Anda di halaman 1dari 8

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN dengan GANGGUAN

PERILAKU KEKERASAN

1.Pengertian
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993).

Berdasarkan defenisi ini maka perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku
kekerasan scara verbal dan fisik (Keltner et al, 1995). Sedangkan marah tidak harus memiliki
tujuan khusus. Marah lebih menunjuk kepada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu
yang biasanya disebut dengan perasaan marah (Berkowitz, 1993)

Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan yang
dirasakan sebagai ancaman (Keliat, 1996)
Ekspresi marah yang segera karena sesuatu penyebab adalah wajar dan hal ini kadang
menyulitkan karena secara kultural ekspresi marah tidak diperbolehkan. Oleh karena itu
marah sering diekspresikan secara tidak langsung.

Sedangkan menurut Depkes RI, Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan penyakit
jiwa, Jilid III Edisi I, hlm 52 tahun 1996 : “Marah adalah pengalaman emosi yang kuat dari
individu dimana hasil/tujuan yang harus dicapai terhambat”.
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit sendiri dan
mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan
konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk
mengerti perasaan yang sebenarnya. Untuk itu perawat harus pula mengetahui tentang
respons kemarahan sesorang dan fungsi positif marah.

2.Penyebab
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak, cemas,
tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan prestise yang tidak
terpenuhi.
2.1. Frustasi, sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang
diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak
mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan
keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
2.2Hilangnya harga diri ; pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk
dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa
rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.
3.3Kebutuhan akan status dan prestise ; Manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk
mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya.

3.Rentang respons marah


Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang respon
kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut : (Keliat, 1997, hal 6).
3.1.Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain,
atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
3.2.Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan. Frustasi
dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat
menimbulkan kemarahan.
3.3.Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
dialami.
3.4.Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh
individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat
bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan
mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.
3.5.Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri.
Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.

4.Proses Marah
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh
setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak
menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan.

Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu: Mengungkapkan secara
verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga cara ini cara yang pertama adalah konstruktif
sedang dua cara yang lain adalah destruktif.
Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila cara ini
dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri dan lingkungan
dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik atau agresif dan ngamuk.

5.Gejala marah
Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan pengrusakan, tetapi
ada juga yang hanya diam seribu bahasa.
Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan marah
diantaranya adalah ;
5.1. Perubahan fisiologik : Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat,
pupil dilatasi, tonus otot meningkat, mual, frekuensi buang air besar meningkat, kadang-
kadang konstipasi, refleks tendon tinggi.
5.2. Perubahan emosional : Mudah tersinggung , tidak sabar, frustasi, ekspresi wajah nampak
tegang, bila mengamuk kehilangan kontrol diri.
5.3. Perubahan perilaku : Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga, mengamuk,
nada suara keras dan kasar.

6.Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
6.1. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi
terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah
merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine
dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan otot,
seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
6.2. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu
dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk
mengekspresikan marah karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa
menyakiti orang lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga
untuk pengembangan diri klien.
6.3. Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out” untuk menarik
perhatian orang lain.
6.4. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan

7.Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk
upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk
melindungi diri. (Stuart dan Sundeen, 1998 hal 33).
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman.
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain
: (Maramis, 1998, hal 83)
7.1.Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas
adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi
ketegangan akibat rasa marah.
7.2.Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya.
7.3.Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar.
Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan
tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
7.4.Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai
rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang
tersebut dengan kasar.
7.5.Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya
karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan
temannya.

Konsep dasar asuhan keperawatan


Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang
meliputi 4 tahapan yaitu : Pengkajian, perencanaan/intervensi, pelaksanaan/implementasi dan
evaluasi, yang masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan keterampilan
professional tenaga keperawatan.
Proses keperawatan adalah cara pendekatan sistimatis yang diterapkan dalam pelaksanaan
fungsi keperawatan, ide pendekatan yang dimiliki, karakteristik sistimatis, bertujuan,
interaksi, dinamis dan ilmiah.

Proses keperawatan klien marah adalah sebagai berikut : (Keliat, dkk, 1996)
1.Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri dari pengumpulan data, klasifikasi data, analisa data, dan perumusan
masalah atau kebutuhan klien atau diagnosa keperawatan.
1.1.Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
1.1.1.Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi
epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar,
pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya
kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan
refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.

1.1.2.Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam,
ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan
menuntut.

1.1.3.Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran
panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah
dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah,
mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan
diintegrasikan.

1.1.4.Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah
sering merangsang kemarahan orang
lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain
sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan
disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri
dari orang lain, menolak mengikuti aturan.

1.1.5.Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal
yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang
dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara
komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat
dapat dilukiskan sebagai berikut :
Aspek fisik terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat, berkeringat,
sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek emosi : tidak adekuat, tidak
aman, dendam, jengkel. aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat,
meremehkan. aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.

1.2.Klasifiaksi data
Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu data
subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh
klien dan keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat dengan klien dan
keluarga. Sedangkan data obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui
obsevasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.
1.3.Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan yang
dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui penyebab sampai
pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa
keperawatan.
Pohon masalah
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Perilaku kekerasan

Gangguan konsep diri : harga diri rendah

2.Diagnosa keperawatan
“Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons aktual dan potensial dari
individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan sebagai proses kehidupan”.
(Carpenito, 1995).

Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien marah dengan masalah utama
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
2.1Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan.
2.2Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.

3.Rencana tindakan keperawatan/intervensi


Perencanaan tindakan keperawatan adalah merupakan suatu pedoman bagi perawat dalam
melakukan intervensi yang tepat.
Rencana tindakan keperawatan pada diagnosa :
3.1Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan

Diagnosa keperawatan : perilaku kekerasan


Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku kekerasannya.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Rencana tindakan :
a. Beri salam setiap berinteraksi.
b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berinteraksi.
c. Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien.
d. Ciptakan lingkungan yang tenang.
e. Tunjukkan sikap empati, jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
f. Buat kontrak interaksi yang jelas.
g. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapai klien
h. Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan jengkel/ kesal
i. Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan perasaan klien .

2. Klien dapat mengidentifikaesi penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya.


Rencana tindakan :
Bantu klien mengungkapkan perasaan marahnya :
a. Beri kesempatan pada klien untuk menceritakan penyebab rasa kesal atau
jengkelnya.
b. Dengarkan tanpa menyela atau memberi penilaian setiap ungkapan perasaan klien.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda – tanda perilaku kekerasan.
Rencana tindakan :
1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/ kesal.
2. Bantu klien mengungkapkan tanda – tanda perilaku kekerasan yang dialaminya :
a. Motivasi klien mencerikan kondisi fisik ( tanda – tanda fisik ) saat perilaku
kekerasan terjadi
b. Motivasi klien menceritakan kondisi emosi ( tanda – tanda emosi ) saat terjadi
perilaku kekerasan.
c. Motivasi klien menceritakan kondisi hubungan dengan orang lain ( tanda –
tanda sosial ) saat terjadi perilaku kekerasan.
3. Observasi tanda – tanda perilaku kekerasan klien.
4. Simpulkan bersama klien tanda – tanda jengkel/ kesal yang dialami klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya.
Rencana tindakan :
Diskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang dilakukan selama ini :
a. Motivasi klien menceritakan jenis – jenis tindak kekerasan yang selama ini pernah
dilakukan.
b. Motivasi klien menceritakan perasaan klien setelah tindak kekerasan tersebut
terjadi.
c. Diskusikan apakah dengan tindak kekerasan yang dilakukannya masalah yang
dialami teratasi.
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Rencana tindakan :
1. Diskusikan dengan klien akibat negatif ( kerugian ) cara yang dilakukan pada :
a. Diri sendiri
b. Orang lain/ keluarga
c. Lingkungan
2. Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang digunakan.
3. Tanyakan pada klien “ apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat “ untuk
mengontrol rasa marah/ jengkel
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarah.
Rencana tindakan :
Diskusikan dengan klien :
a. Apakah klien mau mempelajari cara baru mengungkapkan marah yang sehat.
b. Jelaskan berbagai alternatif pilihan untuk mengungkapkan marah selain perilaku
kekerasan yang diketahui klien.
c. Jelaskan cara – cara sehat untuk mengungkapkan marah :
1. Cara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, pukul bantal atau kasur, olah
raga, melakukan kegiatan.
2. Verbal : mengungkapkan bahwa dirinya sedang kesal kepada orang lain.
3. Sosial : latihan asertif dalam kelompok cara marah yang sehat.
4. Spiritual : sembahyang/ doa, zikir, meditasi, dsb sesuai keyakinan agama
masing – masing.

7. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.


Rencana tindakan.
1. Diskusikan cara yang mungkin dipilih dan anjurkan klien memilih cara yang
mungkin untuk mengungkapkan kemarahan.
2. Latihan klien memperagakan cara yang dipilih:
a. Peragakan cara melaksanakan cara yang dipilih.
b. Jelaskan manfaat cara tersebut
c. Anjurkan klien menirukan peragaan yang sudah dilakukan.
d. Beri penguatan pada klien, perbaiki cara yang masih belum sempurna.
3. Anjurkan klien menggunakan cara yang sudah dilatih saat marah/ jengkel.
4. Susun jadwal untuk melakukan cara yang telah dipelajari
5. Beri pujian jika klien mampu melakukan cara marah yang sehat.
8. Klien menggunakan obat dengan benar sesuai program yang telah ditetapkan.
Rencana tindakan.
1. Jelaskan obat yang diminum klien.
2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa ijin
dokter.
3. Jelaskan prisip 5 benar : benar klien, dosis, waktu, obat dan caranya.
4. Jelaskan manfaat minum obat.
5. Anjurkan klien minta sendiri obatnya dan minum obat tepat waktu.
6. Anjurkan klien melapor pada perawat/ dokter jika merasakan efek yang tidak
menyenangkan.
7. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.
9. Klien dapat dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku kekerasan.
Rencana tindakan :
1. Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap yang telah
dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.
2. Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung klien untuk
mengatasi perilaku kekerasan.
3. Diskusikan potensi keluarga untuk membantu klien mengatasi perilaku kekerasan.
4. Jelaskan pengertian, penyebab, akibat dan cara merawat klien perilaku kekerasan
yang dapat dilaksanakan oleh keluarga.
5. Peragakan cara merawat klien ( menangani perilaku kekerasan).
6. Beri pujian kepada keluarga setelah peragaan .
7. Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang dilatihkan.
Sumber:
1.Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa
Schizofrenia, FKUI; Jakarta.
2.Depkes RI, 1996, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat
Pelayanan Keperawatan, 2000, Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan,
Jakarta.
3.Depkes RI, 1996, Proses Keperawatan Jiwa, jilid I.
4.Keliat Budi Anna, dkk, 1998, Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa,
penerbit buku kedokteran EGC : Jakarta.
5.Keliat Budi Anna, 1996, Marah Akibat Penyakit yang Diderita, penerbit
buku kedokteran EGC ; Jakarta.
6.Keliat Budi Anna, 2002, Asuhan Keperawatan Perilaku Kekerasan, FIK,
UI : Jakarta.
7.Rasmun, 2001, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi
Dengan Keluarga, Edisi 1, CV. Agung Seto; Jakarta.
8.Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi
3, Penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.
9.Townsend C. Mary , 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3,
Penerbit Buku Kedokteran, EGC ; Jakarta.
10.WF Maramis, 1998, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, penerbit : Buku
Kedokteran EGC ; Jakarta.
About these ads

Anda mungkin juga menyukai