Nama Mahasiswa:
M. Fachri ( )
Wisnu Prasetyo ( )
S1 ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
SURAKARTA
2020
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) resmi menerbitkan Peraturan Menteri
Kesehatan (Permenkes) No.9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan
Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus
Disease 2019 (Covid-19). Permenkes ini merupakan aturan turunan dari
Peraturan Pemerintah (PP) No.21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PP PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.
Tak berselang lama, Kemenkes mengeluarkan Keputusan Menteri
Kesehatan (Kepmenkes) Nomor HK.01.07/239/2020 tentang Penetapan
PSBB di Wilayah Provinsi DKI Jakarta dalam Rangka Percepatan
Penanganan Covid-19. Kepmenkes ini sekaligus menandakan DKI Jakarta
menjadi daerah pertama yang menerapkan PSBB.
Setelah DKI Jakarta mendapatkan restu PSBB dari Kemenkes, beberapa
daerah dikabarkan juga ingin mengajukan hal yang sama. Lantas, bagaimana
mekanisme untuk mendapatkan status PSBB tersebut?
Salah satu yang diatur dalam Permenkes 9/2020 adalah tata cara penetapan
PSBB. Dalam bagian lampiran Permenkes 9/2020, dijelaskan bahwa PSBB di
suatu wilayah ditetapkan oleh Menteri berdasarkan permohonan
gubernur/bupati/walikota, atau Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan
Penanganan Covid-19.
Pertama, gubernur/bupati/walikota menyampaikan usulan kepada Menteri
disertai dengan data gambaran epidemiologis dan aspek lain seperti
ketersediaan logistik dan kebutuhan dasar lain, ketersediaan fasilitas
kesehatan, tenaga kesehatan, dan perbekalan kesehatan termasuk obat dan
alat kesehatan. Data yang disampaikan kepada Menteri juga termasuk
gambaran kesiapan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Daerah.
Kedua, Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19
dalam menyampaikan usulan kepada Menteri untuk menetapkan PSBB di
wilayah tertentu, berdasarkan penilaian terhadap kriteria PSBB.
Ketiga, permohonan oleh gubernur/bupati/walikota dapat disampaikansecara
sendiri-sendiri atau bersama-sama.
Keempat, permohonan dari gubernur untuk lingkup satu provinsi atau
kabupaten/kota tertentu di wilayah provinsi.
Kelima, permohonan dari bupati/walikota untuk lingkup satu kabupaten/kota
di wilayahnya.
Pembatasan tersebut, kata Yuri, karena diyakini bahwa banyak kasus positif
tanpa gejala atau dengan gejala minimal, sehingga secara subjektif orang
yang merasa sehat padahal sudah terpapar masih ada di tengah masyarakat.