Anda di halaman 1dari 10

SKENARIO 2

“KEHAMILAN YANG SULIT”

Ny. Aisyah, 42 tahun, memiliki 3 orang anak dan saat ini tengah hamil 8 bulan. Pada
saat kontrol ke Puskesmas ditemukan tekanan darah Ny. Aisyah 160/110 mmHg, edema
pretibia (+) dan protein urin +2, sehingga dokter puskesmas menduga Ny. Aisyah mengalami
pre eklampsia. Kemudian dokter memasang infus berupa regimen MgSO4, dokter juga
memasang kateter urin dan memberikan obat antihipertensi. Dokter puskesmas ini sangat
memahami bahwa preeklampsia ini adalah salah satu penyebab kematian utama Ibu dan
berisiko terjadinya Eklampsia, sehingga segera merujuk ke RSUD.
Di RSUD, dokter spesialis Obsgyn melakukan anamnesis ulang dan diketahui bahwa
pada kehamilan 2 bulan Ny. Aisyah pernah mengalami perdarahan sedikit namun sejak saat
itu tidak pernah perdarahan lagi, dan tidak ada riwayat hipertensi diluar kehamilan.
Dari pemeriksaan fisik dokter menemukan tinggi fundus uteri 2 jari di atas pusat, DJJ
140x/menit reguler. Kemudian dokter memberikan penjelasan pada ibu bahwa saat ini ia
menderita preeklampsia berat dengan kemungkinan terjadi gangguan pertumbuhan janin
sehingga harus dilakukan perawatan serta pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan USG,
CTG dan laboratorium. Ibu Aisyah pun dirawat diruang patologi kehamilan di RSUD.
Bagaimana anda menjelaskan apa yang terjadi pada kehamilan Ny. Aisyah?

TERMINOLOGI ASING
1. Edema : pengumpulan cairan secara abnormal di ruang interseluler tubuh
(Kamus Dorland, ed.29, hal.258)
2. Pretibia : diatas tibia (Kamus Dorland, ed.29, hal.621)
3. Pre eklampsia : toksemia pada kehamilan tua yg ditandai hipertensi edema &
proteinuria (Kamus Dorland, ed.29, hal 618)
4. Eklampsia : konfusi dan koma pada wanita hamil/masa nifas disertai hipertonal
edema & proteinuria (Kamus Dorland, ed.29, hal.256)
5. CTG : pemantauan terhadap denyut jantung fetak & kontraksi uterus seperti
waktu persalinan (Kamus Dorland, ed.29, hal.130)
RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa Ny. Aisyah mengalami edema pretibia pd saat kehamilan?
2. Mengapa dokter memasang infus berupa regimen MgSO4?
3. Mengapa Ny. Aisyah dipasangkan kateter urin?
4. Mengapa pada kehamilan 2 bln Ny. Aisyah mengalami perdarahan namun sejak saat
itu tidak pernah terjadi lagi?
5. Mengapa preeklampsia dpt menyebabkan gangguan pertumbuhan janin?
6. Mengapa dilakukan pemeriksaan USG CTG Laboratorium?

HIPOTESIS
1. Edema pretibia atau edema pada kaki terjadi karena volume darah selama kehamilan
dan tekanan dari rahim ke pembuluh darah di kaki. Selama kehamilan tubuh
memproduksi darah lebih banyak cairan tubuh untuk membantu memelihara bayi dan
melahirkan tubuh serta mempercepat sendi panggul untuk melahirkan
2. Karena MgSO4 bekerja sebagai vasodilator cerebral dan stabilisator membran yg
mana berguna untuk mecegah terjadinya kejang, mengurangi iskemia dan kerusakan
neuron.
3. Pemasangan kateter untuk mengetahui volume dan pemeriksaan proteinuria.
4. Karena perdarahan pd saat kehamilan usia 2 bln adalah tanda proses pelekata sel telur
yang telah dibuahi pada dinding rahim yang dikenal sbg perdarahan implantasi.
5. - Bisa kekurangan nutrisi karena tidak memadainya aliran darah rahim ke plasenta
- Adanya keterlambatan pertumbuhan bayi dlm kandungan
- Prematur
- Bayi lahir mati
6. Pemeriksaan USG untuk mengetahui perkembangan janin, CTG untuk mengetahui/
memantau DJJ dan kontraksi rahim, dan laboratorium untuk mengetahui apakah ada
protein dalam urin dan kemungkinan HIV pada ibu hamil.
SKEMA

KEHAMILAN YANG SULIT

PEMERIKSAAN
ANAMNESIS : PEMERIKSAAN FISIK :
PENUNJANG :
Identifikasi : Status Generalis :
-Laboratorium :
-Ny. Aisyah 42th *Ibu
Urine (sampel) ->
-Memiliki 3 org anak -Vital Sign ;
proteinuria +2
-Hamil 8bln TD 160/110
-USG
-TFU 2 jari diatas perut
-CTG
-Edema pretibia (+)

*Janin
-DJJ 140x/menit

PENATALAKSANAAN :
-Pemasangan infus DIAGNOSIS KERJA :
MgSO4 G4P3A0 32minggu
-Pemasangan kateter dengan PEB
urin (Pre Eklampsia Berat)
-Obat Antihipertensi

LEARNING OBJECTIVE
Mahasiswa Mampu Memahami dan Menjelaskan :
1. Menjelaskan epidemiologi Pre eklampsia dan Eklampsia
2. Menjelaskan etiologi dan faktor risiko Pre eklampsia dan Eklampsia
3. Mejelaskan patofisiologi Pre eklampsia dan Eklampsia
4. Menjelaskan manifestasi klinis Pre eklampsia dan Eklampsia
5. Menjelaskan pendekatan diagnostik Pre eklampsia dan Eklampsia
6. Menjelaskan penatalaksanaan Pre eklampsia dan Eklampsia
7. Menjelaskan komplikasi Pre eklampsia dan Eklampsia
8. Menjelaskan prognosis Pre eklampsia dan Eklampsia
PEMBAHASAN
“PRE EKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA”
PRE EKLAMPSIA
Preeklampsia ialah suatu sindrom spesifik pada kehamilan yang terjadi setelah usia
kehamilan 20 minggu, pada wanita yang sebelumnya normotensi. Keadaan ini ditandai oleh
peningkatan tekanan darah (140/90 mmHg) yang disertai oleh proteinuria.
Kriteria gejala preeklampsia yang diadopsi dari The Working of the National High
Blood Pressure Education Program 2000 dapat ditegakkan bila ditemukan tanda-tanda di
bawah ini:
a. Tekanan darah sistolik >140 mmHg atau tekanan diastolik > 90 mmHg
b. Proteinuria > 0,3 g/24 jam atau +1 pada pemeriksaan kualitatif
c. Timbulnya hipertensi setelah usia kehamilan 20 minggu pada wanita yang
sebelumnya normotensi

Preeklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi


organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Proteinuria adalah penanda penting
preeklampsia. Definisi proteinuria adalah terdapatnya 300 mg atau lebih protein dalam urin
24 jam atau 30 mg/dL (+1 pada dipstik) secara menetap pada sampel urin acak.

1. EPIDEMIOLOGI
Menurut World Health Organization (WHO), hipertensi dalam kehamilan masih
merupakan salah satu dari lima penyebab utama kematian ibu di dunia, yaitu berkisar 12%.
Prevalensi hipertensi dalam kehamilan bervariasi di berbagai tempat, yakni berkisar 2,6-7,3%
dari seluruh kehamilan.
Di negara maju seperti Amerika Serikat, angka kejadian preeklampsia pada tahun 1998
sebesar 3,7% dari seluruh persalinan, sedangkan kematian ibu akibat preeklampsia dan
eklampsia sejak tahun 1987 sampai dengan 1990 sekitar 18%. Di Inggris pada tahun 1998
didapatkan kejadian hipertensi dalam kehamilan sekitar 5% dan merupakan penyebab utama
kematian maternal serta menyebabkan meningkatnya mortalitas dan morbiditas perinatal.
Di negara-negara berkembang insidensi preeklampsia sekitar 3-10% dan eklampsia 0,3-
0,7% kehamilan.11 Di Indonesia, preeklampsia menempati urutan kedua sebagai penyebab
kematian ibu setelah perdarahan. Angka kejadian preeklampsia di RSUP Dr. Kariadi
Semarang pada tahun 2010 adalah 11,86% dari 1973 persalinan dengan angka kematian
maternal 2,1%.
2. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
Zwifel tahun 1916 mengungkapkan istilah preeclampsia is a disease of theories dan
hingga sampai saat ini belum dapat diperoleh suatu kesepakatan bersama tentang penyebab
terjadinya preeklampsia. Para ahli mencoba membeberkan beberapa teori yang diduga
menjadi penyebab preeklampsia, yaitu faktor imunologis, faktor inflamasi, faktor genetik,
faktor nutrisi, komponen vasoaktif dan faktor endotel.
Meskipun sampai sekarang belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab
terjadinya preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang
mempengaruhi terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi:
a. Usia
Duckitt melaporkan peningkatan risiko preeclampsia hampir 2 kali lipat pada wanita
hamil berusia 40 tahun atau lebih.
b. Nulipara
Duckitt melaporkan nulipara memiliki risiko hamper 3 kali lipat
c. Jarak antar kehamilan
Studi yang melibatkan 760.901 wanita di Norwegia, memperlihatkan bahwa wanita
multipara dengan jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih memiliki risiko
preeklampsia hampir sama dengan nulipara
d. Riwayat preeklampsia sebelumnya
Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya merupakan faktor risiko utama.
Menurut Duckitt risiko meningkat 7 kali lipat. Kehamilan pada wanita dengan riwayat
preeklampsia sebelumnya berkaitan dengan tingginya kejadian preeklampsia berat,
preeklampsia onset dan dampak perinatal yang buruk
e. Kehamilan multipel
Sebuah studi yang melibatkan 53.028 wanita hamil menunjukkan kehamilan kembar
meningkatkan risiko preeklampsia hampir 3 kali lipat.
f. Donor oosit, donor sperma dan donor embrio
Kehamilan setelah inseminasi donor sperma, donor oosit atau donor embrio juga
dikatakan sebagai faktor risiko. Satu hipotesis yang populer penyebab preeklampsia
adalah maladaptasi imun.
g. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko preeklampsia dan risiko semakin besar dengan
semakin besarnya IMT (Indeks Massa Tubuh). Obesitas sangat berhubungan dengan
resistensi insulin, yang juga merupakan faktor risiko preeklampsia.
h. Hipertensi kronik
Chappell meneliti 861 wanita dengan hipertensi kronik, didapatkan insiden
preeklampsia suprimosed sebesar 22% dan hampir setengahnya adalah preeklampsia
onset dini (< 34 minggu) dengan keluaran maternal dan perinatal yang lebih buruk.
Chappell juga menyimpulkan bahwa ada 7 faktor risiko yang dapat dinilai secara dini
sebagai prediktor terjadinya preeklampsia suprimosed pada wanita hamil dengan
hipertensi kronik yaitu:
• Riwayat preeklampsia sebelumnya • Penyakit ginjal kronis
• Merokok • Obesitas
• Diastolik > 80 mmHg • Sistolik > 130 mmHg

3. PATOFISIOLOGI
Patogenesis, patofisiologi serta perubahan-perubahan patologi fungsi organ-organ pada
preeklampsia telah banyak dibicarakan, namun belum ada yang memuaskan. Terdapat
beberapa patogenesis yang menerangkan terjadinya hipertensi dalam kehamilan antara lain:
2.4.1Teori Iskemik Plasenta
Berbagai bukti eksperimental dari pemeriksaan histopatologis menunjukkan bahwa
menurunnya perfusi tropoblastik merupakan perubahan patofisiologi yang paling dini terjadi
dan konsisten pada preeklampsia. Bahkan timbulnya preeklampsia pada kehamilan
abdominal dan mola menunjukkan bahwa faktor uterus dan janin tidak dibutuhkan dalam
mekanisme tersebut. Sejak dini penderita memperlihatkan perubahan morfologis di uterus
sebagai berikut:
1. Arteri spiralis yang menjamin perfusi ruang intervillous di plasenta gagal mengalami
perubahan morfologi yang layaknya terjadi dalam kehamilan normal seperti meningkatnya
diameter vaskuler sekurang-kurangnya 4 kali serta menghilangnya komponen muskuler dan
elastik vaskuler. Pada kehamilan normal morfologi vaskuler tersebut meluas melampaui
jaringan desidua dan memasuki lapisan miometrium.
2. Vaskuler mengalami oklusi fibrinoid dan invasi foal cell. Gambaran histopatologik ini
amat mirip dengan yang nampak pada proses penolakan allograft yang disebut atherosis.
Atherosis yang meliputi 1/10 daerah implantasi plasenta didapatkan pada akhir trimester I
kehamilan nulipara. Perubahan di atas menyebabkan terjadinya penurunan perfusi
tropoblastik. Pada preeklampsia proses plasentasi tersebut tidak berjalan sebagaimana
mestinya oleh karena disebabkan 2 hal yaitu, tidak semua arteri spiralis mengalami invasi
oleh sel-sel trofoblas secara normal, tetapi invasi tahap kedua tidak berlangsung sehingga
bagian arteri spiralis yang berada dalam miometrium tetap mempunyai dinding
muskuloelastik yang relaktif yang berarti masih terdapat resistensi vaskuler. Disamping itu
juga terjadi atherosis akut pada arteri spiralis yang dapat menyebabkan lumen arteri
bertambah kecil atau bahkan mengalami obliterasi.
2.4.2 Teori Disfungsi Endotel
Teori mengenai patogenesis preeklampsia yang relatif baru yaitu teori mengenai
disfungsi endotel. Disfungsi endotel diduga menjadi dasar dari timbulnya manifestasi klinis
pada preeklampsia. Teori ini tidak lepas dari teori patogenesis preeklampsia yang lain, salah
satunya yaitu teori iskemia plasenta. Pada saat plasenta mengalami iskemia, maka plasenta
akan menghasilkan peroksida lipid yang selanjutnya akan masuk ke dalam dan terikat dengan
lipoprotein, khususnya low density lipoprotein (LDL).Dalam kadar yang rendah peroksida
lipid merupakan peristiwa normal dalam kehidupan sel atau jaringan.
Pada preeklampsia berat dijumpai perubahan ultrastruktur mitokondria pada
pembuluh darah arteri uterina dan jaringan plasenta. Mitokondria adalah sumber oksigen
radikal dan diperkaya oleh asam lemak tak jenuh. Maka plasenta dapat merupakan sumber
terbesar dari produksi peroksida lipid pada kehamilan. Proses peroksidasi lipid meningkat
sesuai dengan meningkatnya umur kehamilan, bahkan pada akhir kehamilan aktivitasnya
menjadi dua kali lipat. Dalam keadaan normal peroksida lipid selalu dijaga dalam keadaan
seimbang melalui peran antioksidan. Bila kadar antioksidan rendah maka peroksidasi lipid
menjadi tak terkendali dan timbulah keadaan yang disebut dengan stres oksidatif. Hal
tersebut ditunjukkan oleh beberapa peneliti, dimana pada preeklampsia terjadi penurunan
kadar antioksidan dan peningkatan produk hasil peroksidasi lipid.

4. MANIFESTASI KLINIS
Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia adalah hipertensi dan proteinuria.
Gejala ini merupakan keadaan yang biasanya tidak disadari oleh wanita hamil. Pada waktu
keluhan lain seperti sakit kepala, gangguan penglihatan, dan nyeri epigastrium mulai timbul,
hipertensi dan proteinuria yang terjadi biasanya sudah berat.
Tekanan darah. Kelainan dasar pada preeklampsia adalah vasospasme arteriol
sehingga tanda peringatan awal muncul adalah peningkatan tekanan darah. Tekanan diastolik
merupakan tanda prognostik yang lebih baik dibandingkan tekanan sistolik dan tekanan
diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih menetap menunjukan keadaan abnormal.
Kenaikan berat badan. Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dan kenaikan
berat badan yang berlebihan merupakan tanda pertama preeklampsia. Peningkatan berat
badan sekitar 0,45 kg per minggu adalah normal, tetapi bila lebih dari 1 kg dalam seminggu
atau 3 kg dalam sebulan maka kemungkinan terjadinya preeklampsia harus dicurigai.
Peningkatan berat badan yang mendadak serta berlebihan terutama disebabkan oleh
retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala edema nondependen yang
terlihat jelas, seperti edema kelopak mata, kedua lengan, atau tungkai yang membesar.
Proteinuria. Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu
penyebab fungsional dan bukan organik. Pada preeklampsia awal, proteinuria mungkin hanya
minimal atau tidak ditemukan sama sekali. Pada kasus yang berat, proteinuria biasanya dapat
ditemukan dan mencapai 10 gr/l. Proteinuria hampir selalu timbul kemudian dibandingkan
dengan hipertensi dan biasanya terjadi setelah kenaikan berat badan yang berlebihan.
Nyeri kepala. Gejala ini jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi semakin sering
terjadi pada kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan
oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa. Pada wanita hamil yang
mengalami serangan eklampsia, nyeri kepala hebat hampir selalu mendahului serangan
kejang pertama.
Nyeri epigastrium. Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan
keluhan yang sering ditemukan pada preeklampsia berat dan dapat menjadi presiktor
serangan kejang yang akan terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula
hepar akibat edema atau perdarahan.
Gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan yang dapat terjadi di antaranya
pandangan yang sedikit kabur, skotoma, hingga kebutaan sebagian atau total. Keadaan ini
disebabkan oleh vasospasme, iskemia, dan perdarahan petekie pada korteks oksipital.

5. PENDEKATAN DIAGNOSTIK
Diagnosis preeklampsia berat ditegakkan bila ditemukan keadaan hipertensi berat (TD
>160/100) dengan proteinuria berat (> 5g/hari atau tes urin dipstik . positif 2) atau disertai
dengan keterlibatan organ lain. Kriteria lain preeklampsia berat yaitu bila ditemukan gejala
dan tanda disfungsi organ, seperti kejang, edema paru, oliguria, trombositopeni, peningkatan
enzim hati, nyeri perut epigastrik atau kuadaran kanan atas dengan mual dan muntah serta
gejala serebral menetap seperti sakit kepala, pandangan kabur, penurunan visus atau kebutaan
kortikal dan penurunan kesadaran.

6. PENATALAKSANAAN
Tujuan dasar dari penatalaksanaan preeklampsia adalah :
1. terminasi kehamilan dengan kemungkinan setidaknya terdapat trauma pada ibu
maupun janin
2. kelahiran bayi yang dapat bertahan
3. pemulihan kesehatan lengkap pada ibu
Persalinan merupakan pengobatan untuk preeklampsia. Jika diketahui atau
diperkirakan janin memiliki usia gestasi preterm, kecenderungannya adalah mempertahankan
sementara janin di dalam uterus selama beberapa minggu untuk menurunkan risiko kematian
neonatus.
Khusus pada penatalaksanaan preeklampsia berat (PEB), penanganan terdiri dari
penanganan aktif dan penanganan ekspektatif. Wanita hamil dengan PEB umumnya
dilakukan persalinan tanpa ada penundaan. Pada beberapa tahun terakhir, sebuah pendekatan
yang berbeda pada wanita dengan PEB mulai berubah. Pendekatan ini mengedepankan
penatalaksanaan ekspektatif pada beberapa kelompok wanita dengan tujuan meningkatkan
luaran pada bayi yang dilahirkan tanpa memperburuk keamanan ibu.
Adapun terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien dengan PEB antara lain
adalah:
a. tirah baring
b. oksigen
c. kateter menetap
d. cairan intravena. Cairan intravena yang dapat diberikan dapat berupa kristaloid maupun
koloid dengan jumlah input cairan 1500 ml/24 jam dan berpedoman pada diuresis, insensible
water loss, dan central venous pressure (CVP). Balans cairan ini harus selalu diawasi.
e. Magnesium sulfat (MgSO4) . Obat ini diberikan dengan dosis 20 cc MgSO4 20% secara
intravena loading dose dalam 4-5 menit. Kemudian dilanjutkan dengan MgSO4 40%
sebanyak 30 cc dalam 500 cc ringer laktat (RL) atau sekitar 14 tetes/menit. Magnesium sulfat
ini diberikan dengan beberapa syarat, yaitu:
1. refleks patella normal
2. frekuensi respirasi >16x per menit
3. produksi urin dalam 4 jam sebelumnya >100cc atau 0.5 cc/kgBB/jam
4. disiapkannya kalsium glukonas 10% dalam 10 cc sebagai antidotum. Bila nantinya
ditemukan gejala dan tanda intoksikasi maka kalsium glukonas tersebut diberikan
dalam tiga menit.
f. Antihipertensi Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastolik >110 mmHg. Pilihan
antihipertensi yang dapat diberikan adalah nifedipin 10 mg. Setelah 1 jam, jika tekanan darah
masih tinggi dapat diberikan nifedipin ulangan 10 mg dengan interval satu jam, dua jam, atau
tiga jam sesuai kebutuhan. Penurunan tekanan darah pada PEB tidak boleh terlalu agresif
yaitu tekanan darah diastol tidak kurang dari 90 mmHg atau maksimal 30%. Penggunaan
nifedipin ini sangat dianjurkan karena harganya murah, mudah didapat, dan mudah mengatur
dosisnya dengan efektifitas yang cukup baik.
g. Kortikosteroid Penggunaan kortikosteroid direkomendasikan pada semua wanita usia
kehamilan 24-34 minggu yang berisiko melahirkan prematur, termasuk pasien dengan PEB.
Preeklampsia sendiri merupakan penyebab ±15% dari seluruh kelahiran prematur. Ada
pendapat bahwa janin penderita preeklampsia berada dalam keadaan stres sehingga
mengalami percepatan pematangan paru. Akan tetapi menurut Schiff dkk, tidak terjadi
percepatan pematangan paru pada penderita preeklampsia.

7. KOMPLIKASI
Kejang (eklampsia) Eklampsia adalah keadaan ditemukannya serangan kejang tibatiba
yang dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau masa nifas yang
sebelumnya menunjukan gejala preeklampsia (Prawirohardjo, 2010).
Preeklampsia pada awalnya ringan sepanjang kehamilan, namun pada akhir
kehamilan berisiko terjadinya kejang yang dikenal eklampsia. Jika eklampsia tidak ditangani
secara cepat dan tepat, terjadilah kegagalan jantung, kegagalan ginjal dan perdarahan otak
yang berakhir dengan kematian (Natiqotul, 2016).

8. PROGNOSIS
Prognosis preeklampsia pada ibu dikaitkan dengan diagnosis dan pengobatan dini. 
Jika penderita tidak terlambat mendapatkan penanganan sesegera mungkin, terlebih untuk
kasus gawat darurat, gejala perbaikan akan tampak jelas setelah persalinan/terminasi.

Anda mungkin juga menyukai