Anda di halaman 1dari 9

PENGOBATAN HERBAL DI INDONESIA

MUHAMMAD ZIDAN DANU MULYA 180610190010


muhammad19045@mail.unpad.ac.id

ABSTRAK

Herbal medicine is still less attractive after modern medicine has dominated the world.
Many people still underestimate this drug. Herbal medicine had a long heyday before modern
medicine existed. In the past, herbal medicine was used as primary treatment until the patient
recovered. In the Dutch era, there were many cases related to this herbal medicine. Many Europeans
and European descendants live in the Dutch East Indies (Indonesia). At first the Europeans used
drugs that were imported directly from the Netherlands, but because of the long delivery and
reduced efficacy due to weather changes. European doctors had the idea to mix plants in the Dutch
East Indies into good herbal medicines. This is because herbal medicines have many advantages.
Now, herbal medicine is still less competitive with modern medicine. The public believes that modern
medicine is more effective in treating diseases than herbal medicine. This should be considered and
found a solution.

I. PENDAHULUAN

Dengan kemajuan teknologi yang sudah ada pada zaman ini tentunya menghasilkan
berbagai kemajuan di berbagai bidang. Salahsatunya adalah yang ingin saya bahas, yaitu pada
bidang pengobatan atau farmasi. Manusia tidak mungkin bisa lepas dengan yang namanya
obat-obatan. Baik tradisional maupun pengobatan modern. Tiap orang pasti pernah
merasakan yang namanya sakit dan berjuang untuk sembuh dari penyakit itu. Berbagai
metode pengobatan pasti dicoba agar kita bisa sehat Kembali menjalani kehidupan. Akan
tetapi bagaimana jika obat-obatan tidak pernah diracik atau diramu? Apakah kita bisa
bertahan melawan penyakit yang menyerang kit ajika tidak ada obat? Secara logika tentunya
sangat sulit sembuh tanpa bantuan obat, bagaimana kita bisa melawan virus tanpa adanya
zat-zat yang bisa mematikan virus itu sendiri.

Pada artikel kali ini saya ingin membahas mengenai pengobatan di Indonesia,
khususnya pengobatan tradisional yang memang sudah sangat dekat dan lekat dengan
masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia, tepatnya masyarakat daerah pasti menjadikan
pengobatan tradisional menjadi pertolongan pertama ketika penyakit menyerang. Mereka
menggunakan jamu-jamuan agar badan tetap fit dan sehat meskipun tidak menggunakan
obat-obatan modern. Jamu-jamuan memang sudah menjadi andalan masyrakat daerah,
Meskipun jamu-jamuan itu ampuh, bukan berarti jamu-jamuan bisa mengobati penyakit
besar dengan sekali minum seperti gagal ginjal, jantung, dan hipertensi melainkan harus
diminum secara berkala Fungsi jamu-jamuan sebenarnya hanya untuk mencegah penyakit-
penyakit itu dengan meminumnya setiap hari. Apalagi pada saat ini dunia medis sudah
semakin maju. Banyak obat-obatan yang lebih ampuh untuk mengobati penyakit. Seperti
kapsul, serbuk, tablet dan cair. Masyarakat sekarang lebih percaya dengan keampuhan obat
modern dibanding obat herbal karena mereka menilai obat modern dapat menyembuhkan
dengan cepat. Memang betul jika seperti itu, namun setiap hal pasti ada konsekuensinya, tiap
hal pasti ada kekurangannya. Termasuk obat medis, meskipun ampuh, obat modern memiliki
efek samping yang tinggi. Karena pada dasarnya di dalam obat medis terdapat campuran-
campuran bahan kimia.

Seperti yang sudah saya tulis tadi, jika kita bertanya kepada masyarakat desa, mereka
pasti lebih memilih pengobatan herbal atau tradisional disbanding pengobatan modern. Hal
ini sudah terjadi turun menurun dan dari generasi ke generasi. Hal ini juga menunjukkan
bahwa masyarakat desa sudah memiliki ilmu untuk meracik obat menggunakan bahan-bahan
alami. Berdasarkan yang saya kutip dari buku Pencegahan dan Pengobatan Herbal : Tips
Simpel Mencegah dan Mengobati Penyakit dengan Herbal. “Catatan sejarah menunjukkan
bahwa pengetahuan meracik obat tertulis pada kitab-kitab, prasasti, dan bahkan batu-batu.
Sumber pengetahuan tentang meramu obat ini bisa bersumber dari orangtua ataupun tabib.”
II. PEMBAHASAN

Obat tradisional yang kerap disapa juga dengan nama obat herbal ini memang sudah
tidak asing di telinga masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak, dari kecil kita sudah sering
meminumnya dalam bentuk jamu-jamuan. Berbicara tentang obat herbal, masyarakat kita
sudah mendapatkannya secara turun-temurun, generasi ke generasi. Obat herbal sendiri
berasal dari alam yang ada di sekitar kita. Keunggulannya adalah obat-obatan herbal ini
mudah didapat. Maksudnya adalah obat-oabatan ini berasal dari tumbuhan. Tumbuhan-
tumbuhan ini bisa ditanam di pekarangan rumah ataupun di perkebunan. Apalagi di
Indonesia, “Tongkat kayu dan batu jadi tanaman.” Dikutip dari lirik lagu berjudul kolam susu.
Ya, Indonesia memang bisa disebut surga karena alam Indonsia menyediakan segalanya yang
kebanyakan tidak dimiliki negara lain. Selain tumbuhan-tumbuhannya itu mudah ditemui,
harganya pun ekonomis. Jika kita mencari ke pasar tradisional, bahan-bahan yang dicari
tentunya bisa didapat dengan harga yang murah. Terkadang bahkan kita bisa mendapatnya
secara gratis dengan menanam tumbuhannya sendiri atau meminta kepada tetangga kita.
Kemudian obat-oabatan herbal ini tidak memiliki efek samping. Hal ini sangat bermanfaat
bagi tubuh karena tidak merusak gunjal juga.Jika ada kekunggulan, pasti ada kekurangan.
Kekurangan obat herbal ini ialah kurang diminati oleh sebagian penduduk kota. Penduduk
kota khususnya anak-anak muda sudah terbiasa ke dokter dan meminum obat anjuran
dokter yang tentunya sudah ada campuran bahan kimianya. Mereka menganggap obat-
obatan tradisional tidak memiliki kemampuan untuk menyembuhkan secara cepat. Selain itu,
mereka juga menilai bahwa obat-obatan herbal ini tidak cocok dengan mulut mereka.
Memang kekurangan obat-obatan herbal ini ialah rasanya yang pahit. Tidak semua obat-
obatan herbal itu pahit, tetapi sebagian besar benar-benar pahit rasanya sehingga tidak
mendapat tempat di hati anak-anak muda. Melihat dari kekurangan itu, teknologi tentunya
harus bergerak dengan inovasi-inovasi barunya. Mungkin dengan menggunakan kapsul atau
tablet yang sekali tenggak agar rasa pahit tersebut tidak terlalu berasa. WHO selaku badan
yang menaungi Kesehatan di seluruh dunia juga menyarankan untuk menggunakan obat-
obatan herbal. WHO menilai penggunaan obat-obatan herbal dapat memelihara, mencegah,
bahkan mengobati penyakit kronis. WHO juga menilai jika obat-obatan herbal dinilai lebih
aman ketimbang obat modern karena tidak memiliki efek samping.
Di Indonesia, sebagian masyarakatnya masih memegang teguh penggunaan
pengobatan herbal. Seperti yang saya ulas tadi, masyarakatnya sudah tahu cara meracik
bahan-bahan alam tersebut mencari obat yang manjur beradasarkan cara-cara yang sudah
ditulis melalui prasasti, batuan, bahkan dari mulut ke mulut. Berbicara soal Indonesia, ada
cerita menarik mengenai penggunaan obat-obatan herbal ini. Pada zaman kolonialisasi
Belanda, banyak dokter-dokter kulit putih yang datang ke Indonessia dengan maksud untuk
mengobati orang-orang kulit putih lainnya di Hindia Belanda. Sebut saja satu tokoh bernama
Jacobus Bontius, seorang dokter khusus yang dimiliki oleh Jans Pieterzoon Coen. Jacobus
merupakan seorang ahli bedah dan apoteker hebat yang dimiliki Belanda. Jacobus dan
kawan-kawan seprofesi memiliki ketertarikan dengan pengobatan herbal dikarenakan saat
itu obat-obat yang datang dari Belanda banyak yang sudah kadaluarsa ketika sampai di
Indonesia. Alasannya adalah karena pengiriminannya yang memakan waktu yang lama dan
juga akibat adanya perubahan iklim yang ekstrim selama perjalanan. Oleh karena itu, VOC
saat iru menginisiasi pembentukan dan membiayai The Batavian Society of Arts and Sciences
pada tahun 1778 untuk mengurus kebun herbal dan mengadaka seminar tanaman obat.
Selain itu, keseriusan VOC untuk menemukan tanaman yang paling menguntungkan ekonomi
serta meneliti khasiat obat adalah ditandai dengan adanya pembangunan Kebun Raya Bogor
pada tahun 1871.

Cerita lain datang dari putri seorang putri pemilik perkebunan kopi di Weleri, Jawa
Tengah bernama Johanna Maria Carolina Verstegh. Baginya, tinggal jauh dari kota besar
tidak membuatnya merasa terisolasi melainkan membuatnya lebih dekat dekat dengan alam
sekitar. Salah satu fakta menarik pada saat itu adalah Orang Eropa yang tinggal di pedalaman
Hindia Belanda tidak memiliki akses Kesehatan yang sama layaknya orang Eropa lain di kota
besar. Hal itu juga yang membuat Verstegh dan ibunya Albertina van Spreeweunburg mau
tidak mau harus mengakalinya jika sewaktu waktu ada hal medis yang harus dilakukan.
Verstegh memang sangat menyukai mempelajari obat-obatan herbal atau jamu. Kegemaran
Versetgh terhadap jamu ini turun dari ibunya. Pada masa itu, bila ada anggota keluarga yang
sakit, bahan alam yang mudah didapat adalah sebuah pertolongan pertama. Hal ini semakin
lama membuat ungkapan yang berbunti “Kijk in Kloppenburg” yang berarti Periksa di
Kloppenburg. Ungkapan itu berasal dari buku tentang jamu yang ditulis oleh Jans
Kloppenburg-Verstegh yang terbit pada thun 1907 yang berjudul Indische Planten en Haar
Geneeskracht (Tanaman asli Hindia dan kekuatan penyembuhnya).
Tak berbeda dengan Carolina Verstegh, ada seorang dokter yang berasal dari Jerman
yang datang ke Hindia Belanda khususnya Semarang pada tahun 1823. Dokter itu bernama
Friedrich August Carl Waitz. Waitz mengakui adanya penyakit baru yang ia temui di negerti
tropis ini, yaitu disentri dan frambusia. Akhirnya, Waitz kelimpungan sendiri kehilangan
kepercayaan diri dengan kemampuan medisnya. Menurut Profesor Hans Pols berdasarkan
Universitas Sydney pada artikelnya “European Physicians and Botanists, Indigenous Herbal
Medicine in the Dutch East Indies, and Colonial Networks of Mediation”, pada tahun itu pakar
kesehatan Eropa yg mengeluh mengenai syarat medis pada Hindia-Belanda. Para dokter kulit
putih itu mewaspadai kemampuan medis mereka lantaran temuan lapangan tidak selaras
berdasarkan yg biasa mereka temui pada Eropa. Obat-obatan yang telah dikirimkan
berdasarkan Eropa pun tidak sanggup maksimal karena kehilangan khasiat dampak
menempuh bepergian jauh dan penyimpanan yang kurang apik. Para dokter kulit putih,
termasuk Waitz, sendiri memprotes penggunaan zat penenang yg berlebihan. Lalu,
bagaimana Waitz mengobati penyakit pada zaman dulu khususnya era kolonial? Awalnya,
Waitz mengumpulkan informasi dari orang-orang yang mudah ditemuinya seperti pembantu
si rumah, orang di pasar, tukang jamu, Orang Tionghoa pemilik toko herbal, dan juga istri
keduanya yang Waitz nikahi setelah ada di Hindia Belanda. Kemudian, Waitz menelitinya
dengan menggunakan banyak metode untuk menemukan tanaman yang manjur. Waitz
membukukan hasilnya di dalam buku berjudul Practische Waarnemingen Over Eenige
Javaansche Geneesmiddelen (Pbesrvasi Praktis pada Pengobatan Jawa).
Kini, obat-obatan herbal sudah banyak yang dijual di pasaran dalam bentuk tablet,
kapsul, cair, dan serbuk. Akan tetapi banyak dijumpai pedagang-pedagang nakal yang
mencampur bahan-bahan alami dengan campuran bahan kimia dengan dibalut kemasan
praktis tersebut. Tentunya itu sangat merugikan masyarakat. Hal itu dapat menyebabkan
efek samping yang bahaya. Mulai dari saluran pencernaan, gangguan gnjal, pendarahan pada
lambung dan gangguan syaraf. Oleh karena itu, penggunaan obat-obat tradisional harus
memperhatikan beberapa aspek berikut :

1. Pastikan dosis obat dan reaksinya terhadap tubuh. Maksudnya ialah jika pengobatan
modern dapat dengan cepat menyembuhkan karena dibuat dari bahan kimia dengan
senyawa aktif, berbeda dengan pengobatan herbal. Pengobatan ini biasanya
membutuhkan pengolahan yang Panjang di dalam tubuh karena memang bahannya
pun alami. Oleh karena itu “produsen nakal” terkadang memasukkan campuran
bahan kimia ke dalam obat-obat herbal dengan dosis yang tinggi. Tentunya ini sangat
berbahaya bagi tubuh. Maka pastikan dosisnya terlebih dahulu.

2. Tanggal kadaluwarsa. Kita sebagai konsumen seharusnya memperhatikan kapan


tanggal kadaluwarsanya. Tidak lucu jika kita keracunan obat herbal yang
kadaluwarsa. Banyak cara untuk mengecek bagaimana obat tersebut sudah
kadaluwarsa atau belum. Jika dalam bentuk serbuk, ciri-ciri obat yang masih layak
ialah yang serbuknya kering sedangkan yang kondisinya kadaluwarsa ialah ang sudah
menggumpal.

3. Teknik penanganan bahan sebelum diolah. Kita tahu kalau obat herbal adalah obat
yang bersumber langsung dari alam. Keadaan alam lekat dengan dunia luar yang liar.
Banyak kotoran yang menempel pada tanaman-tanaman obat tersebut. Maka alagkah
baiknya sebelum mengolahnya, kita harus mencucinya terlebih dahulu sampai bersih
dan menyimpannya di tempat yang layak. Bayangkan saja jika kita ingin
menghangatkan badan, biasanya kita menggunakan jahe. Bagaimana kalau jahe yang
kita minum itu kotor? Bagaimana kalau jahe yang kita minum itu berjamur? Bukan
hasil baik yang kita dapatkan melainkan menambah penyakit baru.

4. Bahan- bahan yang digunakan. Di Indonesia maupun di dunia banyak sekali jenis
tanaman yang serupa tetapi tak sama. Hal itu sangat menyulitkan kita untuk
membedakannya. Salah satu faktor yang penting dalam obat-obatan adalah ketepatan
mengidentifiaksi bahan yang benar. Maka hal-hal kecil seperti ini sudah seharusnya
kita perhatikan.

Selanjutnya saya akan membahas mengenai keunggulan dan kekurangan dari obat
herbal secara rinci lagi. Kenggulannya antara lain :

1. Bersifat stimulan walau efeknya lambat.

2. Terdiri dari gabungan banyak senyawa aktif yang terdapat pada satu tanaman atau
campuran tanaman lain.

3. Harganya jauh lebih murah, bahkan bisa mendapatkannya gratis jika kita
menanamnya sendiri.

4. Dengan penggunaan obat herbal yang benar, obat herbal tidak memberikan efek
samping yang berbahaya bagi tubuh.

Laku kekurangannya antara lain :


1. Mudah larut dalam air sehingga senyawa obatnya mudah rusak.

2. Mudah tercemar berbagai mikroorganisme.

3. Bahan bakunya belum terstandar.

4. Reaksinya terhadap tubuh lambat.

5. Umumnya pengujian bahan obat-obat herbal belum mencapai tahap pengujian klinis.
III. PENUTUP

1. Kesimpulan
Obat herbal di zaman yang modern ini memang sedang ingin menunjukkan
eksistensinya kembali. Walaupun sekarang masih kalah saing dengan obat-obatan
modern, tetapi masih banyak masyarakat yang menjaga dan melestarikannya. Selain
mudah didapatkan, keunggulan obat herbal antara lain: bersifat stimulan walau
efeknya lambat, terdiri dari gabungan banyak senyawa aktif yang terdapat pada satu
tanaman atau campuran tanaman lain, harganya jauh lebih murah, bahkan bisa
mendapatkannya gratis jika kita menanamnya sendiri, dengan penggunaan obat
herbal yang benar, obat herbal tidak memberikan efek samping yang berbahaya bagi
tubuh. Lalu kekurangannya antara lain: mudah larut dalam air sehingga senyawa
obatnya mudah rusak, mudah tercemar berbagai mikroorganisme, bahan bakunya
belum terstandar, reaksinya terhadap tubuh lambat, umumnya pengujian bahan obat-
obat herbal belum mencapai tahap pengujian klinis.

2. Saran
Alangkah baiknya kita sebagai masyarakat Indonesia tetap berpegang
kepada budaya leluhur yang positif ini. Menggunakan kembali obat-obat herbal ketika
kita sakit. Tentunya hasil yang didapat pun lebih sehat daripada menggunakan obat-
obatan modern yang terdapat campuran bahan kimianya. Saya berharap ada inovasi
dari para ilmuwan dan peracik yang ada di zaman sekaranb untuk membuat obat
herbal yang bervariasi dan menggunakan kemasan yang menarik agar masyarakat
khususnya anak muda beralih menggunakan pengobatan herbal.
DAFTAR PUSTAKA

Historia.id. (2020, 16 Oktober). Mevrouw Jans Ahli Jamu Asal Semarang. Diakses pada
16 Oktober 2020, dari https://historia.id/kultur/articles/mevrouw-jans-ahli-jamu-
asal-semarang-6ann1

Historia.id. (2020, 16 Oktober). Dokter Jerman Populerkan Pengobatan Tradisional


Negeri Jajahan. Diakses pada 16 Oktober 2020, dari
https://historia.id/sains/articles/dokter-jerman-populerkan-pengobatan-tradisional-
negeri-jajahan-D840Q

Bayu, Aditya. Novairi, Anki. 2013. Pencegahan dan Pengobatan Herbal : Tips Simpel
Mencegah dan Mengobati Penyakit dan Herbal. Jogjakarta:Nusa Creativa.

Triratnawati, T. (2016). Acculturation in Javanese Traditional Medicine Practice in


Yogyakarta. International Journal of Indonesia Society and Culture. 8, 39-50.

Anda mungkin juga menyukai