Anda di halaman 1dari 3

SURABAYA PENUH, TIDAK KUMUH

Disusun Oleh :
Dhinda Grefillia                 (08211740000003)
Almassani Nailan              (08211740000009)
Raga Bagas Pratama        (08217140000023)
Rosalita A. H. W.               (08211640000064)

Dosen Pembimbing:
ARWI YUDHI KOSWARA, ST., MT.

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
2017
Surabaya Penuh, Tidak Kumuh
Kota surabaya adalah ibu kota provinsi Jawa Timur. Surabaya merupakan kota
terbesar kedua di indonesia setelah Jakarta, dengan luas 350,54 km² dan jumlah
penduduk yang mencapai 3juta jiwa lebih. Daerah metropolitan Surabaya yaitu
Gerbangkertosusila yang berpenduduk sekitar 10 juta jiwa, adalah kawasan metropolitan
terbesar kedua di Indonesia setelah Jabodetabek. Menurut data kependudukan tahun
1990, kepadatan penduduk di Surabaya tercatat sebesar 7.568 jiwa/km2. Nilai ini terus
bertambah hingga berdasarkan data kependudukan tahun 2010, kepadatan penduduk di
Surabaya tercatat sebesar 8.462 jiwa/km2. Dengan data tersebut, Kota Surabaya
menduduki peringkat ke-13 berdasarkan jumlah nilai kepadatan penduduk dari 92 kota
besar lainnya yang ada di Indonesia.
Penyebab padatnya penduduk tersebut berkaitan dengan banyaknya bayi yang
lahir di Surabaya dan maraknya migrasi atau perpindahan penduduk dari kota lain
menuju Surabaya. Namun, kepadatan penduduk di Kota Surabaya mayoritas diakibatkan
oleh tingginya tingkat urbanisasi di wilayah ini.
Badan Pusat Statistik Surabaya menyebutkan jumlah penduduk Kota Surabaya
pada tahun 2011 sebanyak 3,024,321 jiwa, dengan jumlah penduduk datang 41,441 jiwa.
Pada tahun 2012 sebanyak 3,125,576 jiwa, dengan jumlah penduduk datang 111,594
jiwa. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa pertambahan penduduk di Surabaya hampir
menyentuh angka 50,000 jiwa setiap tahunnya. Tentu ini tidak terjadi begitu saja,
melainkan ada beberapa faktor penarik sehingga masyarakat luar Surabaya ingin pindah
ke dan menetap di Surabaya. Surabaya merupakan pusat bisnis, perdagangan , indrustri
dan pendidikan di kawasan jawa timur. Dengan keadaan karakteristik kota surabaya
tersebut dapat menimbulkan daya tarik tersendiri bagi para pendatang/perantauan dari
luar daerah untuk memperbaiki kesejahteraan hidupnya. Terbukti dengan salah satu siswa
yang berasal dari Sidoarjo lebih memilih untuk bersekolah di Surabaya, dengan alasan
sekolah favorit.
Saat ini, di Surabaya sendiri sering kita jumpai orang-orang dengan beragam
etnis, seperti etnis Melayu, Cina, India, Arab, dan bahkan Eropa. Etnis Nusantara pun
juga dapat dijumpai, seperti Madura, Sunda, Batak, Kalimantan, Bali, Sulawesi yang
membaur dengan penduduk asli Surabaya membentuk pluralisme budaya yang
selanjutnya menjadi ciri khas kota Surabaya. Namun, sebagian besar imigran yang ada di
Kota Surabaya adalah masyarakat Madura. Karena Surabaya berbatasan langsung dengan
Selat Madura dan ditunjang lagi dengan fasilitas Jembatan Suramadu yang dapat
mempermudah akses masyarakat Madura menuju Surabaya. Maka masyarakat Madura
dengan mudah berimigrasi ke Kota Surabaya. Terbukti dengan salah satu kawasan yang
mayoritas penduduknya adalah orang Madura, kawasan tersebut adalah kawasan Bulak
Banteng.
Kepadatan penduduk yang berlebihan biasanya berdampak pada semakin
sempitnya lahan kosong yang tersedia, sehingga menyebabkan para pendatang yang
awalnya menginginkan hidup layak, malah bernasib sebaliknya. Mereka bertempat
tinggal dan beraktivitas di lokasi yang illegal, seperti bantaran sungai, pinggiran rel
kereta api, dan sebagainya. Menyebabkan sulitnya lokasi-lokasi tersebut terjangkau oleh
sarana dan prasana. Infrastruktur yang sering terjadi masalah adalah drainase dan sanitasi
persampahan. Sebagai bukti di lingkungan Bulak Banteng. Akibat dari tingginya
kepadatan penduduk di wilayah tersebut, kualitas permukiman serta daya dukung
lingkungan menurun. Hal ini dapat dilihat dengan menurunnya kualitas air sumur dan
sumber air lainnya. Terbatasnya ketersediaan air bersih juga menyebabkan penduduk
sekitar terpaksa menggunakan air sungai untuk kegiatan MCK atau membeli air bersih di
pedagang air eceran. Selain itu banyaknya jumlah penduduk di wilayah tersebut
mengakibatkan seringnya terjadi kemacetan, terutama saat jam kerja berlangsung.
Para imigran sendiri berpindah ke Surabaya untuk memperbaiki taraf hidup yang
lebih baik. Namun, tak jarang juga para imigran yang berpindah ke Surabaya taraf
hidupnya menjadi lebih buruk. Karena dengan adanya bukti bahwa beberapa dari mereka
masih tinggal di tempat tinggal yang illegal dan juga semakin menambah jumlah
pengangguran yang ada di Kota Surabaya.
Namun saat ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil, akan mengetatkan pemberian izin bagi warga luar
kota yang ingin tinggal atau pindah datang ke Surabaya. Kepala Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surabaya, M Suharto Wardoyo mengatakan,
setiap penduduk yang datang ke Surabaya setelah ada surat keterangan pindah dari daerah
asal, kemudian meminta surat keterangan jaminan tempat tinggal dari RT/RW lalu ke
kelurahan.
Di kelurahan, petugas akan memverifikasi tempat tinggalnya, termasuk pekerjaan yang
bersangkutan, kecuali bila ada keterangan formal pekerjaan dari perusahaan.
"Intinya, di Surabaya betul-betul sudah ada jaminan tempat tinggal yang layak
dan juga sudah ada pekerjaan layak. Jangan sampai di Surabaya tidak ada pekerjaan,"
tutur Suharto, Jumat, 8 September 2017.
Upaya perbaikan kualitas lingkungan akibat kepadatan penduduk juga dilakukan
dengan menerapkan program Kampung Improvement Program (KIP) yang berupa
program penataan lingkungan kampung agar menjadi lebih kondusif. Selain itu walikota
Surabaya saat ini Tri Risma Harini sedang gencar-gencarnya membangun taman-taman di
seluruh wilayah Kota Surabaya hingga di pelosok wilayah Surabaya, seperti yang baru-
baru ini adalah Taman Suroboyo yang berlokasi di dekat Desa Nambangan, Kenjeran.

Anda mungkin juga menyukai