oleh
Yunidar Dwi Puspitasari, S.Kep.
NIM 192311101079
1.2 Etiologi
Penyebab utama syok adalah kehilangan darah. Syok dapat disebabkan oleh
kegagalan jantung dalam memompa darah (serangan jantung atau gagal jantung),
pelebaran pembuluh darah yang abnormal (reaksi alergi, infeksi), dan kehilangan
volume darah dalam jumlah besar (perdarahan hebat).
Syok setelah trauma biasanya jenis hipovolemik yang disebabkan oleh
perdarahan (internal atau eksternal) atau karena kehilangan cairan ke dalam jaringan
kontusio atau usus yang mengembang, kerusakan jantung dan paru-paru dapat juga
menyokong masalah ini secara bermakna. Syok akibat kehilangan cairan berlebihan
juga timbul pada pasien luka bakar yang luas (Catrino dkk, 2003). Penyebab syok
hipovolemik dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yang terdiri dari :
1. Pendarahan
a. Eksternal : Kehilangan darah karena pendarahan yang mengalir keluar
tubuh disebabkan oleh trauma tembus atau trauma tumpul. Trauma
yang berakibat fraktur tuang besar , dapat menampung kehilangan
darah yang besar. Misalnya, fraktur hemurus menghasilkan 500-1000
ml perdarahan atau fraktur femur menampung 1000-1500ml
perdarahan
b. Internal
1) Hematom subkapsular hati
2) Aneurisma aorta pecah karena kelainan darah
3) Perdarahan gastrointenstinal
4) Perlukaan berganda
2. Kehilangan plasma
a. Luka bakar luas
b. Pankreatitis
c. Deskuamasi kulit
d. Sindrom dumping
e. DHF
f. Peritonitis
g. Obstruksi ileus
3. Kehilangan cairan ekstraseluler
a. Muntah (vomitus)
b. Dehidrasi
c. Diare
d. Terapi diuritik yang sangat agresif
1.3 Klasifikasi
a. Klasifikasi berdasarkan etiologi
1) Hipovolemik shock
a) perdarahan
b) kehilangan volume cairan
c) perpindahan cairan dari vaskuler ke sel interstisial
2) Cardiogenik shock
Gangguan kemampuan pompa jantung (cardiac arrest, aritmia,
kelainan katup, degenerasi miokard, infeksi sistemik obat – obatan.
3) Anaphilaktik shock
Reaksi anafilaktik yang tidak begitu parah dapat menyebabkan
anafilaktik syok dikarenakan alergen menyebabkan penyebaran
vasodilasi dan pergerakan cairan dari darah ke tissue.
4) Neurogenic shock
Penyebab syok paling jarang adalah terlukanya spinal chord yang
menyebabkan syok neurogenik. Neurogenik syok disebabkan oleh
kehilangan signal sistem saraf simpatetik dengan mendadakn kepada
otot licin di tembok vesel. Tanpa stimulasi konstan, vesel akan menjadi
tenang dan menyebabkan pengurangan mendadak pertahanan vaskular
dan pengurangan tekanan darah.
5) Septic Shock
Organisme penyebab gram negatif (P. aerogenosa, Escherichia coli,
Klebseilla pneomoni, Staphylococcus, Streptococcus).
b. Klasifikasi berdasarkan keadaan klinis
1.6 Patofisiologi
Tiga faktor yang dapat mempertahankan tekanan darah normal yaitu:
a. Pompa jantung. Jantung harus berkontraksi secara efisien.
b. Volume sirkulasi darah. Darah akan dipompa oleh jantung ke dalam arteri
dan kapiler-kapiler jaringan. Setelah oksigen dan zat nutrisi diambil oleh
jaringan, sistem vena akan mengumpulkan darah dari jaringan dan
mengalirkan kembali ke jantung. Apabila volume sirkulasi berkurang maka
dapat terjadi syok.
c. Tahanan pembuluh darah perifer. Yang dimaksud adalah pembuluh darah
kecil, yaitu arteriole-arteriole dan kapiler-kapiler. Bila tahanan pembuluh
darah perifer meningkat, artinya terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kecil.
Bila tahanan pembuluh darah perifer rendah, berarti terjadi vasodilatasi.
Rendahnya tahanan pembuluh darah perifer dapat mengakibatkan penurunan
tekanan darah. Darah akan berkumpul pada pembuluh darah yang mengalami
dilatasi sehingga aliran darah balik ke jantung menjadi berkurang dan tekanan
darah akan turun.
1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk
memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan mempertahankan
suhu tubuh.
Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera
ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal. Segera berikan pertolongan
pertama sesuai dengan prinsip resusitasi ABC.
a. Melihat keadaan sekitar apakah berbahaya (danger) , baik untuk penolong
maupun yang ditolong (contoh keadaan berbahaya : di tengah kobaran api)
b. Buka jalan napas korban, dan pertahankan kepatenan jalan nafas (Airway)
c. Periksa pernafasan korban (Breathing)
d. Periksa nadi dan Cegah perdarahan yang berlanjut (Circulation)
e. Peninggian tungkai sekitar 8-12 inchi jika ABC clear
f. Cegah hipotermi dengan menjaga suhu tubuh pasien tetap hangat (misal
dengan selimut)
g. Lakukan penanganan cedera pasien secara khusus selama menunggu bantuan
medis tiba. Periksa kembali pernafasan, denyut jantung suhu tubuh korban
(dari hipotermi) setiap 5 menit.
Segera menghentikan perdarahan yang terlihat dan mengatasi nyeri yang hebat,
yang juga bisa merupakan penyebab syok. Pada syok septik, sumber sepsis harus
dicari dan ditanggulangi.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai pertolongan pertama dalam
menghadapi syok:
a. Posisi Tubuh
1) Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum
posisi penderita dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan aliran
darah ke organ-organ vital.
2) Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita jangan
digerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk
menghindari terjadinya luka yang lebih parah atau untuk memberikan
pertolongan pertama seperti pertolongan untuk membebaskan jalan napas.
3) Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah
muka, atau penderita tidak sadar, harus dibaringkan pada
salah satu sisi tubuh (berbaring miring) untuk memudahkan
cairan keluar dari rongga mulut dan untuk menghindari
sumbatan jalan nafas oleh muntah atau darah. Penanganan
yang sangat penting adalah meyakinkan bahwa saluran nafas
tetap terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia.
a. Penatalaksanaan Medis
Penanganan Syok kardiogenik yaitu kegawadaruratan yang memerlukan terapi
resusitasi segera sebelum syok merusak organ secara irreversible (Asikin et
all, 2016).
1) Penanganan awal : resusitasi cairan, oksigenasi dan proteksi jalan nafas,
koreksi hipovolemia dan hipotensi
2) Intervensi farmakologi :
a) sesuai penyebabnya, misalnya infark miokard atau sindrom coroner
akut diberikan aspirin dan heparin
b) obat vasokontriksi, misalnya dopamine, epinefrin, dan norepinefrin
c) mempertahankan tekanan darah yang adekuat untuk mempertahankan
perfusi jaringan dan volume intravaskuler
3) Farmakologi Syok kardiogenik, setelah tercapainya preload yang optimal,
sering kali dibutuhkan inotropic untuk memperbaiki kontraktilitas dan
obat lain untuk menurunkan afeterload.
a) Katekolamin Hormone yang termasuk dalam kelompok ini yaitu
adrenalin (epinefrin), noradrenalin (norepinephrine), isoproterenol,
dopamine dan dobutamine. Golongan obat ini akan menaikkan
tekanan arteri, perfusi coroner, kontraktilitas dan kenaikkan denyut
jantung, serta vasontriksi perifer. Kenaikan tekanan arteri akan
meningkatkan konsumsi oksigen, serta kerja yang tidak diinginkan
berpotensi mengakibatkan aritmia.
b) Adrenalin, noradrenalin dan isoproterenol Hormone ini memiliki
aktivitas stimulasi alfa yang kuat. Ketiga obat tersevut memiliki
aktivitas kronotropik. Stimulasi alfa yang kuat menyebabkan
vasokontriksi yang kuat, sehingga meningkatkan tekanan dinding
miokard yang dapat mengganggu aktivitas inotropic. Isoproterenol
merupakan vasodilator kuat, serta cenderung menurunkan aliran
darah dan tekanan perfusi coroner. Isoproterenolakan meningkatkan
kontraktilitas miokard dan laju jantung, yang mengakibatkan
terjadinya peningkatan konsumsi oksigen miokard yang sangat
berbahaya pada syok kardiogenik
c) Dopamine Dopamine mempengaruhi stimulasi reseptor beta 1 pada
dosis 5- 10µg/kgBB/menit, sehingga terdapat peningkatan
kontraktilitas dan denyut jantung, sedangkan pada dosis >
10µg/kgBB/menit, reseptor alfa 1 yang menyebabkan peningkatkan
tekanan arteri sistemik dan tekanan darah akan distimulasi oleh
dopamine. Dopamine adalah prekusor endogen noradrenalin, yang
menstimulasi reseptor beta, alfa, dan dopaminergic. Dopamine
menyebabkan vasodilatasi ginjal, menseterika dan coroner pada dosis
< 5 µg/kg/menit. Takikardia merupakan efek samping dari dopamine.
d) Dobutamine Dobutamine merupakan katekolamin inotropic standart
yang digunakan sebagai pembanding. Efek dobutamine terbatas pada
tekanan darah. Dobutamine juga meningkatkan curah jantung tanpa
pengaruh bermakna pada tekanan darah. Oleh karena itu, tahanan
vaskulat sistemik, tekanan vena dan denyut jantung menurun,
sehingga umumnya menandakan adanya hipovolemia. Dobutamin
terutama bekerja pada reseptor beta dengan rentan dosis 2-40
mcg/kgBB/menit. Pada dosis tersebut, dobutamin akan meningkatkan
kontraktilitas dengan sedikit efek kronotropik tanpa vasokontriksi.
4) Mechanical Circulatory Support
Digunakan pada pengidap yang tidak responsive dengan pengobatan yang
telah diberikan.
a) Intra-aortic Ballon Pump (IABP)
IABP dapat mengurangi afterload ventrikel kiri sistolik dan
mengurangi tekanan perfusi coroner diastolic, sehingga
meningkatkan output jantung dan aliran darah arteri coroner. IABP
dimasukkan melalui arteri besar dengan bantuan fluoroskopi yang
disinkronisasikan dengan EKG. Saat diastolic balon akan di
kembangkan yang bertujuan untuk meningkatkan tekanan diastolic,
sehingga akan memperkuat aliran darah koroner dan perfusi koroner
menjadi baik. Saat sebelum sistolik ventrikel balon dikempiskan
yang akan menurunkan tekanan aorta dan ventrikel afterload.
b) Ventricular Assist Device (VAD)
VAd dapat mendukung hemodinamika jangka pendek untuk
reperfusi. VAD digunakan setelah oklusi coroner akut sehingga
terjadi reduksi preload ventrikel kiri, meingkatkan aliran darah
miokard dan memperbaiki fungsi jantung secara umum
5) Prosedur Bedah
Prosedur bedah dilakukan jika obat-obatan dan penggunaan alat bantu
medis tidak bisa mengatasi syok kardiogenik. Prosedur bedah akan
megembalikan aliran darah dan memperbaiki kerusakan jantung. Prosedur
bedah yang dilakukan dalam 6 jam setelah onset terjadinya tanda gejala
syok akan meningkatkan harapan hisup lebih besar.
Tipe prosedur bedah yang digunakan antara lain:
a) Percutaneous coronary intervention (PCI) dan stent PCI yang juga
dikenal dengan nama coronary angiplasty, merupakan prosedur yang
digunakan untuk membuka arteri koroner yang mengalami obstruksi.
Kemudian pada saat itu juga digunakan stent yang berfungsi untuk
menjaga arteri koroner tetap terbuka selama prosedur PCI.
b) Coronary artery bypass grafting Pada prosedur ini, arteri dan vena
yang berasal dari baggian tubuh lainnya digunakan untukmembuat
jalan pintas pada arteri kornaria. Kemudian akan terbentuk sebuah
jalan baru untuk memberikan perfusi ke jantung.
c) Pembedahan untuk memperbaiki katup jantung
d) Pembedahan untuk memeprbaiki ruptur septal (didning antar
ventrikel)
e) Transplantasi jantung Pembedahan jenis ini jarang dilakukan dalam
keadaan emergensi seperti ini. Tindakan ini direkomendasikan jika
ini merupakan jalan yang paling baik untuk meningkatkan harapan
hisup pasien (National Heart, Lung, and Blood Institute, 2011).
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Pencegahan syok kardiogenik adalah salah satu tanggung jawab utama perawat
di area keperawatan kritis. Tindakan pencegahan teermasuk mengidentifikasi
pasien pada resiko dan pengkajian serta manajemen status kardiopulmoner
pasien. Pasien dalam syok kardiogenik mungkin memiliki sejumlah diagnosis
keperawatan, tergantung pada perkembangan penyakit Prioritas keperawatan
diarahkan terhadap :
1) Membatasi permintaan oksigen miokard
2) Peningkatan pasokan oksigen miokard
3) Mempromosikan kenyamanan dan dukungan emosi
4) Mempertahankan pengawasan terhadapp komplikasi
Langkah-langkah untuk membatasi kebutuhan oksigen miokard meliputi :
1) Pemberian analgesic, sedative, dan agens untuk mengontrol afterload dan
disritmia
2) Posisikan pasien untuk kenyamanan
3) Membatasi aktivitas
4) Menyediakan lingkungan yang tenang dan nyaman
5) Memberikan dukungan untuk mengurangi kecemasan
6) Memberikan pemahaman kepada pasien tentang kondisinya
Pengukuran untuk meningkatkan suplai oksigen miokard mencakup
pemberian oksigen tambahan, pemantauan status pernapasan pasien dan
memberikan obat yang diresepkan. Manajemen keperawatan yang
efektif dari syok kardiogenik membutuhkan pemantauan yang tepat dan
pengelolaan SDM, preload, afterload dan kontraktilitas. Hal ini dapat
dicapai melalui pengukuran akurat dari variable hemodinamik dan
pengontrolan pemberian cairan serta inotropic dan agen vasoaktif. Hasil
penilaian dan pengelolaan fungsi pernapasan juga penting untuk
mempertahankan oksigenasi yang adekuat (Aspiani, 2015).
2.1 Pengkajian
a. Identitas
Identitas meliputi nama, umur/tanggal lahir, jenis kalamin, alamt, suku,
nomer register Rumah Sakit, pendidikan, tanggal MRS. Identitas digunakan
dalam memberdakan antara pasien satu dengan pasien yang lain.
b. Riwayat Kesehatan
1) Diagnosa Medis
2) Keluhan Utama, pada pasien dengan stemi pada umumnya mengeluh
nyeri pada dada.
3) Riwayat Penyakit Sekarang, mulai dari gejala awal hingga saat pertama
kali berhubungan dengan petugas kesehatan. Waktu kejadian, tempat,
suasana, manifestasi masalah, perjalanan penyakit, riwayat penyakit,
persepsi tentang penyebab dan penyakit.
4) Riwayat Penyakit Dahulu, riwayat kronis, atau menular, dan menurun
yang pernah diderita pasien seblumnya.
5) Riwayat Penyakit Keluarga, penyakit keturunan dalam keluarga,
misalnya jantung, DM, HT, TBC, dan penyakit lain yang pernah diderita
oleh keluarga.
c. Pola-pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat, kurangnya pengetahuan
pasien terkait penyakit yang diderita, pengertahuan penangan yang telah
didapatkan, dan cara perawatnnya.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme, penderita biasnaya mengalami penurunan
nafsu makan karena perubahan kondisi kesehatan yang dialami. mual,
muntah, anoreksia, nyeri ulu hati, nyeri abdominal, sangat kehausan.
3) Pola Eliminasi, pasien dengan mungkin saja mengalami gangguan
eliminasi, karena adanya komplikasi seperti menurunnya renal flow
sehingga pola berkemih pasien dengan mengalami gangguan, seperti
oliguria, yaitu Produksi urin < 20 mL/jam.
4) Pola Aktivitas dan Latihan, pada pasien terjadi kelemahan saat
melakukan aktifitas, hal ini terjadi akibat adanya penumpukan cairan
pada ekstremitas bawah, atau kelemahan yang dialami sehingga
memperngaruhi aktifitas dan latihannya.
5) Pola Istirahat dan Tidur, pasien degan dapat mengalami perubahan pola
istirahat dan tidur karena penyakit yang dirasakan.
6) Pola Kognitif dan Perseptual, meliputi kemampuan fungsional dalam
pengambilan keputusan, mengingat kejadian dan mampu menceritan
kembali.
7) Pola Persepso/Konsep Diri,
- Gambaran diri, bagaimana individu memandang dirinya sendiri,
- Ideal diri, persepsi individu tentang perilakunya yang sesuai dengan
keinginan masa depan,
- Harga diri, penilaian individu terhadap hasil yang telah dicapainya,
- Peran diri, pola perilaku individu terhadap sikap nilai dan aspirasi
yang diharapkan berdasarkan posisi dirinya,
- Identitas diri, kesadaran yang dimiliki akan dirinya sendiri sebagai
aspek konsep diri yang utuh.
8) Pola Seksualitas dan Reproduksi, terjadi disfungsi seksual atau
perubahan hubungan seksual dan fungsi dari seksual yang tidak adekuat
pada penderita.
9) Pola Hubungan dan Peran, peran pasien dalam keluarga yang meliputi
hubungan antara pasien dengan keluargnya.
10) Pola Manajemen Koping-Stress, masalah yang dialami penderita pada
umumnya cemas akibat proses penyakit yang dideritanya dan cara dalam
mengatasinya.
11) Pola Nilai dan Keyakinan, meliputi keyakinan pasien dan nilai yang
diyakini oleh pasien sehingga menghambat tindakan medis untuk
dilakukan pada penderita.
d. Pemerikasaan Fisik
1. Keadaan umum : lemah
Pasien tampak pucat, diaforesis (mandi keringat), gelisah akibat aktivitas
simpatis berlebih.
Pasien tampak sesak/sulit bernapas.
Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat
dicurigai kuat adanya stemi.
2. TTV : TD : tinggi/hipertensi (Normal 120/80 mmHg)
RR : abnormal/>20 x/menit (Normal 16-20 x/menit)
HR : Bradikardia / >100 x/menit (Normal 60-100 x/menit)
S : normal atau tinggi (Normal 36,5-37,5 C)
3. Kesadaran : composmentis, GCS: 456
e. Pemeriksaan Fisik Head to Toe
1) B1 (Breathing)
- Inspeksi : terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi
pernapasan,inspeksi untuk melihat postur bentuk dan kesimetrisan,
retraksi otot interkcosta, sifat dan irama pernapasan.
- Palpasi : menentukan adanya ekspansi dan taktil fremitus normal.
- Perkusi : retraksi dada negatif, nyeri tekan, dan tidak ada benjolan
pada dada
- Auskultasi : bunyi napas utama terdengar sonor, dan tidak terdapat
bunyi napas tambahan. Adanya bunyi jantung S4 dan S3 Gallop,
Penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal
bunyi jantung kedua. - Dapat ditemukan murmur mid sistolik atau
late sistolik apikal bersifat sementara. - Bunyi jantung sangat lemah,
bunyi jantung
2) B2 (Blood)
- Adakah penurunan kadar hemoglobin, lekosit, hematokrit, dan
trombosit,
- Adakah ketidakstabilan tekanan darah, nadi, distensi vena jugularis,
suarra jantung,
3) B3 (Brain)
- Mengkaji status mental dan emosi
- Psikomotor: apakah mengalami kelemahan pada ektremitas, baik atas
maupun bawah
- Psikosensorik : bagaimanakan perubahan penglihatan, reflek pupil
dan kesimetrisan
4) B4 (Bladder)
Kaji adanya nokturia (rasa kencing di malam hari), terjadi akibat perfusi
ginjal dan curah jantung akan membaik saat istirahat. Kaji pula adakah
pemasangan kateter.
5) B5 (Bowel)
Kaji adanya masalah atau gangguan dalam buang air besar.
6) B6 (Bone)
Kaji keterbatasan aktivitas akibat nyeri yang dirasakan serta kelemahan
akibat gangguan pada ektremitas atas dan bawah.
f. Pemeriksaan Penunjang
1) Electrocardiography (elektrokardiografi)
- Elevasi segmen ST dapat terobservasi. Right-sided leads dapat
menunjukkan suatu pola infark ventrikel kanan, yang
mengindikasikan terapi yang berbeda dari terapi untuk penyebab–
penyebab lainnya dari syok kardiogenik.
- Pada pasien karena infark miokard akut dengan gagal ventrikel kiri
(LV failure), gelombang Q (Q waves) dan/atau >2-mm ST elevation
pada multiple leads atau left bundle branch block biasanya tampak.
Lebih dari setengah (> 50%) dari semua infark yang berhubungan
dengan syok adalah anterior. Global ischemia karena severe left main
stenosis biasanya disertai dengan depresi ST berat (>3 mm) pada
multiple leads.
2) Radiografi
Radiografi dada (chest roentgenogram) dapat terlihat normal pada mulanya
atau menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif akut (acute
congestive heart failure), yaitu:
- Cephalization karena dilatasi pembuluh darah-pembuluh darah
pulmoner.
- Saat tekanan diastolik akhir ventrikel kiri (left ventricular end-
diastolic pressures) meningkat, akumulasi cairan interstitial
ditunjukkan secara radiografis dengan adanya gambaran fluffy
margins to vessels, peribronchial cuffing, serta garis Curley A dan B.
Dengan tekanan hidrostatik yang sangat tinggi, cairan dilepaskan
(exuded) ke alveoli, menyebabkan diffuse fluffy alveolar infiltrates. –
- Gambaran foto/rontgen dada (chest x-ray) lainnya yang mungkin
tampak pada penderita syok kardiogenik:
• Kardiomegali ringan
• Edema paru (pulmonary edema)
• Efusi pleura
• Pulmonary vascular congestion
• Ukuran jantung biasanya normal jika hasil syok kardiogenik
berasal dari infark miokard yang pertama, namun membesar jika
ada riwayat infark miokard sebelumnya.
3) Bedside echocardiography Ini berguna untuk menunjukkan:
- Fungsi ventrikel kiri yang buruk (poor left ventricular function).
- Menilai keutuhan katub (assessing valvular integrity).
- Menyingkirkan penyebab lain syok, seperti: cardiac tamponade
4) Laboratorium
- Hitung leukosit secara khas meningkat disertai dengan left shift.
- Tidak adanya prior renal insufficiency, fungsi ginjal pada mulanya
normal, namun blood urea nitrogen (BUN) dan creatinine meningkat
secara cepat (rise progressively).
- Hepatic transaminases jelas meningkat karena hipoperfusi hati (liver
hypoperfusion).
- Perfusi jaringan yang buruk (poor tissue perfusion) dapat
menyebabkan anion gap acidosis dan peningkatan (elevation) kadar
asam laktat (lactic acid level).
- Gas darah arteri (arterial blood gases) biasanya menunjukkan
hypoxemia dan metabolic acidosis, dimana dapat dikompensasi oleh
respiratory alkalosis.
- Petanda jantung (cardiac markers), creatine phosphokinase dan MB
fractionnya, jelas meningkat, begitu juga troponins I dan T.
Keterangan:
1. Keluhan sangat berat
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Manajemen Syok
jantung pasien menunjukkan hasil: 1. Monitor status oksigenasi
Curah Jantung (L.02008) 2. Monitor status kardiopulmonal
Tujuan 3. Monitor status cairan
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 4. Monitor tingkat kesadaran dan pupil
Kekuatan nadi 5. Pertahankan jalan napas paten
1. 4 √ 6. Berikan oksigen jika perlu
perifer
2. palpitasi 3 √ 7. Berikan posisi syck
3. bradikardia 3 √ 8. Pasangn jalur iv
4. takikardia 3 √ 9. Pasang kateter urin
5. edema 1 √ 10. Kolaborasi pemberian infus cairan
6. dispnea 3 √
7. oliguria 3 √
8. Tekanan darah 3 √
Keterangan:
1. Keluhan sangat berat
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
Gangguan eliminasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Manajemen eliminasi urin (I.04152)
urin pasien menunjukkan hasil:
Eliminasi urin (L04034) 1. Identifikasi tanda dan gejala retensi
Tujuan urin
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 2. Identifikasi faktor yang menyebabkan
1. Sensasi berkemih 4 √ retensi
2. Desakan berkemih 3 √ 3. Monitor eliminasi urin
Distensi kandung 4. Catat waktu dan keluaran urin
3. 3 √ 5. Kolaborasi pemberian obat
kemih
4. nokturia 3 √ suposutoria uretra jika perlu
5. mengompol 1 √
6. anuria 3 √
7. Frekuensi bak 3 √
8. Karakteristik urin 3 √
Keterangan:
1. Keluhan sangat berat
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Pencegahan infeksi (I.14539)
pasien menunjukkan hasil:
Tingkat infeksi (L.14137) 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
Tujuan 2. Berikan perawatan kulit pada daerah
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 edema
1. demam 4 √ 3. Pertahankan teknik aseptik pada
2. kemerahan 3 √ pasien beresiko tinggi
3. nyeri 3 √ 4. Jelaskan tanda gejala infeksi
4. bengkak 3 √ 5. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
5. Kadar sel darah putih 1 √ benar
6. Cairan berbau busuk 3 √ 6. Anjurkan meningkatkan asupan
7. Drainase purulen 3 √ nutrisi
8. Periode menggigil 3 √ 7. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Keterangan:
1. Keluhan sangat berat
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Dukungan ambulasi (I.06171)
fisik pasien menunjukkan hasil:
Mobilitas Fisik (L.05042) 1. Identifikasi adanya nyeri atau
Tujuan keluhan fisik lainnya
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
Pergerakan ambulasi
1. 4 √ 3. Monitor frekuensi jantung dan
ekstremitas
2. Rentang gerak 3 √ tekanan darah sebelum ambulasi
3. nyeri 3 √ 4. Monitor kondisi umum selama
4. kecemasan 3 √ melakukan ambulasi
5. Kaku sendi 1 √ 5. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan
6. Kekuatan otot 3 √ alat bantu
7. Kelemahan fisik 3 √ 6. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik
jika perlu
Keterangan: 7. Anjurkan melakukan ambulasi dini
1. Keluhan sangat berat 8. Ajarkan ambulasi sederhana yang
2. Keluhan berat harus dilakukan
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
DAFTAR PUSTAKA
Barbara K, Dickson S, Timothy F (2009). First aid for the emergency medicine
boards. United States: McGraw-Hill, pp: 52-5.
Bloom, BS (1956). Taxonomy of educational objectives: The classification of
educational goals: Handbook I, Cognitive domain. New York:
Longmans.
Danusantoso MM, Pudjiadi AH, Djer MM, Widodo DP, Kaban RK, Andriastuti
M (2014). Pengukuran indeks syok untuk deteksi dini syok hipovolemik
pada anak dengan takikardi: Telaah terhadap perubahan indeks isi
sekuncup.
National Heart, Lung, and Blood Institute. 2011. What is Cardiogenic Shock?
(Online) http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/shock
Panja, M., Panja, M., Madal, S., dan Kumar, D. 2010. Cardiogenic shock-
management, Medicine Update, 20 (3): 301-308.
Sari Pediatri, 15(5): 319-20. Dariyo A (2004). Pengetahuan tentang penelitian dan
motivasi belajar pada mahasiswa. Jurnal Psikologi, 2(1): 45.