HEMODIALISA
4.1 Sejarah
Hemodialisa di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang
telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal
buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermeabel
(hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan dapat
memperpanjang usia penderita. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal.
Perkembangan hemodialisis sangatlah berkembang, dilihat dari sejarahnya
terakreditasi dengan menunjukkan Hemodialisis pertama. Di Indonesia sendiri
hemodialisa dilakukan 2 – 3 kali seminggu dengan sesuai kebutuhan pasien.
4.2 Definisi
Hemodialisa (HD) merupakan suatu proses terapi pengganti ginjal dengan
menggunakan selaput membran semi permeabel (dialiser), yang berfungsi seperti
nefron sehingga dapat mengeluarkan produk sisa metabolisme dan mengoreksi
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal. Proses ini
dapat dilakukan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi
dialisis jangka pendek atau pasien dengan end stage renal disease (ESRD) yang
memerlukan terapi jangka panjang atau permanen. Tujuan hemodialisa adalah
untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan
mengeluarkan air yang berlebihan.
Proses HD membantu pembersihan darah oleh akumulasi sampah
buangan. Bagi penderita PGK, hemodialisa akan mencegah kematian. Namun
demikian, HD tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak
mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang
dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas
hidup pasien.
Hemodialisia adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan biokimiawi
darah yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan
menggunakan mesin hemodialisis. Hemodialisa merupakan salah satu bentuk
terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy/RRT) dan hanya menggantikan
sebagian dari fungsi ekskresi ginjal. Hemodialisa dilakukan pada penderita PGK
stadium V dan pada pasien dengan AKI (Acute Kidney Injury) yang memerlukan
terapi pengganti ginjal. Menurut prosedur yang dilakukan HD dapat dibedakan
menjadi 3 yaitu: HD darurat/emergency, HD persiapan/preparative, dan HD
kronik/reguler.
4.3 Epidemiologi
Insiden penyakit gagal ginjal kronik meningkat setiap tahunnya.
Meningkatnya jumlah pasien dengan gagal ginjal kronik menyebabkan kenaikan
jumlah pasien yang menjalani hemodialisis. Pada akhir tahun 2004 angka kejadian
gagal ginjal diseluruh dunia meningkat sehingga mencapai jumlah 1.371.000
pasien yang menjalani terapi hemodialisa. Insiden penyakit gagal ginjal kronik di
Amerika Serikat terjadi 268 kasus baru per satu juta populasi setiap tahunnya dan
diperkirakan pada tahun 2015 ada 140.000 insiden pasien gagal ginjal kronik
setiap tahunnya dan dengan angka kematian penyakit ginjal kronik setiap
tahunnya semakin meningkat. Malaysia dengan populasi 18 juta diperkirakan
terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya.
Pada negara berkembang lainnya, insiden diperkirakan sekitar 40–60
kasus perjuta penduduk pertahun. Indonesia termasuk negara dengan tingkat
penderita gagal ginjal kronik yang cukup tinggi diperkirakan penderita gagal
ginjal terjadi 100 persejuta penduduk atau sekitar 20.000 kasus dalam setahun
(Litbang Depkes, 2008). Data dari ASKES tahun 2012 sebanyak 24.141 orang
menderita gagal ginjal. Hanya saja untuk data anak penderita PGK dan yang
melakukan Hemodialisa hingga ini belum terdata dengan lengkap.
Besar pori pada selaput akan menentukan besar molekul zat terlarut yang
berpindah. Molekul dengan berat molekul lebih besar akan berdifusi lebih lambat
dibanding molekul dengan berat molekul lebih rendah. Kecepatan perpindahan zat
terlarut tersebut makin tinggi bila (1) perbedaan konsentrasi di kedua
kompartemen makin besar, (2) diberi tekanan hidrolik di komparetemen darah,
dan (3) bila tekanan osmotik di kompartemen cairan dialisis lebih tinggi. Cairan
dialisis ini mengalir berlawanan arah dengan darah untuk meningkatkan efisiensi.
Perpindahan zat terlarut pada awalnya berlangsung cepat tetapi kemudian
melambat sampai konsentrasinya sama di kedua kompartemen.
Selama proses dialisis pasien akan terpajan dengan cairan dialisat
sebanyak 120-150 liter setiap dialisis. Cairan dialisat perlu dimurnikan agar tidak
terlalu banyak mengandung zat yang dapat membahayakan tubuh. Dengan teknik
reverse osmosis air akan melewati membran semi permeabel yang memiliki pori-
pori kecil sehingga dapat menahan molekul dengan berat molekul kecil seperti
urea, natrium, dan klorida.
b. Karakteristik Dialiser
Ada beberapa aspek dari dialiser dapat mempengaruhi efektifitas tindakan
hemodialisis, yaitu:
Biokompatibilitas
Biokompatibel berarti tidak berbahaya terhadap fungsi biologis. Ketika darah
bersentuhan dengan substansi asing, sel-sel imun di dalam darah bereaksi sebagai
bentuk pertahanan tubuh. Pertahanan ini meliputi aktivasi komplemen, dan
mekanisme yang lain dapat bervariasi mulai dari clotting (darah membeku)
sampai reaksi alergi yang berat.
Biokompatibilitas dari membrane dapat diuji dengan memeriksa darah pasien
terhadap adanya protein dan kimia tertentu. Kemampuan membrane untuk
adsorbsi (menarik dan menahan) protein pada dinding fiber adalah kunci untuk
biokompabilitas.
Luas Permukaan
Luas permukaan adalah kunci seberapa baik dialiser mengeluarkan solut. Bila
aspek yang lain sama, dialiser dengan area permukaan yang lebih luas akan lebih
banyak mengekspos darah dengan dialisat. Hal ini berarti lebih banyak solut yang
dapat dikeluarkan dari dalam darah. Total luas permukaan dialiser dapat bervariasi
antara (0.5 – 2.4) m2.
Clearance
Jumlah darah yang dapat dibersihkan dari suatu solut dalam suatu periode tertentu
disebut clearance (K).
Ada 3 cara mempengaruhi clearance dialiser: difusi, konveksi, dan adsorbsi.
c. Desain dialiser
Dialyzer hollow fiber adalah silinder plastik bening yang menyatukan ribuan helai
fiber yang setipis rambut. Diasilat mengalir disekitar fiber dengan arah aliran yang
berlawanan, dengan aliran countercurrent.
d. Membran
Membran semipermeabel berperan seperti dinding pembuluh pada nefron
manusia. Dilubangi oleh porus yang mikroskopik, membran hanya dapat dilewati
oleh air dan solut tertentu. Luas permukaan membran juga penting untuk proses
pembersihan. Luas permukaan membran yang tersedia adalah dari 0.8 m 2 sampai
2.1 m2. Semakin tinggi luas permukaan membran semakin efisien proses dialisis
yang terjadi. Ada faktor membran lain yang juga mempengaruhi keluarnya solut
dan cairan selama dialisis.
4.6 Indikasi
Umumnya indikasi dialisa pada GGK adalah bila laju filtrasi glomerulus
(LFG sudah kurang dari 5 ml/menit) sehingga dialisis baru dianggap perlu dimulai
bila dijumpai salah satu dari hal di bawah :
1. Kegawatan ginjal
a. Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi
b. Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)
c. Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)
d. Hiperkalemia (jika ada perubahan ECG, biasanya K >6,5 mmol/l )
e. Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
f. Uremia ( BUN >150 mg/dL)
g. Ensefalopati uremikum
h. Neuropati/miopati uremikum 12
i. Perikarditis uremikum
j. Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L)
k. Hipertermia
2. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.
4.7 Inisiasi Hemodialisa
Seperti yang direkomendasikan oleh National Kidney Foundation’s
Kidney Disease Outcome Quality Initiative (KDOQI), perencanaan untuk dialisis
harus dimulai setelah laju filtrasi glomerulus pasien (LFG) atau kreatinin klirens
(CLcr) turun di bawah 30 mL/menit per 1,73 m2. Awal proses persiapan pada saat
ini memungkinkan waktu yang cukup untuk edukasi yang tepat dari pasien dan
keluarga dan untuk pembuatan sebuah akses vaskular atau akses peritoneal. Untuk
pasien HD tertentu, akses arteriovenous (AV) permanen (sebaiknya fistula),
pembedahan harus dibuat sebelum 6 bulan diantisipasi kebutuhan untuk dialisis.
Kriteria utama untuk inisiasi dialisis adalah pasien status klinis: adanya
anoreksia terus-menerus, mual, dan muntah, terutama jika disertai dengan
penurunan berat badan, kelelahan, penurunan kadar serum albumin, hipertensi
yang tidak terkontrol atau kegagalan jantung kongestif, dan defisit neurologis atau
pruritus. Beberapa nephrologis menggunakan serum kreatinin atau nitrogen urea
darah sebagai indikator kapan harus memulai dialisis. Update 2015 dari Pedoman
KDOQI menunjukkan bahwa manfaat dan risiko dialisis harus dievaluasi ketika
diperkirakan LFG atau CLcr adalah <15 mL/menit per 1,73 m2. Akan tetapi
keadaan pasien yang mempunyai GFR <15ml/menit tidak selalu sama, sehingga
dialisis dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari hal tersebut di
bawah ini:
a. GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis
b. Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan muntah.
c. Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
d. Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
e. Komplikasi metabolik yang refrakter.
4.8 Komplikasi
Hemodialisis merupakan tindakan untuk mengganti sebagian dari fungsi
ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal tahap akhir
stadium akhir. Walaupun tindakan hemodialisis saat ini mengalami perkembangan
yang cukup pesat, namun masih banyak penderita yang mengalami masalah medis
saat menjalani hemodialisis. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang
menjalani hemodialisis adalah gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya
menurun dengan dilakukannya ultrafiltrasi atau penarikan cairan saat
hemodialisis. Hipotensi intradialitik terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani
hemodialisis regular, namun sekitar 5-15% dari pasien hemodialisis tekanan
darahnya justru meningkat. Kondisi ini disebut hipertensi intradialitik atau
intradialytic hypertension.
Komplikasi Akut
Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis
berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya adalah hipotensi, kram
otot, mual dan muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam,
dan menggigil.