Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SYOK DI RUANG


INTENSIVE CARE UNIT (ICU) RUMAH SAKIT DAERAH
dr. SOEBANDI KABUPATEN JEMBER

oleh
Yunidar Dwi Puspitasari, S.Kep.
NIM 192311101079

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
BAB 1. KONSEP DASAR PENYAKIT

1.1 Definisi Penyakit


Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hipodinamik
dan metabolisme yang ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk
mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh (Sudoyo,
2016). Secara patologisiologis syok merupakan gangguan hemodinamik yang
menyebabkan tidak adekuatan hantaran oksigen dan perfusi jaringan (Hardisman,
2013).
Syok didefinisikan sebagai sindrom gangguan patofisiologi berat yang ketika
berlanjut menyebabkan perfusi jaringan yang buruk, hal ini dapat dikaitkan dengan
metabolisme sel yang tidak normal. Selain itu, syok merupakan kegagalan sirkulasi
perifer yang menyeluruh sehingga perfusi jaringan menjadi tidak adekuat.

1.2 Etiologi

Penyebab utama syok adalah kehilangan darah. Syok dapat disebabkan oleh
kegagalan jantung dalam memompa darah (serangan jantung atau gagal jantung),
pelebaran pembuluh darah yang abnormal (reaksi alergi, infeksi), dan kehilangan
volume darah dalam jumlah besar (perdarahan hebat).
Syok setelah trauma biasanya jenis hipovolemik yang disebabkan oleh
perdarahan (internal atau eksternal) atau karena kehilangan cairan ke dalam jaringan
kontusio atau usus yang mengembang, kerusakan jantung dan paru-paru dapat juga
menyokong masalah ini secara bermakna. Syok akibat kehilangan cairan berlebihan
juga timbul pada pasien luka bakar yang luas (Catrino dkk, 2003). Penyebab syok
hipovolemik dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yang terdiri dari :
1. Pendarahan
a. Eksternal : Kehilangan darah karena pendarahan yang mengalir keluar
tubuh disebabkan oleh trauma tembus atau trauma tumpul. Trauma
yang berakibat fraktur tuang besar , dapat menampung kehilangan
darah yang besar. Misalnya, fraktur hemurus menghasilkan 500-1000
ml perdarahan atau fraktur femur menampung 1000-1500ml
perdarahan
b. Internal
1) Hematom subkapsular hati
2) Aneurisma aorta pecah karena kelainan darah
3) Perdarahan gastrointenstinal
4) Perlukaan berganda
2. Kehilangan plasma
a. Luka bakar luas
b. Pankreatitis
c. Deskuamasi kulit
d. Sindrom dumping
e. DHF
f. Peritonitis
g. Obstruksi ileus
3. Kehilangan cairan ekstraseluler
a. Muntah (vomitus)
b. Dehidrasi
c. Diare
d. Terapi diuritik yang sangat agresif

1.3 Klasifikasi
a. Klasifikasi berdasarkan etiologi

1) Hipovolemik shock
a) perdarahan
b) kehilangan volume cairan
c) perpindahan cairan dari vaskuler ke sel interstisial
2) Cardiogenik shock
Gangguan kemampuan pompa jantung (cardiac arrest, aritmia,
kelainan katup, degenerasi miokard, infeksi sistemik obat – obatan.
3) Anaphilaktik shock
Reaksi anafilaktik yang tidak begitu parah dapat menyebabkan
anafilaktik syok dikarenakan alergen menyebabkan penyebaran
vasodilasi dan pergerakan cairan dari darah ke tissue.
4) Neurogenic shock
Penyebab syok paling jarang adalah terlukanya spinal chord yang
menyebabkan syok neurogenik. Neurogenik syok disebabkan oleh
kehilangan signal sistem saraf simpatetik dengan mendadakn kepada
otot licin di tembok vesel. Tanpa stimulasi konstan, vesel akan menjadi
tenang dan menyebabkan pengurangan mendadak pertahanan vaskular
dan pengurangan tekanan darah.

5) Septic Shock
Organisme penyebab gram negatif (P. aerogenosa, Escherichia coli,
Klebseilla pneomoni, Staphylococcus, Streptococcus).
b. Klasifikasi berdasarkan keadaan klinis

Derajat syok Klas Klas II Klas III Klas IV


Darah hilang/cc < 750 750 -1500 1500-2000 >2000
Darah hilang/% EBV <15 15-30 30-40 >40
Nadi <100 >100 >120 >140
Tekanan darah N N
Tekanan Nadi N
Respirasi 14-20 20-30 30-40 >35
Produksi urin / cc >30 20-30 5-15 Tak ada
Kesadaran Agak gelisah Gelisah , Bingung dan
gelisah bingung letargik
Cairan pengganti kritaloid kristaloid Kristaloid + Kristaloid + darah
darah

Berdasarkan berat ringannya keadaan klinis ( nadi , tekanan nadi , tekanan


darah , respirasi , produksi urin dan kesadaran). Syok dapat dibagi menjadi
4 kelas. Dengan melihat kumpuilan gejala klinis ini, maka dapat
diperkirakan jumlah darah yang hilang yang dihitung berdasarkan
presentase terhadap total efektif blood volume (EBV) berkisar antara 70
cc/kgBB (pada orang dewasa sampai 200cc/kgBB pada bayi baru lahir

1.4 Manifestasi Klinis


Gejala umum dari syok menurut (Sudoyo dan Aru, 2006) yaitu:
1. Peningkatan kerja syaraf simpatik
2. Hiperventilasi
3. Pembuluh vena yang kolaps
4. Pelepasan hormon stress
5. Ekspansi besar guna pengisian volume pembuluh darah dengan
menggunkan cairan intersisial, interseluler dan menurunkan produksi urin

Manifestasi klinis menurut sistem organ, yaitu:


a. Sistem Kardiovaskuler
1) Gangguan sirkulasi perifer – pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya
pengisian vena perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan
darah.
2) Takikardi, Nadi cepat dan halus.
3) Hipotensi, Tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau MAP (mean
arterial pressure / tekanan arterial rata-rata) kurang dari 60 mmHg, atau
menurun 30% lebih. karena tekanan darah adalah produk resistensi
pembuluh darah sistemik dan curah jantung, vasokonstriksi perifer
adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah.
Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan
arteri turun tidak di bawah 70 mmHg.
4) Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik
5) CVP rendah
b. Sistem Respirasi
Pernapasan cepat dan dangkal
c. Sistem saraf pusat
1) Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah
rendah sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah
sampai tidak sadar. Obat sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai
yakin bahwa gelisahnya pasien memang karena kesakitan.
d. Sistem Saluran Cerna
Bisa terjadi mual dan muntah.
e. Sistem Saluran Kencing
1) oliguria : produksi urin umumnya akan berkurang pada syok
hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang
dari 30 ml/jam

1.5 Tahapan Syok


Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih
dapat ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh),
dan ireversibel (tidak dapat pulih).
a. Tahap kompensasi adalah tahap awal syok saat tubuh masih mampu menjaga
fungsi normalnya. Tanda atau gejala yang dapat ditemukan pada tahap awal
seperti kulit pucat, peningkatan denyut nadi ringan, tekanan darah normal,
gelisah, dan pengisian pembuluh darah yang lama. Gejala-gejala pada tahap
ini sulit untuk dikenali karena biasanya individu yang mengalami syok terlihat
normal.
b. Tahap dekompensasi dimana tubuh tidak mampu lagi mempertahankan
fungsi- fungsinya. Yang terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organ-
organ vital yaitu dengan mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai, dan
perut dan mengutamakan aliran ke otak, jantung, dan paru. Tanda dan gejala
yang dapat ditemukan diantaranya adalah rasa haus yang hebat, peningkatan
denyut nadi, penurunan tekanan darah, kulit dingin, pucat, serta kesadaran
yang mulai terganggu
c. Tahap ireversibel
dimana kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat
diperbaiki. Tahap ini terjadi jika tidak dilakukan pertolongan sesegera
mungkin, maka aliran darah akan mengalir sangat lambat sehingga
menyebabkan penurunan tekanan darah dan denyut jantung. Mekanisme
pertahanan tubuh akan mengutamakan aliran darah ke otak dan jantung
sehingga aliran ke organ-organ seperti hati dan ginjal menurun. Hal ini yang
menjadi penyebab rusaknya hati maupun ginjal. Walaupun dengan
pengobatan yang baik sekalipun, kerusakan organ yang terjadi telah menetap
dan tidak dapat diperbaiki.

1.6 Patofisiologi
Tiga faktor yang dapat mempertahankan tekanan darah normal yaitu:
a. Pompa jantung. Jantung harus berkontraksi secara efisien.
b. Volume sirkulasi darah. Darah akan dipompa oleh jantung ke dalam arteri
dan kapiler-kapiler jaringan. Setelah oksigen dan zat nutrisi diambil oleh
jaringan, sistem vena akan mengumpulkan darah dari jaringan dan
mengalirkan kembali ke jantung. Apabila volume sirkulasi berkurang maka
dapat terjadi syok.
c. Tahanan pembuluh darah perifer. Yang dimaksud adalah pembuluh darah
kecil, yaitu arteriole-arteriole dan kapiler-kapiler. Bila tahanan pembuluh
darah perifer meningkat, artinya terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kecil.
Bila tahanan pembuluh darah perifer rendah, berarti terjadi vasodilatasi.
Rendahnya tahanan pembuluh darah perifer dapat mengakibatkan penurunan
tekanan darah. Darah akan berkumpul pada pembuluh darah yang mengalami
dilatasi sehingga aliran darah balik ke jantung menjadi berkurang dan tekanan
darah akan turun.

1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk
memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan mempertahankan
suhu tubuh.
Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera
ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal. Segera berikan pertolongan
pertama sesuai dengan prinsip resusitasi ABC.
a. Melihat keadaan sekitar apakah berbahaya (danger) , baik untuk penolong
maupun yang ditolong (contoh keadaan berbahaya : di tengah kobaran api)
b. Buka jalan napas korban, dan pertahankan kepatenan jalan nafas (Airway)
c. Periksa pernafasan korban (Breathing)
d. Periksa nadi dan Cegah perdarahan yang berlanjut (Circulation)
e. Peninggian tungkai sekitar 8-12 inchi jika ABC clear
f. Cegah hipotermi dengan menjaga suhu tubuh pasien tetap hangat (misal
dengan selimut)
g. Lakukan penanganan cedera pasien secara khusus selama menunggu bantuan
medis tiba. Periksa kembali pernafasan, denyut jantung suhu tubuh korban
(dari hipotermi) setiap 5 menit.
Segera menghentikan perdarahan yang terlihat dan mengatasi nyeri yang hebat,
yang juga bisa merupakan penyebab syok. Pada syok septik, sumber sepsis harus
dicari dan ditanggulangi.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai pertolongan pertama dalam
menghadapi syok:
a. Posisi Tubuh
1) Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum
posisi penderita dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan aliran
darah ke organ-organ vital.

2) Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita jangan
digerakkan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk
menghindari terjadinya luka yang lebih parah atau untuk memberikan
pertolongan pertama seperti pertolongan untuk membebaskan jalan napas.
3) Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah
muka, atau penderita tidak sadar, harus dibaringkan pada
salah satu sisi tubuh (berbaring miring) untuk memudahkan
cairan keluar dari rongga mulut dan untuk menghindari
sumbatan jalan nafas oleh muntah atau darah. Penanganan
yang sangat penting adalah meyakinkan bahwa saluran nafas
tetap terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia.

4) Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan


telentang datar atau kepala agak ditinggikan. Tidak
dibenarkan posisi kepala lebih rendah dari bagian tubuh
lainnya.

5) Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya


penderita dibaringkan dengan posisi telentang datar.
6) Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan
penderita telentang dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga
aliran darah balik ke jantung lebih besar dan tekanan darah
menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi lebih sukar
bernafas atau penderita menjadi kesakitan segera turunkan
kakinya kembali.
b. Pertahankan Respirasi
1) Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi
atau muntah.

2) Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat bantu


jalan nafas (Gudel/oropharingeal airway).
3) Berikan oksigen 6 liter/menit
4) Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen
dengan pompa sungkup (Ambu bag) atau ETT.
c. Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau
nadi, tekanan darah, warna kulit, isi vena, produksi urin, dan (CVP).
d. Cari dan atasi penyebab syok

Metode utama untuk mengntrol perdarahan eksternal adalah :


a. Tekan langsung / balut tekan
b. Elevasi / ditinggikan
c. Pressure point ( penekanan arteri brachealis dan
femoralis)
Metode lain termasuk pembidaian , dan penggunaan pneumatic anti
syok garment (PASG). Penggunaan turniket adalah cara terakhir apabila
cara diatas telah ditempu dan keadaan pasien dalam keadaan syok berat
untuk menyelamatkan korban.Setelah perdarahan diatasi selanjutnya
adalah memperbaiki kekurangan cairan intravaskuler dengan
memberikan cairan dalam jumlah yang cukup dalam waktu yang
singkat. Umumnya cairan yang diberikan adalah Ringer laktat 20-
40cc/kgBB yang diberikan dalam 10-15 menit.Pemberian cairan dapat
diulangi 1-2 kali tergantung situasi.hal lain yang perlu diperhatikan
adalah pemasangan infuse.Pilih jarum serta slang infuse ukuran besar
sehingga memungkinkan pemberian transfuse dengan lancar.Ambil
sample darah untuk pemeriksaan cross test apabila tansfusi darah harus
diberikan.
Supaya tidak mudah terjadi phlebitis dan aman, pilih pembuluh
darah yang cukup besar seperti vena mediana cubiti. indari pemasanagn
infuse dikaki. Bila perlu jangan ragu untuk mencari vena dengan vena
seksi / venous catdown.pada anak dibawah 6 tahun dapat dibrikan infuse
melalui jarum khusus yang dimasukkan intraoseus pada tulang tibia
bagian medial.
Dari respon terhadap pemberian cairan dapat diperkirakan berat
ringannya perdahan yang timbul serata tindakan lebih lanjut yang
diperlukan, termasuk pemberian transfuse dan tindakan bedah.

a. Penatalaksanaan Medis
Penanganan Syok kardiogenik yaitu kegawadaruratan yang memerlukan terapi
resusitasi segera sebelum syok merusak organ secara irreversible (Asikin et
all, 2016).
1) Penanganan awal : resusitasi cairan, oksigenasi dan proteksi jalan nafas,
koreksi hipovolemia dan hipotensi
2) Intervensi farmakologi :
a) sesuai penyebabnya, misalnya infark miokard atau sindrom coroner
akut diberikan aspirin dan heparin
b) obat vasokontriksi, misalnya dopamine, epinefrin, dan norepinefrin
c) mempertahankan tekanan darah yang adekuat untuk mempertahankan
perfusi jaringan dan volume intravaskuler
3) Farmakologi Syok kardiogenik, setelah tercapainya preload yang optimal,
sering kali dibutuhkan inotropic untuk memperbaiki kontraktilitas dan
obat lain untuk menurunkan afeterload.
a) Katekolamin Hormone yang termasuk dalam kelompok ini yaitu
adrenalin (epinefrin), noradrenalin (norepinephrine), isoproterenol,
dopamine dan dobutamine. Golongan obat ini akan menaikkan
tekanan arteri, perfusi coroner, kontraktilitas dan kenaikkan denyut
jantung, serta vasontriksi perifer. Kenaikan tekanan arteri akan
meningkatkan konsumsi oksigen, serta kerja yang tidak diinginkan
berpotensi mengakibatkan aritmia.
b) Adrenalin, noradrenalin dan isoproterenol Hormone ini memiliki
aktivitas stimulasi alfa yang kuat. Ketiga obat tersevut memiliki
aktivitas kronotropik. Stimulasi alfa yang kuat menyebabkan
vasokontriksi yang kuat, sehingga meningkatkan tekanan dinding
miokard yang dapat mengganggu aktivitas inotropic. Isoproterenol
merupakan vasodilator kuat, serta cenderung menurunkan aliran
darah dan tekanan perfusi coroner. Isoproterenolakan meningkatkan
kontraktilitas miokard dan laju jantung, yang mengakibatkan
terjadinya peningkatan konsumsi oksigen miokard yang sangat
berbahaya pada syok kardiogenik
c) Dopamine Dopamine mempengaruhi stimulasi reseptor beta 1 pada
dosis 5- 10µg/kgBB/menit, sehingga terdapat peningkatan
kontraktilitas dan denyut jantung, sedangkan pada dosis >
10µg/kgBB/menit, reseptor alfa 1 yang menyebabkan peningkatkan
tekanan arteri sistemik dan tekanan darah akan distimulasi oleh
dopamine. Dopamine adalah prekusor endogen noradrenalin, yang
menstimulasi reseptor beta, alfa, dan dopaminergic. Dopamine
menyebabkan vasodilatasi ginjal, menseterika dan coroner pada dosis
< 5 µg/kg/menit. Takikardia merupakan efek samping dari dopamine.
d) Dobutamine Dobutamine merupakan katekolamin inotropic standart
yang digunakan sebagai pembanding. Efek dobutamine terbatas pada
tekanan darah. Dobutamine juga meningkatkan curah jantung tanpa
pengaruh bermakna pada tekanan darah. Oleh karena itu, tahanan
vaskulat sistemik, tekanan vena dan denyut jantung menurun,
sehingga umumnya menandakan adanya hipovolemia. Dobutamin
terutama bekerja pada reseptor beta dengan rentan dosis 2-40
mcg/kgBB/menit. Pada dosis tersebut, dobutamin akan meningkatkan
kontraktilitas dengan sedikit efek kronotropik tanpa vasokontriksi.
4) Mechanical Circulatory Support
Digunakan pada pengidap yang tidak responsive dengan pengobatan yang
telah diberikan.
a) Intra-aortic Ballon Pump (IABP)
IABP dapat mengurangi afterload ventrikel kiri sistolik dan
mengurangi tekanan perfusi coroner diastolic, sehingga
meningkatkan output jantung dan aliran darah arteri coroner. IABP
dimasukkan melalui arteri besar dengan bantuan fluoroskopi yang
disinkronisasikan dengan EKG. Saat diastolic balon akan di
kembangkan yang bertujuan untuk meningkatkan tekanan diastolic,
sehingga akan memperkuat aliran darah koroner dan perfusi koroner
menjadi baik. Saat sebelum sistolik ventrikel balon dikempiskan
yang akan menurunkan tekanan aorta dan ventrikel afterload.
b) Ventricular Assist Device (VAD)
VAd dapat mendukung hemodinamika jangka pendek untuk
reperfusi. VAD digunakan setelah oklusi coroner akut sehingga
terjadi reduksi preload ventrikel kiri, meingkatkan aliran darah
miokard dan memperbaiki fungsi jantung secara umum
5) Prosedur Bedah
Prosedur bedah dilakukan jika obat-obatan dan penggunaan alat bantu
medis tidak bisa mengatasi syok kardiogenik. Prosedur bedah akan
megembalikan aliran darah dan memperbaiki kerusakan jantung. Prosedur
bedah yang dilakukan dalam 6 jam setelah onset terjadinya tanda gejala
syok akan meningkatkan harapan hisup lebih besar.
Tipe prosedur bedah yang digunakan antara lain:
a) Percutaneous coronary intervention (PCI) dan stent PCI yang juga
dikenal dengan nama coronary angiplasty, merupakan prosedur yang
digunakan untuk membuka arteri koroner yang mengalami obstruksi.
Kemudian pada saat itu juga digunakan stent yang berfungsi untuk
menjaga arteri koroner tetap terbuka selama prosedur PCI.
b) Coronary artery bypass grafting Pada prosedur ini, arteri dan vena
yang berasal dari baggian tubuh lainnya digunakan untukmembuat
jalan pintas pada arteri kornaria. Kemudian akan terbentuk sebuah
jalan baru untuk memberikan perfusi ke jantung.
c) Pembedahan untuk memperbaiki katup jantung
d) Pembedahan untuk memeprbaiki ruptur septal (didning antar
ventrikel)
e) Transplantasi jantung Pembedahan jenis ini jarang dilakukan dalam
keadaan emergensi seperti ini. Tindakan ini direkomendasikan jika
ini merupakan jalan yang paling baik untuk meningkatkan harapan
hisup pasien (National Heart, Lung, and Blood Institute, 2011).
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Pencegahan syok kardiogenik adalah salah satu tanggung jawab utama perawat
di area keperawatan kritis. Tindakan pencegahan teermasuk mengidentifikasi
pasien pada resiko dan pengkajian serta manajemen status kardiopulmoner
pasien. Pasien dalam syok kardiogenik mungkin memiliki sejumlah diagnosis
keperawatan, tergantung pada perkembangan penyakit Prioritas keperawatan
diarahkan terhadap :
1) Membatasi permintaan oksigen miokard
2) Peningkatan pasokan oksigen miokard
3) Mempromosikan kenyamanan dan dukungan emosi
4) Mempertahankan pengawasan terhadapp komplikasi
Langkah-langkah untuk membatasi kebutuhan oksigen miokard meliputi :
1) Pemberian analgesic, sedative, dan agens untuk mengontrol afterload dan
disritmia
2) Posisikan pasien untuk kenyamanan
3) Membatasi aktivitas
4) Menyediakan lingkungan yang tenang dan nyaman
5) Memberikan dukungan untuk mengurangi kecemasan
6) Memberikan pemahaman kepada pasien tentang kondisinya
Pengukuran untuk meningkatkan suplai oksigen miokard mencakup
pemberian oksigen tambahan, pemantauan status pernapasan pasien dan
memberikan obat yang diresepkan. Manajemen keperawatan yang
efektif dari syok kardiogenik membutuhkan pemantauan yang tepat dan
pengelolaan SDM, preload, afterload dan kontraktilitas. Hal ini dapat
dicapai melalui pengukuran akurat dari variable hemodinamik dan
pengontrolan pemberian cairan serta inotropic dan agen vasoaktif. Hasil
penilaian dan pengelolaan fungsi pernapasan juga penting untuk
mempertahankan oksigenasi yang adekuat (Aspiani, 2015).

1.8 Pemeriksaan Penunjang


a. Nitrogen urea darah (BUN) : mungkin meningkat karena dehidrasi,
penurunan perfusi ginjal, atau penurunan fungsi ginjal
b. Hematokrit : peningkatan pada dehidrasi, penurunan perdarahan.
c. Elektrolit serum : bervariasi, tergantung pada jenis kehilangan cairan.
d. Gas darah arteri : pada umumnya terjadi alkalosis respiratori sebagai
akibat takipnea yang kemudian berlanjut menjadi asidosis metabolik,
terdapat hokapnia dari hipoksemia.
1.9 Pathway
BAB 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
a. Identitas
Identitas meliputi nama, umur/tanggal lahir, jenis kalamin, alamt, suku,
nomer register Rumah Sakit, pendidikan, tanggal MRS. Identitas digunakan
dalam memberdakan antara pasien satu dengan pasien yang lain.
b. Riwayat Kesehatan
1) Diagnosa Medis
2) Keluhan Utama, pada pasien dengan stemi pada umumnya mengeluh
nyeri pada dada.
3) Riwayat Penyakit Sekarang, mulai dari gejala awal hingga saat pertama
kali berhubungan dengan petugas kesehatan. Waktu kejadian, tempat,
suasana, manifestasi masalah, perjalanan penyakit, riwayat penyakit,
persepsi tentang penyebab dan penyakit.
4) Riwayat Penyakit Dahulu, riwayat kronis, atau menular, dan menurun
yang pernah diderita pasien seblumnya.
5) Riwayat Penyakit Keluarga, penyakit keturunan dalam keluarga,
misalnya jantung, DM, HT, TBC, dan penyakit lain yang pernah diderita
oleh keluarga.
c. Pola-pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat, kurangnya pengetahuan
pasien terkait penyakit yang diderita, pengertahuan penangan yang telah
didapatkan, dan cara perawatnnya.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme, penderita biasnaya mengalami penurunan
nafsu makan karena perubahan kondisi kesehatan yang dialami. mual,
muntah, anoreksia, nyeri ulu hati, nyeri abdominal, sangat kehausan.
3) Pola Eliminasi, pasien dengan mungkin saja mengalami gangguan
eliminasi, karena adanya komplikasi seperti menurunnya renal flow
sehingga pola berkemih pasien dengan mengalami gangguan, seperti
oliguria, yaitu Produksi urin < 20 mL/jam.
4) Pola Aktivitas dan Latihan, pada pasien terjadi kelemahan saat
melakukan aktifitas, hal ini terjadi akibat adanya penumpukan cairan
pada ekstremitas bawah, atau kelemahan yang dialami sehingga
memperngaruhi aktifitas dan latihannya.
5) Pola Istirahat dan Tidur, pasien degan dapat mengalami perubahan pola
istirahat dan tidur karena penyakit yang dirasakan.
6) Pola Kognitif dan Perseptual, meliputi kemampuan fungsional dalam
pengambilan keputusan, mengingat kejadian dan mampu menceritan
kembali.
7) Pola Persepso/Konsep Diri,
- Gambaran diri, bagaimana individu memandang dirinya sendiri,
- Ideal diri, persepsi individu tentang perilakunya yang sesuai dengan
keinginan masa depan,
- Harga diri, penilaian individu terhadap hasil yang telah dicapainya,
- Peran diri, pola perilaku individu terhadap sikap nilai dan aspirasi
yang diharapkan berdasarkan posisi dirinya,
- Identitas diri, kesadaran yang dimiliki akan dirinya sendiri sebagai
aspek konsep diri yang utuh.
8) Pola Seksualitas dan Reproduksi, terjadi disfungsi seksual atau
perubahan hubungan seksual dan fungsi dari seksual yang tidak adekuat
pada penderita.
9) Pola Hubungan dan Peran, peran pasien dalam keluarga yang meliputi
hubungan antara pasien dengan keluargnya.
10) Pola Manajemen Koping-Stress, masalah yang dialami penderita pada
umumnya cemas akibat proses penyakit yang dideritanya dan cara dalam
mengatasinya.
11) Pola Nilai dan Keyakinan, meliputi keyakinan pasien dan nilai yang
diyakini oleh pasien sehingga menghambat tindakan medis untuk
dilakukan pada penderita.
d. Pemerikasaan Fisik
1. Keadaan umum : lemah
Pasien tampak pucat, diaforesis (mandi keringat), gelisah akibat aktivitas
simpatis berlebih.
Pasien tampak sesak/sulit bernapas.
Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat
dicurigai kuat adanya stemi.
2. TTV : TD : tinggi/hipertensi (Normal 120/80 mmHg)
RR : abnormal/>20 x/menit (Normal 16-20 x/menit)
HR : Bradikardia / >100 x/menit (Normal 60-100 x/menit)
S : normal atau tinggi (Normal 36,5-37,5 C)
3. Kesadaran : composmentis, GCS: 456
e. Pemeriksaan Fisik Head to Toe
1) B1 (Breathing)
- Inspeksi : terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi
pernapasan,inspeksi untuk melihat postur bentuk dan kesimetrisan,
retraksi otot interkcosta, sifat dan irama pernapasan.
- Palpasi : menentukan adanya ekspansi dan taktil fremitus normal.
- Perkusi : retraksi dada negatif, nyeri tekan, dan tidak ada benjolan
pada dada
- Auskultasi : bunyi napas utama terdengar sonor, dan tidak terdapat
bunyi napas tambahan. Adanya bunyi jantung S4 dan S3 Gallop,
Penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal
bunyi jantung kedua. - Dapat ditemukan murmur mid sistolik atau
late sistolik apikal bersifat sementara. - Bunyi jantung sangat lemah,
bunyi jantung
2) B2 (Blood)
- Adakah penurunan kadar hemoglobin, lekosit, hematokrit, dan
trombosit,
- Adakah ketidakstabilan tekanan darah, nadi, distensi vena jugularis,
suarra jantung,
3) B3 (Brain)
- Mengkaji status mental dan emosi
- Psikomotor: apakah mengalami kelemahan pada ektremitas, baik atas
maupun bawah
- Psikosensorik : bagaimanakan perubahan penglihatan, reflek pupil
dan kesimetrisan
4) B4 (Bladder)
Kaji adanya nokturia (rasa kencing di malam hari), terjadi akibat perfusi
ginjal dan curah jantung akan membaik saat istirahat. Kaji pula adakah
pemasangan kateter.
5) B5 (Bowel)
Kaji adanya masalah atau gangguan dalam buang air besar.
6) B6 (Bone)
Kaji keterbatasan aktivitas akibat nyeri yang dirasakan serta kelemahan
akibat gangguan pada ektremitas atas dan bawah.
f. Pemeriksaan Penunjang
1) Electrocardiography (elektrokardiografi)
- Elevasi segmen ST dapat terobservasi. Right-sided leads dapat
menunjukkan suatu pola infark ventrikel kanan, yang
mengindikasikan terapi yang berbeda dari terapi untuk penyebab–
penyebab lainnya dari syok kardiogenik.
- Pada pasien karena infark miokard akut dengan gagal ventrikel kiri
(LV failure), gelombang Q (Q waves) dan/atau >2-mm ST elevation
pada multiple leads atau left bundle branch block biasanya tampak.
Lebih dari setengah (> 50%) dari semua infark yang berhubungan
dengan syok adalah anterior. Global ischemia karena severe left main
stenosis biasanya disertai dengan depresi ST berat (>3 mm) pada
multiple leads.
2) Radiografi
Radiografi dada (chest roentgenogram) dapat terlihat normal pada mulanya
atau menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif akut (acute
congestive heart failure), yaitu:
- Cephalization karena dilatasi pembuluh darah-pembuluh darah
pulmoner.
- Saat tekanan diastolik akhir ventrikel kiri (left ventricular end-
diastolic pressures) meningkat, akumulasi cairan interstitial
ditunjukkan secara radiografis dengan adanya gambaran fluffy
margins to vessels, peribronchial cuffing, serta garis Curley A dan B.
Dengan tekanan hidrostatik yang sangat tinggi, cairan dilepaskan
(exuded) ke alveoli, menyebabkan diffuse fluffy alveolar infiltrates. –
- Gambaran foto/rontgen dada (chest x-ray) lainnya yang mungkin
tampak pada penderita syok kardiogenik:
• Kardiomegali ringan
• Edema paru (pulmonary edema)
• Efusi pleura
• Pulmonary vascular congestion
• Ukuran jantung biasanya normal jika hasil syok kardiogenik
berasal dari infark miokard yang pertama, namun membesar jika
ada riwayat infark miokard sebelumnya.
3) Bedside echocardiography Ini berguna untuk menunjukkan:
- Fungsi ventrikel kiri yang buruk (poor left ventricular function).
- Menilai keutuhan katub (assessing valvular integrity).
- Menyingkirkan penyebab lain syok, seperti: cardiac tamponade
4) Laboratorium
- Hitung leukosit secara khas meningkat disertai dengan left shift.
- Tidak adanya prior renal insufficiency, fungsi ginjal pada mulanya
normal, namun blood urea nitrogen (BUN) dan creatinine meningkat
secara cepat (rise progressively).
- Hepatic transaminases jelas meningkat karena hipoperfusi hati (liver
hypoperfusion).
- Perfusi jaringan yang buruk (poor tissue perfusion) dapat
menyebabkan anion gap acidosis dan peningkatan (elevation) kadar
asam laktat (lactic acid level).
- Gas darah arteri (arterial blood gases) biasanya menunjukkan
hypoxemia dan metabolic acidosis, dimana dapat dikompensasi oleh
respiratory alkalosis.
- Petanda jantung (cardiac markers), creatine phosphokinase dan MB
fractionnya, jelas meningkat, begitu juga troponins I dan T.

2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dwngan penurunan ekspansi paru
dan edema paru
2. Hipovolemia brhubungan dengan kehilangan darah aktif
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan dalam
preload
4. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan perfusi
jaringan
5. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran
7. Kecemasan berhubungan dengan ancaman biologis, psikologis dan
integritas sosial.
2.3 Intervensi
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Pola Nafas Tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Manajemen Jalan Napas
Efektif pasien menunjukkan hasil: 1. Monitor pola napas
2. Monitor bunyi napas
Pola Napas (L.01004) 3. Monitor sputum
Tujuan 4. Pertahankan kepatenan jalan napas
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 5. Posisikan semi-fowler atau fowler
1. Ventilasi semenit 4 √ 6. Berikan minum hangat
Penggunaan otot 7. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
2. 3 √ 8. Lakukan penghisapan jika perlu
bantu napas
Pemanjangan fase 9. Berikan oksigen jika perlu
3. 3 √ 10. Kolaborasi pemberian bronkodilator
ekspirasi
4. dispnea 3 √
Pernapasan pursed
5. 1 √
lip
Pernapasan cuping
6. 3 √
hidung
7. Frekuensi napas 3 √
Keterangan:
1. Keluhan sangat berat
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Manajemen Hipovolemia (L.03116)
pasien menunjukkan hasil:
Keseimbangan Cairan (L.03020) 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
2. Monitor intake dan output cairan
Tujuan 3. Hitung kebutuhan cairan
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 4. Berikan posisi modified
1. Asupan Cairan 4 √ trendelenburg
2. Keluaran urin 3 √ 5. Berikan asupan cairan oral
Kelembapan 6. Anjurkan memperbanyak asupan
3. 3 √ cairan oral
membran mukosa
4. edema 3 √ 7. Anjurkan menghindari perubahan
5. dehidrasi 1 √ posisi mendadak
6. Denyut nadi radial 3 √ 8. Kolaborasi pemberian cairan IV
7. Tekanan darah 3 √
8. Turgor kulit 3 √

Keterangan:
1. Keluhan sangat berat
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Manajemen Syok
jantung pasien menunjukkan hasil: 1. Monitor status oksigenasi
Curah Jantung (L.02008) 2. Monitor status kardiopulmonal
Tujuan 3. Monitor status cairan
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 4. Monitor tingkat kesadaran dan pupil
Kekuatan nadi 5. Pertahankan jalan napas paten
1. 4 √ 6. Berikan oksigen jika perlu
perifer
2. palpitasi 3 √ 7. Berikan posisi syck
3. bradikardia 3 √ 8. Pasangn jalur iv
4. takikardia 3 √ 9. Pasang kateter urin
5. edema 1 √ 10. Kolaborasi pemberian infus cairan
6. dispnea 3 √
7. oliguria 3 √
8. Tekanan darah 3 √
Keterangan:
1. Keluhan sangat berat
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
Gangguan eliminasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Manajemen eliminasi urin (I.04152)
urin pasien menunjukkan hasil:
Eliminasi urin (L04034) 1. Identifikasi tanda dan gejala retensi
Tujuan urin
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 2. Identifikasi faktor yang menyebabkan
1. Sensasi berkemih 4 √ retensi
2. Desakan berkemih 3 √ 3. Monitor eliminasi urin
Distensi kandung 4. Catat waktu dan keluaran urin
3. 3 √ 5. Kolaborasi pemberian obat
kemih
4. nokturia 3 √ suposutoria uretra jika perlu
5. mengompol 1 √
6. anuria 3 √
7. Frekuensi bak 3 √
8. Karakteristik urin 3 √
Keterangan:
1. Keluhan sangat berat
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Pencegahan infeksi (I.14539)
pasien menunjukkan hasil:
Tingkat infeksi (L.14137) 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
Tujuan 2. Berikan perawatan kulit pada daerah
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 edema
1. demam 4 √ 3. Pertahankan teknik aseptik pada
2. kemerahan 3 √ pasien beresiko tinggi
3. nyeri 3 √ 4. Jelaskan tanda gejala infeksi
4. bengkak 3 √ 5. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
5. Kadar sel darah putih 1 √ benar
6. Cairan berbau busuk 3 √ 6. Anjurkan meningkatkan asupan
7. Drainase purulen 3 √ nutrisi
8. Periode menggigil 3 √ 7. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Keterangan:
1. Keluhan sangat berat
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Dukungan ambulasi (I.06171)
fisik pasien menunjukkan hasil:
Mobilitas Fisik (L.05042) 1. Identifikasi adanya nyeri atau
Tujuan keluhan fisik lainnya
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
Pergerakan ambulasi
1. 4 √ 3. Monitor frekuensi jantung dan
ekstremitas
2. Rentang gerak 3 √ tekanan darah sebelum ambulasi
3. nyeri 3 √ 4. Monitor kondisi umum selama
4. kecemasan 3 √ melakukan ambulasi
5. Kaku sendi 1 √ 5. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan
6. Kekuatan otot 3 √ alat bantu
7. Kelemahan fisik 3 √ 6. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik
jika perlu
Keterangan: 7. Anjurkan melakukan ambulasi dini
1. Keluhan sangat berat 8. Ajarkan ambulasi sederhana yang
2. Keluhan berat harus dilakukan
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
DAFTAR PUSTAKA

Annane D, Siami S, Jaber S, Martin C, Elatrous S, Declère AD, Preiser JC, et al


(2013). Effect of fluid resuscitation with colloids vs crystalloids on
mortality in critically ill patients presenting with hypovolemic shock: The
cristal randomized trial. JAMA, 310(17): 1809
Bakta, I M. dan Suastika, I K. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam.
Jakarta: EGC.

Bulecheck, et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition.


Mosby: Elsevier.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, (2013), Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas 2013), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Barbara K, Dickson S, Timothy F (2009). First aid for the emergency medicine
boards. United States: McGraw-Hill, pp: 52-5.
Bloom, BS (1956). Taxonomy of educational objectives: The classification of
educational goals: Handbook I, Cognitive domain. New York:
Longmans.

Dahlan S (2014). Langka-langkah membuat proposal penelitian bidang


kedokteran dan kesehatan. Edisi ke 2. Jakarta: Sagung Seto.

Danusantoso MM, Pudjiadi AH, Djer MM, Widodo DP, Kaban RK, Andriastuti
M (2014). Pengukuran indeks syok untuk deteksi dini syok hipovolemik
pada anak dengan takikardi: Telaah terhadap perubahan indeks isi
sekuncup.

Herdman, T. Heather. 2018. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi


2018-202. Edisi 11. Jakarta: EGC.

Mayoclinic. 2014. Diseases and Conditions: Cardiogenic Shock Treatments and


Drugs (Online) http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/cardiogenic-
shock/basics/treatment/con20034247

Moorhead, et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition.


Mosby: Elsevier
Muttaqin, A. 2009. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, A. 2010. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.

National Heart, Lung, and Blood Institute. 2011. What is Cardiogenic Shock?
(Online) http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/shock

Panja, M., Panja, M., Madal, S., dan Kumar, D. 2010. Cardiogenic shock-
management, Medicine Update, 20 (3): 301-308.

Smeltzer, S. C. dan Bare, B. G. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Sari Pediatri, 15(5): 319-20. Dariyo A (2004). Pengetahuan tentang penelitian dan
motivasi belajar pada mahasiswa. Jurnal Psikologi, 2(1): 45.

Anda mungkin juga menyukai