HADIS
MATAN HADIS
Dosen pengampu:
Mulyadi, M.Pd
Disusun Oleh:
1
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
1
Ibnu Mamnzur, Lisan al-Arab (Mesir: Dar al-Misriyyah li at-Ta’lif wa at-Tarjamah, 1868), III:
434-435.
2
Muhammad Tahir al-Jawabi, Juhud al-Muhaddisin fi Naqd Mata al-Hadis al-Nabawi al-Syarif
(Tunis: Muassasah Abd al-Karim ibn Abdullah, t.t.) hlm. 88-89.
3
Dr. nuruddin ‘ltr, ‘Ulumul Hadis. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2012. Hlm. 333.
4
Jamal al-Din Muhammad bin Mukarrom bin Manzur, Lisan al-Arab. (Bairut: Dar al Sadir, 1990)
hlm. 425.
Naqd dalam bahasa Arab popular berarti penelitian, analisis, pengecekan dan
5
pembedaan . Kritik dalam bahasa Indonesia berarti menghakimi, membanding,
menimbang dan dalam pemakaian orang Indonesia sering dikonotasikan kepada
makna tidak lekas percaya, tajam dalam analisa atau uraian pertimbangan baik
6
dan buruk terhadap suatu karya .
Kemudian yang dimaksud dengan kritik matan adalah seleksi matan hadis
sehingga dapat dibedakan antara matan yang bisa diterima atau ditolak dengan
menggunakan kaedah-kaedah kritik yang disepakati ulama’ hadis yang
diformulasikan dari berbagai metode kritik sahabat, metode kritik ulama’ klasik
hingga kontemporer.
5
Hans, Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic, London: George Allen & Unwa Ltd, 1970,
hlm. 990.
6
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Umum Bahasa Indonesia , Jakarta: Balai
Pustaka, 1988, hlm. 466.
7
Dr. Mustafa al-Siba’I, al-Sunnah wa Makanatuha fi al-Tasbri’ al-Islami , Beirut: Dar al-Warraq,
1998, hlm. 129.
Keadaan ini menginspirasi para khalifah untuk memperingatkan semua sahabat
supaya berhati-hati dan tidak sembarangan dalam menyebarkan hadis, begitu juga
dalam menerima hadis sebab dalam proses transmisi (penyampaian) hadis, tidak
menutup kemungkinan terjadi distorsi (penyelewengan) dan kesalahan. Dari
8
sisnilah kebutuhan akan kritik hadis semakin besar .
Setelah terbunuhnya Ustman ibn Affan dan munculnya perang saudara
antara kubu Ali dan Mu’awiyah kondisi hadis semakin mengkhawatirkan. Pada
masa-masa ini, hadis menjadi sebuah alat dan komoditi (barang dagangan)
kelompok pemalsu hadis yang terdiri dari kaum munafiq, ahli bid’ah, zindiq,
syi’ah, khawarij, mu’tazilah dan lain sebagainya. Masing-masing kubu
menciptakan dalil yang memperkuat ideologi dan visi misi mereka, sehingga
tercampurlah antara hadis asli dan maudlu’. Bahkan upaya pemalsuan hadis masih
terus berlanjut hingga masa khalifah bani Abbasiyah dimana fanatisme madzhab
sedang mewabah kala itu. Tidak heran jika seorang tabi’in dan tokoh ilmu sanad
terkemuka, Muhammad bin Sirin berkata: “mereka pada zaman sahabat tidak
pernah meminta sanad hadis, dan ketika terjadi fitnah mereka berkata:
sebutkanlah nama setiap perawi kalian. Maka jika perawinya ahlussunnah,
mereka menerima hadisnya, dan apabila perawinya ahli bid’ah maka mereka
9
menolaknya” .
Pada masa tabi’in muncul sejumlah kritikus hadis angkatan abad pertama
dan awal abad kedua seperti Sa’id bin al-Musayyab, al-Qasim bin Muhammad ibn
Abu Bakar, Abu Salamah bin Abdurrahman bin ‘Auf, Ali bin Husain bin Ali,
Salim bin Abdillah bin Umar, Abdullah bin Abdullah bin ‘Utbah, Khawarij bin
Zaid bin Tsabit, Urwah bin Zubair, Abu Bakar bin Abdurrahman bin Harith,
Sulaiman bin Yasar, al-Zuhri, Yahya bin Sa’id al-‘Anshori, Hisyam bin Urwah,
Sa’id bin Ibrahim, Sa’id bin Zubair, al-Sya’bi, Tawus, Hasan al-Basri, Ibrahim al-
10
Nakha’i,, Muhammad bin Sirin, Syu’bah bin al-Hajjaj, dan lainnya .
8
Prof. Dr. Zainul Arifin, Kritik Hadist, Studi Historis Kritik Hadist Pada Zaman Sahabat,
dalam jurnal al-Afkar edisi VIII TH 7/Juli-Desember 2003, hlm 74.
9
Dr. Mustafa al-Siba’I, al-sunnah wa Makanatuha fi al-Tasbri’ al-Islami, Bairut : Dar al-Warraq,
1998, hlm 108.
10
Prof. Dr. Zainul Arifin, Kritik Hadist, Studi Historis Kritik Hadist Pada Zaman Sahabat,
dalam jurnal al-Afkar edisi VIII TH 7/Juli-Desember 2003, hlm 75-76.
6
Sedangkan pada abad ketiga dan seterusnya muncul kritikus hadis penerus
seperti Yazid bin Harun, Abu Dawud at-Tatslisi, Abd al-Razzaq bin Hammam,
Abu ‘Ashim al-Nabil. Pada masa ini disusun teori-teori tentang kritik hadis, lebih
khusus dalam bidang ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil yang dipelopori oleh ahmad ibn
Hambal, Muhammad ibn Sa’ad al-Waqidi, Yahya ibnu Ma’in, Ali ibn al-Madini,
al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud al-Sijistani, Abu Zar’ah al-Razi, Abu Hatim al-
11
Razi .kemudian tongkat estafet kritik perawi hadis ini dilanjutkan oleh generasi
12
setelahnya hingga akhir abad 9 hijriyah .
11
Dr. Mustafa al-Siba’I. al-Sunnah wa Makanatuha fi al-Tasbri’ al-Islami , Beirut: Dar
al- Warraq, 1998, hlm. 129.
12
Ibid, hlm. 130.
dalam Islam adalah berbuat kebohongan yang mencelakakan Nabi sebagaimana
13
hadis (man khadaba alayya)” .
Kritik matan adalah seleksi matan hadis sehingga dapat dibedakan antara
matan yang diterima dan matan yang ditolak dengan menggunakan kaidah-kaidah
kritik yang disepakati ulama’ hadis mulai dari metode kritik sahabat, metode
kritik ulama’ klasik hingga ulama’ kontemporer.
Banyak di antara ulama’ hadis klasik memusatkan perhatian pada kritik
sanad, sebab menurut mereka bahwa otentitas suatu hadis terletak pada sanad.
Jika sanad sahih, maka dapat dipastikan matannya juga sahih. Namun setelah
diteliti bahwa banyak juga hadis matannya kelihatannya sahih (kanya karena
melihat sanadnya sahih) ternyata matannya da’if bahkan maudu’.
Sebab itulah beberapa ulama’ hadis khususnya yang bergelut dengan
dunia kritik hadis merumuskan beberapa kaedah untuk mengkritik matan hadis
sesuai proposi (perbandingan) hadis itu sendiri. Di antara ulama’ hadis tersebut
ialah Ibnu Abi Hatim dan ayahnya, Syu’bah Ibn al-Hajjaj, al-‘Iraqi, al-
Dhahabi, al-Tirmidzi dan lainnya. Adapun kaedah-kaedah yang telah disepakati
tersebut adalah sebagai berikut:
14
1. Mengkomparasi riwayat hadis yang akan dikritik dengan riwayat-
riwayat lain. Dengan begitu akan diketahui apakah dalam matan hadis
itu terdapat Idraj (tambahan kata / kalimat dari salah satu perawinya),
Qalb (pembalikan kata) idtirab (taqdim dan ta’khir / penduluan dan
pengakhiran), al-Ziyadah wa al-Nuqsan (penambahan dan
pengurangan), tashif (perubahan tiitk), tahrif (perubahan harokat), dan
bentuk hadis janggal lain yang mengisyaratkan adanya kesalah-
fahaman (al-wahm) dari seorang perawi terhadap hadis yang ia
riwayatkan.
2. Komparasi beberapa hadis yang kelihatannya saling bertentangan.
Terhadap hadis yang saling ta’arudl, adalah beberapa kemungkinan
yang bisa dilakukan, yaitu invalidasi (naskh), kompromi (al-jam’u)
13
Nuruddin ‘ltr, ‘Ulumul Hadis, Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2012, hlm.469-470.
14
Mengkomparasi : membandingkan
atau tarjih. Pembahasan tentang kontradiksi hadis sudah banyak
disinggung dalam kitab-kitab mustolah dan telah menjadi satu disiplin
15
ilmu tersendiri yang dinamakan ilmu Mukhtalif al-Hadis .
3. Komparasi matan hadis dengan peristiwa-peristiwa bersejarah yang
validitasnya diakui oleh mayoritas ulama’ dan diikuti oleh mayoritas
sahabat, seperti peristiwa perang badar, perang uhud, perang khandaq,
hijrah, pengalihan kiblat, dan sebagainya.
4. Kemungkinan adanya kontradiksi matan hadis dengan dalil-dalil
hukum yang qat’iy. Jika terbukti maka ia tergolong da’if.
5. Penilaian atas kuat atau lemahnya uslub yang dipakai dalam matan
hadis. Mayoritas ulama’ hadis menolak matan hadis yang amburadul
dan tidak memiliki karena bertentangan dengan tabi’at hadis Nabawi
16
dengan keindahan uslubnya dan kejelasan maknanya .
1. Matan hadis tidak Shadh. Shadh adalah apabila ada hadis A yang
sanadnya sahih, namun hadis lain (B) yang bertentangan denggan
hadis A dan mempunyai sanad yang lebih sahih dari hadis A (perawi
hadis B lebih thiqah dari perawi hadis A), maka hadis A matannya
menjadi shadh (da’if) sedangkan sanadnya tetap sahih. Adapun hadis
B, sanad dan matannya sahih (dinamakan hadis Mahfudz)
17
2. Matan tidak mengandung Illat . Banyak kita dapatkan hadis yang
matannya kelihatan sahih, namun setelah dikritik oleh para pengkritik
hadis ternyata ada illat pada matan yang dapat mencacat hadis
tersebut. Illat pada matan bisa berupa kesalah-fahaman (wahm) dari
perawi dan yang lainnya yang menyebabkan pencampuradukan antara
ucapan Rasulullah dengan ucapan orangg lain, atau bisa juga
15
Menurut al-Ma’aribi, hadith mukhtalif tergolong faktor pencatat yang tidak sampai
mencatat hadith, al-Jawahir al-Sulaimaniyah. 46.
16
Prof. Dr. Izzat Ali Athiyyah, Mausuah ulum al-Hadith al-Syarif, hlm. 799.
17
Illat pada matan ada dua macam, pertama tidak sampai mencacat matan, kedua illat yang
dapat mencacat matan.
menyebabkan penggantian matan seluruhnya secara tidak sengaja
seperti dalam kasus yang terjadi antara Thabit bin Musa, salah seorang
ulama’ ahli zuhud, dan gurunya al-Qadi Sharik bin Abdillah. Suatu
hari dalam sebuah majlis belajar, sang guru memulai pelajarannya
dengan menyebut sebuah hadis. Lalu di tengah Sharik menyebut
rentetan sanad dari hadis yang akan beliau riwayatkan, datanglah
muridnya yang terlambat, Thabit. Melihat wajah Tsabit, Sharik
spontan berkata: “Barangsiapa yang sering shalat di malam hari, maka
wajahnya bercahaya pada siang hari”. Perkataan itu keluar dari lisan
18
Sharik akibat luapan keterkaguman atas kezuhudan dan kewara’an
Thabit. Tapi Thabit mengira perkataan itu adalah hadis Nabi SAW.
Thabit pun meriwayatkannya secara marfu’ ke Rasulullah SAW
19
dengan sanad yang tersebut di atas .
Menurut Dr. Mustafa as-Siba’i bahwa dalam sebuah kritik matan ada
beberapa kaedah yang harus kita perhatikan terkait syarat dapat diterimanya
matan, diantaranya adalah,
18
Kewaraan : menjaga diri dari hal-hal maksiat
19
Al-Idlibi, 32-33.
20
Prof. Dr. Izzat Ali Athiyyah, Mausuah ulum al-Hadith al-Syarif
Berkaitan dengan studi atau penelitian matan hadis, secara garis besar
meliputi tiga kegiatan atau tahapan yaitu:
Dilihat dari objek kritiknya, model kritik teks/matan hadis Nabi dapat
dibagi menjadi dua macam, yaitu:
21
Para ulama’ meninjau matan hadits dari beberapa segi pembicaranya :
a. Hadits Qudsi
Hadits Qudsi adalah hadis yang disandarkan kepada Rasulullah Saw,
dan disandarkan kepada Allah Swt.
Seperti:
صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فِ ْي َما يَرْ ِو ْي ِه ع َْن َربِّ ِه َ َق
َ ِل هللاbُ ْال َرسُو
b. Hadis Marfuk
Hadis marfuq adalah ucapan, perbuatan, ketetapan, atau sifat yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw secara khusus.
21
Dr. nuruddin ‘ltr, ‘Ulumul Hadis. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2012. Hlm: 334-
338
Ibnu al-shalah berkata, “Ada ahli hadis yang menjadikan hadis
marfuk sebagai kebalikan hadis mursal.” Yang ia maksudkan dengan
hadis itu adalah hadis marfuk muttasil.
c. Hadis Mauquf
Hadis mauquf adalah sesuatu yang disandarkan kepada para sahabat
r.a dan tidak sampai kepada Rasulullah Saw
Hadis yang demikian disebut mauquf karena ia hanya terhenti pada
sahabat dan tidak naik kepada Rasulullah Saw. Sebagian ulama
menyebut hadis mauquf secara mutlak sebagai atsar.
d. Hadis Maqthu’
22
Hadis maqthu’ adalah hadis yang disandarkan kepada tabiin .
22
Dr. nuruddin ‘ltr, ‘Ulumul Hadis. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2012. Hlm: 338
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Menurut ilmu hadis matan adalah perkataan yang berbatasan dengan ujung sanad.
23
Yakni sabda Nabi Muhammad SAW yang disebut setelah disebutkannya sanad .
24
“Matan (isi hadis) adalah perkataan yang berbatasan dengan ujung sanad”
Sedangkan istilah “kritik” dalam bahasa Arab diartikan “naqd”. Sementara itu, di
dalam al-Qur’an dan hadis kata “naqd” tidak ditemukan dalam makna kritik. Meskipun
demikian, dalam tradisi Islam awal telah dikenal konsep mengenai kritik. Hal ini
berdasarkan realita dalam al-Qru’an yang mengenal istilah “yamiz”, sebuah istilah yang
bentuk mudlori’ nya dari kata “maza” yang sejalan dengan konsep kritik yakni
25
memisahkan sesuatu dari sesuatu yang lain . Naqd dalam bahasa Arab popular berarti
26
penelitian, analisis, pengecekan dan pembedaan . Kemudian yang dimaksud dengan
kritik matan adalah seleksi matan hadis sehingga dapat dibedakan antara matan yang bisa
diterima atau ditolak dengan menggunakan kaedah-kaedah kritik yang disepakati ulama’
hadis yang diformulasikan dari berbagai metode kritik sahabat, metode kritik ulama’
klasik hingga kontemporer.
Sejarah lahirnya studi kritik hadis sebenarnya telah ada sejak zaman Rasulullah
SAW, baik itu dilakukan oleh beliau sendiri atau dilakukan oleh sebagian sahabat.
Sepeninggal Rasulullah SAW tahun 11 H/623 M, terjadi perubahan signifikan karena
hadis tidak lagi diriwayatkan dari sumber pertama tapi dari sumber kedua dan seterusnya
23
Muhammad Tahir al-Jawabi, Juhud al-Muhaddisin fi Naqd Mata al-Hadis al-Nabawi al-Syarif
(Tunis: Muassasah Abd al-Karim ibn Abdullah, t.t.) hlm. 88-89.
24
Dr. nuruddin ‘Itr, ‘Ulumul Hadis. (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2012). Hlm. 333.
25
Jamal al-Din Muhammad bin Mukarrom bin Manzur, Lisan al-Arab. (Bairut: Dar al Sadir,
1990) hlm. 425.
26
Hans, Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic (London: George Allen & Unwa Ltd,
1970), hlm. 990.
yang mempunyai posisi yang berbeda dari sumber pertama. Secara intens para sahabat
melakukan kritik terhadap perawi hadis. Tercatat Abu Bakar, Umar, Ustman, Ali,
A’isyah, ibn Abbas, Anas ibn Malik, dan ‘Ubadah ibn Samit dikenal sebagai tokoh yang
27
selalu meneliti dan mengkritik periwayat lain.
Berkaitan dengan studi atau penelitian matan hadis, secara garis besar meliputi
tiga kegiatan atau tahapan yaitu:
Dilihat dari objek kritiknya, model kritik teks/matan hadis Nabi dapat dibagi
menjadi dua macam, yaitu:
27
Dr. Mustafa al-Siba’I, al-Sunnah wa Makanatuha fi al-Tasbri’ al-Islami (Beirut: Dar al-Warraq,
1998) hlm. 129.
Daftar Pustaka