1. Pengertian.
Range of motion (ROM) : ruang lingkup gerak sendi.
Range of Movement (ROM) : jangkauan gerak sendi.
Latihan aktif : pasien secara mandiri dapat menggerakkan persendian melalui ROM nya secara
penuh (latihan isotonik).
Latihan aktif assistif : perawat memberikan dorongan seminimal mungkin.
Latihan ROM Pasif : pasien tidak mampu bergerak secara bebas dan perawat menggerakkan
setiap persendian melalui ROM.
PROSEDUR DAN LANGKAH LATIHAN ROM
a. Beri tahu pasien latihan yang akan diberikan
b. Hindari latihan yang berlebihan .
c. Gerakan dimulai secara perlahan dengan gerakan yang halus dan secara ritmik.
d. Gerakan persendian sampai ada tahanan dan hindari timbulnya nyeri.
e. Selama menggerakan persendian perawat melakukan evaluasi.
f. Kembalikan persendian pada posisi yang normal setelah melakukan latihan.
g. Cegah timbulnya friksi seminimal mungkin.
h. Gunakan latihan ROM dua kali sehari secara reguler untuk membentuk kemampuan otot
dan sendi.
i. Observasi pernapasan dan ritme jantung yang meningkat pada saat latihan . Irama akan
normal kembali setelah beberapa menit.
2. Beberapa bentuk tindakan yang dapat diberikan pada latihan ROM :
1. Pengertian.
Bodi aligment adalah susunan geometrik bagian-bagian tubuh dalam berhubungan dengan
bagian yang lain untuk meningkatkan keseimbangan dan memaksimalkan fungsi tubuh dalam
berbagai posisi klien yang sesuai.
Bodi aligment yang baik adalah dengan mempertahankan keseimbangan sepanjang garis
gravitasi.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi
kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk kemandirian (Barbara Kozier, 1995). Sebaliknya keadaan imobilisasi
adalah suatu pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari anggota badan dan tubuh itu sendiri dalam berputar,
duduk dan berjalan, hal ini salah satunya disebabkan oleh berada pada posisi tetap dengan gravitasi berkurang
seperti saat duduk atau berbaring (Susan J. Garrison, 2004).
Mobilisasi secara garis besar dibagi menjadi 2, yaitu mobilisasi secara pasif dan mobilisasi secara aktif. Mobilisasim
secara pasif yaitu: mobilisasi dimana pasien dalam menggerakkan tubuhnya dengan cara dibantu dengan orang lain
secara total atau keseluruhan. Mobilisasi aktif yaitu: dimana pasien dalam menggerakkan tubuh dilakukan secara
mandiri tanpa bantuan dari orang lain (Priharjo, 1997).
Mobilisasi secara tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya penyembuhan pasien. Secara
psikologis mobilisasi akan memberikan kepercayaan pada pasien bahwa dia mulai merasa sembuh. Perubahan
gerakan dan posisi ini harus diterangkan pada pasien atau keluarga yang menunggui. Pasien dan keluarga akan dapat
mengetahui manfaat mobilisasi, sehingga akan berpartisipasi dalam pelaksanaan mobilisasi
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari kebutuhan aktivitas?
2. Sistem tubuh apa saja yang berperan dalam kebutuhan aktivitas?
3. Apa saja kebutuhan mobilitas dan imobilitas?
4. Apa saja kebutuhan mekanika tubuh dan ambulasi?
5. Bagaimana cara mengatur posisi tempat tidur pasien?
6. Bagaimana cara memindahkan pasien?
1.3 Tujuan
a. Tujuan Khusus
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keterampilan Dasar Keperawatan.
b. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hal yang berhubungan dengan kebutuhan aktivitas.
Untuk mengetahui posisi tidur yang baik dan manfaatnya.
Untuk mengetahui cara memindahkan pasien dari satu posisi ke posisi lain.
1.4 Sitematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
Bab I. Pendahuluan, berisi pendahuluan yang menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah, maksud dan
tujuan, sistematika penulisan, metode penulisan.
Bab II. Pembahasan, berisi pembahasan yang menjelaskan tentang kebutuhan aktivitas
Bab III. Penutup, berisi kesimpulan, dan saran.
1.5 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini yaitu dengan studi keputusan. Studi kepustakaan adalah
suatu metode pengumpulan data dengan cara mencari, mengumpulkan, dan mempelajari materi-materi dari buku
maupaun dari media informasi lainnya dalam hal ini yang berkaitan dengan kebutuhan aktivitas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kebutuhan Mobilitas Dan Imobilitas
A. Mobilitas
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya.
Jenis Mobilitas
1. Mobilitas Penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat
melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik
volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2. Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu
bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini
dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapt mengalami
mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini
dibagi menjadi dua jenis yaitu :
a) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya
sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal, contohnya adalah
adanya dislokasi sendi dan tulang.
b) Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya
menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia
karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomielitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan
sensorik.
Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas
Mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, dan diantaranya :
1. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilitas seseorang karena gaya hidup berdampak pada
perilaku atau kebiasaan sehari-hari.
2. Proses Penyakit/Cedera
Proses penyakit dapat memengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat memengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai
contoh, orang yang menderita fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstrimitas bagian
bawah.
3. Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi kebudayaan. Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya
sering berjalan jauh memiliki kemampuan mobilitas yang kuat; sebaliknya ada orang yang mengalami gangguan
mobilitas (sakit) karena adat dan budaya tertentu dilarang untuk beraktivitas.
4. Tingkat Energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat melakukan mobilitas dengan baik,
dibutuhkan energi yang cukup.
5. Usia dan Status Perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda. Hal ini dikarenakan kemampuan atau
kematangan fungsi alat gerak sejalan perkembangan usia.
B. Imobilitas
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan di mana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi
yang menganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai
fraktur pada ekstremitas dan sebagainya.
Jenis Imobilitas
1. Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan
komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di
daerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
2. Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada
pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.
3. Imobilitas emosional, keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena adanya
perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan stress berat dapat disebabkan karena
bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling
dicintai.
4. Imobilitas sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan
penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
Perubahan Sistem Tubuh Akibat Imobilitas
1. Perubahan Metabolisme
2. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
3. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
4. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
5. Perubahan Sistem Pernapasan
6. Perubahan Kardiovaskuler
7. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
8. Perubahan Sistem Integumen
9. Perubahan Eliminasi
10. Perubahan Perilaku
5. Kemampuan Rentang Gerak, pengkajian rentang gerak (range of motion – ROM) dilakukan pada daerah seperti
bahu, siku, lengan, panggul, dan kaki.
Gerak Sendi Derajat Rentang Normal
Bahu
Abduksi : gerakan lengan ke lateral dari posisi samping ke atas kepala, telapak tangan menghadap ke posisi yang
paling jauh
180
Siku
Fleksi : angkat lengan bawah ke arah depan dan ke arah atas menuju bahu
150
Pergelangan Tangan
Fleksi : tekuk jari-jari tangan ke arah bagian dalam lengan bawah
80-90
Ekstensi : luruskan pergelangan tangan dari posisi fleksi 80-90
Hipereskstensi : tekuk jari-jari tangan ke arah belakang sejauh mungkin 70-90
Abduksi : tekuk pergelangan tangan ke sisi ibu jari ketika telapak tangan menghadap ke atas 0-20
Abduksi : tekuk pergelangan tangan ke arah kelingking, telapak tagang menghadap ke atas 30-50
Tangan dan Jari
Fleksi : buat kepalan tangan
90
Ekstensi : Luruskan jari 90
Hiperekstensi : tekuk jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin 30
Abduksi : kembangkan jari tangan 20
Abduksi : rapatkan jari-jari tangan dari posisi abduksi 20
6. Perubahan Intoleransi Aktivitas, berhubungan dengan perubahan pada sistem pernapasan, antara lain : suara
napas, analisis gas darah, gerakan dinding thorak, adanya mukus, batuk yang produktif diikuti panas, dan nyeri saat
respirasi. Pengkajian intoleransi aktivitas terhadap perubahan sistem kardiovaskular, seprti nadi dan tekanan darah,
gangguan sirkulasi perifer, adanya trombus, serta perubahan tanda vital setelah melakukan aktivitas atau perubahan
posisi.
7. Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi, dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara
bilateral atau tidak. Derajat kekuatan otot dapat ditentukan dengan :
Skala Persentase Kekuatan Normal Karakteristik
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di palpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan tahana penuh
8. Perubahan Psikologis, disebabkan karena adanya gangguan mobilitas dan imobilitas, antara lain perubahan
perilaku, peningkatan emosi, perubahan dalam mekanisme tulang, dan lain-lain
C. Perencanaan Keperawatan
Tujuan :
Meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi
Dapat dilakukan dengan cara :
1. Pengaturan posisi dengan cara mempertahankan posisi dalam postur tubuh yang benar. Cara ini dapat dilakukan
dengan membuat sebuah jadwal tentang perubahan posisi selama kurang lebih setengah jam. Pelaksanaannya
dilakukan secara bertahap agar kemampuan kekuatan otot dan ketahanan dapat meningkat secara berangsur-angsur.
2. Ambulasi dini merupakan salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, berdiri di samping tempat
tidur, bergerak ke kursi roda, dan seterusnya. Kegiatan ini dapat dilakukan secara berangsur-angsur.
3. Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri untuk melatih kekuatan dan ketahanan serta kemampuan sendi
agar mudah bergerak.
4. Latihan isotonik dan isometrik. Latihan ini juga dapat digunakan untuk melatih kekuatan dan ketahanan otot
dengan cara mengangkat beban yang ringan, kemudian beban yang berat. Latihan isotonik (dynamic exercise) dapat
dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara aktif, sedangkan latihan isometrik (static exercise) dapat dilakukan
dengan meningkatkan curah jantung ringan dan nadi.
Meningkatkan fungsi kardiovaskular
Meningkatkan fungsi kardiovaskular sebagai dampak dari imobilitas dapat dilakukan antara lain dengan cara
ambulasi dini, latihan aktif, dan pelaksanaan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Hal tersebut dilakukan secara
bertahap. Di samping itu, dapat pula dilakukan pengukuran tekanan darah dan nadi setiap kali terjadi perubahan
posisi. Untuk meningkatkan sirkulasi vena perifer dapat dilakukan dengan cara mengangkat daerah kaki secara
teratur.
Meningkatkan fungsi respirasi
Meningkatkan fungsi respirasi sebagai dampak dari imobilitas dapat dilakukan dengan cara melatih pasien untuk
mengambil napas dalam dan batuk efektif, mengubah posisi pasien tiap 1-2 jam, melakukan posturnal drainage,
perkusi dada, dan vibrasi.
Meningkatkan fungsi gastrointestinal
Meningkatkan fungsi gastrointestinal dapat dilakukan dengan cara mengatur diet tinggi kalori, protein, vitamin, dan
mineral. Selain itu, untuk mencegah dampak dari imobilitas dapat dilakukan dengan altihan ambulasi.
Meningkatkan fungsi sistem perkemihan
Meningkatkan sistem kemih dapat dilakukan dengan latihan atau mengubah posisi serta latihan
mempertahankannya. Pasien dianjurkan untuk minum 2500 cc per hari atau lebih, dan menjaga kebersihan perineal.
Apabila pasien tidak dapat buang air kecil secara normal, dapat dilakukan kateterisasi. Di samping itu, untuk
mencegah inkontinensia urine, dapat dilakukan dengan cara minum banyak pada siang hari dan minum sedikit pada
malam hari.
Memperbaiki gangguan psikologis
Meningkatkan kesehatan mental dan mengurangi emosi sebagai dampak dari imobilitas dapat dilakukan dengan cara
komunikasi secara terapeutik dengan berbagai perasaan, membantu pasien untuk mengekspresikan kecemasannya,
meningkatkan privasi pasien, memberikan dukungan moril, mempertahankan citra diri, menganjurkan untuk
melakukan interaksi sosial, mengajak untuk berdiskusi tentang masalah yang dihadapi, dan seterusnya.
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Atur posisi tangan pasien di sisi tubuhnya
Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan lainnya
Angkat lengan pasien pada posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
e) Abduksi dan Adduksi
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Atur posisi lengan pasien di samping badannya
Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan lainnya
Gerakkan lengan pasien menjauh dari tubuhnya ke arah perawat
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
f) Rotasi Bahu
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Atur posisi lengan pasien menjauhi tubuh dengan siku menekuk
Letakkan satu lengan perawat di lengan atas pasien dekat siku dan pegang tangan pasien dengan tangan yang lain
Gerakkan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan menghadap ke bawah
Kembalikan lengan ke posisi semula
Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan menghadap ke atas
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
g) Fleksi dan Ekstensi Jari-Jari
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan sementara tangan lain memegang kaki
Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah
Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
h) Infersi dan Efersi Kaki
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu jari dan pegang pergelangan kaki dengan tangan satunya
Putar kaki ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki lainnya
Kembalikan ke posisi semula
Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menhjauhi kaki yang lain
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
i) Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Kaki
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan satu tangan yang lain di atas pergelangan kaki. Jaga
kaki lurus dan tetap rileks
Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada pasien
Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
j) Fleksi dan Ekstensi Lutut
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien dengan tangan yang lain
Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha
Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin
Ke bawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat kaki ke atas
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
k) Rotasi Pangkal Paha
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan satu tangan yang lain di atas lutut
Putar kaki menjauhi perawat
Putar kaki ke arah perawat
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
l) Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha
Cara :
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan satu tangan pada tumit
Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8 cm dari tempat tidur, gerakkan kaki mendekati badan
pasien
Kembalikan ke posisi semula
Catat perubahan yang terjadi
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi gangguan mobilitas adalah sebagai
berikut :
Peningkatan fungsi sistem tubuh
Peningkatan kekuatan dan ketahanan otot
Peningkatan fleksibilitas sendi
Peningkatan fungsi motorik, perasaan nyaman pada pasien, dan ekspresi pasien menunjukkan keceriaan
B. Kebutuhan Imobilitas
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi
yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang, cidera otak berat disertai
fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya. Imobiltas terbagi menjadi:
1) Imobiltas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan
komplikasi pergerakan, seperti pada pasien hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah
paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengubah tekanan.
2) Imobilitas intelektual, merupakan keadaan dimana mengalami keterbatasan berpikir, seperti pada pasien yang
mengalami gangguan otak akibat suatu penyakit.
3) Imobilitas emosional, yakni keadaan ketika mengalami pembatasan secara emosional karena adanya perubahan
secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Seperti keadaan stress berat karena diamputasi ketika mengalami
kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
4) Imobilitas sosial, yakni keadaan seseorang yang mengalami hambatan dalam berinteraksi karena keadaan
penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
1.4 Postur Tubuh
Postur tubuh (body alignment) merupakan susunan geometris dari bagian-bagian tubuh yang berhubungan dengan
bagian tubuh yang lain. Bagian yang dipelajari dari postur tubuh adalah persendian, tendon, ligamen dan otot.
Apabila keempat bagian tersebut digunakan dengan benar dan terjadi keseimbangan, maka dapat menjadikan fungsi
tubuh maksimal, seperti dalam posisi duduk, berdiri, dan berbaring yang benar.
Postur tubuh yang baik dapat meningkatkan fungsi tangan dengan baik, mengurangi jumlah energi yang digunakan,
mempertahankan keseimbangan, mengurangi kecelakaan, memperluas ekspansi paru, dan meningkatkan sirkulasi,
baik renal maupun gastrointestinal. Untuk mendapatkan postur tubuh yang benar, terdapat beberapa prinsip yang
perlu diperhatikan, diantaranya :
Keseimbangan dapat dipertahankan jika garis gravitasi (line of gravity-garis imaginer vertikal) melewati pusat
gravitasi (center of gravity-titik yang berada di pertengahan garis tubuh) dan dasar tumpuan (base of support-posisi
menyangga atau menopang tubuh)
Jika dasar tumpuan lebih luas dan pusat gravitasi lebih rendah, kestabilan dan keseimbangan akan lebih besar
Jika garis gravitasi berada di luar pusat dasar tumpuan, energi akan lebih banyak digunakan untuk
mempertahankan keseimbangan
Dasar tumpuan yang luas dan bagian-bagian dari postur tubuh yang baik akan menghemat energi dan mencegah
kelelahan otot
Perubahan dalam posisi tubuh membantu mencegah ketidaknyamanan otot
Memperkuat otot yang lemah dapat membantu mencegah kekakuan otot dan ligamen
Posisi dan aktivitas yang bervariasi dapat membantu mempertahankan otot serta mencegah kelelahan
Pergantian antara masa aktivitas dan istirahat dapat mencegah kelelahan
Membagi keseimbangan antara aktivitas pada lengan dan kaki untuk mencegah beban belakang
Postur yang buruk dalam waktu yang lama dapat menimbulkan rasa nyeri, kelelahan otot, dan kontraktur.
• Posisi Berbaring
Letakkan pasien dengan posisi lateral, semua bantal dan penyokong posisi dipindahkan dari tempat tidur, kemudian
tubuh ditopang dengan kasur yang cukup dan vertebra harus lurus dengan alas yang ada. Apabila dijumpai kelainan
pada pasien, maka terdapat proses penurunan sensasi atau gangguan sirkulasi serta adanya kelemahan.
2) Perubahan dalam tubuh kembang, identifikasi adanya trauma kerusakan otot atau saraf, dan kemungkinan faktor
yang menyebabkan postur tubuh yang buruk.
B. Diagnosis keperawatan
1. Nyeri yang berhubungan dengan posisi duduk, berdiri dan berbaring yang salah akibat pemakaian gips pada
daerah ekstremitas dan lain-lain.
2. Gangguan mobilitas berhubungan dengan drop foot lutut akibat kontraktur.
3. Risiko cedera berhubungan dengan gangguan keseimbangan yang disertai kelemahan otot.
C. Perencanaan dan pelaksanaan keperawatan
1. postur tubuh yang tepat dengan pengaturan posisi yang tepat.
2. Perbaiki postur tubuh pada tingkat optimal dengan melatih duduk, berdiri, atau tidur secara optimal.
3. Kurangi cedera akibat postur tubuh yang tidak tepat dengan membantu pasien melakukan aktivitas sehari-hari.
4. Kurangi beban otot dengan cara
1.5 Kebutuhan Mekanika Tubuh Dan Ambulasi
Mekanika tubuh merupakan usaha koordinasi dari muskuloskeletal dan system saraf untuk mempertahankan
keseimbangan tubuh dengan tepat. Mekanika tubuh adalah cara menggunakan tubuh secara efesien, yaitu tidak
banyak mengeluarkan tenaga, terkoordinasi, serta aman dalam menggerakkan dan mempertahankan keseimbangan
selama beraktivitas.
A. Pergerakan Dasar dalam Mekanika Tubuh
1) Gerakan (ambulating)
Gerakan yang benar dapat membantu mempertahankan keseimbangan tubuh. Contoh: keseimbangan orang saat
berdiri dan saat jalan akan berbeda. Orang yang berdiri akan lebih mudah stabil dibandingkan dalam posisi jalan.
Dalam posisi jalan akan terjadi perpindahan dasar tumpuan dari sisi satu ke sisi yang lain, dan posisi gravitasi akan
selalu berubah pada posisi kaki.
2) Menahan (squatting)
Dalam melakukan pergantian, posisi menahan selalu berubah.contoh : posisi orang duduk akan berbeda dengan
orang jongkok, dan tentunya berbeda dengan posisi membungkuk. Gravitasi adalah hal yang perlu diperhatikan
untuk memberikan posisi yang tepat dalam menahan. Dalam menahan diperlukan dasar tumpuan yang tepat.
3) Menarik (pulling)
Menarik dengan benar akan memudahkan untuk memindahkan benda. Yang perlu diperhatikan adalah ketinggian,
letak benda, posisi kaki dan tubuh dalam menarik, sodorkan telapak tangan dana lengan atas dipusat gravitasi pasien,
lengan atas dan siku diletakkan pada permukaan tempat tidur, pinggul, lutut, dan pergelangan kaki ditekuk, lalu
dilakukan penarikan.
4) Mengangkat (lifting)
Mengangkat merupakan pergerakan daya tarik. Gunakan otot-otot besar besar dari tumit, paha bagian atas, kaki
bagian bawa, perut, dan pinggul untuk mengurangi rasa sakit pada daerah tubuh bagian belakang.
5) Memutar (pivoting)
Merupakan gerakan untuk memutar anggota tubuh dan bertumpu pada tulang belakang. Gerakan memutar yang baik
memerhatikan ketiga unsur gravitasi agar tidak berpengaruh buruk pada postur tubuh.
3. Perencanaan Keperawatan
1. Memperbaiki penggunaan mekanika tubuh saat melakukan aktivitas sehari-hari.
2. Memulihkan dan memperbaiki ambulasi.
3. Mencegah terjadinya cedera akibat jatuh.
4. Implementasi
LANGKAH RASIONAL
1. Kaji berat posisi, tinggi objek, posisi tubuh, dan berat maksimum.
2. Angkat objek dengan benar dari bawah pusat gravitasi:
1. Dekatkan pada objek yang akan dipindahkan.
2. Perbesar dasar dukungan anda dengan menempatkan kedua kaki agak sedikit terbuka.
3. Turunkan pusat gravitasi anda ke objek yang akan diangkat.
4. Pertahankan kesejajaran yang tepat pada kepala dan leher dengan veterbrae, jaga tubuh tetap tegak.
3. Angkat objek dengan benar dari atas pusat gravitasi tempat tidur:
1. Gunakan alat melangkah yang aman dan stabil, jangan berdiri diatas tangga teratas.
2. Berdiri sedekat mungkin ke tempat tidur.
3. Pindahkan berat objek dari tempat tidur dengan cepat pada lengan dan diatas dasar dukungan. Menentukan
apakah anda dapat melakukanya sendiri atau membutuhkan bantuan.
Memindahkan pusat gravitasi lebih dekat ke objek.
Mempertahankan keseimbangan tubuh lebih baik, sehingga mengurangi risiko jatuh.
Meningkatkan keseimbangan tubuh dan memungkinkan kelompok otot-otot bekerja sama dengan cara yang sinkron.
Mengurangi risiko cedera vetebra lumbal dan kelompok otot.
Mencapai pusat gravitasi lebih dekat ke objek.
Meningkatkan keseimbangan tubuh selama mengangkat.
Mengurangi bahaya jatuh dengan memindahkan objek yang diangkat dekat dengan pusat gravitasi diatas dasar
dukungan.
5. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan dari tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah mekanika tubuh dan ambulasi adalah
unyuk menilai kemampuan pasien dalam menggunakan mekanika tubuh dengan baik, menggunakan alat bantu
gerak, cara menggapai benda, naik atau turun, dan berjalan.
Masalah kebutuhan aktivitas
Nutrisi adalah proses pengambilan zat-zat makanan penting yang manusia makan dan bagaimana tubuh
menggunakannya. Nutrien adalah zat kimia organik dan anorganik yang ditemukan dalam makanan dan diperoleh
untuk penggunaan fungsi tubuh.
1. Pengkajian
a. Dietary Data (Data diet dikumpulkan dari klien maupun dari keluarga). Komponen dietary data :
• 24-Hours Recall Methode
Data yang dikumpulkan adalah tentang porsi makan, pola makan dan snack, waktu makan, dan tempat makanan
biasa diletakkan.
• Food diaries
Pertanyaan tentang frekuensi makan, makanan apa saja yang dimakan khususnya dalam 3–7 hari sebelum sakit
menggambarkan intake (pemasukan) nutrisi klien, apakah adekuat atau tidak.
• Riwayat keperawatan dan diet: Anggaran makan, makan kesukaan dan waktu makan.
b. Medical-Socioeconomic Data
Faktor-faktor medik, sosial dan ekonomi seperti juga budaya dan psikologis dapat mempengaruhi pemilihan klien
terhadap makanan. Faktor-faktor resiko berikut berhubungan dengan medikal-sosioekonomi yang dapat
menyebabkan perubahan status nutrisi klien. Kondisi medis yang dapat menyebabkan gangguan intake nutrisi
contoh: kanker, malabsorbsi, diare, hipertiroid, infeksi berat, perdarahan, ketidakmampuan fisik dan mental.
c. Anthropometric Data (untuk mengevaluasi pertumbuhan dan mengkaji status nutrisi serta ketersediaan energi
tubuh).
Berat badan ideal : (TB – 100) + - 10%
Lingkar pergelangan tangan
Lingkar lengan atas (MAC). Nilai Normal : Wanita 28,5 cm, Pria 28,3 cm
Lipatan kulit otot triseps (TSF). Nilai Normal : Wanita 16,5–18 cm, Pria 12,5–16,5cm
d. Clinical Data (memperhatikan tanda-tanda abnormal tersebut bukan saja pada organ-organ fisiknya tetapi juga
fisiologisnya)
Keadaan fisik : apatis, lesu
Berat badan : obesitas, underweight
Otot : fleksi/lemah, tonus kurang, tidak mampu bekerja
Sistem saraf : bingung, rasa terbakar, paresthesia, refleks menurun
Fungsi gastrointestinal : anoreksia, konstipasi, diare, flatulensi, pembesaran liver/lien.
Kardiovaskuler : denyut nadi > 100x/mt, irama abnormal, TD rendah/tinggi.
e. Biochemical Data (Data Lab)
Albumin ( N : 4 – 5,5 mg / 100 ml )
Tranferrin ( N : 170 – 250 mg / 100 ml )
Hb ( N : 12 mg / dl )
BUN ( N : 10 – 20 mg / 100 ml )
Ekskresi kreatinin untuk 24 jam (N: laki-laki : 0,6–1,3 mg/100 ml, wanita: 0,5–1,0 mg/100 mg)
2. Diagnosa Keperawatan
Perubahan nutrisi adalah keadaan di mana intake nutrisi kurang dari kebutuhan metabolisme tubuh. Kemungkinan
berhubungan dengan efek dari pengobatan, mual/muntah, gangguan intake makanan, radiasi/kemoterapi, penyakit
kronis. Kemungkinan ditemukan data berat badan menurun, kelemahan, kesulitan makan, nafsu makan berkurang,
hipotensi, ketidakseimbangan elektrolit dan kulit kering.
3. Intervensi
Kaji tanda vital, sensori, bising usus, status nutrisi, ukur intake makanan dan timbang berat badan observasi
kebutuhan nutrisi, jaga privasi pasien, jaga kebersihan ruangan (barang-barang seperti sputum pot, urinal tidak
berada didekat tempat tidur), Berikan obat sebelum makan jika ada indikasi untuk meningkatkan nafsu makan.
4. Implementasi
Dengan pemberian nutrisi melalui oral dan pemberian nutrisi melalui pipa penduga/lambung.
5. Evaluasi
1. Meningkatkan nafsu makan ditunjukkan dengan adanya kemampuan dalam makan serta adanya perubahan nafsu
makan apabila terjadi kurang dari kebutuhan.
2. Terpenuhinya kebutuhan nutrisi ditunjukkan dengan tidak adanya tanda kekurangan atau kelebihan berat badan
3. Mempertahankan nutrisi melalui oral atau parenteral ditunjukkan dengan adanya proses pencernaan makanan
yang adekuat.
Prosedur Kerja
1. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan untuk menurunkan transmisi mikroorganisme.
2. Minta klien untuk memfleksikan lutut sebelum kepala dinaikkan. Mencegah klien melorot kebawah pada saat
kepala dianaikkan fowler tinggi 60 sesuai kebutuhan. (semi fowler 15-45 sampai 60
3. Letakkan bantal kecil dibawah punggung pada kurva lumbal jika ada celah disana. Bantal akan mencegah kurva
lumbal dan mencegah terjadinya fleksi lumbal.
4. Letakkan bantal kecil dibawah kepala klien. Bantal akan menyangnya kurva cervikal dari columna vertebra.
Sebagai alternatif kepala klien dapat diletakkan diatas kasur tanpa bantal. Terlalu banyak bantal dibawah kepala
akan menyebabkan fleksi kontraktur dari leher.
6. Letakkan bantal dibawah kaki, mulai dari lutut sampai tumit. Memberikan landasan yang, lembut dan fleksibel,
mencegah ketidaknyamanan akibat dari adanya hiper ekstensi lutut, membantu klien supaya tidak melorot ke bawah.
7. Pastikan tidak ada pada area popliteal dan lulut dalam keadaan fleksi. Mencegah terjadinya kerusakan pada
persyarafan dan dinding vena. Fleksi lutut membantu supaya klien tidak melorot kebawah.
8. Letakkan bantal atau gulungan handuk dibawah paha klien. Bila ekstremitas bawah pasien mengalami paralisa
atau tidak mampu mengontrol ekstremitas bawah, gunakan gulungan trokhanter selain tambahan bantal dibawah
panggulnya. Mencegah hiperekstensi dari lutut dan oklusi arteri popliteal yang disebabkan oleh tekanan dari berat
badan. Gulungan trokhanter mencegah eksternal rotasi dari pinggul.
9. Topang telapak kaki dengan menggunakan footboart. Mencegah plantar fleksi.
10. Letakkan bantal untuk menopang kedua lengan dan tangan, bila klien memiliki kelemahan pada kedua lengan
tersebut. Mencegah dislokasi bahu kebawah karena tarikan gravitasi dari lengan yang tidak disangga, meningkatkan
sirkulasi dengan mencegah pengumpulan darah dalam vena, menurunkan edema pada lengan dan tangan, mencegah
kontraktur fleksi pergelangan tangan.
11. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
12. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan
B. POSISI SIMS
Posisi sims atau disebut juga posisi semi pronasi adalah posisi dimana klien berbaring pada posisi pertengahan
antara posisi lateral dan posisi pronasi. Posisi ini lengan bawah ada di belakang tubuh klien, sementara lengan atas
didepan tubuh klien. Dengan tujuan:
1. Untuk memfasilitasi drainase dari mulut klien yang tidak sadar.
2. Mengurangi penekanan pada sakrum dan trokhanter besar pada klien yang mengalami paralisis
3. Untuk mempermudahkan pemeriksaan dan perawatan pada area perineal
4. Untuk tindakan pemberian enema
PROSEDUR KERJA
1. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan. Menurunkan transmisi mikroorganisme.
2. Baringkan klien terlentang mendatar ditengah tempat tidur. Menyiapkan klien untuk posisi yang tepat.
3. Gulungkan klien hingga pada posisi setengah telungkup, bagian berbaring pada abdomen
4. Letakkan bantal dibawah kepala klien. Mempertahankan kelurusan yang tepat dan mencegah fleksi lateral leher.
5. Atur posisi bahu sehingga bahu dan siku fleksi
6. Letakkan bantal dibawah lengan klien yang fleksi. Bantal harus melebihi dari tangan sampai sikunya. Mencegah
rotasi internal bahu.
7. Letakkan bantal dibawah tungkai yang fleksi, dengan menyangga tungkai setinggi pinggul. Mencegah rotasi
interna pinggul dan adduksi tungkai. Mencegah tekanan pada lutut dan pergelangan kaki pada kasur.
8. Letakkan support device (kantung pasir) dibawah telapak kaki klien. Mempertahankan kaki pada posisi dorso
fleksi. Menurunkan resiko foot-drop.
9. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
10. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan
C. POSISI TRENDELENBURG
Posisi pasien berbaring ditempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah daripada bagian kaki. Dengan tujuan untuk
melancarkan peredaran darah ke otak.
E. POSISI LITOTOMI
Posisi berbaring terlentang dengan mengangkat kedua kaki dan menariknya ke atas bagian perut. Dengan tujuan
untuk memeriksa genetalia pada proses persalinan dan memasang alat kontrasepsi.
H. POSISI ORTHOPNEU
Posisi orthopneu merupakan adaptasi dari posisi fowler tinggi dimana klien duduk di bed atau pada tepi bed dengan
meja yang menyilang diatas bed. Dengan tujuan:
a. Untuk membantu mengatasi masalah pernafasan dengan memberikan ekspansi dada yang maksimal
b. Membantu klien yang mengalami masalah ekhalasi
PROSEDUR KERJA
a. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan. Menurunkan transmisi mikroorganisme.
b. Minta klien untuk memfleksikan lutut sebelum kepala dinaikkan. Mencegah klien merosot kebawah saat kepala
dinaikkan.
c. Naikkan kepala bed 90
d. Letakkan bantal kecil diatas meja yang menyilang diatas bed.
e. Letakkan bantal dibawah kaki mulai dari lutut sampai tumit. Memberikan landasan yang lebar, lembut dan
fleksibel, mencegah ketidaknyamanan akibat dari adanya hiperekstensi lulut dan tekanan pada tumit.
f. Pastikan tidak ada tekanan pada area popliteal dan lulut dalam keadaan fleksi. Mencegah terjadinya kerusakan
pada persyarafan dan dinding vena. Fleksi lutut membantu klien supaya tidak melorot kebawah.
g. Letakkan gulungan handuk dibawah masing-masing paha. Mencegah eksternal rotasi pada pinggul.
h. Topang telapak kaki klien dengan menggunakan footboard. Mencegah plantar fleksi.
i. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
j. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan
Rencana intervensi
1. Kaji faktor penyebab (trama, prosedur pembedahan, penyakit-penyakit yang menimbulkan kecacatan.
2. Tingkatkan gerakan dan mobilitas secara optimal
Tujuan ROM
1. Mempertahankan atau memelihara kekuatan otot
2. Memelihara mobilitas persendian
3. Merangsang sirkulasi darah
4. Mencegah ke lainan bentuk
Prinsip Dasar Latihan ROM
1. ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari
2. ROM di lakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien
3. Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur pasien,
diagnosa, tanda-tanda vital dan lamanya tirah baring.
4. Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM adalah leher, jari,
lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.
5. ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian-bagian
yang di curigai mengalami proses penyakit.
6. Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah mandi atau
perawatan rutin telah di lakukan.
Manfaat ROM
1. Meningkatkan mobilisasi sendi
2. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
3. Meningkatkan massa otot
4. Mengurangi kehilangan tulang
5. Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan pergerakan
6. Mengkaji tulang sendi, otot
7. Mencegah terjadinya kekakuan sendi
8. Memperlancar sirkulasi darah
9 Memperbaiki tonus otot
6. Rotasi Bahu
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Atur posisilengan pasien menjauhi tubuh dengansiku menekuk
c. Letakan satu tangan perawat dilengan atas pasien dekat sikudan pegang tangan pasien dengan tangan yang lain.
d. Gerakan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan ke bawah.
e. Kembalikan lengan ke posisi semula.
f. Gerakan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan menghadap ke atas.
g. Kembalikan lengan ke posisi semula.
h. Catat perubahan yang terjadi.
7. Fleksi dan Ekstensi Jari-jari
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan, sementara tangan lain memegang kaki.
c. Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah
d. Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang
e. Kembalikan ke posisi semula
f. Catat perubahan yang terjadi
8.Infersi dan Efersi Kaki
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Pegang separuh bagian atas kaki pasien. Dengan satu jari, pegang pergelangan kaki dengan tangan satunya.
d. Putar kaki ke dalam sehingga telapak kakik menghadap kaki lainnya.
e. Kembalikan ke posisi semula.
f. Putar kaki keluar sehuingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang lain.
g. Kembalikan ke posisi semula.
h. Catat perubahan yang terjadi
9. Fleksi dan Ekstensi pergelangan kaki
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Letakan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan satu tangan yang lain diatas pergelangan kaki dan relax
c. Tekuk pergelangan kaki. Arahkan jari-jari kaki ke arah pasien.
d. Kembalikan ke posisi semula.
e. Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien.
f. Catat perubahan yang terjadi.
TRAKSI
1. Kaji posisi yang benar antara traksi dan tulang.
2. Observasi jumlah beban dan posisi yang benar.
3. Biarkan beban tergantung dengan bebas (tanpa selimut atau sprei).
4. Kaji perubahan sirkulasi : periksa kualitas nadi, suhu kulit, warna ekstremitas, dan CR (bak bila < 2 detik)
5. Kaji adanya perubahan sirkulasi (kesemutan, nyeri, rasa mati)
6. Kaji adanya perubahan mobilisasi (kemampuan untuk fleksi, ekstensi)
7. Kaji tanda iritasi kulit ( kemerahan, lecet, pucat)
8. Kaji daerah pen skeletal traksi dari kelonggaran, peradangan, ulserasi, dan pengeluaran cairan.
9. Bersihkan tempat penusukan pen.
GIPS
1. Kaji ketepatan balutan (jangan terlalu longgar dan kencang).
2. Kaji sirkulasi daerah yang terbalut setiap 2 jam sekali. (warna dan suhu kulit, kualitas nadi, CR).
3. Kaji perubahan sensasi pada ekstremitas setiap 2 jam (kesemutan, nyeri) gerakan sendi.
4. Kaji adanya iritasi kulit (kemerahan, ulserasi, atau keluhan nyeri pada balutan)
5. Hindari adanay benda yang tajam masuk dalam balutan.
B. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang dapat terjadi pada masalah mekanika tubuh dan ambulasi, antara lain :
1). Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya kelemahan akibat spasme muskuloskeletal pada
ekstremitas, nyeri akibat peradangan sendi, atau penggunaan alat bantu dalam waktu lama.
2). Resiko cedera berhubungan dengan adanya paralisis, gaya berjalan tidak stabil, atau penggunaan tongkat yang
tidak benar.
3). Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik secara umum.
C. Perencanaan Keperawatan
Tujuan:
1). Memperbaiki penggunaan mekanika tubuh pada saat melakukan aktivitas sehari-hari.
2). Memulihkan dan memperbaiki ambulasi
3). Mencegah terjadinya cedera akibat jatuh
Perencanaan:
1). Terapi latihan: Mobilitas Sendi: pergerakan tubuh aktif atau pasif untuk mempertahankan atau memperbaiki
fleksibilitas sendi.
2). Penaturan Posisi: tempatkan pasien yang sesuai untuk meningkatkan kenyamanan, meningkatkan integritas kulit,
dan mendukung kemandirian.
3). Berikan penguatan positif selama aktivitas
4). Dukung pasien / keluarga untuk memandang keterbatasan secara realistis.
5). Monitor keterbatasan aktivitas, kelemahan saat aktivitas
6). Bantu pasien dalam melakukan aktivitas sendiri
7). Catat tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas
8). Kolaborasi dengan dokter dan fisioterapi dalam katihan aktivitas
9). Lakukan istirahat yang adekuat setelah latihan dan aktivitas
10). Berikan diet yang adekuat dengan kolaborasi ahli diet
11). Berikan pendidikan kesehatan tentang:
a) Perubahan gaya hidup untuk menyimpan energy
b) Penggunaan alat bantu pergerakan
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah mekanika tubuh dan ambulasi
adalah untuk menilai kemampuan pasien dalam penggunaan mekanika tubuh dengan baik, penggunaan alat bantu
gerak, cara menggapai benda, naik dan turun, dan berjalan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi
kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk kemandirian (Barbara Kozier, 1995). Sebaliknya keadaan imobilisasi
adalah suatu pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari anggota badan dan tubuh itu sendiri dalam berputar,
duduk dan berjalan, hal ini salah satunya disebabkan oleh berada pada posisi tetap dengan gravitasi berkurang
seperti saat duduk atau berbaring (Susan J. Garrison, 2004).
B. Saran
Dalam mempelajari materi ini, harusnya mahasiswa dan pembaca pada umumnya dapat mencari berbagai referensi
agar isi tidak bersimpang siur materi agar sesuai dengan yang seharunsnya dan BPKM.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika
Tarwoto dan Wartonah. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Wilkinson, Judith. M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dasar Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC.
Jakarta : EGC.
Asmadi, 2008, Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien, Jakarta: Salemba
Medika