Anda di halaman 1dari 8

1.

Singkong

 Nama Racun : Linamarin (C10H17NO6) & lotaustralin (C11H19NO6), gol. glikosida


sianogenik.
 Dosis Toksisitas : > 1 mg/Kg BB per hari. Konsentrasi fatal bagi manusia jika
dihirup selama 10 menit adalah 546 ppm. Takaran toksik peroral untuk adalah 60-90
mg. Kadar gas sianida dalam udara lingkungan yang dapat menyebabkan kematian
dalam 15menit adalah 200-400 ppm
 Ciri Toksisitas : Penyempitan kerongkongan, iritasi pada lidah dan membran
mukus, mual, muntah, sakit kepala, bahkan pada kasus berat dapat menimbulkan
kematian serta menstimulasi sistem saraf pusat yang kemudian diikuti oleh depresi,
kejang-kejang, lumpuh dan kematian.
 Farmakodinamik : Jika singkong mentah atau yang dimasak kurang sempurna
dikonsumsi makan setelah paparan enzim dan flora usus dalam usus manusia,
alkohol dari linamarin dan lotaustralin dapat terurai menjadi senyawa hydrogen
sianida yang beracun, yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Sianida dalam
bentuk hidrogen sianida dapat menyebabkan kematian yang sangat cepat jika dihirup
dalam konsentrasi tertentu. Saat masuk ke dalam tubuh, racun sianida menginaktikan
beberapa enzim oksidatif terutama menghambat kerja enzim cytochrome-x-oxidase
yang terletak di mitokondria, Enzim ini berfungsi mengikat bagian ferric heme group
dari oksigen yang dibawa oleh darah. Yang mana oksigen tersebut berguna untuk
memenuhi kebutuhan pernapasan sel. Jika enzim tersebut tidak bekerja dengan baik
karena dihambat oleh racun sianida, sel-sel tubuh akan mengalami kematian.
 Farmakokinetik :
Absorbsi : Hidrogen sianida ini akan cepat diabsorbsi melalui kulit. Racun sianida
dalam bentuk padat ialah sodium sianida dan potassium sianida yang berbentuk
serbuk , sedangkan racun sianida dalam bentuk gas lambat diabsorbsi melalui kulit
namun cepat diabsorbsi melalui pernafasan.
Distribusi : Sanida langsung masuk ke dalam pembuluh darah. Jumlah distribusi
dari sianida berubah-ubah sesuai dengan kadar zat kimia lainnya didalam darah.
kadar sianidatertinggi adalah pada paru yang diikuti oleh hati kemudian otak.
Sebaliknya, bila sianida masuk melalui sistem pencernaan maka ka dar tertinggi
adalah di hati. Sianida juga mengakibatkan banyak efek pada sistem kardiovaskuler,
termasuk peningkatan resistensi vaskuler dan tekanan darah di dalam otak.
Metabolisme : Jika sianida yang masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang
kecil maka sianida akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman. Tetapi bila dalam
dosis yang besar, tubuh tidak akan mampu untuk mengubah sianida menjadi tiosianat
Ekskresi : Urin
 Cara Mendeteksi :
US EPA (United States of Environmental Protection Agency) dan ASTM (American
Standard and Testing Materials) menetapkan metode standard dalam analisis sianida.
Smith dan Mudder (Smith and Mudder 1991) merangkum metode-metode tersebut
sebagai:
a. Metode pengukuran CN total dengan destilasi.
b. Metode pengukuran Amenable CN.
c. Metode pengukuran CN WAD dengan destilasi. Metode ini melibatkan destilasi
refluks
d. Metode penentuan CN free dengan perak nitrat.
e. Metode penentuan CN free dengan elektroda ion selektif.
f. Metode ion kromatografi.
g. Metode penentuan sianida reaktif dengan USEPA test.
h. Spektrofotometer
i. Instrumen Skalar San+ system

2. Kentang

 Nama Racun : Solanin (C45H73NO15), gol. glikoalkaloid


 Dosis Toksisitas : 2-5 mg / kg berat badan adalah dosis toksik dari glycoalkaloids
seperti solanine pada manusia, dengan 3-6 mg / kg merupakan dosis yang fatal.
 Ciri Toksisitas : Kadar glikoalkaloid yang tinggi dapat menimbulkan rasa pahit dan
gejala keracunan berupa rasa seperti terbakar di mulut, sakit perut, mual, muntah,
sesak napas, gangguan detak jantung dan sakit kepala.
 Farmakodinamik : Pada sistem saraf, solanin menjadi inhibitor kuat terhadap enzim
kolinesterase. Enzim kolinesterase ini berfungsi untuk mendegradasi asetilkolin
sehingga tidak terjadi depolarisasi terus-menerus. Apabila ada solanin, maka solanin
ini akan mencegah enzim kolinesterase dalam mendegradasi asetilkolin, akibatnya
adalah terjadinya depolarisasi yang terus menerus sehingga mengganggu aktifitas
penghantaran impuls saraf. Pada sistem pencernaan, solanin akan berikatan pada
sterol yang terdapat dalam membran sel. Ikatan ini membuat membran sel menjadi
bocor, sehingga mengganggu dalam pertukaran (keluar-masuk) zat.
 Cara analisis : Metode kalorimetri, Immunoassay (ELISA), dan kromatografi
lapis tipis . Metode analisis dengan instrumen dengan HPLC (High Pressure
Liquid Chromatography), Kromatografi Gas dan MS (Mass Spectrometry).

3. Bayam

 Nama Racun : Asam Oksalat (C2H2O4)


 Dosis Toksisitas : LD adalah 15-30 gram. Dosis letal terendah adalah 6-8 gram.
 Ciri Toksisitas :
Gangguan pencernaan, kram perut, muntah-muntah, gangguan peredaran darah,
pecahnya pembuluh darah, dan kematian pada kasus yang berat.
Keracunan akut
a. Terhirup : ketegangan, kram, depresi sistem saraf pusat.
b. Kontak dengan kulit : kemerahan pada kulit, kulit bersisik, dan terasa gatal.
c. Kontak dengan mata : penglihatan menjadi buram, mata nyeri, dan luka bakar
jaringan yang parah.
d. Tertelan : nyeri terbakar di mulut, kerongkongan, lambung, timbul muntah darah,
sakit kepala, kram otot, tetanus, kelemahan, detak jantung tidak teratur, penurunan
tekanan darah, dan tanda-tanda gagal jantung.
Keracunan kronik
e. Terhirup: penurunan berat badan serta inflamasi saluran napas.
f. Kontak dengan kulit : dermatitis.
g. Kontak dengan mata: iritasi pada mata.
h. Tertelan : berbahaya jika tertelan.
 Farmakodinamik : Oksalat dapat mengendapkan kalsium dan membentuk kalsium
oksalat yang tidak dapat diserap oleh tubuh, sehingga terbentuk endapan garam yang
tidak larut yang menyebabkan munculnya penyakit batu ginjal.Selain itu oksalat di
dalam tubuh dapat mengikat kalsium dan mengakibatkan kerja elektrik jantung, otot-
otot, syaraf dan juga dapat menghambat penyerapan zat besi.
 Cara Mendeteksi : Spektrofotometer UV
 Rute paparan
Paparan jangka pendek
a. Terhirup. Menghirup debu atau uap asam oksalat dapat menyebabkan iritasi
saluran napas, timbulnya protein dalam urin, hidung berdarah, ulserasi pada
membran mukosa, sakit kepala, ketegangan, batuk, muntah, nyeri punggung
(akibat luka pada ginjal), dan kelemahan.
b. Kontak dengan kulit. Berbahaya jika diserap melalui kulit. Dapat menyebabkan
iritasi, dermatitis, dan luka bakar. Dapat timbul lesi kulit yang diawali dengan
timbulnya kulit pecah-pecah serta pembentukan ulkus yang sembuh dengan
lambat. Dapat timbul sianosis pada jari.
c. Kontak dengan mata. Dapat menyebabkan iritasi mata, luka kornea, dan luka
bakar.
d. Tertelan. Berbahaya jika tertelan. Dapat menimbulkan ulkus pada mulut, muntah
darah (hematemesis), nyeri hebat pada lambung, perdarahan lambung, depresi
sistem saraf pusat (tetanus, kejang, kedutan otot, konvulsi, mengantuk, stupor,
koma), kolaps kardiovaskuler, hipotensi, disritmia, kerusakan ginjal (oliguria,
anuria, dan hematuria). Dapat menimbulkan iritasi saluran cerna serta
menimbulkan efek korosi yang cepat pada membran mukosa saluran cerna
(orofaring dan kemungkinan esofagus). Dapat pula timbul efek sistemik akibat
pembentukan kalsium oksalat yang bersifat tidak dapat larut pada pH fisiologis
dan dapat terdeposit pada otak dan tubul ginjal.
Paparan jangka panjang
e. Terhirup. Menghirup debu asam oksalat dalam jangka panjang dapat
menyebabkan penurunan berat badan serta inflamasi saluran napas.
f. Kontak dengan kulit. Dapat menimbulkan dermatitis.
g. Kontak dengan mata. Dapat menyebabkan iritasi mata.
h. Tertelan. Berbahaya jika tertelan.

4. Seledri

 Nama Racun : Psoralen (C11H6O3), gol. kumarin


 Dosis Toksisitas :
 Ciri Toksisitas : Kulit menjadi kering, iritasi kulit dan mudah terbakar oleh sinar
matahari yang dapat menyebabkan efek jangka panjang dari kanker kulit, gangguan
pernafasan
 Farmakodinamik : Psoralen berinterkalasi dengan pasangan basa DNA,
menghambat sintesis DNA dan pembelahan sel. Psoralen digunakan dalam
Fotokemoterapi dengan iradiasi UVA panjang gelombang intensitas tinggi.
Farmakokinetik :
Absorbsi : Kumarin diserap diusus
Distribusi : Distribusikan tidak hanya ke organ dengan aliran darah tinggi tetapi juga
ke cairan ekstraseluler dan kompartemen intraseluler jaringan lain.
Metabolisme : Kumarin mengalami metabolisme lintasan pertama oleh sistem
sitokrom P450 untuk membentuk 7-OHC. 7-OHC yang terbentuk dengan cepat
diubah melalui konjugasi menjadi glukuronida untuk membentuk 7-OHCG di usus
dan jaringan lain.
Ekskresi : Oleh sekresi tubulus ginjal aktif, 90% diekskresikan dalam urin.
 Cara Mendeteksi : Spektrofotometer
5. Jarak

 Nama Racun : Ricin (C8H8N2O2)


 Dosis Toksisitas : Dosis mematikan adalah sekitar 22 mikrogram per kilogram berat
badan jika masuk lewat injeksi atau inhalasi (sama dengan 1,78 miligram untuk
orang dewasa rata-rata). Paparan lewat oral justru mengurangi daya racunnya, karena
beberapa jenis racun tidak aktif di perut. Dosis oral mematikan untuk oral pada
manusia dewasa adalah sekitar 1 mg/kg.
 Ciri Toksisitas :
Menghirup ricin: Beberapa jam setelah menghirup ricin dalam jumlah yang cukup
banyak, gejala awal yang muncul adalah kesulitan bernapas, demam, batuk, mual,
dan rasa sesak di dada. Lambat laun Anda akan berkeringat deras dan paru-paru
mengalami penumpukan cairan (edema pulmonaris). Hal ini dapat menyebabkan
Anda makin sulit bernapas, dan kulit bisa membiru.Terakhir, tensi darah akan
menurun drastis dan diikuti oleh gagal napas, yang berujung kematian. Jika Anda
menyadari Anda telah menghirup ricin, segera dapatkan pertolongan medis darurat.
Jangan ditunda.
Menelan ricin: Jika Anda menelan ricin dalam jumlah besar, Anda akan mengalami
muntah-muntah dan diare yang berdarah. Akibatnya, Anda akan mengalami
dehidrasi parah, yang diikuti oleh penurunan tensi darah. Gejala lainnya termasuk
kejang, dan urin berdarah. Dalam beberapa hari, ginjal, limpa, dan ginjal Anda akan
berhenti bekerja sehingga berujung pada kematian.
Paparan lewat kulit dan mata: Ricin tidak dapat terserap langsung ke dalam kulit
yang sehat. Namun begitu, menyentuh bubuk ricin dapat menyebabkan kulit
memerah dan terasa sakit. Bubuk ricin yang masuk ke mata juga dapat menyebabkan
mata memerah dan iritiasi. Jika Anda menyentuh bubuk ricin yang ada di kulit
kemudian langsung makan tanpa cuci tangan, residu ricin tersebut bisa tertelan.
 Farmakodinamik : Ricin mempunyai aktifitas 6000 kali lebih beracun daripada
sianida dan 12.000 kali lebih beracun daripada bisa ular rattlesnake.
Mekanisme kerjanya ricin bekerja sebagai inhibitor sintesis protein eukariotik yang
poten. Saat ricin berkontak dengan sel eukariotik, rantai B mengikat toksin ke
dinding sel yang mengandung residu galaktosa terminal. Pengikatan ini memicu
endositosa sehingga toksin dapat masuk ke dalam sel dan rantai A dilepaskan ke
sitoplasma melalui reduksi ikatan disulfide antara kedua rantai. Di dalam sel, rantai
A menyebabkan depurinasi adenine 4324 dari rRNA 28S yang terdapat di dalam
ribosom eukariotik sun unit 60S, kehilangan adenine ini akan menginaktifkan
ribosom.
 Cara Mendeteksi : Radioimmunoassay

6. Jamur Amanita phalloides

 Nama Racun : Amanita toksin (terdiri dari 2 jenis peptid siklik yaitu amatoksin dan
phallotoksin)
 Dosis Toksisitas :
Racun amatoksin utama adalah a-amanitin, LD50 secara IP adalah 0,2-0,5 mg/kgbb.
Efek racun lambat, kematian terjadi setelah 2-6 hari.
Phallotoksin Efek toksik phallotoksin akan muncul relative cepat. LD50 secara IP
adalah 1,5-2,5mg/kgBB dan kematian terjasi setelah 2-3 hari.
 Ciri Toksisitas :
Fase laten/tidak menunjukkan gejala (<24 jam dan biasanya 12 jam setelah tertelan)
Fase gastrointestinal (6 – 24 jam setelah tertelan) : rasa nyeri perut, muntah, diare
yang berair, hypovolemia, gangguan elektrolit, gangguan asam basa, penurunan
masa protrombin.
Period of well-being (24 – 48 jam setelah tertelan) : fungsi hati dan ginjal menurun.
Fase hepatik (3 – 5 hari setelah tertelan) : peningkatan LFT/Liver Function
 Farmakodinamik
Racun amatoksin : Toksin menghentikan sintesis protein di dalam sel eukariotik
melalui penghambatan aksi RNA polymerase B dengan cara memblok RNA
polymerase m-RNA. Secara in vivo, sintesis r-RNA juga terhenti, meskipun bloking
RNA polymerase A tidak tampak secara in vivo. Efek amatoksin hanya tampak pada
sel eukariotik. Akibatnya sintesis asam nukleat di inti sel serta sintesis protein akan
ikut terhambat pula. Kerusakan terbesar akibat toksin ini terjadi pada organ hati dan
ginjal
Racun Phallotoksin : Membra plasma sel liver diserang dan ion-ion menjadi lepas
dari sel, mula-mula ion Ca, selanjutnya outflow massif ion K. Phallotoksin juga
terikat pada membrane sel seperti pada reticulum endoplasma dan lisosom. Jika
membrane lisosom rusak, enzim akan bebas bereaksi dan merusak sel.
 Cara Mendeteksi :

Anda mungkin juga menyukai