Di susun Oleh :
Kelompok 7
2020/2021
KATA PENGANTAR
Seraya mengucapkan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat serta
Hidayah -Nya, sehingga kita masih dalam keadaan sehat. Terima kasih kami ucapkan kepada
rekan-rekan yang telah membantu penyusunan makalah ini, sehingga kami (penyusun) bisa
menyelesaikan Makalah dengan judul “ARTI, ASAL-USUL DAN MANFAAT TASAWUF“.
Makalah ini tentunya jauh dari kata sempurna tapi penulis tentunya bertujuan untuk
menjelaskan atau memaparkan point-point di makalah ini, sesuai dengan pengetahuan yang
saya peroleh, baik dari buku maupun sumber-sumber yang lain. Semoga semuanya
memberikan manfaat bagi kita. Bila ada kesalahan tulisan atau kata-kata di dalam makalah
ini, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................................... i
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 1
BAB II........................................................................................................................................ 2
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 2
2.1 Pengertian dan Sumber Tasawuf ...................................................................................... 2
A. Tasawuf.......................................................................................................................... 2
B. Sumber Tasawuf ............................................................................................................ 3
2.2 Sejarah Tasawuf pada masa Nabi dan Sahabat ................................................................ 6
2.3 Manfaat Tasawuf .............................................................................................................. 7
BAB III ...................................................................................................................................... 9
PENUTUP.................................................................................................................................. 9
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 10
i
BAB I
PENDAHULUAN
Tasawuf ada sejak zaman dahulu hingga saat ini terus saja mengalami perkembangan terlebih
tasawuf ini merupakan ajaran yang dimana untuk kita dapat mensucikan jiwa, menjernihkan
akhlak, membangun dhahir dan batin serta untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi.
Didalam islam kita dituntut selalu mengikuti ajaran tasawuf yang dimana itu merupakan
ajaran Rasulullah juga.
Tidak jauh berbeda dengan tasawuf yang terjadi dizaman nabi sampai sekarang. Dimana
sama-sama mengajarkan kebaikan bagi umat manusia agar senantiasa mengingat kepada allah
SWT. Dari segi bahasa tasawuf dapat dipahami sebagai sikap mental, dimana mental yang
dimaksud yaitu selalu menjaga ibadah, hidup sederhana atau tidak berlebihan serta memiliki
sikap rela berkorban untuk kebaikan.
Sehingga dapat dipahami bahwa tasawuf pda hakikatnya merupakan upaya untuk melatih
jiwa dengan berbagai aktivitas yang dapat membebaskan diri dari pengaruh yang terjadi
didunia dan mengingkat bahwa kehidupan di alam akhirat lebih kekal. Maka dari itu kita
sebagai manusia jangan sampai terlena dengan kehidupan didunia serta kita harus senantiasa
mengikuti ilmu tauhid yang telah diberikan kepada allah melalui nabi dan disampaikan
kepada manusia di bumi ini.
1.3 Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tasawuf
Pada hakikatnya secara bahasa Tasawuf berasal dari kata Shuffah, yaitu
sebutan bagi orang-orang yang hidup di sebuah gubuk yang dibangun oleh
Rasulullah SAW. di sekitar Masjid Madinah, mereka ikut Nabi saat hijrah dari Mekah
ke Madinah dengan meninggalkan harta benda, hidup miskin tetapi tetap bertawakal
dan mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah SWT.
Adapula yang mengatakan bahwa Tasawuf juga berasal dari kata Shafa’ (suci
bersih), yaitu sekelompok orang yang berusaha menyucikan hati dan jiwanya karena
Allah. Sufi berarti orang-orang yang hati dan jiwanya bersih dan disinari cahaya
hikmah, tauhid dan hatinya terus bersatu dengan Allah SWT.
Pendapat lain juga mengatakan bahwa Tsawuf juga berasal dari kata shuf
(pakaian dari bulu domba atau wol) yang merupakan lambang kesederhanaan.
Berbeda dengan orang-orang kaya saat itu yang kebanyakan memakai kain sutra.
Definisi Tasawuf (sufi) secara istilah ada beberapa pendapat yang dikemukakan
oleh sejumlah tokoh sufi, sebagai berikut.
1. Ibnu Ajibah berkata : Tasawuf adalah ilmu yang mengajarkan tentang cara
beribadah di hadapan Tuhan, membersihkan batin dari sifat-sifat kehinaan dan
menghiasinya dengan sifat-sifat kemuliaan. Awalnya adalah ilmu, pertengahannya
adalah amal dan akhirnya adalah karunia kemampuan besar.
2. Abu Husain An-Nuri (Wafat 295 H/ 908M) : “Kaum sufi itu ialah kaum yang
hatinya suci dari kotoran basariyah (hawa nafsu kemanusiaan) dan kesalahan
pribadi. Ia harus mampu membebaskan dari syahwat sehingga ia berada pada shaf
pertama dan mencapai derajat yang mulia dalam kebenaran”.
3. Harun Nasution dalam bukunya Falsafat dan Mistisme dalam Islam menjelaskan
bahwa, “tasawuf itu merupakan suatu ilmu pengetahuan dan sebagai ilmu
pengetahuan, tasawuf atau sufisme mempelajari cara dan jalan bagaimana seorang
islam dapat sedekat mungkin dengan Tuhan.1
Dengan demikian, tasawuf adalah ajaran yang dibawa oleh para Nabi.
Sesungguhnya ruh dari taqwa adalah tazkiyah (penyucian diri) sebagaimana
diterangkan dalam Al-Quran, “sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang
membersihkan diri.” (QS. Al-A’la [87] : 14).
1
Tasawuf Anak Muda (yang Muda yang berhati Mulia)/oleh Agustang K & Sugirma, Ed.1, Cet. I (Yogyakarta :
Deepublish, Maret 2017) hlm. 1-3.
2
B. Sumber Tasawuf
Sumber pokok tasawuf dalam Islam adalah bermula dari pangkal ajaran agama Islam
itu sendiri. Walaupun sebagian ahli ada yang mengatakan bahwa tasawuf Islam itu
timbul sebab adanya pengaruh dari luar Islam. Dan kata sufi sendiri tidak disebutkan
atau diterangkan dalam Al-Qur`an maupun Al-Hadits. Namun, apabila kita mencari
dan menyelidiki secara seksama pada ayat-ayat Al-Qur`an dan Al-Hadits, maka
banyak sekali didapati dari ayat Al-Qur`an dan Al-Hadits itu yang berfungsi sebagai
sumber tasawuf.
Al-Qur`an dan Al-Hadits merupakan kerangka acuan pokok yang selalu dipegang
umat Islam. Berikut ini merupakan sumber-sumber tasawuf.
1. Al-Qur`an
Al-Qur`an adalah kalam Allah yang tiada tandingannya (mukjizat),
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW., penutup para Nabi dan Rasul dengan
perantaraan Malaikat Jibril, dimulai dengan surat Al-Fatiha dan di akhiri dengan
surat An-Naas, dan ditulis dalam mushaf-mushaf yang disampaikan kepada kita
secara mutawatir (oleh orang banyak), serta mempelajarinya merupakan suatu
ibadah. 2 Dalam Islam Al-Qur`an adalah hukum tertinggi yang harus ditaati,
mengingat bahwa Al-Qur`an merupakan firman Allah yang langsung ditransferkan
untuk umat manusia yang sudah melengkapi kitab-kitab samawi sebelumnya.
2. Al-Hadits
Hadits yang jamaknya ahadits memiliki padanan kata yang cukup beragam.
Dari sisi bahasa, hadits dapat diartikan baru sebagai lawan dari kata qadim (yang
berarti lama, abadi dan kekal). Pengistilahan hadits sebagai ucapan, perbuatan,
taqrier dan hal ihwal tentang Nabi Muhammad dimaksudkan untuk membedakan
hadits dengan Al-Qur`an yang diyakini oleh ahlus sunnah wal jama`ah sebagai
firman Allah yang qadim. 3
Sebagaimana yang diketahui bahwa Al-Hadits merupakan sumber hukum
Islam yang kedua. Sehingga dalam kajian ilmu keagamaan pun Al-Hadits tetap
menjadi rujukan setelah Al-Qur`an. Berikut akan diuraikan hadits-hadits mengenai
tasawuf, mengingat dalam tasawuf hadits juga tergolong sumber kedua.
3. Ijtihad Para Sufi
Ijtihad para sufi dimaksudkan untuk menguraikan pemikiran-pemikiran
para sufi mengenai tasawuf. Dan ini dapat digunakan sebagai sumber hukum
ketiga dalam tasawuf. Berikut tokoh-tokoh sufi beserta pemikiran dan
pandangannya dalam kajian tasawuf, diantaranya:
2
Prof. Dr. Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy, 1991, Studi Ilmu Al-Qur`an, Terjemahan oleh Drs. H. Aminuddin, 1998,
Bandung: Pustaka Setia, hlm. 15
3
Drs. Cecep Sumarna, M.Ag. dan Drs. Yusuf Saefullah, M.Ag., Pengantar Ilmu Hadits, 2004, Bandung: Pustaka Bani Quraisy,
hlm. 1
3
a. Dzun Nun Al-Mishri
Namanya Abul Faidh Dzun Nun Tsauban bin Ibrahim Al-Mishri, wafat
pada tahun 245H./859M. ayahnya berasal dari Naubi. Dia seorang yang sangat
terhormat, paling alim, wara`, kharismatik dan sastrawan dimasanya. Salah
satu mutiara nasihatnya yaitu diantara tanda-tanda orang yang cinta Allah
adalah mengikuti kekasih-Nya, dalam perilaku, perbuatan, perintah-perintah
dan sunnah-sunnahnya.4
Beliau dikenal sebagai sufi yang mengembangkan teori tentang
ma`rifat. Ma`rifat dalam terma sufistik memiliki pengertian yang berbeda
dengan istilah `ilm, yakni sesuatu yang bisa diperoleh melalui jalan usaha dan
proses pembelajaran. Sedangkan ma`rifat dalam terma sufi lebih merujuk pada
pengertian salah satu metode yang bisa ditempuh untuk mencapai tingkatan
spiritual.
Hakikat ma`rifat bagi Dzun Nun Al-Mishri adalah Al-Haq itu sendiri
yakni, cahaya mata hati seorang `arif dengan anugerah dari-Nya sanggup
melihat realitas sebagaimana Al-Haq melihatnya.
Pada tingkatan ma`rifat, seorang `arif akan mendapati penyingkapan
hijab (Kasyf Al-Hijab). Dengan pengetahuan inilah, segala gerak sang `arif
senantiasa dalam kendali dan campur tangan Allah. Ia menjadi mata, lidah,
tangan dan segala macam perbuatan dari Allah. Beliau menegaskan bahwa, Aku
ma`rifat pada Allah-ku sebab Allah-ku, andaikata bukan karena Allah-ku,
niscaya aku tidak akan ma`rifat kepada-Nya.5
b. Abu Yazid Al-Busthami
Namanya Abu Yazid Thaifur bin Isa Al-Busthami (188H.-
261H./804M.-875M.). Dia tiga bersaudara, dua lainnya Adam Thaifur dan Ali.
Al-Busthami adalah orang pertama yang memakai istilah fana` sebagai
kosakata sufistik. Konsep ittihad merupakan pengembangan dari
konsep fana` dan baqa` yang dicetuskannya. Menurutnya, setelah mencapai
ma`rifat, seseorang dapat melanjutkan kepada kekelan (baqa`) dan akhirnya
ittihad. Fana` adalah penyirnaan diri dari sifat keduniawian yang dilukiskan
laksana kematian jasad dan lepasnya roh menuju kepada kekalan (baqa`) dan
dari sini dapat melangkah kepada penyatuan dengan Allah (ittihad). Pada titik
ini kerap terjadi yang diistilahkan dalam dunia sufi sebagai syathahat atau
keadaan tidak sadar karena telah menjadi penyatuan dimana dia seolah menjadi
Allah itu sendiri.6
c. Al-Junaid Al-Baghdadi
Abu Al-Qasim Al-Junaid bin Muhammad Al-Nehawandi Al-
Baghdadi[42], wafat pada tahun 297H./910M. Ia dikenal sebagai tokoh yang
mensistematisasikan beberapa kecenderungan tasawuf dan mencoba
mengislamisasi istilah-istilah tasawuf dengan istilah-istilah dari Al-Qur`an. Ia
4
Ibid, hlm. 635-636
5
Suteja Ibnu Pakar, 2013, Op. Cit., hlm. 48-49
6
Suteja Ibnu Pakar, 2013, Op. Cit., hlm. 49-50
4
digelari sayyid al-taifah dan juga tawus al-ulama` (burung merak para ulama).
Dia menjadi figure teladan dalam dunia ketasawufan.
Kajian menarik dari beliau adalah tentang fana` (dengan pengembangan
yang berbeda dari fana` yang dikembangkan oleh Al-Busthami), yakni proses
peleburan diri sehingga menghilang batas-batas individual yang ada dalam diri
manusia. Doktrin ini ditopang oleh dua konsep utama, perjanjian atau
kontrak azali dan fana`. Manusia telah tercipta sebelumnya dari ke-fana`an-
nya. Dan agar bisa kembali maka manusia perlu meniadakan dirinya kembali
agar suci sebagaimana ketika berada di alam roh. Tetapi Junaid menandaskan
disini bahwa fana` bukanlah akhir dari perjalanan spiritual
manusia. Fana` hanyalah sarana menuju baqa`.7
d. Al-Ghazali
Al-Ghazali lahir pada tahun 450 H. (1058M) di daerah Thus, salah satu
kota di Khurasan yang di warnai oleh perbedaan paham keagamaan. Masa
hidup Al-Ghazali berada pada akhir periode Iklasik (650-1250M.) yang
memasuki masa disintegrasi (1000-1250M.).
Pemikiran tasawuf Al-Ghazali adalah termasuk dalam model
aliran transendenlisme, yaitu aliran yang masih mempertahankan sendi-sendi
dasar ajaran tauhid dan membedakan adanya dua pola wujud, yakni wajib al-
wujud (Tuhan) dan mumkin al-wujud (Makhluk). Bagi aliran ini, tingkat yang
tertinggi yang dapat di capai oleh seorang hamba dalam dunia tasawuf
adalah ma’rifat kepada Allah SWT dan penghayatan kepada alam ghaib serta
mendapatkan ilmu laduniyah.
Konsep al-insan al-kamil menurut aliran ini adalah wali Allah, yaitu
orang-orang khawwash yang secara langsung telah mendapat limpahan ilmi
ghaib dari Lawh Mahfuzh sehingga ia dapat berkenalan dengan para malaikat,
roh nabi-nabi dan dapat memetik pelajaran dari mereka, mengetahui suratan
nasib yang ada di Lawh Mahfuzh sehingga dapat mengetahui apa yang akan
terjadi dan bahkan ma’rifat kepada Allah.8
e. Ibnu `Arabi
Abu Bakar Muhammad ibn Ali Al-Khotami Al-Tho’i Al-Andalusi
(1165 -1240M.). Di Timur ia di kenal dengan sebutan Ibnu’ Arabi, di Barat ia
di kenal dengan sebutan Ibnu Suraqah, Al-Syekh Al-Akbar (Doctor Maximus),
Muhyidin bahkan Neoplotinus. Dalam pemikiran Ibn `Arabi, Allah adalah Al-
Khaliq bagi seluruh alam. Seluruh yang ada termasuk manusia adalah pancaran
iradat Allah (ide Allah). Inilah yang membawanya kepada sebuah simpulan
yang menyatakan bahwa alam ini adalah esensi dari Allah itu sendiri.9
7
Suteja Ibnu Pakar, 2013, Op. Cit., hlm. 51-52
8
Ibid, hlm. 84-85
9
Ibid, hlm. 95-97
5
2.2 Sejarah Tasawuf pada masa Nabi dan Sahabat
Kehidupan Nabi sebelum bi’tsah penuh dengan kejadian-kejadian yang memiliki nilai
spiritual luhur. Semisal beliau ber-tahannuts dan ber-khalwat di gua Hira` dengan tujuan
untuk mencari ketenangan jiwa dan kebersihan hati dalam upaya memahami realitas
masyarakat pada waktu itu. Dan dalam ber-tahannuts inilah pula Nabi menerima wahyu
pertama dari Allah melalui Jibril (M. Jalal Syaraf, 1984: 35). Sehingga tahannuts Nabi
ini menjadi semacam tajribah bagi para sufi dalam menggapai pengalaman-pengalaman
ruhaniyah.
Fazlur Rahman (1979: 128) mengatakan bahwa dalam al-Qur’an ada beberapa ayat
yang menggambarkan pengalaman mistik Nabi, seperti dalam Q.S. al-Isra`: 1, Q.S. al-
Najm: 1-12 dan 13-18, Q.S. al-Takwir: 19-25. Di sisi lain, dalam sebuah riwayat dari
Aisyah yang menyatakan bahwa Akhlak Rasulullah SAW adalah akhlak al-Qur’an itu
sendiri (kana khuluquhu al-Qur’an). Oleh karena itu, banyak amalan-amalan Nabi yang
menjadi dasar dan unsur tasawuf yang diamalkan oleh para sufi. Semisal hidup dengan
sederhana (zuhud), selalu beristighfar, berpuasa, dan bermujahadah (As’ad al-Sahmarani,
1987: 74-75).
Nabi SAW sendiri telah memberikan suatu petunjuk bagaimana kaum muslim bisa
mendekatkan diri kepada Allah, yakni dengan mengamalkan iman, islam, dan ihsan
(Annemarie Schimmel, 2000: 34). Iman sebagai bentuk pengejawantahan akan
tauhid/aqidah. Islam sebagai bentuk manifestasi dari ibadah/syari’at. Sedangkan ihsan
adalah laku spiritual dalam melakukan ibadah guna bertaqarrub kepada Allah dan hal ini
selanjutnya mewujud sebagai manifestasi dari tasawuf.10
Adapun pola kehidupan para sahabat Nabi tidaklah jauh dari apa yang diamalkan oleh
Rasulullah. Karena sahabat selalu berusaha meneladani apa saja yang Nabi amalkan.
Sehingga pola kerohanian para sahabat selalu berusaha disesuaikan dengan tuntunan
10
geladeri.com, Tasawuff pada masa Rasulullah dan sahabat, diakses pada tangga 10 April 2021
6
Rasulullah. Selalu bersikap sederhana, wara’, zuhud, dan selalu berbuat kebaikan guna
mendapat ridha Allah SWT.
Seyyed Hossein Nasr (2003: 97-98) menyatakan bahwa Nabi SAW juga memberikan
ajaran-ajaran esoterik kepada lingkaran khusus para Sahabat. Di antara yang paling
terkemuka adalah Ali ibn Abi Thalib, yang menjadi garis penghubung antara Nabi dan
hampir semua kelompok Tarekat Sufi melalui pengajaran secara rahasia (silsilah
barzakhi) dari tiap-tiap generasi sufi sampai Nabi SAW. Selain Ali, ada pula Abu Bakar
dan Salman al-Farisi yang kedua-duanya mempunyai peran penting dalam sejarah awal
perkembangan ajaran tasawuf dan tarekat. Masih banyak lagi para sahabat yang
mengamalkan ajaran-ajaran tentang kesederhanaan, tawadlu’, dan amalan kerohanian
yang lain. Semisal Umar ibn Khattab, Utsman ibn Affan, Khudaifah ibn al-Yaman, dan
al-Barra` ibn Malik.11
Selain itu, ada seseorang yang secara mistik dihubungkan dengan Nabi saw, namun ia
tidak pernah bertemu Nabi saw secara langsung. Ia adalah Uways al-Qarani. Menurut
cerita, Muhammad saw mengetahui kesalehan Uways dan mengucapkan kata-kata yang
terkenal ini, Nafas al-Rahman datang kepadaku dari Yaman. Uways bagi para sufi
dianggap sebagai prototip seorang sufi yang menerima ilham, yang semata-mata
dibimbing oleh kemurahan Ilahi, serta yang mengenal Nabi saw tanpa mengadakan
hubungan kontak luar secara langsung (Annemarie Schimmel, 2000: 34).
Pada masa Nabi SAW dan sahabat, ajaran-ajaran tasawuf masih sangat alami dan
sederhana. Ajaran-ajaran tasawuf terbingkai dalam moral/akhlak, misalnya
kesederhanaan, tawadhu’, wara’, sabar, amal saleh, dan lain sebagainya. Sedangkan
manifestasi ajaran tasawuf dapat dilihat dari amaliyah Rasul dan para sahabatnya.
• Membersihkan hati
Melalui tasawuf, hati seseorang akan menjadi bersih sehingga dalam beriteraksi
kepada Allah akan menemukan kedamaian hati dan ketenangan jiwa.
11
As’ad al-Sahmarani, al-Tashawwuf; Mansya`uhu wa Mushtholahatuhu, Beirut: Dar al-
Nafa`is, 1987, hlm. 82-104
7
• Menerangi jiwa dari kegelapan
Materi dalam kehidupan manusia sangat besar pengaruhnya terhadap jiwa
manusia. Sehingga tidak sedikit orang yang mengejar mengejar duniawi yang
menyebabkan mereka gelap mata. Penyakit resah, gelisah, patah hati, cemas dan
serakah dapat disembuhkan dengan ajaran agama. Khususnya dengan ilmu
tasawuf, dimana ketentraman batin atau jiwa yang menjadi sasarannya.
12
Bospedia.com, Pengertian Tasawuf, tujuan, manfaat dan Ilmu tasawuf, diakses pada tanggal 10 April 2021
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara bahasa Tasawuf berasal dari kata Shuffah, yaitu sebutan bagi orang-orang
yang hidup di sebuah gubuk yang dibangun oleh Rasulullah SAW. di sekitar Masjid
Madinah. Adapula yang mengatakan bahwa Tasawuf juga berasal dari kata Shafa’ (suci
bersih), pendapat lain juga mengatakan bahwa Tsawuf juga berasal dari kata shuf
(pakaian dari bulu domba atau wol) yang merupakan lambang kesederhanaan. Definisi
Tasawuf (sufi) secara istilah juga dikemukakan oleh sejumlah tokoh sufi :
1. Ibnu Ajibah
2. Abu Husain An-Nuri (Wafat 295 H/ 908M)
3. Harun Nasution dalam bukunya Falsafat dan Mistisme
Sumber pokok tasawuf dalam Islam adalah bermula dari pangkal ajaran agama Islam
itu sendiri. Al-Qur`an dan Al-Hadits merupakan kerangka acuan pokok yang selalu
dipegang umat Islam. sumber-sumber tasawuf.
1. Al-Qur`an
2. Al-Hadits
3. Ijtihad Para Sufi :
a. Dzun Nun Al-Mishri
b. Abu Yazid Al-Busthami
c. Al-Junaid Al-Baghdadi
d. Al-Ghazali
e. Ibnu `Arabi
Pola kehidupan para sahabat Nabi tidaklah jauh dari apa yang diamalkan oleh
Rasulullah. Karena sahabat selalu berusaha meneladani apa saja yang Nabi amalkan.
Sehingga pola kerohanian para sahabat selalu berusaha disesuaikan dengan tuntunan
Rasulullah. Selalu bersikap sederhana, wara’, zuhud, dan selalu berbuat kebaikan guna
mendapat ridha Allah SWT.
Pada masa Nabi SAW dan sahabat, ajaran-ajaran tasawuf masih sangat alami dan
sederhana. Ajaran-ajaran tasawuf terbingkai dalam moral/akhlak, misalnya
kesederhanaan, tawadhu’, wara’, sabar, amal saleh, dan lain sebagainya. Sedangkan
manifestasi ajaran tasawuf dapat dilihat dari amaliyah Rasul dan para sahabatnya.
9
DAFTAR PUSTAKA
Tasawuf Anak Muda (yang Muda yang berhati Mulia)/oleh Agustang K & Sugirma, Ed.1,
Cet. I (Yogyakarta : Deepublish, Maret 2017)
Prof. Dr. Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy, 1991, Studi Ilmu Al-Qur`an, Terjemahan oleh
Drs. H. Aminuddin, 1998, Bandung: Pustaka Setia,
Drs. Cecep Sumarna, M.Ag. dan Drs. Yusuf Saefullah, M.Ag., Pengantar Ilmu Hadits, 2004,
Bandung: Pustaka Bani Quraisy,
geladeri.com, Tasawuff pada masa Rasulullah dan sahabat, diakses pada tangga 10 April
2021
Bospedia.com, Pengertian Tasawuf, tujuan, manfaat dan Ilmu tasawuf, diakses pada tanggal
10 April 2021
10