Anda di halaman 1dari 14

Lex Administratum, Vol.I/No.

2/Apr-Jun/2013

PRAKTIK RATIFIKASI PERJANJIAN dengan hukum dan peraturan domestik,


INTERNASIONAL DI INDONESIA1 kekurangan tenaga ahli, kurangnya
Oleh: Karmila Hippy 2 perhatian pemerintah, belum adanya UU
Ratifikasi.
ABSTRAK Kata kunci: ratifikasi, perjanjian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah internasional
untuk mengetahui bagaimana ketentuan
ratifikasi perjanjian internasional menurut A. PENDAHULUAN
Konvensi Wina 1969, bagaimanakah Hukum internasional telah mengatur
mekanisme dan praktik ratifikasi perjanjian ketentuan ratifikasi dalam sebuah
internasional di Indonesia, dan apakah konferensi yang diadakan di kota Wina
kendala dalam proses ratifikasi perjanjian pada tahun 1969. Konferensi tersebut
internasional di Indonesia. Dengan menghasilkan sebuah konvensi yang
menggunakan penelitian hukum normatif dinamakan Vienna Convention On The Law
disimpulkan bahwa: 1. Salah satu cara of Treaties, yang hingga saat ini menjadi
untuk mengikatkan diri pada perjanjian pedoman Hukum Perjanjian Internasional
internasional yaitu melalui ratifikasi yang di berbagai negara. Mengingat betapa
dicantumkan dalam Pasal 14 ayat 1 pentingnya ratifikasi perjanjian
Konvensi Wina 1969. 2. Ratifikasi perjanjian internasional, maka di Indonesia telah
internasional di Indonesia berdasarkan dibuat aturan tentang perjanjian
Pasal 11 Undang-Undang Dasar 1945, Surat internasional yang memuat pengesahan
Presiden RI Nomor : 2826/HK/1960 dan UU perjanjian internasional termasuk di
Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian dalamnya ketentuan ratifikasi sebagai
Internasional, yakni pengesahan/ratifikasi landasan yuridis. Pemberian tempat
dalam bentuk undang-undang dan perjanjian internasional dalam sistem
keputusan presiden. Tetapi faktanya, hukum nasional merupakan salah satu
mekanisme pengesahan/ratifikasi pencerminan penegakan konstitusi. Pasal
perjanjian internasional hanyalah 11 UUD 1945 adalah dasar hukum
berdasarkan Pedoman Praktis Pembuatan pembuatan perjanjian internasional.
Dokumen Hukum yang dibuat oleh Adapun landasan ketentuan ratifikasi
Direktorat Perjanjian Ekonomi dan Sosial perjanjian internasional di Indonesia tertera
Budaya Kementerian Luar Negeri Republik dalam Pasal 9 ayat 2 Undang-Undang
Indonesia. Bahwa praktik mengenai Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian
ratifikasi negara kitapun agak tidak Internasional yang berbunyi “Pengesahan
menentu dan lambat. Lambatnya kerja perjanjian internasional sebagaimana
ratifikasi ini dapat dilihat pada jumlah dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan
undang-undang ratifikasi yang dihasilkan undang-undang atau keputusan presiden”.
oleh pemerintah dan DPR setiap tahunnya Secara filosofis, aplikasi undang-undang ini
yang paling banyak hanya mencapai 7 merupakan lanjutan dari Surat Presiden
(tujuh) ratifikasi saja. 3. Kendala dalam Republik Indonesia Nomor 2826/HK/1960
proses ratifikasi perjanjian internasional di tanggal 22 Agustus 1960 tentang
Indonesia, diantaranya sulitnya Pembuatan Perjanjian-Perjanjian dengan
mengharmoniskan standar internasional itu Negara Lain. Terkait dengan bentuk
pengesahan ini juga terdapat beberapa
1
Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Dr. peraturan yang menjadi dasar, yaitu :
Tommy F. Sumakul,SH,MH, Harold Anis,SH,MH,Msi, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
Imelda Tangkere,SH,MH. tentang Pembentukan Peraturan
2
NIM: 090711509. Mahasiswa Fakultas Hukum Perundang-Undangan dan Peraturan
Universitas Sam Ratulangi, Manado.
89
Lex Administratum, Vol.I/No.2/Apr-Jun/2013

Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang biasanya hanya terdiri dari pasal yang berisi
Tata Cara Mempersiapkan Rancangan kalimat pengesahannya.5
Undang-Undang, Rancangan Peraturan Selain itu, proses ratifikasi suatu
Pemerintah Pengganti Undang-Undang, perjanjian internasional sesungguhnya
Rancangan Peraturan Pemerintah dan sangat ringkas jika dibandingkan dengan
Rancangan Peraturan Presiden. proses pembuatan peraturan perundang-
Permasalahan yang timbul mengenai undangan pada umumnya. Pembahasan
tata cara ratifikasi terhadap berbagai antara DPR dan Pemerintah biasanya
perjanjian internasional dilihat dari berlangsung lebih kurang satu sampai tiga
pandangan yuridis selama ini karena minggu saja. Bandingkan dengan
ketentuan hukum nasional belum pembahasan RUU pada umumnya yang
memadai. Dasar hukum mengenai tata cara bahkan bisa sampai satu tahun atau bahkan
meratifikasi yang selama ini ada, tidak lebih.
memberikan prosedur yang jelas dan baku. Lambatnya kerja ratifikasi ini dapat
Bahkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dilihat pada jumlah undang-undang
kata ratifikasi itu sendiri tidak terdapat.3 ratifikasi yang dihasilkan oleh pemerintah
Begitupun dewasa ini meski sudah ada dan DPR setiap tahunnya yang paling
peraturan-peraturan yang berkaitan banyak hanya mencapai tujuh ratifikasi
dengan ratifikasi, tetapi masih terdapat saja. Tahun 2008 jumlah RUU ratifikasi
banyak ketidakjelasan dalam proses sebanyak tiga RUU, jumlah ini terbilang
ratifikasi di Indonesia. Hal lain yang menjadi sedikit jika dibandingkan tahun-tahun
masalah yakni jangka waktu ratifikasi yang sebelumnya. Pada 2007 DPR melakukan
menghendaki diratifisir oleh pihak-pihak ratifikasi lima perjanjian internasional
bersangkutan dalam waktu singkat sedangkan pada 2006 dan 2005 masing-
mungkin, tapi tidak demikian bagi praktik di masing ada tujuh ratifikasi perjanjian
Indonesia yang sangat lambat dalam internasional. 6
peratifikasian suatu perjanjian Indonesia dinilai masih belum
internasional. sepenuhnya serius dan cepat tanggap
Indonesia sering mengalami kesulitan dalam meratifikasi perjanjian internasional.
atau sangat terlambat sekali dan bahkan Hal ini terbukti dengan banyaknya
tidak melakukan sama sekali untuk menjadi perjanjian internasional di berbagai bidang
pihak atau meratifikasi konvensi-konvensi yang belum diratifikasi. Dalam
atau perjanjian internasional walaupun kenyataannya, proses ratifikasi perjanjian-
instrumen internasional itu penting artinya perjanjian internasional, khususnya yang
bagi kepentingan nasional Indonesia. Dari berkaitan dengan perjanjian tentang batas-
sepuluh konvensi-konvensi internasional batas perairan kurang mendapat perhatian
yang dikeluarkan PBB yang menyangkut dari pemerintah maupun lembaga
terorisme misalnya, Indonesia hanya perwakilan yang berwenang yaitu DPR.
meratifikasi empat saja.4 Padahal sifat Kitapun sedang menyaksikan menyurutnya
rancangan undang-undang/rancangan tekad pemerintah untuk meratifikasi
keputusan presiden pengesahan perjanjian sejumlah konvensi internasional di bidang
internasional adalah sangat sederhana, hak asasi manusia. Berbagai konvensi yang
teramat penting belum juga diratifikasi,

3
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes,
5
Pengantar Hukum Internasional, PT. Alumni, http://www.google.com, Pengesahan Statuta
Bandung, 2003, hal. 132. Roma dan Harmonisasi Hukum Nasional, diakses
4
Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Senin 26 November 2012, Pukul. 11.00 WITA.
6
Internasional, PT. Tatanusa, Jakarta, 2007, hal. 187. Ibid.
90
Lex Administratum, Vol.I/No.2/Apr-Jun/2013

walaupun telah dimasukkan di dalam Konvensi Wina mengatur ketentuan


RANHAM. tentang ratifikasi pada Pasal 14 ayat 1 yang
Dewasa ini berbagai perjanjian menyatakan sebagai berikut :
internasional belum diratifikasi oleh 1. The consent of a state to be bound
Indonesia dan berbagai permasalahannya. by a treaty is expressed by
Mencermati dan memahami lebih jauh ratification when :
tentang ratifikasi, maka judul yang penulis a. the treaty provides for such consent
angkat di penulisan Skripsi ini yakni : to be expressed by means of
“Praktik Ratifikasi Perjanjian Internasional ratification;
di Indonesia”. b. it is otherwise established that the
negotiating states were agreed that
B. PERUMUSAN MASALAH ratification should be required;
1. Bagaimana ketentuan ratifikasi c. the representative of the state has
perjanjian internasional menurut signed the treaty subject to
Konvensi Wina 1969 ? ratification; or
2. Bagaimanakah mekanisme dan praktik d. the intention of the state to sign the
ratifikasi perjanjian internasional di treaty subject to ratification appears
Indonesia ? from the full powers of its
3. Apakah kendala dalam proses ratifikasi representative or was expressed
perjanjian internasional di Indonesia ? during the negotiation.9
1. (Persetujuan suatu negara terikat
C. METODE PENELITIAN pada suatu perjanjian dinyatakan
Ruang lingkup penulisan ini adalah pada dengan cara ratifikasi, apabila:
disiplin ilmu hukum, maka penulisan ini a. perjanjian itu sendiri menentukan
merupakan bagian dari penulisan hukum bahwa persetujuan untuk terikat
kepustakaan yakni dengan “cara meneliti pada perjanjian itu dinyatakan
bahan pustaka” atau yang dinamakan dengan cara ratifikasi;
penelitian hukum normatif.7 b. ditentukan sebaliknya bahwa
negara-negara yang melakukan
D. PEMBAHASAN perundingan menyepakati bahwa
1. KETENTUAN RATIFIKASI MENURUT dibutuhkan adanya ratifikasi;
KONVENSI WINA 1969 TENTANG c. wakil dari negara yang telah
PERJANJIAN INTERNASIONAL mendatangani perjanjian tunduk
Konvensi Wina, yang disebut dengan pada tindakan ratifikasi; atau
Vienna Convention on the Law of Treaties d. maksud dari negara yang
1969, mengatur tentang perjanjian menandatangani perjanjian tunduk
internasional publik antar negara sebagai pada tindakan ratifikasi yang
subjek utama hukum internasional. tampak dari kuasa penuh dari
Konvensi Wina merupakan induk perjanjian wakilnya itu atau dinyatakan selama
internasional bagi negara-negara yang dalam perundingan).
menandatangani konvensi tersebut. Meskipun Konvensi Wina 1969 secara
Konvensi ini telah menjadi hukum substansial mencantumkan ratifikasi,
internasional positif.8 namun secara detail bagaimana ratifikasi
tersebut harus dilakukan oleh sebuah
7
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian negara, Konvensi Wina tidak mengatur.
Hukum Normatif, Rajawali, Jakarta, 1985, hal. 14.
8 9
Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian, Vienna Convention On The Law of Treaties, done at
Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, PT. Vienna, on 23 May 1969, Come into force on 27
Alumni, Bandung, 2005, hal. 83. January 1980.
91
Lex Administratum, Vol.I/No.2/Apr-Jun/2013

Kenyataannya prosedur ratifikasi internasional dalam bentuk undang-undang


ditentukan oleh hukum nasional sesuai diurusi oleh Direktorat Perjanjian Politik,
dengan konstitusi masing-masing negara. 10 Keamanan dan Kewilayahan Kementerian
Dengan adanya perumusan tentang Luar Negeri Republik Indonesia. Sedangkan
ratifikasi sebagai “the international act so yang menangani pengesahan/ratifikasi
named by a state establishes on the dalam bentuk keputusan presiden adalah
international plane its consent to be bound Direktorat Perjanjian Ekonomi dan Sosial
by a treaty”, Kovensi Wina menghindari Budaya Kementerian Luar Negeri Republik
perumusan prosedur ratifikasi. Karena Indonesia.
praktik dari berbagai negara menunjukan Pengesahan perjanjian internasional
proses atau cara ratifikasi yang berbeda- dilakukan dengan undang-undang apabila
beda, seperti telah dikemukakan oleh berkenaan dengan :
Gerhard von Glahn “Virtually every state a. Masalah politik, perdamaian,
has developed detailed domestic pertahanan dan keamanan negara;
regulations spelling out the process of b. Perubahan wilayah atau penetapan
treaty ratification”. Di Amerika Serikat batas wilayah negara Republik
misalnya, seperti juga di Indonesia, Indonesia;
ratifikasi oleh badan legislatif dan eksekutif. c. Kedaulatan atau hak berdaulat negara;
Di Inggris, ratifikasi dilakukan oleh takhta d. Hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
atas nasihat menteri yang bersangkutan. Di e. Pembentukan kaidah hukum baru;
negara-negara tertentu lainya ratifikasi f. Pinjaman dan/atau hibah luar negeri. 12
dilakukan oleh kabinet atas saran menteri Selanjutnya Pasal 11 ayat 1 Undang-
yang bersangkutan.11 Undang Perjanjian Internasional mengatur
2. MEKANISME DAN PRAKTIK pengesahan perjanjian internasional yang
RATIFIKASI PERJANJIAN materinya tidak termasuk materi
INTERNASIONAL DI INDONESIA sebagaimana diatur di dalam Pasal 10,
Dari sudut pandang Indonesia dilakukan dengan keputusan presiden.
pengesahan perjanjian internasional diatur Terkait bentuk pengesahan ini maka
di dalam Undang-Undang No. 24 Tahun setidaknya ada tiga peraturan yang menjadi
2000 tentang Perjanjian Internasional. dasar yaitu : UU No. 24 Tahun 2000 tentang
Undang-undang tersebut mengatur tata Perjanjian Internasional, UU No. 12 Tahun
cara pengesahan suatu perjanjian 2011 tentang Pembentukan Peraturan
internasional sesuai dengan jenis Perundang-Undangan, dan Peraturan
perjanjiannya. Di Indonesia, pengesahan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2005 tentang
perjanjian internasional menjadi hukum Tata Cara Mempersiapkan Rancangan
positif Indonesia menggunakan sistem Undang-Undang, Rancangan Peraturan
campuran, yakni oleh badan eksekutif dan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,
legislatif dalam bentuk undang-undang Rancangan Peraturan Pemerintah dan
atau keputusan presiden sebagaimana yang Rancangan Peraturan Presiden.
tercantum dalam Pasal 9 ayat (2) Undang- Adapun mekanisme
Undang Nomor 24 Tahun 2000. pengesahan/ratifikasi perjanjian
Pengesahan/ratifikasi perjanjian internasional dalam bentuk undang-undang
yang dibuat oleh Direktorat Perjanjian
10
Harjono, Politik Hukum Perjanjian Internasional,
PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1999, hal. 131.
11
Budiono Kusumohamidjojo, Suatu Studi Terhadap
12
Aspek Operasional Konvensi Wina Tahun 1969 Indonesia, Undang-Undang Perjanjian
tentang Hukum Perjanjian Internasional, Binacipta, Internasional, Undang-Undang No. 24 LN. No. 185
Bandung, 1986, hal. 7. Tahun 2000, Pasal 10.
92
Lex Administratum, Vol.I/No.2/Apr-Jun/2013

Ekonomi dan Sosial Budaya Kementerian alam, keadaan tertentu lainnya yang
Luar Negeri Republik Indonesia yakni :13 memastikan adanya urgensi nasional
1. Pemrakarsa adalah salah satu dari atas suatu RUU yang dapat disetujui
lembaga negara, lembaga pemerintah, bersama badan legislasi DPR dan
kementerian dan non kementrian (pusat Kementerian Hukum dan HAM. Menteri
dan daerah). Pemrakarsa terlebih dulu Sekretaris Negara menerima surat
mengidentifikasi dan memastikan bahwa Menteri Luar Negeri dan kemudian
perjanjian mensyaratkan adanya meakukan analisa meliputi substansi,
pengesahan (sesuai dengan Pasal 9 dan prosedural dan kepentingan sektoral
Pasal 10 UU No. 24 Tahun 2000) dengan terkait sebelum diteruskan ke Presiden.
undang-undang. Jika terdapat keragu- Jika Presiden setuju maka Menteri
raguan tentang persyaratan ini maka Sekretaris Negara akan mengeluarkan
pemrakarsa harus Surat Persetujuan Izin Prakarsa kepada
mengkonsultasikannya dengan Menteri Luar Negeri dengan tembusan
Direktorat Jenderal Hukum dan ditujukan kepada Wakil Presiden dan
Perjanjian Internasional, Kementerian Menteri terkait. Apabila disetujui
Luar Negeri. Presiden, pemrakarsa akan membentuk
2. Pemrakarsa kemudian mengajukan Panitia Antar Kementerian.
permohonan izin prakarsa kepada 3. Pemrakarsa dapat membentuk Panitia
Presiden melalui Menteri Luar Negeri Antar Kementrian (PAK) yang terdiri dari
dengan tembusan kepada Menteri : Kementerian Hukum dan HAM (Ditjen
terkait. Permohonan izin prakakarsa Peraturan Perundang-Undangan),
tersebut disertai penjelasan konsepsi Sekretariat Kabinet (Biro PUU II),
pengaturan RUU yang meliputi : urgensi Kementerian Sekretariat Negara (Biro
dan tujuan penyusunan, sasaran yang Hukum dan Administrasi Peraturan
ingin diwujudkan, pokok pikiran, lingkup Perundang-Undangan, Kementerian Luar
dan objek yang akan diatur, jangkauan Negeri (Ditjen HPI dan unit satuan
dan arah pengaturan. Menteri Luar terkait), dan instansi terkait lainnya.
Negeri kemudian membuat surat kepada (catatan : Kepala Biro Hukum
Presiden yang berisi pertimbangan- Pemrakarsa akan menjadi Sekretaris
pertimbangan sebagaimana tercantum PAK)
dalam Pasal 3 Perpres No. 68 Tahun 4. a. Setelah pembentukan PAK,
2005 dan melampirkan Certified True pemrakarsa mengadakan Rapat
Copy Perjanjian. Pertimbangan- Antar Kementerian (RAK) untuk
pertimbangan sebagaimana dimaksud koordinasi pembahasan RUU
adalah pertimbangan suatu kondisi Pengesahan, Naskah Akademik dan
dimana pemrakarsa dapat mengajukan terjemahan perjanjian yang
RUU di luar Prolegnas, yaitu : berdasarkan salinan Naskah Resmi
menetapkan Perpu menjadi UU, Perjanjian (Certified True Copy/CTC).
melaksanakan putusan Mahkamah Apabila terdapat reservasi dan/atau
Konstitusi, mengatasi keadaan luar deklarasi atas perjanjian dimaksud,
biasa, keadaan konflik atau bencana maka dibahas pula rancangan
pernyataan reservasi dan/atau
13
Elmar Iwan Lubis, et.al., Pedoman Praktis deklarasi.
Pembuatan, Pengesahan dan Penyimpanan b. Dalam hal pembahasan RUU beserta
Perjanjian Internasional Termasuk Penyiapan Full lampirannya, pemrakarsa dapat
Powers dan Credentials, Direktorat Perjanjian melaksanakan sosialisasi dan
Ekonomi dan Sosial Budaya Kementerian Luar meminta masukan dari masyarakat.
Negeri Republik Indonesia, Jakarta, 2012, hal. 6-8.
93
Lex Administratum, Vol.I/No.2/Apr-Jun/2013

Kemudian masukan dari masyarakat adalah 1 RUU Pengesahan, 1 salinan


tersebut diteruskan ke PAK untuk Naskah Resmi Perjanjian, 1 Naskah
menjadi pertimbangan dalam RAK. Akademik, 45 copy perjanjian, dan 45
5. Setelah pembahasan dalam RAK selesai, copy naskah terjemahan perjanjian
pemrakarsa akan mengajukan dalam bahasa Indonesia. Setelah
permohonan harmonisasi, pembulatan Kementerian Luar Negeri melakukan
dan pemantapan atas konsepsi RUU verifikasi atas dokumen-dokumen RUU
Pengesahan kepada Kementerian Pengesahan beserta lampirannya,
Hukum dan HAM. Setelah proses Menteri Luar Negeri mengajukan
harmonisasi tersebut selesai, permohonan Amanat Presiden atas RUU
pemrakarsa menyampaikan dokumen Pengesahan tersebut dengan
pengesahan kepada Menteri Luar melampirkan dokumen pengesahan
Negeri, Menteri Hukum dan HAM dan kepada Presiden melalui Menteri
Menteri terkait untuk memperoleh Sekretaris Negara.
persetujuan dan paraf. Persetujuan dan 9. Menteri Sekretaris Negara menyiapkan
paraf dimaksud, diberikan selambat- Surat Amanat Presiden (Ampres dan
lambatnya 14 hari kerja setelah menerbitkan RUU Pengesahan di atas
dokumen pengesahan diterima. kertas polos guna diparaf Menteri Luar
6. a. Jika persetujuan sebagaimana Negeri, Menteri terkait dan Pimpinan
dimaksud butir 5 di atas tidak Lembaga Pemrakarsa pada tiap-tiap
diperoleh, maka pemrakarsa wajib lembarnya dan nama jelas Menteri yang
untuk melakukan koordinasi ulang melakukan paraf dicantumkan pada
dengan Kementerian terkait. lembar pertama. Setelah pemberian
Apabila setelah koordinasi tersebut paraf, Menteri Luar Negeri akan
masih belum diperoleh persetujuan meneruskan RUU Pengesahan tersebut
dan paraf dimaksud, maka ke Presiden.
pemrakarsa akan melapor secara 10. Presiden menandatangani Surat
tertulis kepada Presiden untuk Presiden (Ampres) dan diteruskan
memperoleh keputusan. Jika kepada pimpinan DPR guna
presiden tidak memberikan menyampaikan RUU Pengesahan
persetujuan terhadap RUU tersebut, disertai keterangan Pemerintah RI
maka proses pengesahan mengenai RUU dimaksud. Bersamaan
dihentikan. dengan itu, Menteri Sekretaris Negara
b. Jika persetujuan sebagaimana membuat Surat Penunjukan Wakil
dimaksud butir 5 di atas telah Pemerintah yang berisi : Menteri yang
diperoleh, maka pemrakarsa ditugaskan mewakili Presiden dalam
melakukan perumusan ulang RUU pembahasan RUU Pengesahan di DPR,
guna pengesahan. sifat RUU, dan cara
7. Jika tidak ada masalah lagi, pemrakarsa penanganan/pembahasan. Surat
mengajukan dokumen-dokumen Penunjukkan Wakil Pemerintah
pengesahan kepada Menteri Luar Negeri tersebut ditembuskan kapada Menteri
(melalui Direktorat Jenderal Hukum dan Luar Negeri, Menteri Hukum dan HAM,
Perjanjian Internasional) untuk Pemrakarsa, dan Menteri Koordinator
disampaikan kepada Presiden, sesuai terkait.
Pasal 12 (3) UU No. 24 Tahun 2000 jo 11. Pembahasan di DPR.
Pasal 19 Perpres No. 68 Tahun 2005. 12. Apabila disetujui, DPR akan
8. Dokumen-dokumen pengesahan mengirimkan Surat Ketua DPR dan
sebagaimana dimaksud dalam butir 7 Keputusan DPR perihal persetujuan
94
Lex Administratum, Vol.I/No.2/Apr-Jun/2013

DPR atas RUU Pengesahan beserta Republik Indonesia adalah sebagai berikut
lampirannya tersebut yang ditujukan :14
kepada Presiden. 1. Pemrakarsa adalah salah satu dari
13. Menteri Sekretaris Negara lembaga negara, lembaga pemerintah,
menerbitkan RUU Pengesahan di atas kementrian dan non kementrian (pusat
Kertas Presiden untuk diparaf Menteri dan daerah). Pemrakarsa terlebih dulu
Luar Negeri dan Menteri terkait mengidentifikasi dan memastikan
lainnya. Setelah itu, RUU pengesahan bahwa perjanjian mensyaratkan
yang sudah diparaf tersebut akan adanya pengesahan dan sesuai dengan
disampaikan kepada Presiden. Pasal 9 dan Pasal 10 UU No. 24 Tahun
14. Presiden kemudian akan melakukan 2000, pengesahan dimaksud dilakukan
penandatanganan RUU dan dengan peraturan presiden. Jika
mengesahkannya (apabila tidak terdapat keragu-raguan tentang
ditandatangani dalam 30 hari, maka persyaratan ini maka pemrakarsa harus
akan otomatis berlaku). Setelah mengkonsultasikannya dengan
disahkan, Menteri Sekretaris Negara Direktorat Jendral Hukum dan
akan memberikan nomor undang- Perjanjian Internasional, Kementerian
undang dan akan memintakan nomor Luar Negeri.
Lembaran Negara kepada Kementerian 2. Pemrakarsa kemudian mengajukan
Hukum dan HAM. Pada tahap ini, permohonan izin prakarsa kepada
otensifikasi UU Pengesahan guna Presiden dengan tembusan kepada
penyebarluasan UU dimaksud Menteri Luar Negeri dan Menteri
dilakukan oleh Kepala Biro Hukum terkait. Permohonan izin prkakarsa
Sekretariat Negara. tersebut disertai penjelasan konsepsi
15. Pemrakarsa menyampaikan salinan UU pengaturan RPERPRES yang meliputi :
Pengesahan kepada Menteri Luar urgensi dan tujuan penyusunan,
Negeri dengan dilampiri pernyataan sasaran yang ingin diwujudkan, pokok
reservasi dan/atau deklarasi jika ada. pikiran, lingkup dan objek yang akan
16. Menteri Luar Negeri menyampaikan diatur, jangkauan dan arah pengaturan
Instrument of Ratification kepada serta melampirkan Salinan Naskah
pimpinan lembaga depositori terkait. Resmi (Certified True Copy) perjanjian
17. Pimpinan lembaga depositori terkait yang dikeluarkan oleh Kementerian
menerima Instrument of Ratification Luar Negeri. Sekretaris Kabinet
serta menyampaikan menerima surat permohonan izin
acknowledgement kepada Menteri prakarsa dan kemudian melakukan
Luar Negeri bahwa Instrument of analisa meliputi substansi, prosedural
Ratification telah diterima. Menteri dan kepentingan sektoral terkait
Luar Negeri kemudian menerima sebelum diteruskan kepada Presiden.
acknowledgement tersebut beserta Jika Presiden setuju maka Sekretaris
tanggal mulainya pemberlakuan Kabinet akan mengeluarkan Surat
perjanjian tersebut. Persetujuan Izin Prakarsa kepada
Sementara mekanisme Menteri terkait dengan tembusan
pengesahan/ratifikasi perjanjian ditujukan kepada Wakil Presiden dan
internasional dalam bentuk Menteri Luar Negeri. Apabila disetujui
keputusan/peraturan presiden yang dibuat Presiden, Pemrakarsa mengadakan
oleh Direktorat Perjanjian Ekonomi dan Rapat Antar Kementerian (RAK) atau
Sosial Budaya Kementerian Luar Negeri
14
Ibid, hal. 14-15.
95
Lex Administratum, Vol.I/No.2/Apr-Jun/2013

Panitia Antar Kementerian (PAK) yang kepada Presiden. Dokumen


terdiri dari Sekretariat Kabinet (Biro pengesahan tersebut terdiri dari 1
PUU II), Kementerian Sekretaris Negara Rancangan PERPRES Pengesahan, 1
(Biro Hukum dan Administrasi salinan naskah resmi perjanjian, 1
Peraturan Perundang-Undangan), naskah penjelasan, 45 salinan naskah
Kementerian Luar Negeri (Direktorat perjanjian dalam bahasa Inggris, dan 45
Jenderal Hukum dan Perjanjian salinan naskah perjanjian dalam bahasa
Internasional dan unit terkait), Indonesia (sesuai Pasal 12 UU No. 24
Kementrian Hukum dan HAM Tahun 2000 jo Pasal 40 Perpres No. 68
(Direktorat Harmonisasi Peraturan Tahun 2005).
Perundang-Undangan) dan instansi 4. Kementerian Luar Negeri akan
terkait lainnya untuk melakukan verifikasi atas dokumen
mengkoordinasikan pembahasan pengesahan tersebut, kemudian
PPERPRES Pengesahan, Naskah Menteri Luar Negeri akan mengajukan
Akademik dan terjemahan perjanjian dokumen pengesahan perjanjian
yang berdasarkan salinan naskah resmi tersebut kepada Presiden melalui
perjanjian. Apabila terdapat reservasi Sekretariat Kabinet.
dan/atau deklarasi atau perjanjian 5. Sekretariat Kabinet akan melakukan
dimaksud, maka dibahas pula verifikasi terhadap dokumen
rancangan pernyataan reservasi pengesahan, untuk selanjutnya
dan/atau deklarasi. Apabila diperlukan, disampaikan kepada Presiden. Bila
sebelum Rancangan PERPRES dipandang perlu, Sekretariat Kabinet
disampaikan kepada Presiden melalui akan menyampaikan Rancangan
Sekretariat Kabinet, dapat terlebih PERPRES untuk mendapat paraf
dahulu dibahas dan disepakati bersama Menteri Luar Negeri serta Menteri
oleh para Menteri dan Kepala LPNK terkait lainnya.
melalui koordinasi yang dipimpin 6. Presiden menetapkan PERPRES
Menteri Koordinator yang membidangi Pengesahan.
(Surat Sekretaris Kabinet No. SE 7. Sekretariat Kabinet memberikan
8/Seskab/I/2012 tanggal 5 Januari nomor PERPRES dan memintakan
2012). Dalam hal pembahasan nomor Lembaran Negara kepada
RPERPRES beserta lampirannya, Kementerian Hukum dan HAM,
Pemrakarsa dapat meminta masukan selanjutnya PERPRES disampaikan
dari masyarakat, kemudian dapat kepada Ketua DPR, Kantor Wakil
menjadi pertimbangan dalam Presiden, Pemrakarsa, Kementerian
RAK/PAK. Pemrakarsa melaksanakan Luar Negeri dan Kementerian
konsultasi dan koordinasi dengan Koordinator terkait/instansi terkait.
Kementerian Hukum dan HAM, dan 8. Setelah PERPRES diterbitkan,
Kementerian Luar Negeri serta Kementerian Luar Negeri (Direktorat
Sekretaris Kabinet dalam rangka Jenderal Hukum dan Perjanjian
harmonisasi dan pembulatan serta Internasional) akan mempersiapkan
pemantapan konsepsi RPERPRES. draft notifikasi, bila dipandang perlu
3. Setelah proses harmonisasi tersebut dan dalam rangka koordinasi,
selesai, pemrakarsa mengajukan Kementerian Luar Negeri dapat
dokumen pengesahan kepada Menteri menyampaikan pemberitahuan
Luar Negeri (melalui Direktorat terlebih dahulu kepada lembaga
Jenderal Hukum dan Perjanjian pemrakarsa mengenai rencana
Internasional) untuk disampaikan penyampaian notifikasi tersebut.
96
Lex Administratum, Vol.I/No.2/Apr-Jun/2013

Dalam hal perjanjian yang disahkan melahirkan kesulitan dalam praktik


tersebut memerlukan atau Indonesia, menjadi hanya perjanjian
membutuhkan adanya peraturan tertentu. Kemudian, UU No. 24 Tahun 2000
teknis/peraturan menteri terkait dalam tentang Perjanjian Internasional pada
pemberlakuannya, maka lembaga hakikatnya hanyalah kodifikasi dari praktik
pemrakarsa dapat menyampaikan Indonesia yang dipedomani oleh Surat
surat tertulis kepada Kementerian Luar Persiden No. 2826/HK/1960.16
Negeri untuk menunda penyampaian Di Indonesia, sebagaimana dikatakan
Notifikasi tersebut sampai peraturan oleh Mochtar Kusumaatmadja dalam
teknis terkait diterbitkan. Menteri Luar bukunya Pengantar Hukum Internasional,
Negeri akan melakukan notifikasi atau bahwa praktik mengenai ratifikasi negara
menyampaikan Instrument of kitapun agak tidak menentu. Bukan saja
Ratification kepada counterpart atau tidak terdapat pembagian perjanjian dalam
lembaga depository yang ditunjuk. golongan mana yang memerlukan dan tidak
9. Counterpart atau Pimpinan lembaga memerlukan persetujuan parlemen, bahkan
depository terkait menerima dalam UUD 1945 kata ratifikasi itu sendiri
Instrument of Ratification serta tidak terdapat.17
menyampaikan acknowledgement Di samping itu sebagaimana diketahui
beserta tanggal pemberlakuan tahap ratifikasi merupakan tahap yang
perjanjian tersebut bagi Indonesia paling penting dalam seluruh proses
kepada Menteri Luar Negeri. pembuatan perjanjian, karena pada saat itu
10. Kementrian Luar Negeri akan suatu negara mengikatkan dirinya secara
menginformasikan acknowledgement definitif pada suatu perjanjian. Ratifikasi
dan tanggal berlakunya perjanjian suatu perjanjian internasional berarti
tersebut kepada lembaga pemrakarsa membatasi kedaulatan suatu negara.
dan instansi terkait lainnya. Tidaklah mungkin bahwa pembatasan
Permasalahan yang timbul mengenai kedaulatan tersebut hanya diatur oleh
tata cara ratifikasi terhadap berbagai praktik yang bersimpang siur dan bukan
perjanjian internasional dilihat dari oleh ketentuan-ketentuan hukum yang
pandangan yuridis selama ini karena jelas.
ketentuan hukum nasional belum Begitupun dewasa ini meski sudah ada
memadai. Dasar hukum mengenai tata cara peraturan-peraturan yang berkaitan
meratifikasi yang selama ini ada, tidak dengan ratifikasi, tetapi masih terdapat
memberikan prosedur yang jelas dan baku. banyak ketidakjelasan dalam proses
Masalah pembuatan dan ratifikasi ratifikasi di Indonesia. Hal ini disebabkan
perjanjian internasional dilihat dari segi karena UU No. 12 Tahun 2011 hanya
praktik Indonesia masih terdapat mengatur soal teknis pembuatan UU saja,
kesimpangsiuran karena tidak jelasnya bentuk baku UU pengesahan dan cara
ketentuan Pasal 11 UUD 1945. 15 Pasal 11 penulisannya. Perpres No. 68 Tahun 2005
Undang-Undang Dasar 1945 tidak hanya sebatas mengatur pelaksanaan
menyebutkan dengan tegas adanya kata persiapan RUU di tingkat pemerintah
ratifikasi dan tidak memberikan kejelasan
prosedural mengenai tata cara meratifikasi 16
Damos Dumoli Agusman, Dasar Konstitusional
suatu perjanjian internasional. Perjanjian Internasional Mengais Latar Belakang
Ketidakjelasan Pasal 11 ini tentunya dan Dinamika Pasal 11 UUD 1945, Opinio Juris,
Volume 04, Januari-April 2012, hal. 6.
17
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes,
15
Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Hukum Internasional Pengantar Hukum Internasional, PT. Alumni,
Bunga Rampai, PT. Alumni, Bandung, 2003, hal. 151. Bandung, 2003, hal. 132.
97
Lex Administratum, Vol.I/No.2/Apr-Jun/2013

sedangkan UU Perjanjian Internasional Indonesia dinilai masih belum


masih sangat umum mengatur prinsip- sepenuhnya serius dan cepat tanggap
prinsip dasar perjanjian internasional. dalam meratifikasi perjanjian internasional.
Faktanya, mekanisme pengesahan/ratifikasi Hal ini terbukti dengan banyaknya
perjanjian internasional yang dicantumkan perjanjian internasional di berbagai bidang
dalam Skripsi ini pada halaman-halaman yang belum diratifikasi, diantaranya
sebelumnya, hanyalah merupakan perjanjian tentang batas-batas perairan
Pedoman Praktis Pembuatan Dokumen Indonesia dengan Malaysia dan Australia,
Hukum yang dibuat oleh Direktorat Konvensi ILO 169 tentang Masyarakat Adat,
Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya ASEAN Convention on Counter
Kementerian Luar Negeri Republik Terrorism/ACCT (Konvensi ASEAN mengenai
Indonesia. Mekanisme ratifikasi perjanjian Pemberantasan Terorisme), Konvensi
internasional tersebut tidak tertera secara Perlindungan Hak-Hak Pekerja Migran dan
baku, dan tegas dalam UU No. 24 Tahun Anggota Keluarganya, Protokol Opsional
2000 tentang Perjanjian Internasional. Konvensi Penghapusan Diskriminasi
Indonesia sering mengalami kesulitan terhadap Wanita, Protokol Konvensi Anti
atau sangat terlambat sekali dan bahkan Penyiksaan, dan Statuta Roma yang sudah
tidak melakukan sama sekali untuk menjadi dimasukkan ke dalam RANHAM 2004-2009
pihak atau meratifikasi konvensi-konvensi tapi gagal dilakukan dan kini dimasukan lagi
atau perjanjian internasional walaupun dalam RANHAM 2011-2014 yang sampai
instrumen internasional itu penting artinya sekarang belum terwujud peratifikasiannya.
bagi kepentingan nasional Indonesia. Dari Betapa sangat lambatnya proses ratifikasi
sepuluh konvensi-konvensi internasional perjanjian internasional di Indonesia hingga
yang dikeluarkan PBB yang menyangkut memakan waktu yang relatif lama dan
terorisme misalnya, Indonesia hanya bahkan tak kunjung diratifikasi juga.
meratifikasi empat saja. Hingga saat ini menurut Kementrian Luar
Menurut Marty Natalegawa (Menteri Negeri kurang lebih 250 konvensi
Luar Negeri Republik Indonesia) bahwa multilateral yang perlu mendapatkan
sepanjang tahun 2011, Pemerintah perhatian Pemerintah/Departemen Teknis
Indonesia sepakati perjanjian yang bersangkutan, yang meliputi berbagai
internasional sebanyak 146 perjanjian, bidang untuk diratifikasi dan pembuatan
yang dikemukakan dalam pidatonya pada RUU nasionalnya, misalnya Konvensi-
acara Pernyataan Pers Tahunan Menlu Konvensi tentang Hak Asasi Manusia. Dari
(PPTM) tahun 2012 bertajuk 'Refleksi 25 konvensi tentang Human Rights, baru
2011 Proyeksi 2012’. Beliau memaparkan, dalam 6 konvensi Indonesia telah menjadi
dari 146 perjanjian Internasional tersebut, pihak. Begitu juga Konvensi Den Haag yang
131 perjanjian diantaranya merupakan mengatur tentang hukum perdata
perjanjian bilateral. Kemudian, Marty internasional, yang jumlahnya cukup
menjelaskan, sebanyak 26 perjanjian banyak, belum satupun yang disahkan
internasional sudah diratifikasi.18 Jadi, Indonesia. Demikian pula halnya dengan
masih ada 120 perjanjian internasional Konvensi-Konvensi ILO yang berjumlah
yang dibuat sepanjang tahun 2011 yang kurang lebih 169 Konvensi.
belum diratifikasi. Memang benar bahwa Indonesia
termasuk negara yang agak lambat dalam
18
Nicolas Timothy, 2011 Indonesia Sepakati 146 meratifikasi atau implementasi konvensi-
Perjanjian Internasional, konvensi internasional. Dari 25 konvensi
http://www.tribunnews.com/2012/01/04/2011- penting tentang HAM, Indonesia baru
indonesia-sepakati-146-perjanjian-internasional, meratifikasi sebanyak 6. Sebagai
diakses Selasa 4 Desember 2012, Pukul. 08.00 WITA.
98
Lex Administratum, Vol.I/No.2/Apr-Jun/2013

perbandingan Australia telah meratifikasi sangat sederhana, biasanya hanya terdiri


19 konvensi, India 15, Amerika Serikat dan dari pasal yang berisi kalimat
Iran 10, Bangladesh 9 serta Malaysia 6. 19 pengesahannya. Proses ratifikasi suatu
Lambatnya pemerintah bekerja dalam perjanjian internasional juga sesungguhnya
proses ratifikasi dapat terlihat dari daftar sangat ringkas jika dibandingkan dengan
UU ratifikasi yang dihasilkan DPR dimana proses pembuatan peraturan perundang-
sebagian besar UU ratifikasi tersebut undangan pada umumnya. Pembahasan
adalah untuk perjanjian yang sudah jauh antara DPR dan Pemerintah biasanya
hari ditandatangani oleh pemerintah. berlangsung lebih kurang satu sampai tiga
Misalnya saja UU Pengesahan Perjanjian minggu saja. Bandingkan dengan
Ekstradisi antara Republik Indonesia dan pembahasan RUU pada umumnya yang
Republik Korea (Treaty on Extradition bahkan bisa sampai satu tahun atau bahkan
Between the Republic of Indonesia and The lebih.
Republic of Korea) yang sudah 3. KENDALA DALAM PROSES RATIFIKASI
ditandatangani sejak tahun 2000 oleh PERJANJIAN INTERNASIONAL DI
pemerintah namun baru diserahkan kepada INDONESIA
Pimpinan DPR untuk diratifikasi pada 2005. Indonesia sering mengalami kesulitan
Begitu juga Konvensi Anti Korupsi PBB atau sangat terlambat sekali dan bahkan
(UNCAC) yang ditandatangani 2003 baru tidak melakukan sama sekali untuk menjadi
diratifikasi pada tahun 2006. Pemerintah pihak atau meratifikasi konvensi-konvensi
Republik Indonesia telah menandatangani atau perjanjian internasional walaupun
Convention Against Transnational instrumen internasional itu penting artinya
Organized Crime (TOC) pada bulan bagi kepentingan nasional Indonesia.
Desember 2002, dan baru berhasil Pemerintah masih menghadapi berbagai
diratifikasi pada tahun 2009. 20 kendala dalam melakukan ratifikasi.
Lambatnya kerja ratifikasi nampak pada Kendala itu, antara lain, bagaimana
jumlah undang-undang ratifikasi yang mengharmoniskan standar internasional itu
dihasilkan oleh pemerintah dan DPR setiap dengan hukum dan peraturan domestik,
tahunnya yang paling banyak hanya serta penyiapan tenaga untuk mengerjakan
mencapai 7 (tujuh) ratifikasi saja. Tahun laporan sebagai akibat ratifikasi. Menurut
2008 jumlah RUU ratifikasi sebanyak tiga Hassan Wirayuda, selain kendala itu dalam
RUU, jumlah ini terbilang sedikit jika diseminasi dan edukasi, yaitu penyebaran
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. standar internasional secara formal
Pada 2007 DPR melakukan ratifikasi lima maupun nonformal, Indonesia masih
perjanjian internasional sedangkan pada kekurangan tenaga ahli, untuk satu
2006 dan 2005 masing-masing ada tujuh konvensi paling tidak diperlukan 25 doktor.
ratifikasi perjanjian internasional. 21 Menurut Hassan, belum diratifikasinya
Padahal sifat rancangan undang- berbagai konvensi dan perangkat norma
undang/rancangan keputusan presiden internasional, selain disebabkan berbagai
pengesahan perjanjian internasional adalah kendala juga karena kurangnya perhatian
pemerintah. Sementara itu karena belum
19
adanya UU Ratifikasi, maka pemerintah
Boer Mauna, Op-Cit, hal. 191. masih menentukan sendiri hal mana yang
20
Stredo, Kerjasama Internasional,
http://stredoall.blogspot.com/2010/06/kerjasama- dibawa ke DPR untuk diratifikasi dalam
internasional-mla.html, diakses Selasa 4 Desember bentuk UU dan mana yang diratifikasi lewat
2012, Pukul. 08.30 WITA. Keppres (Keputusan Presiden).22
21
http://www.google.com, Pengesahan Statuta
Roma dan Harmonisasi Hukum Nasional, diakses
22
Senin 26 November 2012, Pukul. 11.00 WITA. Elsam, Ada Kendala Untuk Ratifikasi Instrumen
99
Lex Administratum, Vol.I/No.2/Apr-Jun/2013

Keragaman sikap di dalam kabinet dan bersangkutan. Proses “pematangan” ini


lemahnya koordinasi di antara lembaga- dapat berlangsung lama, sehingga
lembaga negara sektoral yang terkait, juga pengesahan perjanjian internasional ini
telah terbukti menjadi hambatan serius tidak menentu dan terkatung-katung.23
bagi upaya ratifikasi.
Kesulitan terbesar dalam proses F. PENUTUP
pengikatan diri pada suatu perjanjian 1. KESIMPULAN
internasional sesungguhnya adalah pada a. Salah satu cara untuk mengikatkan diri
kajian implikasi perjanjian tersebut pada perjanjian internasional yaitu
terhadap hukum nasional. Idealnya ketika melalui ratifikasi yang dicantumkan
pemerintah sudah memutuskan dalam Pasal 14 ayat 1 Konvensi Wina
menandatangani suatu perjanjian 1969. Meskipun Konvensi Wina 1969
internasional maka sebelumnya sudah secara substansial mencantumkan
dilakukan kajian implikasi tersebut sehingga ratifikasi, namun secara detail
proses ketika ratifikasi diajukan kepada bagaimana ratifikasi tersebut harus
DPR, perdebatan soal implikasi sudah dilakukan oleh sebuah negara, tidak
selesai atau sangat minim. Dengan diatur dalam konvensi ini. Kenyataannya
demikian tidak ada alasan bagi pemerintah prosedur ratifikasi ditentukan oleh
baru mengusulkan ratifikasi perjanjian yang hukum nasional sesuai dengan konstitusi
sudah ditandatangani tersebut empat atau masing-masing negara.
delapan tahun kemudian. b. Ratifikasi perjanjian internasional di
Hal lain yang juga penting adalah Indonesia berdasarkan Pasal 11 Undang-
kelambatan pemerintah dalam Undang Dasar 1945, Surat Persiden RI
menentukan focal point antara Nomor : 2826/HK/1960 dan UU Nomor
Kementerian Hukum dan HAM dengan 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian
Kementerian Luar Negeri yang Internasional, yakni
mengakibatkan keraguan dalam mengambil pengesahan/ratifikasi dalam bentuk
langkah terlebih dahulu. Alasan lainnya undang-undang dan keputusan presiden.
adalah, kelambatan pengkajian yang Tetapi faktanya, mekanisme
dilakukan Kementerian Hukum dan HAM pengesahan/ratifikasi perjanjian
melalui Direktorat Jenderal HAM terhadap internasional yang dicantumkan dalam
pentingnya Indonesia meratifikasi suatu Skripsi ini, hanyalah merupakan
perjanjian internasional yang seharusnya Pedoman Praktis Pembuatan Dokumen
dilakukan sejak setelah penandatanganan Hukum yang dibuat oleh Direktorat
dan bukannya saat hendak meratifikasi. Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya
Selain dari prosedur di parlemen juga Kementerian Luar Negeri Republik
perjanjian internasional dapat tertahan di Indonesia. Mekanisme ratifikasi
Departemen lain, sehingga menimbulkan perjanjian internasional tersebut tidak
kemacetan dalam pengesahan. Materi tertera secara baku, dan tegas dalam UU
perjanjian internasional yang memerlukan No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian
kajian Departemen lain, sebelum disahkan Internasional.
perlu mendapat “pematangan” dan Bahwa praktik mengenai ratifikasi
persetujuan dari Departemen Teknis yang negara kitapun agak tidak menentu dan
lambat. Lambatnya kerja ratifikasi ini
HAM Internasional,
http://www.elsam.or.id/?act=view&id=577&cat=c/3 23
D. Sidik Suraputra, Hukum Internasional dan
01&lang=in, diakses Senin 26 November 2012, Berbagai Permasalahannya (Suatu Kumpulan
Pukul. 10.30 WITA. Karangan), Lembaga Pengkajian Hukum
Internasional-FHUI, Jakarta, 2004, hal. 242.
100
Lex Administratum, Vol.I/No.2/Apr-Jun/2013

dapat dilihat pada jumlah undang- yang cukup untuk mengkaji berbagai
undang ratifikasi yang dihasilkan oleh perjanjian internasional yang dibuat.
pemerintah dan DPR setiap tahunnya c. Bagi Pemerintah hendaknya sudah
yang paling banyak hanya mencapai 7 melakukan kajian implikasi sebelum
(tujuh) ratifikasi saja. Masih banyak pula memutuskan menandatangani suatu
perjanjian internasional di berbagai perjanjian internasional. Bagi DPR
bidang yang belum diratifikasi oleh sebaiknya perlu juga dibentuk Komisi
Indonesia. Ahli (Expert Commission) yang
c. Kendala dalam proses ratifikasi anggotanya para pakar di berbagai
perjanjian internasional di Indonesia, bidang yang bertugas untuk membahas
diantaranya sulitnya mengharmoniskan secara substantif permasalahan ratifikasi
standar internasional itu dengan hukum perjanjian internasional dan dapat
dan peraturan domestik, kekurangan memberikan rekomendasi kepada
tenaga ahli, kurangnya perhatian parlemen untuk pengesahan terakhir,
pemerintah, belum adanya UU Ratifikasi agar dapat mempercepat dan
sehingga pemerintah menentukan mempermudah proses ratifikasi sehingga
sendiri hal mana yang dibawa ke DPR tak berjalan lambat.
untuk diratifikasi dalam bentuk UU dan
mana yang diratifikasi lewat Keppres, DAFTAR PUSTAKA
keragaman sikap di dalam kabinet dan Agusman, Damos Dumoli., “Apa Arti
lemahnya koordinasi di antara lembaga- Pengesahan/Ratifikasi Perjanjian
lembaga negara sektoral yang terkait, Internasional”, Opinio Juris, Volume 02,
kelambatan pemerintah melakukan Desember 2009.
kajian implikasi, kelambatan pemerintah -----------------., “Dasar Konstitusional
dalam menentukan focal point, Perjanjian Internasional Mengais Latar
kelambatan pengkajian terhadap Belakang dan Dinamika Pasal 11 UUD
pentingnya Indonesia meratifikasi suatu 1945”, Opinio Juris, Volume 04, Januari-
perjanjian internasional, dan dapat April 2012.
tertahan di Departemen lain. Ardhiwisastra, Yudha Bhakti., Hukum
Internasional Bunga Rampai, PT. Alumni,
2. SARAN Bandung, 2003.
a. Oleh karena begitu pentingnya praktik Garner, Bryan A., Black’s Law Dictionary,
ratifikasi perjanjian internasional di Seventh Edition, West Group, St. Paul-
Indonesia, maka hendaknya Undang- Minn, USA, 2000.
Undang Nomor 24 Tahun 2000 lebih Harjono., Politik Hukum Perjanjian
berdaya guna dan berhasil guna Internasional, PT. Bina Ilmu, Surabaya,
khususnya tentang aspek praktik 1999.
ratifikasinya yang sudah tak dinamis lagi Kusumaatmadja, Mochtar, dan Agoes, Etty
dan belum bisa memberikan pedoman R., Pengantar Hukum Internasional, PT.
yang jelas dalam praktik ratifikasi di Alumni, Bandung, 2003.
Indonesia, serta masih belum bisa Kusumohamidjojo, Budiono., Suatu Studi
mengatasi lambatnya proses ratifikasi Terhadap Aspek Operasional Konvensi
perjanjian internasional di Indonesia. Wina Tahun 1969 tentang Hukum
b. Perlu dibuatnya undang-undang baru Perjanjian Internasional, Binacipta,
yang ketentuan praktik ratifikasinya Bandung, 1986.
lebih jelas, cepat dan tegas. Selain itu, Lubis, Elmar Iwan et.al., Pedoman Praktis
perlu dibuat suatu lembaga yang Pembuatan, Pengesahan dan
mengingatkan ratifikasi, dan tenaga ahli Penyimpanan Perjanjian Internasional
101
Lex Administratum, Vol.I/No.2/Apr-Jun/2013

Termasuk Penyiapan Full Powers dan Elsam, Ada Kendala Untuk Ratifikasi
Credentials, Direktorat Perjanjian Instrumen HAM Internasional,
Ekonomi dan Sosial Budaya Kementerian http://www.elsam.or.id/?act=view&id=5
Luar Negeri Republik Indonesia, Jakarta, 77&cat=c/301&lang=in (diakses Senin 26
2012. November 2012, Pukul. 10.30 WITA).
Mauna, Boer., Hukum Internasional http://www.google.com, Pengesahan
Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Statuta Roma dan Harmonisasi Hukum
Era Dinamika Global, PT. Alumni, Nasional, (diakses Senin 26 November
Bandung, 2005. 2012, Pukul. 11.00 WITA).
Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri., Stredo, Kerjasama Internasional,
Penelitian Hukum Normatif, Rajawali, http://stredoal.blogspot.com/2010/06/k
Jakarta, 1985. erjasama-internasional-mla.html
Starke J.G., Pengantar Hukum Internasional (diakses Selasa 4 Desember 2012, Pukul.
2, Edisi Kesepuluh, Sinar Grafika, Jakarta, 08.30 WITA).
tth. Timothy, Nicolas., 2011 Indonesia Sepakati
Suraputra D. Sidik., Hukum Internasional 146 Perjanjian Internasional,
dan Berbagai Permasalahannya (Suatu http://www.tribunnews.com/2012/01/0
Kumpulan Karangan), Lembaga 4/2011-indonesia-sepakati-146-
Pengkajian Hukum Internasional-FHUI, perjanjian-internasional (diakses Selasa
Jakarta, 2004. 4 Desember 2012, Pukul. 08.00 WITA).
Suryokusumo, Sumaryo., Studi Kasus
Hukum Internasional, PT. Tatanusa,
Jakarta, 2007.
Suryono, Edy., Praktek Ratifikasi Perjanjian
Internasional, Remadja Karya,
Bandung, 1984.

Peraturan Perundang-Undangan :
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
1945.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000
tentang Perjanjian Internasional.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan.
Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun
2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan
Rancangan Undang-Undang, Rancangan
Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang, Rancangan Peraturan
Pemerintah dan Rancangan Peraturan
Presiden.

Sumber-Sumber Lain :
Vienna Convention On The Law of Treaties,
done at Vienna, on 23 May 1969, Come
in to force on 27 January 1980.

102

Anda mungkin juga menyukai