaik untuk digunakan pada percobaan kedua adalah B5
(bonggol dengan bobot rata-rata 7400 g dan diameter 22.4 cm). Walaupun B5
memiliki standar deviasi yang cukup tinggi tetapi jumlah tunas yang dihasilkan
dan potensi tumbuh maksimumnya paling tinggi daripada bonggol lainnya.
Bonggol dengan bobot rata-rata 7400 g dan diameter 22.4 cm biasanya telah
memiliki mata tunas pada setiap bongolnya. Sedangkan bonggol lainnya (B1, B2,
B3, dan B4) belum memiliki mata tunas. Oleh karena itu untuk penelitian
selanjutnya tidak diukur lagi bobot dan diameternya. Bahan tanaman langsung
menggunakan bonggol yang telah memiliki mata tunas saja.
22
(a) (b)
Gambar 6. Contoh bonggol (a) dan contoh mata tunas pada bonggol (b)
6 minggu, dan 8 minggu juga mencapai 100%. Hasil berbeda didapatkan pada
penyimpanan 2 minggu. Bonggol yang dikemas plastik PP tanpa fungisida dan
plastik PP dan menggunakan fungisida terkena cendawan masing-masing sebesar
40% dan 60%. Bonggol yang dikemas plastik vacum baik tanpa fungisida maupun
menggunakan fungisida tidak terserang cendawan selama penyimpanan.
Bonggol yang tidak dikemas maupun dikemas dengan plastik PP masih
terserang cendawan selama penyimpanan, baik diberi perlakuan fungisida maupun
tidak (Gambar 7a). Bonggol yang dikemas plastik vacum baik tanpa fungisida
maupun dengan fungisida sama sekali tidak terkena cendawan (Gambar 7b).
Cendawan datang dari udara atau tanah yang masih menempel pada benih
yang tidak dibersihkan secara baik. Oleh karena itu benih yang kedap udara lebih
memungkinkan untuk terhindar dari terserang cendawan karena tidak ada
pertukaran udara antara di dalam dan di luar kemasan.
Cendawan yang diduga sering menyerang benih pisang dalam
penyimpanan adalah Fusarium sp. non patogen, menurut Djaafar et al. (2001)
keberadaan genera Fusarium dan kapang dengan miselia putih bersepta selama
penyimpanan berasal dari kontaminasi selama penanganan lepas panen misalnya
dari tanah, debu atau wadah untuk pengeringan. Hal ini juga diperkuat oleh hasil
penelitian Hernadi (1981) yang menyatakan dari hasil pengujian berbagai varietas
pisang lokal di Samarinda didapatkan bahwa pisang Kepok, Pisang Susu, Pisang
Raja, dan Pisang kapas memiliki ketahanan yang rendah terhadap cendawan
Fusarium oxysporium f. cubens. Oleh karena itu, pisang kepok yang digunakan
dalam penelitian ini mudah terserang cendawan
(a) (b)
Gambar 7. Contoh bonggol terserang cendawan (a) dan
contoh bonggol yang tidak terserang cendawan (b)
24
Tabel 3. Potensi Tumbuh Maksimum (%) pada empat minggu setelah tanam
Waktu Simpan (Minggu)
Perlakuan
0 2 4 6 8
Tanpa Tanpa Fungisida 40 20 20 40 0
Kemasan Fungisida 20 20 20 0 0
Tanpa Fungisida 20 80 0 0 0
Plastik PP
Fungisida 40 80 20 0 0
Tanpa Fungisida 0 0 0 0 0
Pastik Vacum
Fungisida 20 0 0 0 0
Tabel 4. Rata-rata waktu munculnya tunas (hari) pada empat minggu setelah
tanam
Waktu Simpan (Minggu)
Perlakuan
0 2 4 6 8
Tanpa Fungisida 28 28 28 14 0
Tanpa Kemasan
Fungisida 28 28 28 0 0
Tanpa Fungisida 28 14 0 0 0
Plastik PP
Fungisida 28 25 28 0 0
Tanpa Fungisida 0 0 0 0 0
Pastik Vacum
Fungisida 28 0 0 0 0
Gambar 9. Contoh akar yang muncul pada bonggol yang berumur dua minggu
setelah tanam
Tabel 5. Rata-rata jumlah daun per tunas pada empat minggu setelah tanam
Waktu Simpan (Minggu)
Perlakuan
0 2 4 6 8
Tanpa Fungisida 0 1 0 1.5 0
Tanpa Kemasan
Fungisida 0 0 0 0 0
Tanpa Fungisida 0 0 0 0 0
Plastik PP
Fungisida 0 0 0 0 0
Tanpa Fungisida 0 0 0 0 0
Pastik Vacum
Fungisida 1 0 0 0 0
28
Tabel 5 menunjukkan jumlah daun per tunas pada empat minggu setelah
tanam. Bonggol yang tidak dikemas tanpa fungisida memunculkan daun pada
penyimpanan 2 minggu dan 6 minggu sebesar 1 daun dan 1.5 daun. Bonggol
dengan perlakuan lainnya tidak memunculkan daun sama sekali pada
penyimpanan 2 minggu sampai 8 minggu.
Biasanya bonggol belum aktif memunculkan daun pada 4 minggu setelah
tanam sehingga belum banyak bonggol yang memunculkan daun pada 4 minggu
setelah tanam. Oleh karena itu, pada persemaian bonggol pisang, benih biasanya
disemaikan minimal selama 3 bulan setelah tanam agar setidaknya telah tumbuh 2
sampai 3 helai daun sebelum di pindah ke kebun (Mulyani et al., 2008).
Tabel 6. Rata-rata tinggi tunas yang muncul pada empat minggu setelah tanam
Waktu Simpan (Minggu)
Perlakuan
0 2 4 6 8
Tanpa Fungisida 0.37 10 7 14 0
Tanpa Kemasan
Fungisida 2 1.6 2.5 0 0
Tanpa Fungisida 1 3.7 0 0 0
Plastik PP
Fungisida 3.05 3.78 6.7 0 0
Tanpa Fungisida 0 0 0 0 0
Pastik Vacum
Fungisida 15.1 0 0 0 0
Tinggi tunas yang muncul pada empat minggu setelah tanam ditunjukkan
oleh Tabel 6. Bonggol yang tidak dikemas dan tanpa fungsida memiliki rata-rata
pertumbuhan tinggi tunas yang lebih baik daripada bonggol yang tidak dikemas
dan menggunakan fungisida. Bonggol yang dikemas plastik PP dan tanpa
fungisida rata-rata pertumbuhan tinggi tunasnya lebih rendah daripada bonggol
yang dikemas plastik PP dan menggunakan fungisida. Bonggol yang dikemas
plastik vacum baik tanpa fungisida maupun menggunakan fungisida dengan
penyimpanan 2 minggu sampai 8 minggu tunasnya tidak tumbuh sama sekali.
Kemasan yang digunakan dalam penyimpanan bonggol diduga
berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas bonggol. Bonggol yang tidak dikemas
pertumbuhannya lebih baik daripada bonggol yang dikemas plastik PP dan plastik
vacum. Kemasan yang digunakan dalam penyimpanan bonggol diduga
menyebabkan pertumbuhan tinggi tunas menjadi lambat akibat respirasi anaerobik
29
Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan adalah benih pisang yang diperbanyak
menggunakan bonggol dengan bobot 7400 g dan diameter 22.4 cm menghasilkan
3 tunas per bonggol dan potensi tumbuh maksimum 73.33%, terbaik bila
dibandingkan dengan ukuran bonggol lainnya.
Bonggol yang dikemas plastik PP dan vacum memiliki viabilitas yang
lebih kecil daripada bonggol yang tidak dikemas baik dari segi potensi tumbuh
maksimum maupun dari segi pertumbuhan tinggi tunasnya. Selama penyimpanan
6 minggu bonggol yang tidak dikemas tanpa fungisida masih memiliki potensi
tumbuh maksimum sebesar 40%.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang berbagai jenis cendawan
yang menyerang bonggol baik di tempat penyimpanan maupun di persemaian.
31
DAFTAR PUSTAKA
Ariany, R. 2009. Teknik pengemasan dan transportasi benih rekalsitran dan bibit
siap tanam jenis Nyemplung (Callophyllum inophyllum) dan Meranti
(Shorea sp.). http://bpthbalinusra.net. [03 Agustus 2011].
Budiarti, T., E. Widajati, dan A. Qadir. 1993. Penggunaan zat pengatur tumbuh
tanaman pada beberapa benih rekalsitran untuk meningkatkan daya simpan
dan vigor bibit. Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada
Masyarakat, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bogor. 50 hal.
Deptan. 2006. Teknik Perbanyakan Bibit Pisang Sehat Secara Mudah dan Cepat.
Departemen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Balai Besar Pegkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Nusa
Tenggara Barat.
Ernawati, A., A. Purwito, dan K. Suketi. 1994. Studi perbanyakan cepat Pisang
Raja Bulu, Pisang Ambon Kuning, dan Pisang Barangan dengan teknik
kultur jaringan. Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada
Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bogor. 35 hal.
Hidayat, R., Dahlan, dan R. W. Atmaja. 2011. Bangun piramida sebagai metode
baru penyimpanan benih tumbuhan obat Mahkota Dewa (Phaleria
macrocarpa (Scheff) Boerl.). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 9 hal.
Masano dan Mawazin. 1997. Penyimpanan benih Shorea selanica Blume. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor. Bogor.
(summary).
Mulyani, N., Suprapto, dan J. Hendra. 2008. Teknologi Budidaya Pisang. Balai
Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Lampung. 33 hal.
Nasir, N., Prisdiminggo, dan M. Nazam. 2006. Teknologi pengadaan benih pisang
secara cepat, sederhana dan bermikoriza untuk lahan marginal.
http://www.ntb.litbang.deptan.go.id. [11 November 2010].
Poerwanto, R. dan S. Sujiprihati. 1985. Studi pengaruh jenis bibit serta taraf
pemupukan nitrogen terhadap pertumbuhan dan produksi pisang. Jurusan
Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
47 hal.
Santoso, P. J. 2008. Produksi benih pisang dari rumpun in situ. Balai Penelitian
Tanaman Buah Tropika. Sumatera Barat. 25-33 hal.
LAMPIRAN
35
Lampiran 2. Rata-rata Potensi Tumbuh Maksimum (%) pada delapan minggu setelah tanam
Ulangan Standar
Perlakuan Rata-rata
I II III deviasi
Bonggol dengan bobot rata-rata 733.33 g
12.5 25 4.17 13.89 10.48434
dan diameter 11.53 cm (b1)
Bonggol dengan bobot rata-rata 1298.3 g
8.33 4.17 0 4.166667 4.165001
dan diameter 14.60 cm (b2)
Bonggol dengan bobot rata-rata 1728.3 g
0 12.5 0 4.166667 7.216878
dan diameter 15.73 cm (b3)
Bonggol dengan bobot rata-rata 2644.4 g
16.67 8.33 8.33 11.11 4.815101
dan diameter 18.12cm (b4)
Bonggol dengan bobot rata-rata 7400 g
100 100 20 73.33333 46.18802
dan diameter 22.4 cm (b5)
Lampiran 4. Rata-rata waktu munculnya tunas (hari) pada delapan minggu setelah tanam
Ulangan Standar
Perlakuan Rata-rata
I II III deviasi
Bonggol dengan bobot rata-rata 733.33 g
48 46 29 41 10.44031
dan diameter 11.53 cm (b1)
Bonggol dengan bobot rata-rata 1298.3 g
43 56 0 33 29.3087
dan diameter 14.60 cm (b2)
Bonggol dengan bobot rata-rata 1728.3 g
0 48 0 16 27.71281
dan diameter 15.73 cm (b3)
Bonggol dengan bobot rata-rata 2644.4 g
43 50 50 47.66667 4.041452
dan diameter 18.12cm (b4)
Bonggol dengan bobot rata-rata 7400 g
29 36 43 36 7
dan diameter 22.4 cm (b5)
36