RESUME
GATHERING EVIDENCE
OLEH :
SEMARANG
2018
GATHERING EVIDENCE
(PENGUMPULAN BUKTI)
Kehadiran suatu barang bukti tidak mutlak dalam suatu perkara pidana, karena
ada beberapa tindak pidana yang dalam proses pembuktiannya tidak memerlukan
barang bukti, seperti tindak pidana penghinaan secara lisan (Pasal 310 ayat [1]
KUHP) (Ratna Nurul Afiah, Barang Bukti, hal.19).
Jadi, dapat kita simpulkan bahwa fungsi barang bukti dalam sidang pengadilan
adalah sebagai berikut:
1. Menguatkan kedudukan alat bukti yang sah (Pasal 184 ayat [1] KUHAP);
2. Mencari dan menemukan kebenaran materiil atas perkara sidang yang ditangani;
3. Setelah barang bukti menjadi penunjang alat bukti yang sah maka barang bukti
tersebut dapat menguatkan keyakinan hakim atas kesalahan yang didakwakan
JPU.
Pada tahap awal pemeriksaan, sangat sulit untuk menentukan relevansi suatu
dokumen. Untuk itu, di tahap awal semua dokumen yang mungkin relevan harus
diperoleh. Jika ternyata dalam perkembangan selanjutnya ada yang tidak relevan,
maka akan lebih mudah untuk menyisihkan dokumen tersebut daripada harus mencari
tambahan dokumen yang ternyata relevan namun terlewatkan dalam proses
pengumpulan dokumen.
Hal-hal yang menjadi standar umum pada saat pengumpulan bukti atau
dokumen di antaranya adalah: (1) usahakan untuk mendapatkan dokumen asli.
selanjutnya dicopy guna kepentingan pemeriksaan selanjutnya, dokumen copy dan
asli harus ditempatkan terpisah; (2) dokumen asli hanya boleh digunakan apabila
sangat diperlukan, pada banyak kasus untuk pembuktian lebih lanjut kadang
diperlukan analisa forensik terhadap dokumen asli; dan (3) investigator harus bisa
menyiapkan sistem penyimpanan untuk dokumen. terutama apabila dokumen terkait
dalam jumlah yang banyak.
Secara garis besar terdapat tiga cara untuk memperoleh alat bukti yaitu:
3. Voluntary atau sukarela. Sebaiknya alat bukti yang diperoleh pada saat
investigasi harus diserahkan secara sukarela, ijin untuk mendapatkan dokumen
atau alat bukti tersebut bisa berupa izin lisan maupun tertulis, namun untuk
menghindari tuntutan dikemudian hari, sebaiknya izin perolehan dokumen harus
secara tertulis.
1. Direct evidence atau bukti langsung, adalah bukti yang bisa membuktikan kasus
secara langsung, misalnya pernyataan dari saksi mata. Pada kasus pemberian fee
atau komisi, maka bukti langsungnya berupa cek yang diserahkan oleh vendor
untuk karyawan bagian pembelian sebagai fee atas pembelian sesuatu barang
pengakuan dari subjek pemeriksaan dll.
2. Circumstantial Evidence atau bukti tidak langsung, adaah bukti atau dokumen
yang bisa memperjelas fakta secara tidak langsung misalnya setoran tunai dalam
jumlah yang tidak biasa. Sumber yang tidak jelas di rekening milik karyawan
bagian pembelian pada sekitar tanggal pembelian aktiva perusahaan.
Pada kebanyakan kasus fraud atau korupsi, kombinasi dari alat bukti langsung
dan bukti tidak langsung adalah yang paling persuasif dan dapat diterima, misalnya
pada sebuah kasus yang menyebutkan bahwa saksi telah menyerahkan uang
komisi/fee yang berupa uang tunai kepada pemerintah dan tidak ada bukti langsung
lainnya, maka "step" pembuktian termasuk bukti tidak langsung dapat menjadi satu
kesatuan untuk mendukung bukti langsung dalam hal ini seorang investigator atau
penyidik dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:
4. Lakukan wawancara subjek secara resmi, dan "buat" pejabat tersebut tidak dapat
menjelaskan sumber dari biaya tunai, atau deposito atau bahkan berbohong
tentang hal tersebut (ketiga hal ini akan menjadi bukti tidak langsung). Dokumen
atau bukti yang baik akan mengarahkan kegiatan investigasi pada jalur yang
benar.
Dalam kasus kriminal, masalah yang diajukan adalah orang yang dituduh
bersalah atau tidak. Bukti-bukti yang diberikan dan diterima oleh pengadilan harus
berada di atas keraguan yang beralasan (reasonable doubt)—tidak selalu karena
keyakinan moral— kualitas dan kuantitas bukti harus dapat meyakinkan warga (para
hadirin) dan hakim yang jujur dan dan berakal sehat (reasonable) bahwa terdakwa
bersalah setelah semua dipertimbangkan dan ditimbang secara adil.
Agar bukti-bukti dapat diterima secara legal, maka testimonial, dokumen,
objek atau fakta-fakta harus relevan, penting atau material, dan kompeten terhadap
masalah yang sedang diperkarakan. Jika tidak, bukti tersebut tidak akan diterima.
Berikut adalah aturan-aturan bukti sehingga dapat membantu seseorang dalam
memahami cara mengumpulkan bukti-bukti forensik dalam investigasi fraud.
1. Relevan
Relevansi bukti fraud tidak bergantung pada keunikan testimoni yang diberikan,
tapi kepada kecenderungan keabsahannya untuk menetapkan fakta yang
dipertentangkan. Berbagai hal yang dirasa relevan dan dapat diterima
diantaranya:
a. Motif kejahatan
b. Kemampuan terdakwa untuk melakukan kejahatan
c. Kesempatan terdakwa untuk melakukan kejahatan
d. Ancaman atau ekspresi dari niat buruk terdakwa
e. Cara-cara melakukan kejahatan (kepemilikan senjata, alat, atau kemampuan
yang digunakan dalam melakukan tindak kriminal)
f. Bukti fisik di tempat kejadian perkara (TKP) yang mengaitkan antara
terdakwa dengan tindak kejahatannya
g. Perilaku (etika) dan komentar tersangka ketika ditangkap
h. Upaya untuk menyembunyikan identitas
i. Upaya untuk menghancurkan bukti
j. Pengakuan yang valid
2. Material
Aturan materialitas mengharuskan bukti memiliki nilai penting terhadap
kasus atau membuktikan suatu permasalahan. Detail-detail yang tidak penting
hanya akan memperpanjang waktu pengadilan. Dengan demikian, hakim dalam
persidangan harus membuat aturan tentang penyajian bukti yang berulang atau
penambahan (yang sesungguhnya hanya membuktikan poin yang sama dengan
cara yang berbeda), atau bukti yang cenderung jauh atau tidak terjangkau meski
bukti tersebut relevan. Sebagai contoh, kehadiran secara fisik dari tersangka di
dalam ruang komputer atau rekaman perpustakaan atau dekat dengan terminal
komputer pada hari transaksi yang mencurigakan itu terjadi mungkin relevan dan
material. Namun kehadiran seseorang dalam area tanpa komputer dari bangunan
tersebut mungkin relevan, tapi tidak material.
3. Kompeten
6. Bukti Sekunder
Selain memperoleh bukti forensik, aspek bukti yang paling penting adalah
upaya untuk mengemukakan bukti itu di pengadilan dengan baik. Hal ini dapat
dibantu atau diberatkan oleh chain of custody (CoC). Barang bukti lainnya juga
mempengaruhi kualitas bukti dalam investigasi kecurangan agar efektif, yaitu
forensik.
1. Chain of Custody (CoC)—Pengelolaan Barang Bukti Yang Sudah Diperoleh
Ketika bukti dalam bentuk dokumen atau objek di sita di TKP, atau sebagai
akibat dari surat perintah pemeriksaan (untuk dokumen), atau ditemukan dalam proses
audit dan investigasi, bukti tersebut harus ditandai,diidentifikasi, diinventarisasi, dan
dilestarikan untuk mempertahankan bukti itu dalam kondisi aslinya sehingga
terciptalah CoC yang jelas sampai proses persidangan. Jika ada ketidakjelasan
kepemilikan atas bukti tersebut maka dapat dipertanyakan kembali di persidangan
bahwa tulisan atau objek yang ditunjukkan bukan yang asli sehingga dapat diragukan
keasliannya.
Agar dokumen yang disita dapat diterima sebagai bukti, perlu untuk
membuktikan bahwa dokumen itu sama dengan dokumen yang disita dan berada
dalam kondisi yang sama seperti saat disita. Karena beberapa orang dapat
memanipulasinya dalam jangka waktu antara pada saat penyitaan dan pemeriksaan
bukti dipersidangan, harus cukup ditandai pada saat penyitaan untuk identifikasi
kemudian, dan pemeliharaannya harus ditunjukkan sejak saat itu sampai
diperkenalkan di pengadilan.
Investigator atau auditor yang menyita atau mengamankan dokumen harus
dengan cepat mengidentifikasinya dengan menandainya, sehingga mereka dapat
bersaksi bahwa dokumen tersebut adalah dokumen yang disita dan dalam kondisi
yang sama seperti ketika disita. Penyelidik dapat memberikan tanda misalnya dengan
menulis inisial merekaatau tanggal penyitaan pada tepi, sudut, atau di tempat lain
yang tidak terlalu mencolok di setiap dokumen. Jika kegiatan penandaan dapat
menyebabkan dokumen menjadi alasan bahwa dokumen tersebut dirusak atau tidak
dalam kondisi yang sama seperti ketika disita, penyelidik atau auditor dapat membuat
salinan untuk memperbandingkan dokumen itu sebelum dan sesudah ditandai
kemudian memasukkannya ke dalam amplop, menulis deskripsi dan informasi lainnya
di bagian depan amplop dan menyegelnya.
Teknik-teknik ini harus diterapkan kapan saja ketika penyidik atau auditor
memiliki dokumen asli yang dapat digunakan sebagai bukti dalam persidangan. Jika
auditor membuat salinan bukti dokumenter, mereka harus mengambil langkah-
langkah untuk menjaga keasliannya jika mereka diperlukan sebagai bukti sekunder
jika dokumen asli tidak tersedia untuk persidangan.
2. Komunikasi Istimewa
Aturan yang mendukung komunikasi istimewa didasarkan pada keyakinan
bahwa perlu menjaga kerahasiaan komunikasi tertentu. Ini hanya mencakup
komunikasi yang merupakan hasil dari hubungan khusus yang harus dilindungi.
Alasan dasar dibalik perlindungan komunikasi ini adalah keyakinan bahwa
perlindungan hubungan tertentu lebih penting daripada harus kehilangan bukti
tersebut. Yurisdiksi hukum berbeda-beda mengenai komunikasi apa yang dilindungi.
Beberapa hubungan istimewa itu adalah :
- Pengacara-Klien
- Suami-Istri
- Dokter-Pasien
- Pendeta-Jemaat
- Petugas penegak hukum-Informan
Saat berhadapan dengan komunikasi istimewa, perhatikan prinsip-prinsip
dasar berikut ini :
a. Hanya pemegang hak istimewa, atau seseorang yang diberi wewenang oleh
pemegangnya, dapat menyatakan hak istimewa tersebut.
b. Jika pemegangnya tidak menyatakannya setelah mendapat pemberitahuan dan
kesempatan untuk menyatakannya, hak istimewa tersebut akan dihapuskan.
c. Hak istimewa juga dapat diabaikan jika pemegangnya mengungkapkan bagian
penting dari komunikasi kepada pihak yang tidak berada dalam hubungan yang
dilindungi.
d. Komunikasi, agar berada dalam hak istimewa, harus cukup terkait dengan
hubungan yang dilindungi (misalnya, komunikasi antara pengacara dan klien harus
terkait dengan konsultasi hukum.
Kapan pun seorang auditor atau penyidik dihadapkan pada kebutuhan untuk
menggunakan bukti yang terdiri dari komunikasi antara pihak-pihak dalam salah satu
hubungan ini, dia harus berkonsultasi dengan seorang pengacara, terutama jika bukti
tersebut sangat penting untuk kasus ini.
“Bagaimana Perasaanmu ?”
“Bolehkan saya memberikan sesuatu untuk anda ?”
a. Bukti Primer
- Terkait surat keputusan hak pakai
- Terkait lokasi dan site plan
- Terkait izin mendirikan bangunan
- Tentang teknis
- Terkait revisi Rencana Kerja Anggaran Kementrian/Lembaga (RKA-KL)
- Terkait permohonan kontrak tahun jamak
- Terkait kontrak tahun jamak
- Terkait persetujuan RKA-KL 2011
- Terkait pelelangan
- Terkait pencairan anggaran 2010
- Terkait pelaksanaan pekerjaan konstruksi
- Hasil audit Investigasi BPK tahap II
b. Bukti Sekunder
Kasus ini menyeruak ke permukaan setelah mantan bendahara umum partai
Demokrat (Muhammad Nazaruddin) ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus-
kasus pembangunan wisma atlet di Jaka Baring Palembang
c. Bukti Hearsay.
- Yulianis (anak buah Nazaruddin)
- Wahid Muharam (Sekertaris Menpora)